You are on page 1of 22

Effect of Discharge Planning to Coping Mechanisms of Coronary Artery Disease (CAD) Patient in the High Care Unit RS Immanuel

Bandung Nur Intan Hayati H.K

ABSTRACT Patient with Coronary Artery Disease (CAD) often has physical, psychological, social problems. These problems cause crisis for them, therefore it needs to develop appropriate coping mechanisms. Coping ability can be improved by providing comprehensive and sustainable nursing care, started in early treatment through discharge planning program. Implementation of discharge planning program aims to prepare patients and families anticipating problems in the post-hospitalization, as well as efforts to overcome them. This study aimed to analyze the effect of discharge planning program for CAD patients coping mechanisms in the High Care Unit Immanuel Hospital. The study used quasi experimental design with non-equivalent control group, which 66 respondents obtained through systematic random sampling with consecutive admissions approach. Moreover it is divided in 33 respondents treatment group and 33 control group respondents. It is found that generally most of CAD patient coping mechanism are adaptive. In the early discharge planning program (71, 2%) and post program (83,4%). There was a difference coping mechanisms before and after given discharge planning in control group (p = 0.00). Meanwhile the same result also show in the treated group with (p = 0.00). Based on the average interval measurement before and after intervention, the treated group significantly results higher than control group. It can be concluded that the designed discharge planning is more effective in improving CAD patients coping mechanisms compare to the original hospital discharge. Moreover it is recommended to use the designed discharge planning as guidelines to improve the standards operating procedures of hospital discharge planning. Key words: Discharge Planning; Coronary Artery Disease (CAD); Coping Mechanisms

1.

PENDAHULUAN World Health Organitation (WHO) coronary artery disease (CAD)

merupakan penyebab 1 dari 6 kematian di United States dengan angka kematian 425.425 orang (AHA, 2010). Di Indonesia tahun 2008 angka kematian akibat coronary artery disease (CAD) sebanyak 23.163 orang dengan case fatality rate (CFR) 11,06% (Kemenkes, 2010). Sedangkan di kota Bandung penyakit coronary artery disease (CAD) termasuk peringkat ke-2 dengan angka kejadian 465 per 100.000 penduduk (DinkesBandung, 2009) Coronary artery disease (CAD) merupakan penyakit yang diakibatkan adanya penyempitan atau oklusi arteri koroner, yang menyebabkan miokard iskemik lalu nekrotik karena kekurangan oksigen (Hudak & Gallo, 2010). Pasien secara fisik, psikologis dan sosial akan mengalami permasalahan, hal ini merupakan krisis pada individu yang dapat mengakibatkan stress, sehingga dalam pelaksanaan perawatan perlu menggunakan pendekatan keperawatan yang komprehensif, Untuk itu maka proses keperawatan perlu direncanakan sejak awal pasien masuk rumah sakit dan dilakukan secara berkelanjutan (continuity of care), yang tersusun melalui discharge planning. Discharge planning adalah suatu proses mempersiapkan pasien mendapatkan kontinuitas perawatan dalam proses penyembuhan dimulai sejak pasien datang ke pelayanan kesehatan sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Cawthorn, 2005). Akan tetapi dalam pelaksanaannya discharge planning merupakan salah satu elemen asuhan keperawatan yang sering tidak dilakukan oleh perawat (Kalisch, 2006). Padahal jika discharge planning tidak dilakukan maka pasien tidak dapat melakukan perawatan dirumah sehingga dapat berresiko terjadinya komplikasi dan cenderung mengakibatkan readmission (Hannan et al., 2003). Pemberian discharge planning di rumah sakit dapat memberikan informasi yang komprehensif dan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan coping (coping ability) sehingga meningkatkan kesiapan pemulangan (discharge readiness) (Sriprasong et al., 2009), readmission terjadi akibat koping yang lemah, kondisi pasien yang hidup sendiri sehingga pasien tidak memperoleh

support system yang mendukung dari keluarga dalam mengembangkan koping yang adaptive untuk proses penyembuhannya (Murphy et al., 2008; Stewart, Hirth, Klassen, Makrides, & Wolf, 1997) Gangguan fisik, psikologik, dan sosial yang dialami pasien akan mendorong pasien mengaktifkan mekanisme koping, mekanisme koping dapat berupa; mekanisme koping konstruktif (adaptive) dan mekanisme koping destruktif (maladaptive) (Lazarus & Folkman, 1984; Stuart & Laraia, 2005). Berdasarkan penelitian dari 82 pasien coronary artery disease (CAD) 56% atau 46 orang mengalami reaksi koping destruktif (maladaptive) seperti kecemasan (anxiety), depresi, marah, denial, feeling resigned, emosional (Levey, Dieter, Preston, Smith, & Levey, 2001 ) padahal koping yang maladaptive dapat berdampak pada peningkatan tekanan darah, tingkat stress yang dapat memperberat kondisi pasien dengan coronary artery disease (Lindquist, Beilin, & Knuiman, 1997) Berdasarkan hasil observasi dan wawancara saat studi pendahuluan di ruang High Care Unit RS Immanuel pada bulan Januari-Maret 2011 didapatkan bahwa BOR 89.92 dan LOS 5.48, dan penyakit coronary artery disease (CAD) menduduki peringkat pertama sebagai 10 penyakit terbesar yaitu dengan rata-rata perbulan terjadi 26 kasus, dan cenderung meningkat jumlahnya dengan distribusi: Tabel 1.1 Jumlah pasien coronary artery disease (CAD) di High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Immanuel Bandung No 1 2 3 Bulan November Desember Januari Jumlah Pasien 18 Orang 29 Orang 31 Orang % 23,1 % 37,2 % 39,7 % 100 %

78 Orang Total Sumber: Sensus Bulanan (2011)

Data rekam medik menunjukkan bahwa dalam jangka waktu 3 bulan terakhir dari 78 pasien coronary artery disease (CAD) terjadi 3 kasus atau 3.84%

pasien yang mengalami readmission dengan kondisi yang lebih berat disertai komplikasi. Berdasarkan dari hasil wawancara dengan kepala instalasi perawatan khusus, kepala bagian High Care Unit dan 5 orang perawat pada tanggal 7 Maret 2011 didapatkan informasi bahwa saat ini pelaksanaan discharge planning pada pasien coronary artery disease (CAD) dilakukan dengan pengisian catatan resume pulang, perawatan yang dilakukan pada pasien coronary artery disease (CAD) lebih kearah pemenuhan kebutuhan fisik, health education dalam mempersiapkan pasien dan keluarga dalam perawatan pasca perawatan di rumah sakit jarang dilakukan dan sampai saat ini belum pernah ada sosialisasi atau pelatihan mengenai discharge planning. Berdasarkan dari hasil observasi dan wawancara pada Maret 2011 dengan 6 pasien dan 6 keluarga pasien didapatkan 3 dari 6 pasien mengatakan sebelumnya mereka pernah dirawat di rumah sakit Immanuel dengan penyakit yang sama, mereka mengatakan memerlukan informasi yang jelas mengenai kondisi, perawatan dirinya dan apa saja yang harus dilakukan selama perawatan di rumah sehingga dapat cepat sembuh dan tidak mengalami kejadian yang serupa, ditemukan data bahwa 1 pasien mengatakan ia masih merokok sampai saat ini. Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi bahwa pelaksanaan discharge planning yang seharusnya dilakukan secara komprehensif sejak pasien datang yaitu mulai dari pengkajian untuk menentukan indikator pasien keluar ruangan, kajian kebutuhan pasca perawatan dan penyiapan pasien dan keluarga dalam perawatan lanjutan dirumah, pada kenyataannya pelaksanaan discharge planning baru menetapkan indikator pasien keluar High Care Unit saja, padahal bagian lain yang penting juga adalah kajian kebutuhan pasca perawatan dan penyiapan pasien dan keluarga dalam perawatan lanjutan, dalam upaya meningkatkan koping mekanisme pasien kearah yang adaptif, sebab lemahnya koping pasien dapat memperburuk kondisi penyakit dan beresiko terjadi kekambuhan.

Adanya kesenjangan antara fakta dan teori, juga belum adanya penelitian terkait dengan discharge planning dan mekanisme koping maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian mengenai pengaruh discharge planning terhadap mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi mekanisme koping pasien (CAD), Menganalisa perbedaan mekanisme koping pasien (CAD) sebelum dan sesudah intervensi program discharge planning, Menganalisa perbedaan mekanisme koping pasien (CAD) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol sesudah intervensi program discharge planning, Menganalisa perbedaan perubahan rata-rata mekanisme koping pasien (CAD) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi program discharge planning Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi RS untuk menentukan standar operasional prosedur discharge planning, dapat memberikan informasi dan dijadikan landasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan terkait dengan asuhan keperawatan yang holistic, komprehensif, berkelanjutan melalui discharge planning dalam meningkatkan mekanisme koping dan memperoleh evidence base practice dalam upaya menurunkan faktor resiko pada pasien coronary artery disease Kerangka Konsep
Batasan lingkungan Dukungan sosial Kondisi perawatan di high Care unit Rumah Sakit

Kejadian Coronary artery disease mengalami masalah: fisik, psikologis, sosial yang menyebabkan stres

Pemberian Discharge planning memberikan dukungan, pengetahuan, kemampuan koping sebagai sumber koping

MEKANISME KOPING

Tugas koping : Mereduksi ketegangan akibat lingkungan Mengatur keadaan negatif atau realita negatif

Perilaku koping yang adaptif

Derajat ancaman

Personal Constrain

Sumber: modifikasi (Lazarus & Folkman, 1984; Stewart et al., 1997; Stuart & Laraia, 2005; Urden et al., 2010)

2.

METODE PENELITIAN Desain penelitian kuantitatif Quasi eksperimen; non-equivalent control

group. Variabel dependen adalah Mekanisme koping, Variabel independen adalah Discharge planning Populasi dalam penelitian ini adalah pasien yang dirawat di high care unit RS Immanuel yang di diagnosa coronary artery dalam 3 bulan terakhir yaitu sebanyak 78 orang Pengambilan sampel dengan Non probability sampling jenis Consecutive sampling, Sampel yang diambil 66 orang, yang terdiri dari 33 orang kelompok perlakuan dan 33 orang kelompok kontrol Tehnik pengumpulan data menggunakan Instrumen discharge planning yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan pada teori discharge planning dari (AACVPR, 2004; Birjandi & Bragg, 2009; Cantwell & Thomas, 1994; Slevin, 1986). Instrumen yang akan dipakai dalam penelitian telah dikoreksi oleh ahli yang mengerti benar tentang discharge planning pasien coronary artery disease untuk validity content dan telah dilakukan uji kesesuaian intra observer dengan cara melakukan uji interater agreement hasil yang didapatkan adalah KK rata-rata 0,994 Instrumen mekanisme koping yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen buatan peneliti, dengan mengadaptasi dari instrumen way of coping berdasarkan pada teori mekanisme koping dari Lazarus, R.S dan Folkman, Susan, (1984). Angket yang disebarkan berupa angket tertutup artinya jawaban telah disediakan, responden tinggal memilih salah satu jawaban dari angket yang terdiri dari 20 butir pernyataan. Instrumen penelitian akan diuji cobakan terlebih dahulu di poli Jantung RS Immanuel dengan menggunakan 30 responden, pada Uji validitas ini menggunakan metode korelasi product moment pearson. Dirumuskan sebagai berikut : r =

(nX

nXY XY
2

( X ) (nY 2 (Y ) 2
2

Keterangan : r X Y N : koefisien validitas : skor setiap item : skor total : jumlah responden

Uji validitas dilakukan terhadap pasien di poli Jantung RS Immanuel pada tanggal 25 -30 April 2011terhadap 30 responden, didapatkan 20 pernyataan yang valid dengan didapatkan nilai r > 3,00. Untuk mencari reabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Alpha, sebagai berikut : Rumus Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach:
2 k S1 = 1 S 2 k 1 1

Keterangan : K : Banyak pertanyaan : Reliabilitas instrumen 2 : Jumlah varians item S1

S1

: Varians skor total

Hasil uji reabilitas yang telah dilakukan di poli jantung RS Immanuel 25 30 April 2011 didapatkan nilai reabilitasnya 0,8588. Maka instrumen dapat dikatakan realibel dan instrumen sudah layak dijadikan sebagai alat penelitian Analisis univariabel mekanisme koping klien coronary artery disease (CAD) yang maladaftif dan adaptif dengan menggunakan instrumen yang menggunakan rating scale, Kemudian untuk melihat penggunaan mekanisme koping mana yang digunakan oleh klien coronary artery disease (CAD) dilakukan dengan mencari nilai skore sesuai penilaian menurut instrumen, dengan rumus :
Median =

Skore min imal + SkoreMaksimal n 2

Keterangan : Skore maksimal Skore minimal

= 60 =0

Nilai tengah skore Bila skore > 30 Bila skore < 30

= 30 = penggunaan mekanisme koping adaptif, = penggunaan mekanisme koping maladaptif.

Kemudian dihitung frekuensi dan presentasenya dengan rumus :


P= F 100% n

Keterangan : P : Presentase F : Jumlah responden tiap kriteria mekanisme koping n : Jumlah responden seluruhnya Analisis data bivariat penelitian diproses dengan program komputer dengan tingkat signifikasi 0, 05 langkah-langkahnya sebagai berikut: (1) Uji Normalitas didapatkan -value >=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh variabel berdistribusi normal, sehingga pengujian perbedaan mekanisme koping sebelum dan sesudah discharge planning menggunakan statistik parametrik melalui uji t pada sampel berpasangan (2) Uji homogenitas dengan -value = 0,202 >=0,05. Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel yang dibandingkan memiliki varians yang sama (homogen) (3) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh discharge planning terhadap mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD) sebelum dan sesudah diberikan discharge planning pada kelompok perlakuan dan kontrol digunakan uji statistik dependent sample t-test (Paired t test). (4) Untuk mengetahui apakah ada perbedaan mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD) antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan digunakan uji statistik independent sample t-test (Pooled t test)

3. 1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden

Analisis Univariat Tabel 3.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan No Karakteristik Responden n=33 % n=33 %
1 Usia Responden : 1) 18 40Tahun 2) 41 65 Tahun 3) Lebih dari 65 Tahun Jenis Kelamin : 1) Laki laki 2) Perempuan Pendidikan Terakhir : 1) SD 2) SMP 3) SMA 4) PT Pekerjaan : 1) Pegawai Negeri 2) Swasta 3) Pensiunan 4) Tidak bekerja 5 19 9 29 4 6 5 16 6 0 19 9 5 15,2 57,6 27,3 87,9 12,1 18,2 15,2 48,5 18,2 0 57,6 27,3 15,2 2 22 9 23 10 5 9 15 4 0 11 12 10 6,1 66,7 27,3 69,7 30,3 15,2 27,3 45,5 12,1 0 33,3 36,3 30,3

Karakteristik pada tabel 3.1 Berdasarkan usia responden baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan sebagian besar berusia antara 41-65 tahun atau usia dewasa tengah yaitu 19 responden (57,6%) pada kelompok kontrol dan 22 responden (66,7%) pada kelompok perlakuan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang mengatakan bahwa rata-rata usia seseorang mengalami coronary artery disease (CAD), adalah pada usia 35-65 tahun dan yang paling banyak pada usia diatas 35-44 dan meningkat pada usia 60 tahun (Urden, Stacy, & Lough, 2010). Berdasarkan jenis kelamin responden baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan memiliki jenis kelamin yang hampir sama yaitu sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, yaitu 29 responden (87,9%) pada kelompok kontrol dan 23 responden (69,7%) pada kelompok perlakuan. CAD terjadi 3 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita Dilihat dari usia dan jenis

10

kelamin, laki-laki beresiko mengalami coronary artery disease pada usia lebih awal dibandingkan perempuan (Smeltzer & Bare, 2002; Sole et al., 2009). Berdasarkan pendidikan terakhir responden baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan memiliki pendidikan yang hampir sama yaitu sebagian besar berpendidikan SMA, yaitu 16 responden (48,5%) pada kelompok kontrol dan 15 responden (45,5%) pada kelompok perlakuan. Sedangkan berdasarkan pekerjaan responden baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan memiliki pekerjaan yang hampir sama yaitu sebagian besar bekerja sebagai karyawan swasta, yaitu 19 responden (57,6%) pada kelompok kontrol dan 11 responden (33,3%) pada kelompok perlakuan. Lingkungan pekerjaan, gaya hidup merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan meningkatnya angka kejadian coronary artery disease (CAD) (Smeltzer & Bare, 2002). Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi Riwayat Kesehatan Responden Berdasarkan Diagnosa Medik, Riwayat Rawat Sebelumnya, Rata-rata Hari Rawat di High Care Unit dan Rumah Sakit Immanuel No
1

Karakteristik Responden
Diagnosa Medik; 1) Murni CAD 2) CAD dengan diagnosa tambahan Riwayat dirawat sebelumnya dengan CAD: 1) Belum pernah 2) Pernah dirawat Lama Hari Rawat Ruang HCU 1) Hari rawat terpendek 2) Hari rawat terpanjang 3) Rata-rata hari rawat RS Immanuel 1) Hari rawat terpendek 2) Hari rawat terpanjang 3) Rata-rata hari rawat

Kelompok Kontrol n=33 %


27 6 81,8 18,2

Kelompok Perlakuan n=33 %


28 5 84,8 15,2

27 6

81,8 18,2

28 5

84,8 15,2

2 hari 6 hari 3,18 hari 6 hari 10 hari 8,12 hari

2 hari 4 hari 2,21 hari 4 hari 8 hari 5,61 hari

11

Tabel 3.2 diatas menggambarkan karakteristik responden pasien coronary artery disease (CAD) pada 33 responden kelompok kontrol dan 33 responden kelompok perlakuan, dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa; (1) Berdasarkan diagnosa medik pasien masuk responden baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan masuk dengan diagnosa medik sebagian besar dengan diagnosa medik murni corronary artery disease (CAD), (2) Berdasarkan riwayat dirawat sebelumnya dengan coronary artery disease (CAD),sebagian besar responden baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan belum pernah dirawat sebelumnya, (3) Berdasarkan lamanya hari perawatan, rata-rata hari perawatan selama dirawat di High Care Unit RS Immanuel pada kelompok kontrol adalah 3,18 hari sedangkan pada kelompok perlakuan 2,21 hari. Selain itu rata-rata hari perawatan selama dirawat di Rumah Sakit (mulai awal masuk RS termasuk dirawat di HCU sampai dengan pasien pulang) pada kelompok kontrol adalah 8,12 hari, sedangkan pada kelompok perlakuan rata-rata hari perawatan di Rumah Sakit adalah 5,61 hari. 2) Tabel 3.3 Mekanisme koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) Sebelum mengikuti program discharge planning di High Care Unit RS Immanuel
Mekanisme Koping Mal adaptif Adaptif score<30 score>30 f % F % 12 18,2 21 31,8 7 19 10,6 28,8 26 47 39,4 71,2

Kelompok Kontrol Perlakuan Jumlah

Jumlah f 33 33 66 % 50% 50% 100%

12

3)

Tabel 3.4 Mekanisme koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) Sesudah mengikuti program discharge planning di High Care Unit RS Immanuel
Mekanisme Koping Mal adaptif Adaptif score<30 score>30 f % F % 8 12,1 25 37,9 3 11 04,5 16,6 30 55 45,5 83,4 Jumlah F 33 33 66 % 50% 50% 100%

Kelompok Kontrol Perlakuan Jumlah

Berdasarkan tabel 3.3 dan 3.4 dapat dikemukakan bahwa pada kedua kelompok (kontrol dan perlakuan) proporsi mekanisme koping pasien coronary artery disesase (CAD) sebelum dilakukan program discharge planning sebagian besar adaptif dengan proporsi sebesar 47 responden dari total 66 responden (71,2%) yang terbagi atas 21 responden dari 33 responden (31,8%) pada kelompok kontrol, dan 26 responden dari 33 responden (39,4%) pada kelompok perlakuan. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Levey, Dieter, Preston, Smith, & Levey, (2001) yang mengatakan bahwa pasien coronary artery disease (CAD) akan mengalami reaksi koping destruktif (maladaptive) seperti kecemasan (anxiety), depresi, marah, denial, feeling resigned, emosional. Adanya perbedaan hasil penelitian sesuai dengan teori Lazarus, R.S & Folkman, S, (1984) dalam Rice (2000) yang menyatakan bahwa kemampuan koping seseorang berbeda-beda dipengaruhi oleh penilaian individu terhadap stresor dan sumber koping yang tersedia, yang akan mempengaruhi kemampuan (sensitivity) dan daya tahan individu terhadap stressor, jenis mekanisme koping yang paling banyak dan sering digunakan sangat tergantung sejauh mana tingkat stres dari suatu masalah atau kondisi yang dialami oleh pasien. Berdasarkan hasil penelitian penggunaan mekanisme koping yang digunakan oleh pasien dengan corronary artery disease sangat berhubungan dengan penerimaan diri pasien tersebut terhadap kondisi bio-psiko-dan sosialnya.

13

Adaptasi psikologis terhadap penyakit yang parah dan mengancam kehidupan tergantung pada penerimaan diri. Dari hasil penelitian pasien coronary artery disease lebih banyak menggunakan mekanisme koping adaptif dibandingkan penggunaan mekanisme koping maladaptif Pengetahuan dan pengalaman serta pendidikan individu yang cukup dimana hal tersebut merupakan sumber koping yang positif yang dapat mengaktifkan koping lebih adaptif. Semakin seseorang memiliki pengetahuan, derajat ancaman tidak terlalu tinggi maka mekanisme koping yang muncul akan lebih adaptif, sehingga dalam penatalaksanaan perawatan pada pasien perawat perlu menggunakan sumber koping yang dimiliki oleh pasien, keluarga dan dukungan dari rumah sakit untuk meningkatkan koping pasien yang mengarah pada mekanisme koping yang lebih adaptif. Hal ini akan mempermudah perawat dalam melakukan discharge planning dalam rangka mempersiapkan pasien dalam perawatannya di rumah (Pemila, 2008). Setelah dilakukan intervensi discharge planning berdasarkan tabel 3.4 dapat dikemukakan bahwa pada kedua kelompok (kontrol dan perlakuan) proporsi mekanisme koping pasien coronary artery disesase (CAD) setelah dilakukan program discharge planning sebagian besar adaptif dengan proporsi sebesar 55 responden (83,4%) dari total 66 responden yang terbagi atas 21 responden dari 33 responden (37,9%) pada kelompok kontrol, dan 26 responden dari 33 responden (45,5%) pada kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi discharge planning terjadi perubahan mekanisme koping pasien coronary artery disease, dimana mekanisme koping setelah discharge planning lebih adaptif dibandingkan sebelum discharge planning. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sriprasong et al., (2009) yang mengatakan bahwa discharge planning dapat memberikan informasi yang komprehensif dan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan koping (coping ability). Meningkatnya coping ability individu dapat mengembangkan mekanisme koping yang lebih adaptif

14

Analisis Bivariat 1) Uji Beda Rerata Mekanisme Koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) Sebelum dengan Sesudah Intervensi Program Discharge Planning pada kelompok Kontrol

Tabel 3.5 Uji Beda Rerata Mekanisme Koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) Sebelum dengan Sesudah Intervensi Program Discharge Planning pada kelompok Kontrol Kelompok Kontrol
Sebelum Sesudah

N
33 33

Mean
1,68 1,77

SD
,456

Sig.(2-tailed) Value
,000

-4,659 ,401

2)

Uji Beda Rerata mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD) sebelum dan sesudah intervensi program discharge planning pada kelompok perlakuan

Tabel 3.6 Uji Beda Rerata Mekanisme Koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) Sebelum dan Sesudah Intervensi Program Discharge Planning pada kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Sebelum Sesudah

N
33 33

Mean
1,70 1,93

SD
,368

Sig.(2-tailed) Value
,000

-11,833 ,335

Tabel 3.5 memperlihatkan hasil uji beda hasil uji beda dengan uji t untuk sampel berpasangan diperoleh -value (Sig.2-tailed)=0,000< =0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mekanisme koping sebelum dengan sesudah intervensi program discharge planning rutin di High Care Unit RS Immanuel pada kelompok kontrol, sedangkan pada tabel 3.6 didapatkan data bahwa dengan hasil uji beda dengan uji t untuk sampel berpasangan diperoleh value (Sig.2-tailed)=0,000< =0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara mekanisme koping sebelum dengan sesudah intervensi program discharge planning penelitian di High Care Unit RS Immanuel pada kelompok perlakuan.

15

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi discharge planning terjadi perubahan mekanisme koping pasien coronary artery disease, dimana mekanisme koping setelah discharge planning lebih adaptif dibandingkan sebelum discharge planning. Hal ini sesuai dengan penelitian Sriprasong et al., (2009) yang mengatakan bahwa melalui discharge planning dapat memberikan informasi yang komprehensif dan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan koping (coping ability), dengan meningkatnya coping ability maka individu dapat mengembangkan mekanisme koping yang lebih adaptif. Discharge planning sebagai pelaksanaan perawatan yang berkelanjutan (continuity of care), dapat mempermudah keadaan transisi yang dialami oleh pasien dari area perawatan tertentu ke rumah atau layanan kesehatan lain (Yilmaz & Emiroglu, 2005) Berdasarkan hasil penelitian pasien dan keluarga yang diberikan discharge planning yang komprehensif sejak awal menunjukkan adanya kemampuan dalam meningkatkan kopingnya, sehingga status kesehatan pasien dapat dipertahankan Schneider, et al (2003) dalam Pemila (2008) dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa pentingnya pemberian discharge planning akan membantu dalam meningkatkan pengetahuan. Peningkatan pengetahuan ini dapat menjadi sumber dalam meningkatkan koping mekanisme yang lebih adaptif (Stuart & Laraia, 2005) 3) Uji Beda Rerata mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Sesudah intervensi program discharge planning

Tabel 3.7 Uji Beda Rerata Mekanisme Koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Sesudah intervensi program discharge planning Kelompok Kontrol
Sebelum Sesudah

N
33 33

Mean
1,77 1,93

SD
,401

Sig.(2-tailed) Value
,079

-1,783 ,335

16

4)

Uji Beda Perubahan Rerata mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol Sebelum dan Sesudah intervensi program discharge planning

Tabel 3.8 Uji Beda Perubahan Rerata Mekanisme Koping Pasien Coronary Artery Disease (CAD) antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi program discharge planning Kelompok Kontrol
Sebelum Sesudah

N
33 33

Mean
0,09 0,24

SD
,110

Sig.(2-tailed) Value
,000

-5,306 ,115

Pada tabel 3.7 dapat dikemukakan bahwa hasil uji beda dengan uji t untuk 2 sampel independen diperoleh -value (Sig.2-tailed)=0,079 > =0,05. Hasil ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara mekanisme koping sesudah intervensi program discharge planning di High Care Unit RS Immanuel pada kelompok perlakuan dan kontrol. Tampak bahwa mekanisme koping sesudah intervensi program discharge planning penelitian lebih baik daripada kelompok kontrol, namun perbedaan tersebut relatif kecil atau tidak signifikan. Sedangkan pada tabel 3.8 dengan hasil uji beda perubahan rerata dengan uji t untuk 2 sampel independen diperoleh -value (Sig.2-tailed)=0,000. < =0,05, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mekanisme koping sesudah intervensi program discharge planning di High Care Unit RS Immanuel pada kelompok perlakuan dan kontrol Tampak bahwa pada hasil uji beda rerata setelah discharge planning antar kelompok perlakuan dan kontrol menunjukkan tidak ada perbedaan, namun uji beda perubahan rerata mekanisme koping sesudah discharge planning antar kelompok menunjukkan adanya perbedaan, hal ini karena uji beda perubahan rerata mekanisme koping dapat menganalisis seluruh variasi perubahan mekanisme koping sebelum dan sesudah intervensi program discharge planning. Tampak bahwa perubahan mekanisme koping sesudah discharge planning penelitian pada kelompok perlakuan lebih adaptif dari pada kelompok kontrol.

17

Pelaksanaan discharge planning pada kedua kelompok memberikan dampak pada perubahan mekanisme koping kearah lebih adaptif akan tetapi nilai perubahannya tampak pada lebih tinggi pada kelompok perlakuan yang memperoleh discharge planning yang didesain dalam penelitian yaitu discharge planning yang komprehensif yang dimulai sejak awal pasien masuk rumah sakit dengan dimulai dari pengkajian untuk menentukan indikator pemulangan pasien, kajian kebutuhan pasca perawatan dan penyiapan pasien dan keluarga dalam menjalani perawatan lanjutan dirumah. Hal inilah yang memberikan perbedaan dengan kelompok kontrol yang mana pada kelompok kontrol pemberian discharge planning hanya pada saat pasien pulang dan tanpa dilakukan kajian terlebih dahulu. Penetapan indikator pemulangan dan kajian kebutuhan akan perawatan di rumah penting untuk dilakukan karena dengan mengetahui kebutuhan pasien dan keluarga maka penyiapan kebutuhan perawatan pasca rawat akan lebih berfokus dan juga pembelajaran lebih bermakna sehingga berefek terhadap pengetahuan yang lebih lama dan internalisasi lebih mengena sesuai kebutuhan sehingga berdampak pada mekanisme koping yang lebih adaptif Discharge planning yang di desain dalam penelitian dimana yang dilakukan sejak awal pasien masuk ke rumah sakit lebih efektif dalam meningkatkan mekanisme koping. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sriprasong et al., (2009) dimana dengan discharge planning dapat meningkatkan koping ability serta didukung oleh teori Stuart & Laraia, (2005) bahwa mekanisme koping seseorang dipengaruhi oleh yang mengatakan bahwa personal ability, social support, material assets dan positif beliefs dimana hal ini merupakan sumber koping yang dapat menentukan bentuk mekanisme koping yang dilakukan. Melalui penelitian ini perawat critical care mendapat wawasan dan pemahaman baru tentang pelaksanaan discharge planning sesuai konsep sesungguhnya, secara tidak langsung pemahaman ini dapat memotivasi perawat untuk menyadari pentingnya pemberian discharge planning pada pasien dan keluarga yang dimulai sejak awal pasien masuk ruangan rawat, hal ini

18

dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga dalam menghadapi berbagai permasalahan yang akan dihadapi pasca perawatan di rumah sakit dan cara penanggulangannya untuk mempertahankan derajat kesehatannya. Hasil penelitian membuktikan bahwa discharge planning penelitian dapat meningkat mekanisme koping lebih adaftif yang dapat mempengaruhi kondisi fisiologis tubuh terhadap tekanan darah dan pembuluh darah sehingga dapat mempercepat pemulihan kondisi jantung (Lindquist, Beilin, & Knuiman, 1997). Pada hasil ini diperoleh data bahwa discharge planning juga terbukti menurunkan length of stay (lama hari rawat) dimana berdasarkan lamanya hari perawatan, rata-rata hari perawatan di High Care Unit RS Immanuel pada kelompok kontrol adalah 3,18 hari sedangkan pada kelompok perlakuan rata-rata hari perawatan di High Care Unit RS Immanuel adalah 2,21 sehingga dari rata-rata hari perawatan terdapat penurunan 1 hari perawatan. Menurut Koelling, Johnson, Cody, & Aaronson, (2005) discharge planning yang diberikan oleh perawat dapat menurunkan faktor resiko kekambuhan, length of stay, status fungsional dan meningkatkan kemampuan self care. Hasil penelitian ini didukung juga oleh penelitian yang menyatakan bahwa pemberian discharge planning selain mengurangi readmission rate, hospital length of stay, dapat meningkatkan status fungsional pasien, dan mengurangi biaya (Mistiaen, Francke, & Poot, 2007; Shepperd, Parkes, McClaran, & Phillips, 2008) 4. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa mekanisme koping pada kelompok perlakuan yang memperoleh discharge planning penelitian komprehensif lebih adaptif dibandingkan dengan mekanisme koping pada kelompok kontrol yang memperoleh discharge planning rutin di High Care Unit RS Immanuel, selain itu dari hsil penelitian didapatkan bahwa; 1) Mekanisme koping pasien coronary artery disease (CAD) sebagian besar adaptif dengan distribusi 47 responden (71,2%) sebelum intervensi

Simpulan

19

program discharge planning dan 55 responden (83,4%) sesudah intervensi program discharge planning 2) Terdapat perbedaan yang signifikan antara mekanisme koping sebelum dengan sesudah intervensi program discharge planning rutin di HCU RS Immanuel pada kelompok kontrol dan juga pada kelompok perlakuan Discharge planning penelitian intervensi dilakukan sejak awal pasien masuk, dengan dimulai dari pengkajian untuk menentukan indikator pasien keluar ruangan, kajian kebutuhan pasca perawatan dan penyiapan pasien dan keluarga dalam perawatan lanjutan. Pemberian informasi sejak awal dan sesuai kebutuhan lebih bermakna dan lebih mudah untuk diinternalisasi oleh pasien sehingga hal ini dapat meningkatkan pengetahuan, keyakinan. Saran 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan untuk Rumah Sakit agar dapat memperbaharui standar operasional prosedur discharge planning yang komprehensif 2) Pemahaman perawat akan pentingnya pemberian discharge planning yang komprehensif perlu ditingkatkan dan pelaksanaannya perlu dilakukan sejak awal pasien datang. Untuk itu perlu untuk dilakukan pelatihan dan sosialisasi tentang discharge planning yang komprehensif 3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan terkait dengan asuhan keperawatan yang holistic, komprehensif, berkelanjutan melalui discharge planning dalam meningkatkan mekanisme koping dan memperoleh evidence base practice dalam upaya menurunkan faktor resiko pada pasien coronary artery disease (CAD). DAFTAR PUSTAKA

20

You might also like