You are on page 1of 7

Efek imunopotesnial levamisol

J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No. 2 69


EFEK IMUNOPOTENSIAL LEVAMISOL TERHADAP
SINTESIS ZAT ANTI PADA MAHASISWA YANG
DIIMUNISASI HEPATITIS B
S. Widjaja, M. Magdalena, Z. Salim
Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas
Abstract
Hepatitis virus B is one of health concerns in the world, especially in Asia. It is
endemic in Indonesia with moderate to high prevalence. Persistent hepatitis virus infection
is a potential hazard for chronic liver disorders and primary liver cancer. No effective
treatments is available and vaccination is an effective method to prevent this disease. A
randomized controlled-trial was conducted to evaluate the immunopotentiation effect of
levamisole in antihepatitis antibody synthesis involving 36 students with negative hepatitis B
exposure. They were randomly assigned into two groups, the treatemnt group received
levamisole 2,5 mg/kg bw, single dose orally and the control group were given placebo.
Both groups received 10 ug vaccine hepatitis B after enrollment, one month and three
months later. Antihepatitis antibody concentration was determined one month after
vaccination by Elisa analysis.The results showed that levamisole didnt enhance
seroconvertion rate and mean antihepatitis antibody concentration (p > 0,05). High dose of
hapatitis vaccine used in this study may be one of the reasons that veil the
immunopotentiation effect of levamisole.(J Kedokter Trisakti 1999;18(2):69-75)
Key words: Levamisol, immunopotentiation, hepatitis B.
Pendahuluan
Hepatitis virus B merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat,
diperkirakan terdapat sekitar 300 juta
karier virus hepatitis B (HBV) di seluruh
dunia, dimana lebih dari 200 juta atau
lebih dari 80% karier ini tinggal di Asia
11
.
Prevalensi penyakit hepatitis B di
Indonesia termasuk sedang dan tinggi,
dengan pengidap HBsAg berkisar antara
3 sampai 20%
9
. Penularan horizontal
pada bayi dan anak diduga memegang
peran yang terpenting dalam penyebaran
infeksi HBV di Indonesia, walaupun
penularan perinatal (vertikal) juga penting
sebagai sumber penyebaran yang sangat
infeksius bagi lingkungan sekitarnya.
Anak yang mendapat infeksi secara
vertikal mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mengalami infeksi HBV yang
persisten, sehingga kemungkinan
berkembang menjadi penyakit hati kronik
dan kanker hati primer juga lebih besar
9
.
Hingga saat ini belum ada obat yang
efektif untuk pengobatan hepatitis B,
interferon dikatakan bermanfaat tetapi
harga yang mahal, masa pengobatan
yang cukup lama dan efek samping yang
ditimbulkannya masih menjadi kendala
3
,
dengan demikian upaya pencegahan
dengan vaksinasi hepatitis adalah
tindakan yang paling baik. Kendala dalam
melaksanakan program vaksinasi
hepatitis ialah harga vaksin yang masih
mahal disamping vaksin perlu diberikan
sampai tiga kali.
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
Efek imunopotensial levamisol
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2 70
Zat-zat imunopotensiator dikatakan
mempunyai khasiat meningkatkan
respons tubuh terhadap imunogen.
Levamisol atau l2,3,5,6-tetrahydro-
6phenylimidazo[2-1-b] thiazole adalah
salah satu imunopotensiator nonspesifik
yang telah diketahui mampu
meningkatkan respons imunitas tubuh,
baik selular maupun humoral
5,6,10,12
.
Respons imunitas ini dipengaruhi oleh
dosis dan saat pemberian obat
1,7,8
.
Levamisol dilaporkan lebih berperan
dalam imunitas selular yaitu merangsang
proliferasi limfosit T
1,5,6,7
, dan
memperbaiki ratio CD4/CD8 (10). Akan
tetapi Campo M. dkk. melaporkan
ditemukan juga stimulasi limfosit B pada
pasien dengan kanker lambung
1
.
Peningkatan imunitas humoral juga
dilaporkan oleh peneliti lain
4,13
.
Perbedaan respons limfosit T dan B
terhadap levamisol diduga akibat
perbedaan struktur ecto-ATP ase
membrana sel
7
. Dengan memberikan
Levamisol bersamaan dengan vaksinasi
hepatitis B, diharapkan kadar zat anti
yang terbentuk akan meningkat sehingga
dosis dan frekuensi pemberian vaksin
dapat dikurangi. Penelitian ini bertujuan
menilai efek imunopotensiasi Levamisol
dalam meningkatkan sintesis zat anti
hepatitis B, hasil penelitian ini diharapkan
akan menjadi masukan bagi pemerintah
dalam menyusun program imunisasi
nasional.
BAHAN DAN CARA
Bahan
Sebagai objek penelitian ialah 25
mahasiswa dan 25 mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti, terdaftar
sebagai peserta mata kuliah Patologi
Anatomik Satu semester ganjil
1997/1998, usia antara 19 - 25 tahun,
yang anamnesis tidak ada riwayat
hepatitis dan tidak perna mendapat
imunisasi hepatitis B, dan secara sukarela
bersedia mengikuti penelitian ini.
Informed consent didapat dari semua
peserta.
Vaksin yang dipakai ialah HB-vax II (MSD
recombinant DNA hepatitis B vaccine)
yang berisi 10 mcg/ml tiap vial. Levamisol
yang dipakai ialah produksi PT Zeneca
Farmasi Indonesia dengan nama dagang
Ketrax, berbentuk tablet yang
mengandung 40 mg Levamisol HCl
setiap tablet. Seluruh penelitian
diselenggarakan di Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti dan Laboratorium
Klinik Wira di J akarta.
Cara
1) Persiapan/uji saring kandidat.
Dilakukan uji saring calon peserta
terhadap darah rutin (Hb, hitung
lekosit, hitung jenis lekosit dan LED),
tes fungsi hati (Bilirubin total/direk,
SGOT, SGPT, gama-GT dan alkali
fosfatase) dan petanda infeksi hepatitis
B ( HBsAg, antiHBs dan antiHBc).
Hanya peserta dengan darah rutin dan
tes funsi hepar normal serta secara
serologik tidak ada tanda terinfeksi
dengan hepatitis B yang diikut-sertakan
dalam penelitian ini.
2) Pelaksanaan.
Penelitian eksperimen menggunakan
kontrol, dilakukan untuk mencapai
tujuan penelitian. Sampel yang dipilih
distratifikasi berdasarkan jenis kelamin,
kemudian secara acak dimasukkan
dalam kelompok pengobatan dan
kelompok kontrol.
Kelompok pengobatan mendapat
suntikan 1 ml vaksin HB vax-II IM di
daerah deltoid dan levamisol sebanyak
2,5mg/kg berat badan per oral pada
saat yang bersamaan. Kelompok
kontrol mendapat suntikan 1 ml vaksin
HB vax-II IM di daerah deltoid dan
plasebo. Satu bulan setelah imunisasi
pertama seluruh peserta diambil
darahnya untuk ditentukan kadar
antiHBs (S-1), dilanjutkan dengan
imunisasi kedua sesuai dengan
protokol diatas.
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
Efek imunopotensial levamisol
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2 71
Satu bulan setelah imunisasi kedua,
seluruh peserta diambil darahnya untuk
ditentukan kadar antiHBs (S-2),
dilanjutkan dengan imunisasi ketiga
sesuai dengan protokol diatas.
Satu bulan setelah imunisasi ketiga
kembali seluruh peserta diambil
darahnya untuk ditentukan kadar
antiHBs setelah imunisasi tiga kali (S-
3)
3) Tes laboratorium.
Semua petanda infeksi hepatitis B
ditentukan dengan metode analisis
Elisa memakai reagen Enzymun-Test
ES System buatan Boeringer
Mannheim-Rajawali Nursindo.
4) Analisis.
Analisis statistik untuk menguji
perdedaan serokonversi memakaiuji
chi-square, untuk kemaknaan
perbedaan kadar zat anti- HBs
memakai student-t tes.
Hasil.
Dari 50 mahasiswa/i yang mengikuti uji
saring yaitu 25 pria dan 25 wanita,
ternyata 36 orang memenuhi syarat untuk
dipilih sebagai sampel :
19 orang masuk kelompok
pengobatan, meliputi 10 pria dan 9
wanita, umur rata rata 20,11 tahun (+/-
0,39) ; berat badan rata rata 54,42 kg
(+/- 7,37).
17 orang masuk kelompok kontrol,
meliputi 8 pria dan 9 wanita, umur
rata rata 20,59 tahun (+/- 1,07) ; berat
badan rata rata 52,76 kg (+/- 6,19).
Perbandingan karakteristik anthropo-
metrik kedua kelompok dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1.
Data anthropometrik peserta penelitian berdasarkan kelompok perlakuan.
Karakteristik Kelompok P
Levamisol Kontrol
J enis Kelamin:
Pria 10 8 >0,05
Wanita 9 9
Usia (Tahun) 20,11 0,39 20,591,07 >0,05
Berat Badan (kg) 54,42 7,37 52,75 6,19 >0,05
Hasil uji statistik menunjukkan
jenis kelamin, umur dan berat badan
kedua kelompok tidak berbeda bermakna.
Hasil perlakuan pertama
J umlah serokonversi setelah perlakuan
pertama dapat dilihat di tabel 2,
sedangkan nilai rata-rata kadar zat anti-
HBs, baik yang perhitungannya
didasarkan data seluruh peserta maupun
peserta yang seropositif saja, dapat
dilihat di tabel 2 dan tabel 4
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
Efek imunopotensial levamisol
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2 72
Tabel 2. Serokonversi setelah perlakuan pertama
Kelompok positif negatif J umlah P
Levamisol 4 15 19
Kontrol 0 17 17 0,106
J umlah 4 32 36
Tabel 3. Kadar zat anti-HBs setelah perlakuan pertama
(berdasarkan data seluruh peserta)
Kelompok Rata-rata (mIU/ml) SD P
Levamisol 14,89 23,51
Kontrol 0,00 0,00 0,08
Tabel 4. Kadar zat anti-HBs setelah perlakuan pertama
(berdasarkan peserta seropositif)
Kelompok Rata-rata (mIU/ml) SD P
Levamisol 70,74 27,59
Kontrol 0,00 0,00 0,219
Tabel 2 menunjukkan 4 peserta dari
kelompok pengobatan telah mengalami
serokonversi, sedangkan kelompok
kontrol belum ada yang mengalami
perubahan, akan tetapi perbedaan ini
ternyata tidak bermakna secara statistik
(p =0,106). Perbedaan nilai rata-rata
kadar zat anti-HBs antara kelompok
pengobatan dengan kontrol setelah
perlakuan pertama juga tidak berbeda
bermakna (p >0,05).
Hasil perlakuan kedua.
Perubahan serokonversi dan peningkatan
nilai rata-rata kadar zat anti-HBs pada
kedua kelompok setelah perlakuan
kedua, dapat dilihat dalam tabel 5, 6 dan
7.
Tabel 5. Serokonversi setelah perlakuan kedua
Kelompok positif negatif J umlah P
Levamisol 13 6 19
Kontrol 12 5 17 0,824
J umlah 25 11 36
Tabel 6. Kadar zat anti-HBs setelah perlakuan kedua
(berdasarkan data seluruh peserta)
Kelompok Rata-rata (mIU/ml) SD P
Levamisol 340,44 215,02
Kontrol 338,79 220,98 0,986
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
Efek imunopotensial levamisol
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2 73
Tabel 7. Kadar zat anti-HBs setelah perlakuan kedua
(berdasarkan peserta seropositif)
Kelompok Rata-rata (mIU/ml) SD P
Levamisol 497,57 89,30
Kontrol 479,96 141,59 0,825
Setelah perlakuan kedua, terlihat peningkatan yang berarti baik dalam hal serokonversi
maupun nilai rata-rata kadar zat anti-HBs. Hasil uji statistik menunjuk-kan perbedaan
antara kelompok pengobatan dengan kelompok kontrol tidak bermakna (p >0,05).
Hasil perlakuan ketiga.
Serokonversi setelah perlakuan ketiga
dapat dilihat di tabel 8, nilai rata-rata
kadar zat anti-HBs untuk kelompok
pengobatan dan kelompok kontrol terlihat
di tabel 9 dan 10.
Tabel 8. Serokonversi setelah perlakuan ketiga.
Kelompok positif negatif J umlah P
Levamisol 15 4 19
Kontrol 16 1 17 0,342
J umlah 31 5 36
Tabel 9. Kadar zat anti-HBs setelah perlakuan ketiga
(berdasarkan data seluruh peserta)
Kelompok Rata-rata (mIU/ml) SD P
Levamisol 425,78 188,30
Kontrol 525,35 201,11 0,361
Tabel 10. Kadar zat anti-HBs setelah perlakuan ketiga
(berdasarkan peserta seropositif)
Kelompok Rata-rata (mIU/ml) SD P
Levamisol 539,78 117,53
Kontrol 558,18 201,13 0,854
Secara statistik perbedaan jumlah
serokonversi dan nilai rata-rata kadar zat
anti-HBs pada kedua kelompok setelah
perlakuan ketiga, juga tidak berbeda
bermakna.
PEMBAHASAN
Sebagai imunomodulator,
levamisol dikatakan berkhasiat me-
ningkatkan respons imunitas tubuh
terhadap imunogen
5,6,10,12
. Respons
imunitas ini selain dipengaruhi oleh dosis
juga ditentukan oleh waktu antara
pemberian obat dan imunogen
1,7,8
.
Renoux dkk
8
dengan memakai mencit
CD1 betina yang diimunisasi dengan sel
darah merah biri-biri, dapat membuktikan
bahwa jumlah plaque forming cells (PFC)
yang terjadi sangat bervariasi dan
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
Efek imunopotensial levamisol
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2 74
tergantung pada dosis dan saat levamisol
diberikan. Dosis levamisol yang paling
efisien ialah 2,5 mg/kg berat badan, yang
diberikan bersamaan dengan imunogen.
Dosis lebih kecil tidak efektif, sedangkan
dengan dosis tinggi justru terjadi
imunosupresi. Widjaja
13
melaporkan
bahwa mencit GR/HeA jantan yang diberi
levamisol bersamaan dengan vaksinasi
toksoid tetanus mensintesis zat anti lebih
cepat dibandingkan dengan kelompok
yang hanya diberi toksoid tetanus saja.
Penelitian pada manusia dilakukan oleh
Lods dkk.
4
, pemberian levamisol per oral
bersamaan dengan vaksin tifus, paratifus
A dan B, ternyata akan disertai
peningkatan sintesis zat anti yang nyata,
walaupun efek ini hanya terlihat kalau
levamisol diberikan sejak vaksinaasi
pertama.
Dosis levamisol yang diberikan dalam
penelitian ini ialah 2,5 mg/kg berat badan,
yaitu dosis yang diketahui paling efisien
8
. Levamisol diberikan dosis tunggal per
oral pada saat yang bersamaan dengan
vaksinasi. Sebagai imunogen ialah
vaksin HB-Vax II (MSD) dengan dosis 10
mcg tiap kali yaitu dosis baku untuk
imunisasi hepatitis B pada orang dewasa.
Hasil penelitian ini tidak menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara
kelompok yang diberi levamisol dengan
kelompok kontrol, baik dalam hal
serokonversi maupun peningkatan kadar
zat anti-HBs. Dua kesimpulan yang dapat
ditarik dari hasil penelitian ini ialah : 1)
levamisol tidak terbukti berkhasiat
sebagai suatu imunopotensiator atau 2)
levamisol sesungguhnya adalah suatu
imunopotensiator, tidak terbuktinya efek
imunopotensiasi dalam hasil penelitian ini
mungkin disebabkan oleh dosis baku
imunogen yang masih cukup tinggi (10
ug), sehingga keunggulan levamisol
dalam meningkatkan sifat imunogenik
suatu imunogen tertutup oleh dosis
imunogen yang tinggi pada kelompok
kontrol.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dibandingkan dengan kelompok kontrol,
dalam penelitian ini levamisol ternyata
tidak terbukti berkhasiat imunopotensiasi,
bila diberikan pada mahasiswa/i yang
berusia sekitar 20 tahun dan berat badan
sekitar 53 kg, dengan dosis tunggal
2,5/kg berat badan dosis tunggal secara
oral bersamaan dengan vaksinasi 10
mcg HB Vax-II (MSD). Ketidak
bermaknaan ini tetap terlihat, walaupun
perlakuan dilaksanakan sampai tiga kali.
Disarankan penelitian lanjutan dengan
memakai dosis vaksin yang lebih kecil
untuk mengevaluasi khasiat imunopo-
tensiasi levamisol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdalla, E.E, Adam, I.J ., Blair, G.E.,
Boylston, A, Sue-Ling, H.M., Finan, P,
J ohnston D. 1995. The immunomodulatory
effect of levamisole is influenced by
postoperative changes and type of
lymphocyte stimulant. Cancer Immunol
Immunother, 41 :193-8 (abst.).
2. Campo, M., Chiavaro, I., Canfarotta, C.,
Stivala, F., Berrardini, A. 1982. Effect of
levamisole and methisoprinol on in vitro
lymphocyte reactivity in chronically
irradiated subjects and patients affected by
neoplasias. J Immunopharmacol ,4 :127-
37 (abst.).
3. Hassan, A. 1992. Pengobatan hepatitis
kronik dengan Interferon. Dalam :
Simposium nasional hepatitis. Yogyakarta
: Unit Penyakit Dalam FK-UGM/RSUP DR.
SARDJ J ITO, 49 - 67.
4. Lods, J .C., Dujardin, P., Halpern, G.
1975.Action of levamisole on antibody
protection after vaccination with anti-
typhoid and paratyphoid A and B. Ann
allergy, 34 : 210 - 212.
5. Parsad, D., Saini, R., Negi, K.S. 1999.
Comparison of combination of cimetidine
and levamisole with cimetidine alone in the
treatment of recalcitrant warts. Australas J
Dermatol, 40 : 93-5 (abst.).
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
Efek imunopotensial levamisol
J Kedokter Trisakti, Mei-Agustus 1999-Vol.18, No.2 75
6. Prakash, M.S., Rao, V.M., Reddy, V.
1998. Effect of levamisole on the
immune status of malnourished
children. J Trop Pediatr, 44 :165-6
(abst.).
7. Purzyc, L., Calkosinski, I. 1998. Ecto-
ATPase from rat lymphocytes--in vivo
studies on the influence of levamisole.
Pol J Pharmacol, 50 :239-51 (abst.).
8. Renoux, G., Renoux, M. 1974 Modulation
of immune reactivity by phenylimido-
hiazole salts in mice immunized by sheep
red blood cells. J Immunol, 113 : 779 - 90.
9. Soemohardjo, S.1992. Masalah hepatitis
virus di Indonesia. Dalam : Simposium
nasional hepatitis. Yogyakarta : Unit
Penyakit Dalam FK-UGM/RSUP DR.
SARDJ J ITO,1 - 23.
10. Sun, A., Chiang, C.P., Chiou, P.S., Wang,
J .T., Liu, B.Y., Wu, Y.C. 1994.
Immunomodulation by levamisole in
patients with recurrent aphthous ulcers or
oral lichen planus. J Oral Pathol Med.,23
:172-7 (abst.).
11. Umenai, T. 1993. Hepatitis B - global trend
and problem. Dalam : Kandun N. et. al.
(Eds) Simposium program pengembangan
imunisasi hepatitis B di Indonesia. J akarta :
Direktorat J enderal Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penye-hatan
Lingkungan Pemukiman Departemen
Kesehatan Indonesia, 1 - 2.
12. Waksal, S. 1978. Imunomodulation:
Imunopotentiation, tolerance, and imuno-
suppresion. In : Bellanti J A (eds.)
Imunology II. Tokyo : W.B. Saunders
company, Asian edition, Igaku Shoin LTD.,
243 - 65.
13. Widjaja, S. 1990 Imunopotensiasi
levamisol terhadap sintesis zat anti-
tetanus pada mencit jantan yang
diimunisasi dengan toksoid tetanus. Tesis
Magister Sains Patobiologi; Fakultas
Pascasarjana Universitas Indonesia,
J akarta.
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m
C
lic
k
t
o
b
u
y
N
O
W
!
P
D
F-XChan
g
e
w
w
w
.d
o
c u-t r ac
k
.c
o
m

You might also like