You are on page 1of 35

Penanganan dan identifikasi

korban meninggal akibat bencana


massal

Taufik Suryadi
Division of Forensic Pathology
Department of Forensic medicine and medico-
legal
MF SKU-ZAPH
Management and identification
of dead bodies after disasters
Introduction - Pendahuluan
This lecture has four broad
aims:
1. To promote the proper and
dignified management of
dead body
2. To maximize their
identification, identity is a
human right or
fundamental right both in
life and after death
3. The necessity for
identification: legal
obligation
4. Applying a collective
obligation (Fardhu kifayah)
is more excellent


Kuliah ini mempunyai empat
tujuan utama:
1. Penanganan korban
meninggal pada musibah
massal secara baik dan
terhormat
2. Memaksimalkan proses
identifikasi. Identifikasi adalah
hak manusiawi atau hak
dasar ketika hidup dan
setelah meninggal dunia.
3. Kepentingan identifikasi:
kewajiban hukum
4. Penerapan kewajiban kolektif
(fardhu kifayah) yang lebih
sempurna
Coordination - koordinasi
Immediately after
a disaster,
emergency
response is often
chaotic and
uncoordinated.
Coordination is
needed at several
levels: local,
regional/provincial
and national.

Setelah terjadinya
suatu musibah
massal, reaksi
keadaan darurat
biasanya kacau dan
tidak terkoordinasi.
Diperlukan suatu
koordinasi di
berbagai tingkatan :
lokal,
regional/propinsi
dan nasional.


Early coordination koordinasi awal
Manage information and
coordinate assessment
activities
Identify required
resources (e.g. forensic
team, morgues, body bag,
etc)
Implement of plan of
action for the
management of dead
body
Disseminate accurate
information to families and
communities about
identification of the
missing and management
of dead bodies

Kumpulkan informasi dan
koordinasi aktivitas
assesmen
Identifikasi sumber
kebutuhan (tim forensik,
kamar jenazah, kantung
jenazah, dll)
Laksanakan rencana aksi
untuk penanganan korban
meninggal
Sebarkan informasi akurat
kepada keluarga dan
masyarakat tentang
identifikasi orang hilang dan
penanganan korban
meninggal.
Infectious disease risks Risiko penyakit infeksi
After most natural
disasters there is fear
that dead bodies will
cause epidemics.
This belief is wrongly
promoted by media, as
well as some medical
and disaster
professionals.
Dead bodies do not
cause epidemics after
natural disasters

Setelah kejadian musibah
massal alamiah didapati
resiko terjadinya epidemik
oleh karena jumlah
korban mati yang cukup
banyak.
Hal tersebut sering kali
salah ditafsirkan oleh
media dan juga oleh
berbagai profesional
medis dan musibah.
Korban mati oleh karena
penyakit menular mass
disaster biasanya tidak
menyebabkan epidemik
panyakit.
Infectious disease risks Risiko
penyakit infeksi
The political pressure
brought about by these
rumors causes authorities to
use unnecessary measure
as rapid mass burials and
spraying so called
disinfectants
The consequences of
mismanagement of the dead
include mental distress and
the legal problems for
relatives of the victims.
The surviving population is
much more likely to spread
disease

Tekanan politis akibat rumor
tersebut menyebabkan
berbagai pihak berwenang
menggunakan langkah-
langkah yang tidak
seharusnya diterapkan
seperti penguburan massal
yang cepat dan
penyemprotan disinfektan
yang berlebihan.
Konsekuensi
mismanagement korban mati
menyebabkan gangguan
mental dan masalah-masalah
hukum bagi keluarga korban.
Populasi hidup yang ada
lebih memiliki resiko
menyebarkan penyakit.


Infectious and dead bodies Terinfeksi dan
korban meninggal
Victims of natural disasters
are normally killed by injury,
drowning, or fire- not by
disease.
At the time of death, victims
are not likely to be sick with
epidemic-causing infection
(i.e., plague, cholera,
typhoid, and anthrax)
A few victims will have
chronic blood infections
(hepatitis or HIV),
tuberculosis, or diarrheal
disease.
Most infectious organisms do
not survive beyond 48 hours
in a dead body. An exception
is HIV which has been found
six days postmortem.

Korban bencana alam
meninggal akibat cedera,
tenggelam, terbakar bukan
karena penyakit.
Pada saat kematian, korban
tidak seperti sakit akbat
infeksi epidemik ( cth, plak,
kolera, tifoid dan antraks)
Sedikit korban telah memiliki
infeksi darah kronik (hepatitis
atau HIV), tbc, atau penyakit
diare.
Kebanyakan organisme
infeksius tidak hidup diluar
48 jam kematian. Sebuah
pengecualian adalah HIV
yang ditemukan enam hari
setelah kematian.
Risk to the public Risiko terhadap
masyarakat
The risk to the public
is negligible
because they no not
touch dead bodies
There is potential
(but as yet
undocumented) risk
of drinking water
supplies
contaminated by
fecal material
released from dead
bodies.

Risiko terhadap
masyarakat bisa
diremehkan karena
mereka tidak
menyentuh jenazah
Mereka berpotensi
(namun belum
didokumentasi) risiko
meminum suplai air
yang terkontaminasi
oleh materi kotoran
dari jenazah
Risk to body handlers Risiko untuk
pemegang jenazah
Individuals handling
human remains have a
small risk through
contact with blood and
feces (bodies often leak
feces after death) from
the following: Hepatitis
B and C, HIV,
Tuberculosis and
Diarrheal disease
Body recovery teams
work in hazardous
environments (e.g.,
collapsed buildings and
debris) and may also be
at risk of injury and
tetanus (transmitted via
soil)

Seseorang yang
memegang jenazah
atau sisa tubuh
manusia mempunyai
risiko kecil melalui
kontak dengan darah
dan feces terhadap:
Hepatitis B dan C, HIV,
TBC dan diare.
Tim pengangkut
jenazah bekerja pada
lingkungan kotor (mis,
bangunan runtuh dan
kotoran) dan mungkin
juga berisiko cedera
dan tetanus (penularan
melalui tanah)
Safety precautions for body handlers
Pelindung keselamatan untuk pemegang
jenazah
Basic hygiene protects workers
from exposure to disease
spread by blood and certain
body fluid. Workers should use
the following precautions:
Use gloves and boots, if
available
Wash hands with soap and
water after handling bodies and
before eating.
Avoid wiping face or mouth with
hands
Wash and disinfect all
equipment, clothes, and
vehicles use for transportation
of bodies.

Higiene dasar melindungi
pekerja dari paparan
penyakit yang tersebar
melalui darah dan cairan
tubuh, dengan mengikuti
beberapa di bawah ini:
Gunakan sarung tangan
dan sepatu boot, jika ada
Cuci tangan dengan
sabun dan air setelah
memegang jenazah dan
sebelum makan.
Hindari mengelap wajah
atau mulut dengan tangan
Cuci dan disinfeksi semua
peralatan, baju yang
digunakan untuk
memindah jenazah
Body recovery Pengumpulan
jenazah
First step in managing dead
bodies and is usually chaotic
and disorganized.
Many different people or
groups are involved in body
recovery. Communication
and coordination with them is
often difficult.
Body recovery only lasts a
few days or weeks, but may
be prolonged following
earthquake or very large
disasters.

Body recovery merupakan
langkah awal dalam proses
penanganan korban mati
dan biasanya kacau balau
dan tidak terorganisasi.
Berbagai orang atau
kelompok biasanya terlibat
dalam proses body
recovery, komunikasi dan
koordinasi dengan mereka
sulit dilakukan.
Proses body recovery
berlangsung hanya
beberapa hari atau beberapa
minggu namun demikian
dapat berlangsung lama
setelah gempa bumi atau
musibah yang terjadi dalam
skala besar.

Earthquake and Tsunamis victims in Aceh
Korban gempa bumi dan Tsunami di
Aceh
Storage of dead bodies
Penyimpanan jenazah
Without cold storage
decomposition
advances rapidly
Within 12-48 hours in
hot climates,
decomposition will be
too advances to allow
facial recognition
Cold storage slows the
rate of decomposition
and preserves the body
for identification.

Tanpa adanya fasilitas
pendingin,
pembusukan akan
cepat terjadi.
Pada 12 48 jam
pertama di daerah
yang beriklim panas,
proses pembusukan
berlangsung dengan
cepat sehingga
merusak wajah yang
sulit untuk dikenali.
Proses pendinginan
(cold storage)
memperlambat proses
pembusukan dan
mempermudah proses
identifikasi.

Identification of dead bodies
identifikasi jenazah
Identification of dead bodies is
done by matching the
deceased( physical features,
clothes, etc). With similar
information about individuals
who are missing or presumed
dead.
Mobilizing forensic resources
may take several days. This
means that early opportunities
to identify bodies may be lost as
the bodies decompose.
Visual identification or
photographs of fresh bodies are
the simples forms of
identification and can maximize
the early non forensic
identification process.

Identifikasi korban dilakukan
dengan membandingkan
korban (ciri-ciri fisik, pakaian
dan sebagainya) dengan
informasi yang serupa
mengenai orang-orang yang
hilang atau dicurigai meninggal.
Menggerakkan sumber-sumber
forensik membutuhkan
beberapa hari. Ini berarti
kesempatan awal
mengidentifikasi korban akan
hilang oleh karena terjadinya
proses pembusukan.
Identifikasi visual atau foto
yang diambil pada korban-
korban yang masih segar
adalah bentuk identifikasi yang
sangat sederhana dan dapat
memaksimalkan proses
identifikasi awal oleh
masyarakat awam.

Identification of dead bodies
identifikasi jenazah
Forensic procedures (autopsies,
fingerprinting, dental
examinations, DNA) can be
used after visual identification of
bodies or photographs become
impossible.
The early work of non
specialists will determine much
of the success of future
identifications by forensic
specialist.
The dead bodies identification
from DVI Interpol (Disasters
victim identification) can be
used to collect basic and
invaluable information thet will
aid later forensic identication
procedures.

Prosedur forensik (autopsi,
sidik jari, pemeriksaan gigi,
DNA) dapat diterapkan
apabila identifikasi visual
atau foto tidak
memungkinkan lagi.
Tugas awal oleh
nonspesialis dapat
mementukan keberhasilan
identifikasi ke depan oleh
ahli-ahli forensik.
Formulir identifikasi mayat
dari DVI-interpol dapat
dipakai untuk
mengumpulkan informasi
dasar yang sangat berharga
yang kemudian akan
membantu prosedur
identifikasi forensik.

Take it a photo
pengambilan Foto
General principles- prinsip umum
Sooner is better for
victim identification.
Decomposed bodies
are much more
difficult to identify
and require forensic
expertise.


Lebih cepat lebih baik
untuk identifikasi
jenazah. Jenazah
membusuk lebih sulit
diidentifikasi dan
membutuhkan
keahlian forensik
Identification more difficult Identifikasi
lebih sulit

Information management
Manajemen informasi
State authorities bear
primary responsibility for the
proper handling of
information about the dead
and missing in disasters,
A large amount of
information is collected about
the dead and missing, even
relatively small disasters.
Necessary resources
(human, technical, and
financial) for information
management must be
provided.
Management of information
is a key role for coordination
Tentukanlah badan pemerintah
yang bertanggung jawab
terhadap informasi yang baik
mengenai orang-orang yang
meninggal atau hilang pada
musibah.
Dikumpulkan informasi
sebanyak mungkin mengenai
orang-orang hilang atau mati
walaupun terjadi musibah yang
kecil.
Menentukan sumber-sumber
yang dibutuhkan (SDM, teknis
dan keuangan), untuk keperluan
menajemen informasi.
Manajemen informasi
merupakan kunci terjadinya
koordinasi.

Long term storage and disposal of dead bodies
penyimpanan jangka panjang dan
pemakaman jenazah
All identified dead
bodies should be
released to relatives
or their communities
for disposal
according to local
custom and practice.
Long term storage
will be required for
remaining
unidentified bodies
Semua korban-
korban yang
teridentifikasi
harus diserahkan
kepada keluarga
atau masyarakat
untuk pemakaman
sesuai dengan
kebiasaan dan adat
istiadat lokal.
Penyimpanan
jangka panjang
diperlukan bagi
sisa korban yang
tidak teridentifikasi.

Communication with media
komunikasi dengan media
Good public communication
contributes to a successful
victim recovery and
identification process
Accurate, clear, timely, and
up-dated information can
reduce the stress
experienced by affected
communities, defuse rumors,
and clarify incorrect
information.
The news media (TV and
radio, newspapers and the
internet) are vital channels of
communication with the
public during mass disasters.
Komunikasi dengan
masyarakat yang baik
memberikan hasil
identifikasi yang lebih
baik.
Informasi yang akurat,
jelas, tepat waktu dan
informasi terkini dapat
mengurangi stres yang
dialami oleh masyarakat,
mengurangi rumor dan
mengklarifikasi informasi
yang salah.
Media berita (TV, radio,
surat kabar dan internet)
merupakan media
komunikasi yang vital
kepada masyarakat
selama musibah.

Support to families Dukungan
kepada keluarga
The dead and the
bereaved should be
respected at all time
The priority for affected
families is to know the
fate of their missing
loved one
Honest and accurate
information should be
provided at all time and
at every stage of the
recovery and
identification process
Korban meninggal dan
keluarga korban harus
dihormati setiap saat.
Prioritas diberikan
kepada keluarga-keluarga
korban yang ditimpa
musibah agar
mengetahui nasib
keluarga yang hilang
yang dicintainya.
Informasi yang jujur dan
akurat harus diberikan
setiap saat dan pada
setiap tahapan proses
pengumpulan dan
identifikasi.

Support to families Dukungan
kepada keluarga
A sympathetic and
caring approach is
owed to the families
throughout.
Mistaken
identification should
be avoided
Psycho-social
support for families
and relatives should
be considered
Cultural and
religious needs
should be respected

Diterapkan pendekatan
yang simpatik dan
perhatian terhadap
keluarga korban
sepanjang proses
identifikasi.
Identifikasi yang keliru
harus dihindarkan.
Dukungan psikososial
pada keluarga dan
teman korban harus
dipertimbangkan.
Kebiasaan budaya dan
agama harus dihargai.

Collective obligation - Fardhu kifayah
DVI Procedures Prosedur
identifikasi korban bencana
PHASE I : THE SCENE
SCENE ACTIVITY :
1. SEARCHING
2. LABELLING
3. RECORDING
4. PUT INTO BODY BAG
5. EVACUATION
10
PHASE 2 : PM
THE MORTUARY
1. GENERAL&PHYSICAL EXAM
2. PHOTOGRAPHY
3. AUTOPSY
4. DENTAL EXAMINATION
5. SAMPLING FOR DNA PROFILE
EXPERTS INVOLVED
1. FORENSIC PATHOLOGISTS
2. FORENSIC ODONTOLOGISTS
3. ANTHROPOLOGISTS
4. RADIOLOGISTS
5. FINGERPRINT EXPERTS
PROPERTY AND BODY EXAMINATIONS
PHASE 3 : COLLECTING AM DATA
COLLECTING FROM VICTIMS
FAMILIES : NAME, AGE, SEX,
PHOTOGRAPH, SPECIAL
MARKS, PROPERTY, ETC.

PRIORITY DATA TO BE
COLLECTED,
IF WE COULD GET PRIMARY
IDENTIFIERS WHICH FINGER
PRINT AND DENTAL RECORD.
PHASE 4 : RECONCILIATION
IDENTIFICATION
METHODS

1. PRIMARY IDENTIFIERS
- DENTAL RECORD
- DNA
- FINGERPRINT

2. SECONDARY
IDENTIFIERS
- MEDICAL RECORD
- PROPERTY
- PHOTOGRAPH

42
ALL NECESSARY DOCUMENTS COMPLETED

1. CERTIFICATE OF DEATH
2. COMPARISON REPORT
3. CERTIFICATE OF
IDENTIFICATION

ALL PROPERTY RETURNED TO FAMILY
1. Depkes RI dan Polri : Pedoman penatalaksanaan identifikasi korban mati ada bencana massal
November 2004 Jakarta Depkes RI
2. Interpol Disaster Victim Identification : National DVI Standart Version August 2, 2002
3. Management of dead bodies after disasters, A field manual for frist reponders - WHO, ICRC, IF RC-RC S, PAHO

You might also like