You are on page 1of 12

JETri, Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372

* Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti




ANALISIS DISPERSION POWER PENALTY PADA
AREA RING-1 JARINGAN LOKAL AKSES
FIBER STO GATOT SUBROTO


Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto dan Herbowo Hardianto*
Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti

Abstract
Fiber attenuation caused by chromatic dispersion and modal dispersion is commonly
referred to as a dispersion power penalty. In the wave transmitted by transmitter, dispersion
occurred, caused degradation of signal quality, so that the signal receiver is not as good as
which is being transmitted. In this paper will be discussed about the impact of dispersion
power penalty in ring-1 STO Gatot Subroto area. Analysis was done to several factors that
can cause dispersion power penalty, which are distance, wavelength, and data rate being
used. The calculation with available data and specification has been done, so that the routes
with the biggest and the smallest dispersion power penalty can be detected. The biggest
dispersion power penalty happened in Palma Citra Umawar route at distance of 9.387 km
with =1550 nm and data rate 622.08 Mbps. While the smallest was 1.221
7
10

dB,
happened in Tifa STO Gatot Subroto route at distance of 1.626 km with =1310 nm and
data rate 155.52 Mbps. All those calculations were still in permissible limit, not more than 2
dB. Furthermore from some routes were obtained very small dispersion power penalty. The
bigger the fiber length and data rate, the bigger the dispersion power penalty is. Finally it
can be concluded that fiber length, wavelength, and data rate are equivalent to the
dispersion power penalty.

Keyword: fiber optic, dispersion, Synchronous Digital Hierarchy

1. Pendahuluan
Perkembangan dan penerapan teknologi telekomunikasi dunia yang
berkembang dengan cepat, secara langsung ataupun tidak akan
mempengaruhi perkembangan sistem telekomunikasi Indonesia. Pemakaian
sistem komunikasi serat optik di Indonesia merupakan bukti bahwa
Indonesia juga mengikuti dan mempergunakan teknologi ini di bidang
telekomunikasi.

Tidak disangkal lagi bahwa komunikasi serat optik mempunyai
sejumlah kelebihan dan keuntungan dibandingkan dengan komunikasi
konvensional sebagai berikut: bandwidth yang sangat lebar, ukuran serat
yang kecil dan ringan, isolasi secara listrik, kebal terhadap interferensi dan
cakap silang, keamanan sinyal, rugi transmisi yang rendah, kabel yang
fleksibel dan keandalan yang tinggi (Senior, 1992: 7-10).






JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372



26
Sistem komunikasi ini sebenarnya sudah diteliti sejak lama, tetapi
karena banyaknya kesulitan dan hambatan yang timbul yang dapat
mengakibatkan rugi-rugi transmisi dan dispersi yang tidak sempurna.

Selain dari itu dalam pengaplikasiannya sistem komunikasi serat
optik ini banyak mengalami gangguan yang mengakibatkan terjadinya rugi-
rugi atau losses yang menyebabkan terjadinya degradasi sinyal atau
penurunan kualitas dari sinyal yang ditransmisikan.

Pada degradasi sinyal terdapat beberapa faktor yang diantaranya
adalah adanya redaman dan dispersi atau pelebaran pulsa. Dalam redaman
terjadi berbagai macam losses yang dapat terjadi pada serat optik. Sama
dengan redaman, dalam dispersi juga memiliki beberapa macam yang dapat
mempengaruhi kualitas sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik.

Oleh karena degradasi sinyal yang disebabkan oleh dispersi
mempengaruhi kualitas sinyal yang ditransmisikan oleh serat optik, maka
dalam penelitian ini akan dibahas mengenai dispersion power penalty yang
berkaitan dengan terjadinya dispersi pada serat optik yang digunakan PT
TELKOM Jakarta Barat pada area ring-1 STO Gatot Subroto.


2. Dispersion Power Penalty
Redaman fiber yang disebabkan oleh chromatic dispersion dan
modal dispersion disebut dengan dispersion power penalty (dalam dB). Hal
tersebut dapat mempengaruhi kualitas sinyal yang diterima oleh receiver
karena gelombang mengalami pelebaran pulsa yang terlalu besar.
Dispersion power penalty yang biasa terjadi tidak boleh melebihi dua
decibel (2 dB). (Harold, 2004: 424, 478-480)

Untuk dapat menghitung besarnya dispersion power penalty,
pertama-tama harus diketahui terlebih dahulu adalah besarnya dispersi yang
terjadi. Dispersi yang terjadi ditentukan oleh panjang gelombang yang
digunakan.

Oleh karena itu harus ditentukan panjang gelombang yang
digunakan, dan biasanya panjang gelombang yang digunakan adalah =
1310 nm dan = 1550 nm. Setelah ditentukan panjang gelombang, maka
dapat dihitung besar dispersi yang terjadi dengan menggunakan persamaan:






Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty



27

|
|
.
|

\
|
=
3
4
4

o o
S
D (1)

Dimana :
S
o
= konstanta dispersion slope [0.092 ps/(nm
2
.km)]
= panjang gelombang (yang biasa digunakan 1310 nm dan 1550 nm)
0
= 1311 nm (range antara 1302 sampai 1322 nm)

D = dispersi (ps/nm.km) atau (piko sekon/nano meter.kilo meter)



Setelah diketahui besarnya dispersi yang terjadi langkah
selanjutnya adalah menghitung pulse width (t ) yang didapat dari perkalian
besar dispersi dengan spectral width (e ) dari spesifikasi kabel optik yang
digunakan pada sistem tersebut. Seperti terlihat pada persamaan berikut ini:

e t D . = (2)

Dengan didapat besar pulse width (t ) pada serat optik tersebut
maka dapat dicari besarnya fiber bandwidth ( f ), seperti pada persamaan
berikut ini:

t t.
4 ln
= f (3)

Langkah selanjutnya yaitu menghitung fiber bandwidth-distance
(
F
F ) dengan membagi fiber bandwidth ( f ) yang telah didapat dengan
panjang serat optik yang digunakan (L), seperti pada persamaan dibawah
ini:

L
f
F
F
= (4)

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi besarnya dispersion
power penalty adalah data rate (
R
F ) yang diperoleh dari spesifikasi serat
optik yang digunakan pada sistem (dalam b/s). Hal tersebut terlihat dalam
mencari length efficiency atau
L
q dari fiber, dimana length efficiency
merupakan pembagian kuadrat dari data rate dengan fiber bandwidth-






JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372



28
distance dikali koefisien c yang sama dengan 0.5, seperti pada persamaan
berikut:


2
|
|
.
|

\
|
=
F
R
L
F
F
c q (5)

Setelah didapat length efficiency baru dapat dihitung besarnya
dispersion power penalty dengan persamaan sebagai berikut :

dB
L
= 10 log (1+
L
) (6)

Dimana dB
L
adalah dispersion power penalty dengan satuan decibel (dB).


3. Konfigurasi Jaringan Lokal Akses Fiber
Salah satu jaringan lokal yang dimiliki oleh PT TELKOM adalah
Jaringan Lokal Akses Fiber. Pada sistem ini digunakan serat optik untuk
transmisinya, dengan menggunakan Synchronous Digital Hierarchy (SDH)
dalam pengaturan hirarki bit rate-nya.

Dalam sistem SDH terdapat Synchronous Transfer Module (STM)
yang memiliki kecepatan data rate 155.52 Mbps. Sedangkan pada PT
TELKOM digunakan STM-4 yang mempunyai kecepatan 4 x 155.52 4 x
155.52 Mbps yaitu 622.08 Mbps.

Pada sistem ini juga terdapat Add Drop Multiplexer (ADM) yang
merupakan sebuah terminal yang berfungsi untuk meningkatkan dan
menurunkan kecepatan yang kemudian disalurkan ke Digital Loop Carrier
(DLC).

Digital Loop Carrier merupakan akses menuju pesawat telepon
ataupun ISDN melalui kabel serat optik pelanggan PT TELKOM. Antara
STM pengirim dan STM penerima, media transmisi yang digunakan berupa
kabel serat optik dengan tipe singlemode.

Konfigurasi SDH pada PT TELKOM Jakarta Barat dapat dilihat
pada Gambar 1 berikut.






Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty



29
ADM
STM-4
Fiber Optic
Cable
DLC
ISDN
ADM
STM-4
STO
Phone
Gambar 1 Konfigurasi SDH Pada PT TELKOM Jakarta Barat (PT. Telkom,
nd: 155-622)


4. Ring-1 Sentral Telepon Otomat (Sto) Gatot Subroto
Untuk memudahkan instalasi dan transmisi dari sentral ke
pelanggan, maka dibuatlah sebuah ring dengan STO Gatot Subroto sebagai
sentral dimana sinyal ditransmisikan melalui serat optik kepada receiver
dengan membentuk sebuah lingkaran atau cincin yang kurang lebih dapat
dilihat pada konfigurasi Gambar 2 pada halaman berikut.

Perlu diketahui bahwa pada jarak yang tertera seperti pada Gambar
2 bukan merupakan jarak fisik yang ada sesungguhnya di lapangan
melainkan jarak rute yang harus ditempuh dari satu node asal ke node
tujuan pada Area Ring-1 STO Gatot Subroto. Jarak fiber yang digunakan
adalah jarak pada area ring pertama dari Jarlokaf STO Gatot Subroto seperti
terlihat pada Tabel 1 pada halaman berikut.


5. Hasil Perhitungan Dan Analisis
Dispersion Power Penalty yang terjadi Area Ring-1 pada STO
Gatot Subroto dihitung dengan menggunakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kualitas dari serat optik yang digunakan oleh PT TELKOM
Jakarta Barat. Diantara faktor-faktor tersebut adalah jarak fiber, panjang






JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372



30
gelombang dan data rate. Panjang gelombang yang digunakan yaitu 1310
nm dan 1550 nm. Sedangkan data rate yang digunakan adalah 155.52 Mbps
dan 622.08 Mbps sesuai dengan tipe STM yang ada.

STO
Gatot Subroto
Gedung TIFA
Gedung Elektrindo
UMAWAR
Palma Citra
1.769 Km
9.387 Km
8.241 Km
7.955 Km
1.626 Km

Gambar 2 Topologi Ring-1 STO Gatot Subroto

Tabel 1 Jarak Panjang Fiber pada Area Ring-1 STO Gatot Subroto
No. Dari Ke Jarak (km)
1 STO Gatot Subroto Palma Citra 1.769
2 Palma Citra UMAWAR 9.387
3 UMAWAR Gedung Elektrindo 7.955
4 Gedung Elektrindo Gedung TIFA 8.241
5 Gedung TIFA STO Gatot Subroto 1.626






Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty



31
Tabel 2 dibawah ini memperlihatkan besar dispersi berdasarkan
panjang gelombang

Tabel 2 Besar Dispersi Berdasarkan Panjang Gelombang
No.
Panjang Gelombang ( ) Dispersi ( )

D
1 1310 nm 0.092 ps/nm.km
2 1550 nm 17.405 ps/nm.km

Tabel 3 berikut ini memperlihatkan hasil perhitungan Dispersion
Power Penalty Ring-1 STO Gatot Subroto secara keseluruhan

Tabel 3 Hasil Perhitungan Dispersion Power Penalty pada Ring-1 STO
Gatot Subroto
No. Rute Jarak (km)

(nm)
Data
Rate
(Mbps)
L
dB
(dB)
1
STO Gatot
Subroto
Palma Citra
1.769
1310
155.52 1.446 x10
-7

622.08 7.139x10
-7

1550
155.52 5.171x10
-3

622.08 0.025
2
Palma Citra
UMAWAR
9.387
1310
155.52 4.072x10
-6

622.08 2.010x10
-5

1550
155.52 0.143
622.08 0.666
3
UMAWAR
Gedung
Elektrindo
7.955
1310
155.52 2.924 x10
-6

622.08 1.444 x10
-5

1550
155.52 0.103
622.08 0.488
4
Gedung
Elektrindo
Gedung TIFA
8.241
1310
155.52 3.138 x10
-6

622.08 1.549 x10
-5

1550
155.52 0.110
622.08 0.522
5
Gedung TIFA
STO Gatot
Subroto
1.626
1310
155.52 1.221x10
-7

622.08 6.032x10
-7

1550
155.52 4.369 x10
-3

622.08 0.021






JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372



32
5.1. Analisis Dispersion Power Penalty Terhadap Jarak

Tabel 4 Dispersion Power Penalty Terhadap Jarak Fiber
No
Jarak
(km)
Dispersion Power Penalty (
L
dB )
= 1310 nm
F
R
=622.08Mbps
= 1310 nm
F
R
=155.52Mbps
= 1550 nm
F
R
=622.08Mbps
= 1550 nm
F
R
=155.52Mbps
1 1.626 6.032 x 10
-7
1.221 x 10
-7
0.021 4.369 x 10
-3

2 1.769 7.139 x 10
-7
1.446 x 10
-7
0.025 5.171 x 10
-3

3 7.955 1.444 x 10
-5
2.924 x 10
-6
0.488 0.103
4 8.241 1.549 x 10
-5
3.138 x 10
-6
0.522 0.110
5 9.387 2.010 x 10
-5
4.072 x 10
-6
0.666 0.143

Seperti dilihat pada Tabel 4 di atas bahwa jarak terpanjang dari Ring-
1 STO Gatot Subroto adalah 9.387 km yaitu kabel yang menghubungkan
Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar. Sedangkan jarak
terpendek adalah 1.626 km yaitu kabel dari Gedung TIFA ke STO Gatot
Subroto.

Apabila dilihat dari perbandingan jarak fiber terpanjang dengan yang
terpendek dapat diketahui bahwa dispersion power penalty yang terjadi
pada kedua panjang fiber tersebut lebih besar pada jarak 9.387 km yaitu
dari Gedung TIFA ke STO Gatot Subroto dengan besar dispersion power
penalty mencapai 2.010 x 10
-5
dB bila menggunakan panjang gelombang
1310 nm dan data rate 622.08 Mbps.

Sedangkan dengan kondisi yang sama pada jarak terpendek 1.626 km
yang menhubungkan Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar
hanya memiliki dispersion power penalty sebesar 6.032 x 10
-7
dB.

Maka dapat diketahui bahwa semakin panjang fiber length atau
panjang jarak kabel serat optik yang digunakan, semakin besar Dispersion
Power Penalty yang terjadi.






Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty



33
5.2. Analisis Dispersion Power Penalty Terhadap Panjang Gelombang
( )

Tabel 5 Dispersion Power Penalty Terhadap Panjang Gelombang ( )
No. Rute
R
F (Mbps)
L
dB (dB)
= 1310 nm = 1550 nm
1
STO Gatot Subroto
Palma Citra
155.52 1.446x10
-7
5.171x10
-3

622.08 7.139x10
-7
0.025
2
Palma Citra
UMAWAR
155.52 4.072x10
-6
0.143
622.08 2.010x10
-5
0.666
3
UMAWAR
Gedung Elektrindo
155.52 2.924x10
-6
0.103
622.08 1.444x10
-5
0.488
4
Gedung Elektrindo
Gedung TIFA
155.52 3.138x10
-6
0.110
622.08 1.549x10
-5
0.522
5
Gedung TIFA
STO Gatot Subroto
155.52 1.221x10
-7
4.369 x10
-3

622.08 6.032x10
-7
0.021

Dari Tabel 5 di atas yang menggunakan perbandingan panjang
gelombang yang digunakan yaitu 1310 nm dan 1550 nm, dispersion power
penalty terbesar terjadi pada panjang gelombang 1550 nm yaitu pada fiber
optik yang menghubungkan Apartemen Palma Citra dengan Gedung
Umawar dengan besar dispersion power penalty 0.666 dB dengan besar
data rate 622.08 Mbps dan 0.143 dB dengan data rate 155.52 Mbps.

Sedangkan pada panjang gelombang 1310 nm dispersion power
penalty yang terbesar juga terjadi pada rute yang menghubungkan
Apartemen Palma Citra dengan Gedung Umawar, hanya saja besar
dispersion power penalty yang terjadi tidak sebesar pada panjang






JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372



34
gelombang 1510 mm yaitu 4.072 x 10
-6
dB dengan data rate 155.52 Mbps
dan 2.010 x 10
-5
dB dengan data rate 622.08 Mbps.

Hal ini dapat terjadi karena pada panjang gelombang 1310 nm besar
koefisien dispersi sangat kecil bila dibandingkan dengan pada kondisi
panjang gelombang 1550 nm.

Besar dispersi pada panjang gelombang 1310 nm yaitu sebesar 0.092
ps/nm.km, sedangkan pada panjang gelombang 1550 nm sebesar 17.405
ps/nm.km Pada panjang gelombang 1310 nm disebut juga dengan zero
dispersion karena memiliki karakterisitik yang mendekati nilai nol (0).


5.3. Analisis Dispersion Power Penalty Terhadap Data Rate

Tabel 6 Dispersion Power Penalty Terhadap Data Rate (F
F
)
No. Rute (nm)
L
dB (dB)
F
R
=155.52Mbps F
R
=622.08Mbps
1
STO Gatot
Subroto Palma
Citra
1310 1.446 x 10
-7
7.139 x 10
-7

1550 5.171 x 10
-3
0.025
2
Palma Citra
UMAWAR
1310 4.072 x 10
-6
2.010 x 10
-5

1550 0.143 0.666
3
UMAWAR
Gedung
Elektrindo
1310 2.924 x 10
-6
1.444 x 10
-5

1550 0.103 0.488
4
Gedung
Elektrindo
Gedung TIFA
1310 3.138 x 10
-6
1.549 x 10
-5

1550 0.110 0.522
5
Gedung TIFA
STO Gatot
Subroto
1310 1.221 x 10
-7
6.032 x 10
-7

1550 4.369 x 10
-3
0.021






Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih, Sunarto & Herbowo Hardianto, Analisis Dispersion Power Penalty



35
Dengan melihat Tabel 6 di atas dapat diketahui besar dispersion
power penalty yang terjadi apabila menggunakan data rate 155.52 Mbps
lebih kecil daripada apabila menggunakan data rate 622.08 Mbps.

Dapat dilihat dari tabel bahwa dispersion penalty yang terbesar
dengan menggunakan data rate 155.52 Mbps adalah 4.072 x 10
-6
dB (pada
panjang gelombang 1310 nm) dan bila menggunakan data rate 622.08 Mbps
dengan kondisi yang sama adalah 2.010 x 10
-5
dB.

Akan tetapi apabila menggunakan data rate 155.52 Mbps data yang
ditransmisikan tidak dapat sebanyak apabila menggunakan data rate 622.08
Mbps. Oleh karena itu data rate yang sebaiknya digunakan adalah 622.08
Mbps.

5.4. Analisis Dispersion Power Penalty Secara Keseluruhan
Dari ketiga perhitungan diatas yang dilakukan terhadap panjang fiber,
panjang gelombang, dan besar data rate didapat dispersion power penalty
yang terbesar terjadi pada rute Palma Citra Umawar yang berjarak 9.387
km dengan kondisi =1550 nm dan data rate 622.08

Mbps yaitu sebesar 0.666 dB. Sedangkan yang terkecil terjadi
pada rute Tifa STO Gatot Subroto yang berjarak 1.626 km dengan kondisi
= 1310 nm dan data rate 155.52 Mbps yaitu sebesar 1.221 x 10
-7
dB.

Hal ini menandakan bahwa besar dispersion power penalty yang
terbesar pada area ring-1 STO Gatot Subroto masih dibawah besar
dispersion power penalty maksimum yang diijinkan yaitu sebesar 2 dB.

Semakin besar panjang fiber, panjang gelombang, dan besar data
rate maka makin besar dispersion power penalty yang terjadi. Jadi besar
panjang fiber, panjang gelombang, dan data rate berbanding lurus dengan
besar dispersion power penalty.


6. Kesimpulan
1. Dispersion power penalty yang terjadi pada area ring-1 STO Gatot
Subroto yang terbesar terjadi pada rute Apartemen Palma Citra
Gedung Umawar yang memiliki jarak rute 9.387 km dengan
menggunakan panjang gelombang 1550 nm dengan data rate 622.08
Mbps.






JETri, Tahun Volume 5, Nomor 1, Agustus 2005, Halaman 25 - 36, ISSN 1412-0372



36
2. Sedangkan dispersion power penalty terkecil terjadi pada rute Gedung
Tifa STO Gatot Subroto yang memiliki panjang rute 1.626 km dengan
menggunakan panjang gelombang 1310 nm dan data rate 155.52 Mbps.
3. Pada perhitungan dispersion power penalty terhadap besar data rate
didapat dispersion power penalty dengan kondisi yang menggunakan
data rate 622.08 Mbps lebih besar bila dibandingkan jika menggunakan
data rate 155.52 Mbps.
4. Dari perhitungan dan analisis dapat diketahui bahwa besar dispersion
power penalty sangat dipengaruhi oleh panjang fiber, panjang
gelombang, dan besar data rate. Semakin panjang fiber, panjang
gelombang, dan besar data rate yang digunakan maka semakin besar
dispersion power penalty. Jadi panjang fiber, panjang gelombang, dan
besar data rate berbanding lurus dengan besar dispersion power penalty.

Daftar Pustaka
1. J.W Senior. 1992. Optical Fiber Communicati. New Jersey: Prentice
Hall International Series in Optoelectronics.
2. Kolimbris, Harold. 2004. Fiber Optics Communications. Pearson
Prentice Hall International Edition
3. PT. TELKOM. 2002. Mbit/s Synchronous Digital ADD/Drop
Multiplexer Equipment Manual Volume 1 & 2. Ericsson.

You might also like