You are on page 1of 7

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

ANALISIS SENYAWA METABOLIT SEKUNDER DARI BATANG Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth YANG BERFUNGSI SEBAGAI ANTIOKSIDAN
Eva Marliana
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Mulawarman Jl. Barong Tongkok No. 4 Kampus Gn. Kelua Samarinda Kalimantan Timur

Abstract Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth is one of plants which used by Dayaks Society in East Kalimantan to cure some diseases, such as colic, fever and irregular menstruation. In this research, secondary metabolic compounds from stems of Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth were extracted with methanol. Methanol extracts examined by phytochemical screening and screening for antioxidant with Thin Layer Cromathography (TLC) method also antioxidant activity assay. Screening for antioxidant and antioxidant activity assay were determined according to the 2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl (DPPH) radical scavenging assay. In antioxidant activity assay, the mixture of extract and DPPH were incubated at 37C, then the absorbance was measured at = 517 nm use spectrophotometer. The absorbance of sampel, blanko and negative control were converted into the Percentage Antioxidant Activity (AA%). Phytochemical screening showed that stems of Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth contain compounds of alkaloid, flavonoid, polyphenol and terpenoid/steroid, while major capacity of DPPH radical scavenging were in alkaloid compounds (Rf = 0,80 dan 0,87) and flavonoid compounds (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78). Based on result of the DPPH radical scavenging capacity assay spectrophotometrycally showed that AA% from stems of Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth were 7,014% (1 ppm); 12,228% (2 ppm); 20,360% (4 ppm); 39,913% (8 ppm) dan 77,095% (16 ppm). Keywords: Daun screening, phytochemistry, antioxidant, DPPH

PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan hutan tropis paling besar ketiga di dunia (setelah Brazil dan Zaire)(www.asiaforestnetwork.org). Keanekaragaman hayati merupakan basis berbagai pengobatan dan penemuan industri farmasi dimasa mendatang. Jumlah tumbuhan berkhasiat obat di Indonesia diperkirakan sekitar 1.260 jenis tumbuhan (Supriadi, et al, 2001 dalam Noorhidayah dan Hajar, 2004). Tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antioksidan, zat perwarna, penambah aroma makanan, parfum, insektisida dan obat. Ada 150.000 metabolit sekunder yang sudah diidentifikasi dan ada 4000 metabolit sekunder baru/tahun (Indrayanto, 2006) Baru-baru ini, antioksidan menjadi topik menarik. Ini merupakan minat yang besar bagi khalayak ramai, ahli obat, nutrisi, penelitian ilmu kesehatan dan makanan untuk mengetahui kapasitas dan unsur antioksidan pada makanan yang kita konsumsi (Huang, et al., 2005) begitu pula pada tumbuhan. Antioksidan dapat membantu melindungi

tubuh manusia melawan kerusakan yang disebabkan oleh senyawa oksigen reaktif (ROS; Reactive Oxygen Species) dan radikal bebas lainnya (Wang, et al., 2003; Oke & Hamburger, 2002). Akibat reaktivititas yang tinggi, radikal bebas dapat merusak berbagai sel makromolekul, termasuk protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Radikal bebas mampu merusak molekul dan menjadi penyebab dari beberapa penyakit degeneratif dan penyakit kronis (Zhu, et al., 2002; Nia, et al., 2004; Oke & Hamburger, 2002). Banyak penelitian telah membuktikan manfaat mengkonsumi tanaman yang berkhasiat antioksidan, seperti dapat menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, katarak, dan penyakit degeneratif lain karena proses penuaan (Shahidi, 1997). Hal ini menjadikan antioksidan terutama dari alam banyak diminati oleh orang-orang di dunia, saat ini. Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang dalam bahasa Dayak Kenya disebut aka kelesi merupakan liana yang memanjat tinggi, panjang sampai 25 m, tumbuh dalam belukar liar, hutan sekunder dan jurang (Heyne, 1987). Air 23

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, No.1 Desember 2007

rebusan dari batang Spatholobus ferrugineus digunakan untuk pengobatan, diantaranya mengobati batuk, demam, dan menstruasi yang tidak teratur. Berbagai jenis Spatholobus telah diambil kandungan astringentnya dan sebagai penurun demam. Ekstrak Spatholobus suberectus Dunn telah dipatenkan di Jepang untuk kosmetik pemutih kulit dan antipenuaan (Numan, 2003). Metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, senyawa fenol, steroid, dan terpenoid. Berdasarkan hal tersebut dan penelusuran secara kemotaksonomi, penulis tertarik untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder yang bersifat antioksidatif dan aktivitas antioksidan (%) dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal 2,2-diphenyl-1picrylhydrazyl (DPPH). Permasalahan Senyawa metabolit sekunder apa yang terdapat pada batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang bersifat antioksidatif? Berapa persentase aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal DPPH secara spektrofotometri? Tujuan Penelitian Mengetahui senyawa metabolit sekunder dari batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang bersifat antioksidatif. Menentukan persentase aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal DPPH secara spektrofotometri. METODE PENELITIAN Bahan-Bahan Sampel penelitian adalah batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang diambil dari taman Hutan Raya Bukit Soeharto dan telah diidentifikasi di Laboratorium Botani Stasiun Wanariset Balai Penelitian Kehutanan Samboja. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah proanalisis buatan Merck dan Sigma, yaitu; metanol, asam askorbat, DPPH, ferri klorida, etil asetat, asam sulfat pekat (96-97%), anisaldehid, bismut nitrat, kalium iodida, asam asetat glasial 100%, amonia pekat (25%), asam formiat, kloroform, n-heksan, nbutanol, silicon grease, yohimbin 1%, rutin 0,05% dan aquadest.

Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah; bejana maserasi, peralatan gelas, neraca analitik (Satorius), oven (Memmert), inkubator (Heraus), refrigerator incubator shacker (Lab-line), rotary evaporator model RV06-ML 1-B dengan vacuum pump (IKA), spektrofotometer Genesys 20 (ThermoSpectronic), vortex (Thermoline), lampu UV, TLC silica gel F254, mikro pipet, alumunium foil, pipa kapiler yang telah dibakar dan desikator. Prosedur Kerja Persiapan sampel Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang telah dikeringanginkan kemudian dihaluskan. Ekstraksi Sampel yang telah dihaluskan sebanyak 1.233 g direndam dengan metanol kemudian disimpan di tempat yang terlindung cahaya matahari selama lima hari sambil sekali-sekali dishaker. Selanjutnya filtrat metanol dipisahkan dengan cara filtrasi. Filtrat metanol diuapkan dengan rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak metanol, ekstrak ini dimasukkan di topless kecil yang telah dilapisi alumunium foil dan ditempatkan di desikator. Skrining fitokimia dengan metode KLT Fase diam yang digunakan dalam skrining ini adalah Silika gel F254 ukuran 20x20 cm2 yang kemudian dipotong sesuai kebutuhan, sedangkan fase gerak dan penampak noda yang digunakan sebagai berikut. Identifikasi senyawa golongan alkaloid Fase gerak: Etil asetat-metanol-air (6:4:2) Penampak noda: Pereaksi Dragendorff Jika timbul warna coklat atau jingga setelah penyemprotan pereaksi Dragendorff menunjukkan adanya alkaloid dalam ekstrak. Bila tanpa pereaksi kimia, di bawah lampu UV 365 nm, alkaloid akan berfluoresens biru, biru-hijau atau ungu. Identifikasi senyawa golongan flavonoid Fase gerak: Butanol-asam asetat glasial-air (4:1:5). Fase gerak ini biasa disebut BAW (Butanol, Acetic acid, Water) dan terdiri dari 2 lapisan. Lapisan atas diambil dan dipakai sebagai fase gerak. Penampak noda: Uap amonia Jika timbul warna kuning atau kuning-coklat setelah pemberian uap amoniak menunjukkan adanya flavonoid dalam ekstrak. Bila tanpa pereaksi kimia, di bawah lampu UV 365 nm, flavonoid akan berfluoresens biru, kuning atau hijau, tergantung dari strukturnya.

24

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

Identifikasi senyawa golongan polifenol Fase gerak : Kloroform-etil asetat-asam formiat (0,5:9:0,5) Penampak noda: pereaksi FeCl3 10% Jika timbul warna hitam setelah penyemprotan pereaksi FeCl 10% menunjukkan adanya senyawa polifenol dalam ekstrak. Identifikasi terpenoid/steroid Fase gerak : n-heksan-etil asetat (4:1) Penampak noda: Anisaldehid asam sulfat Jika timbul warna ungu-merah atau ungu setelah penyemprotan pereaksi anisaldehid asam sulfat menunjukkan adanya terpenoid/steroid dalam ekstrak. (Wagner, 1996) Skrining DPPH dengan metode KLT Skrining DPPH menggunakan prosedur yang sama dengan skrining fitokimia dengan metode KLT mulai dari preparasi sampel yang akan ditotolkan sampai fase gerak yang digunakan. Namun untuk larutan pembanding digunakan larutan asam askorbat dan setelah proses pengelusian plat KLT disemprot dengan pereaksi DPPH 0,2% dalam metanol. Timbulnya noda kuning keputih-putihan setelah 30 menit kemudian menunjukkan positif antioksidan (Ngan, 2005). Uji aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal DPPH secara spektrofotometri (Samee, 2004 dengan modifikasi) Dibuat 3 ml konsentrasi sampel dalam metanol 1, 2, 4, 8, 16 ppm 3 kali perulangan untuk tabung A dan B mulai dari tabung BI hingga tabung Bv ditambah DPPH 1 ml, dikocok dan dimasukan dalam inkubator bersuhu 37C.

A(blanko = sampel + metanol), B (sampel + metanol + DPPH) Tepat setelah 30 menit diukur absorbansinya dengan =517 nm. Untuk zeroing awal digunakan metanol 4 mL. Pertama kali diukur tabung B dahulu, mulai dari tabung I hingga tabung V Setelah tabung B selesai semua, dilanjutkan pada tabung A yang dimulai pada tabung I hingga tabung V Dihitung persentase aktivitas antioksidan (AA%) dengan rumus berikut. AA% = 100 - {[(Asampel Ablanko) x 100]/ Akontrol negatif} Catatan: Perlakuan sama untuk asam askorbat sebagai kontrol positif Kontrol negatif (3 mL MeOH + 1 mL DPPH) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pada penelitian ini, 1.233 g batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yang telah dihaluskan dimaserasi dengan metanol. Ekstrak metanol yang diperoleh dari dua kali maserasi adalah 26,5719 g, berbentuk cairan kental dan berwarna coklat kemerah-merahan. Tehadap ekstrak ini dilakukan skrining fitokimia dan antioksidan untuk senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol dan terpenoid/steroid dengan metode KLT (Tabel 1). Setelah itu dilakukan uji aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal DPPH, sebagai kontrol positif diuji pula asam askorbat (Tabel 2 dan 3).

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia dan Antioksidan Ekstrak Metanol Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth
No. 1 2 Jenis Identifikasi Alkaloid Flavonoid Harga Rf 0,80 0,87 0,13 0,72 0,78 0,41 0,84 0,06 0,16 0,24 0,37 0,74 + Pereaksi Coklat Kuning coklat Kuning coklat Hitam Ungu hitam Ungu merah Ungu gelap Ungu Ungu Warna Noda pada Kromatogram UV 365 nm sebelum + Pereaksi Biru terang Biru terang fluoresens fluoresens Biru terang Biru fluoresens fluoresens Biru terang fluoresens Biru terang fluoresens Biru terang fluoresens Biru terang fluoresens + DPPH Kuning Kuning Kuning -

3 4

Polifenol Terpenoid/steroid

25

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, No.1 Desember 2007

Hasil uji aktivitas antioksidan terhadap antioksidan ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan peredaman radikal DPPH disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth dengan Peredaman Radikal DPPH Konsentrasi AA% (ppm) 1 7,014 2 12,228 4 20,360 8 39,913 16 77,095

Grafik hubungan antara AA% dan konsentrasi asam askorbat seperti pada gambar berikut.
120 y = 6,0919x + 7,5185 100 80 AA% 60 40 20 0 0 5 10 Konse ntrasi (ppm) 15 20 R = 0,9191
2

Gambar 2. Hubungan AA% dan Konsentrasi dari Asam Askorbat

Grafik hubungan antara AA% dan konsentrasi sampel seperti pada gambar di bawah ini.
100 80 60 40 20 0 0 5 10 15 20 y = 4,669x + 2,374 R2 = 0,9998

Konsentrasi (ppm)

Gambar 1. Hubungan AA% dan Konsentrasi dari Ekstrak Metanol Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth

Pada uji aktivitas antioksidan, diuji pula asam askorbat yang digunakan sebagai kontrol positif. Data hasil uji tersebut disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Asam Askorbat dengan Peredaman Radikal DPPH Konsentrasi AA% (ppm) 1 6,890 2 15,705 4 32,464 8 74,984 16 96,400

Pembahasan Skrining fitokimia Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui jenis metabolit sekunder apa yang terkandung dalam ekstrak. Jenis metabolit sekunder yang ditentukan dalam penelitian ini adalah alkaloid, flavonoid, polifenol, dan terpenoid/steroid. Hasilnya disajikan pada Tabel 1. Identifikasi alkaloid terhadap sampel menggunakan fase gerak etil asetat-metanol-air (6:4:2) memberikan hasil positif yang ditandai dengan timbulnya noda berwarna coklat (Rf = 0,80), setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi Dragendorff sedangkan larutan Yohimbin sebagai pembanding berwarna jingga (Rf = 0,69). Bila tanpa pereaksi kimia, timbul noda berwarna biru terang fluoresens di bawah lampu UV 365 nm dengan harga Rf = 0, 87. Menurut Wagner (1996), alkaloid positif bila timbul noda berwarna coklat atau jingga setelah penyemprotan Dragendorff. Bila tanpa pereaksi kimia, di bawah lampu UV 365 nm, alkaloid akan berfluoresens biru, biru-hijau atau ungu. Pemberian uap amoniak pada plat KLT untuk identifikasi flavonoid dengan fase gerak butanol-asam asetat glasial-air (4:1:5) memberikan hasil positif karena timbulnya noda berwarna kuning coklat pada sampel (Rf = 0,13 dan 0,72) maupun rutin (Rf = 0,45). Bila tanpa pereaksi kimia, timbul noda berwarna biru terang fluoresens di bawah lampu UV 365 nm dengan harga Rf = 0,78, sedangkan noda rutin dan kedua noda sampel tampak gelap. Menurut Wagner (1996), bila tanpa pereaksi kimia, flavonoid berfluoresensi kuning, biru atau hijau, tergantung jenis strukturnya.

AA%

26

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

Hasil positif juga diperoleh dalam identifikasi polifenol yang ditandai timbulnya noda berwarna hitam (Rf = 0,41) setelah plat KLT disemprot pereaksi FeCl310%. Fase gerak yang digunakan dalam identifikasi ini adalah kloroformetil asetat- asam formiat (0,5:9:0,5). Identifikasi tepenoid/steroid bebas terhadap sampel menggunakan fase gerak n-heksan-etil asetat (4:1) memberikan hasil positif yang ditandai dengan timbulnya noda berwarna ungu hitam (Rf = 0,06), ungu merah (Rf = 0,16), ungu gelap (Rf = 0,24), ungu (Rf = 0,37; 0,74), setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi anisaldehid asam sulfat dan dipanaskan di oven dengan suhu 100C selama 5-10 menit. Skrining antioksidan Pada penelitian ini, skrining antioksidan dilakukan dengan menotolkan sampel dan asam askorbat yang telah diencerkan dengan metanol pada plat KLT, lalu dielusi dengan fase gerak yang sama dengan skrining fitokimia. Ini dimaksudkan agar diketahui jenis metabolit sekunder mana yang bersifat antioksidatif. Adanya antioksidan dapat diketahui dengan timbulnya noda berwarna keputihputihan, kekuning-kuningan atau kuning pada plat KLT setelah disemprot dengan pereaksi DPPH (Ngan, 2005; Nia, et al., 2004; Oke & Hamburger, 2002). Asam askorbat digunakan sebagai pembanding dalam skrining antioksidan, karena asam askorbat telah dikenal secara luas sebagai antioksidan. Hasil skrining antioksidan ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth (Tabel 1) menunjukkan hanya dua jenis metabolit sekunder yang mampu meredam radikal DPPH yaitu alkaloid (Rf = 0,80 dan 0,87) dan flavonoid (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78) dengan harga Rf yang sama dengan noda pada skrining fitokimia. Berdasarkan hal tersebut, diperkirakan metabolit sekunder alkaloid dan flavonoid pada ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth bersifat antioksidatif. Hal ini dibuktikan dengan timbulnya noda berwarna kuning setelah plat KLT disemprot dengan pereaksi DPPH 0,2%. Uji aktivitas antioksidan Uji aktivitas antioksidan dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth menggunakan peredaman radikal DPPH. Metode ini merupakan metode yang sederhana yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan dari ekstrak menggunakan senyawa radikal bebas stabil DPPH.

120 100 80

AA%

60 40 20 0 0 5 10 15 20

Spatholobus Vitamin C

Konsentrasi (ppm)

Gambar 3. Persentase Aktivitas Antioksidan pada Spatholobus ferrugineus dan Asam Askorbat

Persentase aktivitas antioksidan tertinggi dari ekstrak metanol dan asam askorbat dalam penelitian ini adalah 77,095% dan 96,400%. Persentase tersebut menyatakan bahwa aktivitas DPPH telah hilang sebesar 77,095% dan 96,400% pada konsentrasi ekstrak metanol dan asam askorbat 16 ppm. Ini menunjukkan ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus mampu meredam radikal DPPH. Meskipun kekuatan peredaman radikal DPPH pada ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus masih rendah dibandingkan dengan asam askorbat. Kemampuan peredaman radikal DPPH ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus terutama pada metabolit sekunder flavonoid (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78) dan alkaloid (Rf = 0,80 dan 0,87). Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari uji aktivitas antioksidan dengan peredaman radikal DPPH adalah nilai efficient concentration (EC50) atau disebut nilai IC50, yakni konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas DPPH. Data yang diperoleh (Tabel 2 dan 3) lalu diolah ke dalam persamaan regresi linier y = bx+a (Gambar 1 dan 2). Nilai EC50 untuk Spatholobus ferrugineus yaitu 10,200 ppm, sedangkan EC50 untuk asam askorbat adalah 6,973 ppm. Flavonoid memiliki kemampuan antioksidan yang mampu mentransfer sebuah elektron ke senyawa radikal bebas dan membentuk kompleks dengan logam (Gambar 4 dan 5). Kedua mekanisme itu membuat flavonoid memiliki beberapa efek, diantaranya menghambat peroksidasi lipid, menekan kerusakan jaringan oleh radikal bebas dan menghambat beberapa enzim (Kandaswami & Middleton, 1997; www.antioxidants.com).

27

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, No.1 Desember 2007

OH OH R
*

O RH

OH

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth mengandung senyawa metabolit sekunder berdasarkan analisis kualitatif, yaitu alkaloid, flavonoid, polifenol dan terpenoid/steroid, tetapi dalam penelitian ini hanya senyawa alkaloid (Rf = 0,80 dan 0,87) dan flavonoid (Rf = 0,13; 0,72 dan 0,78) yang bersifat antioksidatif. 2. Berdasarkan uji peredaman radikal DPPH secara spektrofotometri diperoleh AA% dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth yaitu, 7,014% (1 ppm); 12,228% (2 ppm); 20,360% (4 ppm); 39,913% (8 ppm) dan 77,095% (16 ppm). Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam O skrining fitokimia dengan variasi fase gerak lainnya yang memberikan hasil pemisahan lebih baik dan identifikasi senyawa metabolit sekunder lainnya. 2. Diperlukan penelitian lebih lanjut dalam uji peredaman radikal DPPH secara spektrofotometri untuk memperoleh AA% maksimum dari ekstrak metanol batang Spatholobus ferrugineus (Zoll & Moritzi) Benth. 3. Diperlukan penelitian lanjutan untuk uji aktivitas antioksidan dengan metode lainnya sebagai bahan perbandingan diantaranya, uji kemampuan peredaman radikal superoksid, radikal hidroksil, peroksida, kekuatan reduksi dan lain sebagainya. 4. Perlu penelitian lebih lanjut, apakah senyawa baru yang terbentuk dari proses peredaman radikal bebas oleh alkaloid bersifat karsinogenik atau tidak bagi sel inangnya. DAFTAR PUSTAKA Communities and Forest Management in East Kalimantan; Pathway to Enviromental Stability. Research Network Report #3. www.asiaforestnetwork.org. Tanggal pengaksesan 5 Agustus 2006. Cadenas, E.. Flavonoids. http://www.antioxidants. com. Tanggal pengaksesan 5 Agustus 2006. Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.

F l-O H
*

F l-O H

O OH R
*

RH

F l-O H

F l-O

Gambar 4. Peredaman radikal bebas oleh flavonoid. Keterangan: R = senyawa radikal bebas, Fl-OH = senyawa golongan flavonoid, FlOH = radikal-flavonoid

4 5 O

3 OH 5 OH A

4 O

4 5 O

3 O Cu
+

3 4 5 O Cu

4 5 O Cu
+

3 5

4 O Cu B O

Gambar 5. (A) Daerah Pengkelat Aktif dari Flavanon dan Flavon dan (B) Mekanisme Pembentukan Kelat dari Flavanon dan Flavon

Sebagian alkaloid memiliki kemampuan antioksidan, contohnya indol alkaloid seperti strisin dan brusin bila dilihat dari strukturnya dapat menghambat 1O2 serta kafein dapat bertidak sebagai peredam hidroksil radikal. Senyawa berbasis nitrogen dari tumbuhan berpotensi menghambat berbagai proses oksidatif. Senyawa radikal turunan dari senyawa amina memiliki tahap terminasi yang sangat lama (Gambar 6), dengan demikian mampu menghentikan reaksi rantai radikal secara efisien (Shukla, et al., 1997). Namun perlu penelitian lebih mendalam, apakah senyawa baru yang terbentuk dari proses peredaman radikal bebas tersebut bersifat karsinogenik atau tidak bagi sel inangnya.
R

RH
R

.
N R

N H

Gambar 6. Peredaman Radikal Bebas Oleh Alkaloid

28

Eva Marliana

JURNAL PENELITIAN MIPA


Volume 1, Nomor 1 Desember 2007

Huang, D., B. Ou and R.L. Prior. 2005. The Chemistry behind Antioxidant Capacity Assays. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 53:1841-1856. Indrayanto, G. 2006. Prospek (Kimia) Bahan Alam untuk Penemuan Bahan Obat Baru. Presentasi disajikan pada Seminar Umum Pendidikan Program Dokter Universitas Mulawarman. Kadaswami, C. and E. Middleton, Jr. 1997. Flavonoid as Antioxidant. In: F. Shahidi. (Ed), Natural Antioxidants: Chemistry, Health Effects, and Applications. Illionis. AOCS Press. Ngan, D.H., 2005. Bioactivities and Chemical Constituents of A Vietnamese Medicinal Plant Jasminium Subtriplinerve Blume (Che Vang). Master Thesis. Departemen of Chemistry and Life Science, Roskilde University. Nia, R., D.H. Paper, E.E. Essien, K.C. Iyadi, A.I.L. Bassey, A.B. Antai and G. Franz. 2004. Evaluation of The Anti-oxidant and AntiAngiogenic Effects of Sphenocentrum jollyanum Pierre. African Journal of Biomedic Research. Vol. 7: 129-132. Noorhidayah dan I. Hajar. 2004. Keanekaragaman Tumbuhan Berkhasiat Obat Sepanjang Broadwalk Sangkima Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Jurnal Ilmiah Kehutanan RIMBA Kalimantan Fakultas Kehutanan Unmul. Vol. 9:40-6. Numan, J.W.A.R.. 2003. Spatholobus Hassk. In R.H.M.J. Lemmens dan N. Bunyapraphatsara, (Ed). Plant Resources of South-East Asia No. 12(3) Medicinal & Poisonus Plants 3. Bogor: PROSEA.

Oke, J.M. and M.O. Hamburger. 2002. Screening of Some Nigerian Medicinal Plants for Antioxidants Activity Using 2,2 DiphenylPicryl-Hydrazyl Radical. African Journal of Biomedical Research. Vol. 5: 77-79. Samee, W., N.S. Lee and J. Ungwitayatorn. 2004. Structure-Radical Scavenging Relationships of the Synthesized Chromone Derivatives. SWU J Pharm Sci. Vol. 9 No. 1: 36-42. Shahidi, F. 1997. Natural Antioxidants: An Overview. In: F. Shahidi. (Ed), Natural Antioxidants: Chemistry, Health Effects, and Applications. Illionis. AOCS Press. Shukla, V.K.S, P.K.J.P.D Wanasundara and F. Shahidi. 1997. Antioxidant from Oilseeds. In: F. Shahidi. (Ed), Natural Antioxidants: Chemistry, Health Effects, and Applications. Illionis. AOCS Press. Wang, L. J.H. Yen, H.L. Liang and M.J. Wu. 2003. Antioxidant Effect of Methanol Extract from Lotus Plumule and Blossom (Nelumbo nucifera Gertn.). Journal of Food and Drug Analysis. Vol. 11 No. 1:60-66. Wagner, H. and S. Bland. 1996. Plant Drug Analysis; A Thin Layer Chromatography Atlas. 2nd Edition. Berlin Heidelberg: Springer. Zhu, Q.Y., R.M. Hackman, J.L. Ensunsa, R.R. Holt and C.L. Keen. 2002. Antioxidative Activities of Oolong Tea. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol. 50: 6929-6934.

29

You might also like