You are on page 1of 15

LAPORAN

PRAKTIKUM PLANT ANATOMY AND PHYSIOLOGY

PENGHAMBATAN TUMBUH TUNAS LATERAL


DAN
DOMINANSI TUNAS APIKAL

OLEH :
RIZKA HASANAH
F05112011
KELOMPOK 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI PGMIPAU


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

PENGHAMBATAN TUMBUH TUNAS LATERAL


DAN
DOMINANSI TUNAS APIKAL
Oleh :
RIZKA HASANAH
Pogram Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan MIPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Tanjungpura Pontianak

ABSTRACT
In general, plants grown with meristem cell development. Plant meristem cells are divided
into two based on the direction of growth and location. The apical meristem cell growth by
forming shoots upward. The lateral meristem cell growth by forming shoots sideways. The
purpose of this lab work is to examine the effect of auxin on the growth of lateral buds(shoot).
Auxin is an enzyme found in the apical shoot. A function to increase the growth rate of the
shoot apical direction. Materials used in practice this time are Green Bean Sprouts
(Phaesolus raditaus), IAA, distilled water. Support with a petri dish, cottons, a razor blade,
spatula and cardboard as support. Phaesolus raditaus observed with the three treatments,
Phaesolus raditaus without cut as a control variable, Phaesolus raditaus in pieces as
manipulation and Phaesolus radiatus cut and added IAA as the respond variable. A Results
showed that at the end of Phaseolus radiatus manipulation. Cut and experienced lengthening
of the IAA higher than that of mung bean sprouts (Phaseolus radiatus) and cut control. This
happens because the mung bean sprouts are cut and IAA, Auxin work higher so that meristem
divide continuously perform cell elongation. Phaesolus raditaus with held experienced cell
elongation more slowly, because the cut the branch inhibiting the elongation of the apical
bud and support the grown of lateral bud. And controls showed the same cell with the
respond variable.
Keyword : apical dominance, apical shoot, Auxin (IAA), lateral shoot, meristem tissue

ABSTRAK
Secara umum, tanaman tumbuh dengan perkembangan sel meristemnya. Sel meristem
tanaman terbagi atas dua berdasarkan arah pertumbuhan dan letaknya. Meristem apikal
yaitu pertumbuhan sel meristem dengan membentuk tunas ke arah atas. Meristem lateral
yaitu pertumbuhan sel meristem dengan membentuk tunas ke arah samping. Tujuan
praktikum ini yaitu untuk meneliti pengaruh Auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral.
Auksin ialah enzim yang terdapat pada tunas apikal. Auksin berfungsi untuk meningkatkan
laju pertumbuhan dari tunas ke arah apikal. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini
yaitu Kecambah Kacang Hijau (Phaesolus raditaus), IAA 400 ppm. Dengan bantuan cawan
petri, kapas,

silet, spatula dan kardus sebagai penunjang. Phaesolus raditaus diamati

dengan tiga perlakuan, Phaesolus raditaus tanpa dipotong sebagai variabel kontrol,
Phaesolus raditaus di potong sebagai manipulasi dan Phaesolus raditaus dipotong dan di
tambahkan IAA sebagai variabel respon. Hasil akhir menunjukkan bahwa pada Phaseolus
radiatus manipulasi, dipotong dan diberi IAA mengalami pemanjangan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) kontrol dan dipotong.
Hal ini terjadi karena pada kecambah kacang hijau dipotong dan diberi IAA, kerja auksin
lebih tinggi sehingga meristem terus menerus membelah melakukan pemanjangan sel.
Phaesolus raditaus yang dipotong mengalami pemanjangan sel yang lebih lambat, karena
kecamah yang dipotong menghambat terjadinya pemanjangan tunas apikal tetapi memacu
pertumbuhan tunas lateral. Dan kontrol menunjukkan pemanjangan sel yang sama dengan
variabel respon.
Kata kunci : Auksin (IAA), dominansi apikal, jaringan meristem, tunas apikal, tunas lateral,

PENDAHULUAN
Faktor

pertumbuhan

adalah

bahan

yang

dibutuhkan

oleh

sel

untuk

mempertahankan kelangsungan hidup dirinya tetapi sel tidak dapat memproduksi diri
sendiri (Suwasono,1986). Ditinjau dari asal senyawa itu faktor pertumbuhan dapat
dibedakan menjadi 2, yakni :
1. Pengatur tumbuh (growth regulator), yakni senyawa-senyawa yang datang dari luar
tumbuhan.
2. Hormon, yakni jika senyawa itu dihasilkan dari tubuh tumbuhan.

Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk (puncak) batang. Dominasi apikal
dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormon.
Dominasi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral
dalam hal pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk atau apikal, pertumbuhan tunas
lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk (Morris, 2006 ) .
Tunas apikal adalah tunas yang tumbuh di pucuk (puncak) batang. Dominasi apikal
dan pembentukan cabang lateral dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormon.
Dominasi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral
dalam hal pertumbuhan. Selama masih ada tunas pucuk/apikal, pertubuhan tunas lateral
akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi apikal disebabkan oleh auksin
yang didifusikan tunas pucuk ke bawah (polar) dan ditimbun pada tunas lateral. Hal ini
akan menghambat pertumbuhan tunas lateral karena konsentrasinya masih terlalu tinggi.
Pucuk apikal merupakan tempat memproduksi auksin (Dahlia, 2001).
Dominansi apikal disebabkan oleh auksin yang di difusikan tunas pucuk ke bawah (
polar ) dan ditimbun pada tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas
lateral karena konsentrasinya masih terlalu tinggi. Pucuk apikal merupakan tempat
memproduksi auksin (Dahlia, 2001).
Penghentian dominansi apikal sementara dengan memotong pucuk akan memengaruhi
kondisi hormon tanaman. Melalui perlakuan ini, auksin yang terakumulasi pada daerah
pucuk akan terdistribusi ke bagian meristem yang lain seperti buku di daerah dekat
mata tunas (Sutisna, 2010).

Berdasarkan kekuatan dominansi apical, tanaman dibedakan menjadi dua yaitu


dominansi apical yang kuat seperti pada tanaman Kalanchoe dan Bryophyllum dan
dominansi apical yang lemah seprti pada S. tubeorsum dan Solanum lycopersicum.
Dominansi apical dan pembentukan cabang lateral ini dipengaruhi oleh keseimbangan
konsentrasi hormone (Darmanti, 2009; Taiz and Zeiger, 1998 dan Hopkins, 1995).
Dominansi apikal dapat dikurangi dengan mendorong bagian pucuk tumbuhan
sehingga produksi auksin yang disintesis pada pucuk akan terhambat bahkan terhenti. Hal
ini akan mendorong pertumbuhan tunas lateral atau ketiak daun. Auksin yang terhenti
dapat digantikan dengan beberapa jenis hormon IAA yang berfungsi dengan Lanolin
untuk mengetahui pertumbuhan lateralnya (Salisbury, 1995).
Pemberian auksin pada tumbuhan yang telah dipangkas dapat menghambat pula
perkembangan tunas lateral, suatu keadaan yang mirip dengan dominansi tunas apikal,
dengan demikian tunas lateral tetap dominan (Katuuk, 1989).
Auksin berasal dari bahasa Yunani Auxano yang berarti tumbuh atau bertambah.
Auksin merupakan golongan dari substansi pemacu pertumbuhan tanaman dan morfogen
(fitohormon) yang paling awal ditemukan (Woodward, dkk,. 2005). Salah satu anggota
dari auksin yang paling dikenal adalah IAA. Suatu system sel tumbuhan memerlukan
auksin untuk pertumbuhan, pembagian tugas (divisi,) maupun ekspansi selular. Fungsi
auksin tergantung pada jaringan yang spesifik, seperti pada batang, akar, dan buah.
Auksin dapat memacu pemanjangan apical batang, ekspansi lateral rambut akar, atau
ekspansi isodiametrik dalam pertumbuhan buah. Beberapa kasus (pertumbuhan koleoptil),
auksin memacu ekspansi selular tanpa adanya pembagian divisi dalam sel tersebut. Kasus
lainnya, auksin dapat mendorong pembagian divisi dan ekspansi sel dalam jaringan yang
sama seperti inisiasi akar.
Auksin disintesis dalam jumlah besar dalam tunas apical tumbuhan dan bergerak
secara basipetal (kearah pangkal batang) ke seluruh bagian tumbuhan. Aliran auksin ini
berpengaruh

mendorong

pemanjangan

sel

batang

dan

sekaligus

menghambat

pertumbuhan tunas pada ketiak daun (tunas lateral). Hal ini mengakibatkan pertumbuhan
ke atas yang cepat. Bercabang atau tidaknya suatu tumbuhan biasanya bergantung pada
banyaknya auksin yang dihasilkan dalam tunas apical, tetapi juga dengan memberikan
senyawa-senyawa kimia tertentu atau dengan memberikan lingkungan fisik tertentu yang
dapat menurunkan kandungan auksin tumbuhan. Pemangkasan pucuk untuk mengatasi
dominansi apical diterapkan dalam praktek budidaya tanaman dengan tujuan membentuk
tanaman atau membuatnya tumbuh menyemak. Pemberian auksin pada tumbuhan yang

telah dipangkas dapat menghambat pula perkembangan tunas lateral, suatu keadaan yang
mirip dengan dominansi tunas apical, dengan demikian tunas lateral tetap dominan
(Katuuk, 1989).
Variation in branching pattern is one of the main factors contributing to the vast
diversity in shoot architecture found amongst plants. This variability is in turn influenced
by patterns of axillary shoot meristem initiation, lateral shoot bud development and
lateral shoot branch outgrowth. Among the flowering plants, shoot branches are derived
from axillary meristems initiated in the axils of leaves (Steeves and Sussex, 1989).
Axillary meristems, which subsequently function as shoot apical meristems (SAMs),
provide plants with unlimited growth potential. As long as the plant maintains a group of
these meristematic cells in the vegetative state, shoot growth and development is indeterminate and the plant has the potential for an open-ended perennial lifespan (Alvarez,
2006).
Alvares, dalam jurnalnya yang berjudul The Origin, Initiation and Development of
Axillary Shoot Meristems in Lotus japonicus mengatakan bahwa variasi dalam pola
percabangan merupakan salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap keragaman
luas percabangan tunas. Variabilitas ini pada gilirannya dipengaruhi oleh pola tunas
aksiler inisiasi meristem, pengembangan tunas tunas lateral dan tunas cabang lateral
perkembangan. Di antara tanaman berbunga, tunas yang berasal dari meristem aksila
dimulai pada axils daun. Meristem aksila, yang kemudian berfungsi sebagai tunas
meristem apikal (SAM), menyediakan tanaman dengan potensi pertumbuhan yang
terbatas. Namun, jika tanaman mempertahankan sekelompok sel-sel meristematik di
daerah vegetatif, pertumbuhan dan perkembangan tunas menjadi berpotensi semakin
besar (Alvarez, 2006).
Untuk menjawab permasalahan diatas maka tujuan pada praktikum kali ini adalah
meneliti pengaruh auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral.

METODOLOGI
Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium pendidikan Biologi FKIP Untan
pada hari Kamis, 17 April 2014 sebagai hari pertama, pada hari Senin, tanggal 21
April 2014 dilakukan perlakuan kemudian hari Sabtu,

26 April dilakukan

pengamatan akhir.
Praktikum ini menggunakan bahan utama yaitu kecambah kacang hijau
(Phaseolus radiatus), pasta IAA 400 ppm dan air. Ada pun alatnya yaitu : cawan
petri, kapas, pisau silet, kardus tertutup.
Adapun cara kerja pada pengamatan ini yaitu disediakan 3 cawan petri yang
masing-masing berisi 3 kecambah. Cawan petri pertama sebagai kontrol, cawan petri
kedua yang dipotong dan cawan petri ketiga yang dipotong dan diberi IAA. Ketiga
cawan petri yang berisi kecambah dibiarkan sampai berumur 5 hari di dalam cawan
petri yang diberi kapas dan air. Kemudian kecambah dimasukkan ke dalam kardus
dalam keadaan tertutup. Perkecambahan dilakukan di ruang gelap. Setelah 7 hari, 1
cawan petri yang berisi kecambah kacang hijau (Phaseolus radiatus) dipotong
pucuknya tepat dengan pisau silet, satu cawan petri lagi di potong bagian ujung
tunasnya jadi sisa batangnya saja lalu diberi pasta IAA. Cawan petri pertama
dibiarkan sebagai kecambah kontrol. Setelah 14 hari diukur panjang tunas lateral dan
apikal kecambah yang yang dipotong, dan kecambah dipotong dan diberi pasta. Hasil
pengukuran bandingkan dengan tunas lateral kecambah control.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh hormon
auksin terhadap pertumbuhan tunas lateral dan dominansi apikal kecambah. Pengamatan ini
dilakukan di tempat tertutup. Alasan pengamatan ini dilakukan di tempat tertutup karena
auksin lebih baik bekerja pada daerah gelap dan tidak terhambat sinar matahari. Dalam
pengamatan ini, dilakukan tiga perlakuan terhadap kecambah. Yang pertama, 3 buah
kecambah di simpan dalam satu cawan petri dan dijadikan sebagai kontrol. Tidak dilakukan
perlakuan selama 14 hari. Yang kedua, 3 buah kecambah disimpan dalam cawan petri kedua
dan diberi perlakuan dengan dipotong setelah 5 hari pengamatan. Dan terakhir, 3 buah
kecambah dalam cawan petri ketiga diberi perlakuan dengan dipotong setelah 5 hari, dan
diberi IAA. Hasil pengamatan menunjukkan data seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Penghambatan Tumbuh Tunas Lateral dan Dominansi Tunas Apikal
Perlakuan

Ulangan

Panjang
Sebelum
Perlakuan (cm)

Panjang
Sesudah
Perlakuan
(cm)

Pertambahan
Panjang

22,7

40,5

17,8

21,2

36,5

15,3

20,3

45

24,7

21,4

40,67

19,27

20,5

40,5

20

23,4

40,42

17,02

19,6

32,5

12,9

21,17

37,81

16,64

19,6

40

20,4

18,8

40,5

21,7

Kontrol

Rata-rata
Potong

Rata-rata
Potong +
IAA

Keterangan

3
Rata-rata

21,4

41,5

20,1

19,93

40,67

20,73

Grafik perbandingan panjang sebelum, seduah dan hasil pemanjagangan tunas apikal

Jumlah Pertambahan Panjang

Grafik Perbandingan Pertambahan Tunas


Apikal dan Lateral Kecambah
40.67

21.4

40.67

37.81

19.27

KONTROL

21.17

19.93

16.64

DI POTONG

20.73

POTONG + IAA

Kecamabah dengan 3 perlakuan


sebelum perlakuan

sesudah perlakuan

pertambahan panjang

Pada perlakuan pertama yaitu kecambah kontrol dengan pengamatan selama 14 hari,
setelah 5 hari ia memiliki panjang 21,4 cm. Setelah 14 hari pengamatan panjang
kecambah menjadi memiliki panjang 40,67 cm. Pertambahan panjang kecambah menjadi
19,27 cm. Kemudian kecambah yang diberi perlakuan dengan dipotong selama 5 hari
pertambahan panjang dari 21,17 menjadi 37,81 berarti memiliki selisih 16,64 cm. Dan
kecambah yang dipotong dan diberi IAA, memiliki pertambahan panjang sebesar 20,73
cm, dengan panjang awal 19,93-40,67 cm. Berdasarkan pengamatan, tampak jelas bahwa
yang memiliki panjang lebih tinggi adalah kecambah yang diberi perlakuan setelah
dipotong dan diberi IAA. Hal ini membuktikan bahwa kecambah yang dipotong
kemudian diberi IAA memiliki kerja auksin yang lebih baik karena ketika terjadinya
pertumbuhan tunas apikal selama 5 hari, apikal akan terus tumbuh dibantu dengan adanya
hormon pertumbuhan (auksin) pada tunas apikal. Namun ketika ia dipotong setelah 5 hari,
pemanjangan tunas apikal ini menjadi berhenti. Namun kerja auksin ini digantikan oleh
IAA, dengan diioleskan IAA lagi pada daerah yang dipotong maka IAA bekerja sebagai
pengganti auksin, sehingga pertumbuhan tunas apikal akan manjadi aktif kembali

mengakibatkan pemanjangan tunas apikal pada kecambah yang dipotong dan dioleskan
IAA tetap yang tertinggi. Dengan tetap bertambahnya panjang dari tunas apikal ini
disebutlah dengan dominansi tunas apikal. Yaitu keadaan dimana tunas apikal tetap
tumbuh tanpa terpengaruh dan terhambat oleh tunas lateral. Sesuai dengan pernyataan
Suwasono, 1986 yaitu jika meristem apikal diganti dengan sumber IAA yang dapat
mendorong atau menghambat tumbuh tergantung konsentrasinya dan jenis jaringan
dimana IAA berkerja. Meristem apikal dan daun-daun muda adalah pusat-pusat sintesa
IAA, dan IAA dari pusat-pusat ini ditransport ke bagian bawah batang sehingga
menghambat pertumbuhan tunas lateral. Tunas lateral ketiak daun tua tidak cukup kuat
dihambat kerena konsentrasi IAA yang rendah dan dapat berkembang menjadi cabang.
Katuuk, (1989) juga menambahkan bahwa pemberian auksin pada tumbuhan yang telah
dipangkas dapat menghambat pula perkembangan tunas lateral, suatu keadaan yang mirip
dengan dominansi tunas apikal, dengan demikian tunas apikal tetap dominan.
Kemudian, untuk kecambah yang dipotong dan tanpa diberi IAA memiliki panjang
yang lebih pendek yaitu 16,64 cm hal ini dikarenakan meristem apikal yang terdapat pada
kecambah tidak ada lagi, dalam artian dipotong. Berarti mengambat terjadinya
pertumbuhan tunas apikal (pertumbuhan tunas ke atas). Cara memotong bagian tunas
apikal ini adalah untuk melihat pertumbuhan tunas lateral kecambah. Ketika tunas apikal
dipotong, auksin yang terdapat pada bagian ini akan hilang. Sehingga pertumbuhan tunas
apikal terhambat dan pertumbuhan tunas lateral terjadi. Pertumbuhan tunas lateral adalah
pertumbuhan tunas ke arah samping yang terdapat pada ketiak daun. Pertumbuhan tunas
lateral terjadi jika hormon auksin tidak bekerja, oleh sebab itu pada pengamatan ini tunas
apikal dipotong karena pada tunas apikal terdapat hormon auksin yang bekerja.
Pengamatan ini sesuai dengan Dominansi apikal dapat dikurangi dengan mendorong
bagian pucuk tumbuhan sehingga produksi auksin yang disintesis pada pucuk akan
terhambat bahkan terhenti. Hal ini akan mendorong pertumbuhan tunas lateral atau ketiak
daun. Auksin yang terhenti dapat digantikan dengan beberapa jenis hormon IAA yang
berfungsi dengan Lanolin untuk mengetahui pertumbuhan lateralnya (Salisbury, 1995).
In many plant species, the intact main shoot apex grows predominantly and axillary
bud outgrowth is inhibited. This phenomenon is called apical dominance, and has been
analyzed for over 70 years. Decapitation of the shoot apex releases the axillary buds from
their dormancy and they begin to grow out. Auxin derived from an intact shoot apex
suppresses axillary bud outgrowth, whereas cytokinin induced by decapitation of the
shoot apex stimulates axillary bud outgrowth. Apical dominance is a phenomenon in

which a main shoot in an intact plant grows predominantly while suppressing the
outgrowth of axillary buds. After loss of the main shoot, the dormant axillary buds
immediately begin to grow out as a main shoot to replace the lost apex, thereby allowing
the plant to survive. A main shoot derives from the activity of the primary shoot apical
meristem (SAM). Axillary buds also derive from the primary SAM in a developmental
process that generally involves two phases. (1) The axillary meristem is formed from
groups of meristematic cells, which originate directly from detached parts of the primary
SAM of the main shoot. The axillary meristem produces axillary buds located on the axil
of the leaf primordia. (2) After axillary buds are fully developed and have reached a
certain size depending on the plant species, growth ceases and the axillary bud becomes
dormant (Sato, Tanaka and Hitoshi Mori, 2008 ).
Dalam jurnal Plant Mol Bio, Sato mengatakan bahwa dalam banyak spesies tanaman,
apeks pucuk utama jika ia tumbuh dominan dan perkembangan tunas aksila terhambat.
Fenomena ini disebut dominasi apikal, dan telah dianalisis selama lebih dari 70 tahun.
Pemenggalan kepala daerah apeks pucuk melepaskan tunas ketiak dari dormansi mereka
dan mereka mulai tumbuh. Auksin berasal dari apeks pucuk utuh menekan perkembangan
tunas aksila, sedangkan sitokinin disebabkan oleh pemenggalan kepala daerah apeks
pucuk merangsang tunas ketiak perkembangan. Dominasi apikal adalah fenomena di
mana tunas utama dalam tanaman utuh tumbuh terutama saat menekan hasil dari tunas
ketiak. Setelah hilangnya tunas utama, tunas ketiak aktif segera mulai tumbuh keluar
sebagai tunas utama untuk menggantikan tunas yang hilang, sehingga memungkinkan
tanaman untuk bertahan hidup. Tunas utama berasal dari aktivitas utama pucuk meristem
apikal atau yang disebut dengan SAM, yang timbul selama embriogenesis. Tunas ketiak
juga berasal dari SAM utama dalam proses perkembangan yang umumnya melibatkan
dua tahap. ( 1 ) The aksila meristem terbentuk dari kelompok sel meristematik yang
berasal langsung dari bagian terpisah dari SAM utama dari tunas utama. The aksila
meristem menghasilkan tunas ketiak terletak di axil dari daun primordia. ( 2 ) Setelah
tunas ketiak sepenuhnya dikembangkan dan telah mencapai ukuran tertentu tergantung
pada spesies tanaman, pertumbuhan berhenti dan tunas ketiak menjadi dorman (
Sato,Tanaka dan Hitoshi Mori , 2008).
Untuk kecambah yang tanpa perlakuan, dan dibiarkan selama 14 hari memiliki
panjang yang tinggi hampir menyamai kecambah yang dipotong dan diberi IAA. Karena
pada kecambah ini tunas apikalnya terus melakukan pemanjangan konstan tanpa adanya
gangguan. Wattimena, (1998) berpendapat bahwa auksin berperan penting dalam

perubahan dan pemanjangan sel. Hormon auksin diproduksi secara endogen pada bagian
pucuk apikal tanaman. Fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses
mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan batang,
mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat
pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja hormon auksin ini sinergis
dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin. Tumbuhan yang pada salah satu sisinya
disinari oleh matahari maka pertumbuhannya akan lambat karena kerja auksin dihambat
oleh matahari tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari
pertumbuhannya sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat, sehingga hal ini akan
menyebabkan ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang
disebut dengan fototropisme.
Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai
jarak tertentu dari pucuk. Pada batang sebagian besar, kuncup apikal memberi pengaruh
yang menghambat kuncup terhadap tunas lateral dengan mencegah atau menghambat
perkembangannya. Produksi kuncup yang tidak berkembang mengandung pertahanan
pasif karena bila kuncup rusak kuncup samping akan tumbuh dan menjadi tajuk (Hilman,
1997).
Jadi, kita mengetahui bahwa tunas apikal dan tunas lateral bekerja dengan saling
berkompetisi. Ketika tunas apikal berkerja dengan rangsangan auksin, ia akan menekan
pertumbuhan lateral di ketiak daun. Dengan memotong bagian tunas kecambah,
pertumbuhan lateral dapat terjadi.pertumbuhan lateral juga dirangsang oleh hormon
sitokinin. Auksin dan sitokinin dapat menjadi faktor pertumbuhan tunas apikal daun.

KESIMPULAN
Meristem apikal suatu tumbuhan ditentukan oleh kerja auksin pada tunas apikalnya. Semakin
besar konsentrasi Auksin maka semakin tinggi pertumbuhan tunas apikal. Kerja tunas apikal
dapat dirangsang dengan memberikan pasta IAA 400 ppm yang merupakan zat kimia
pengganti Auksin. Ketika auksin terus tumbuh tanpa terhambat oleh tunas laertal dan
matahari, peristiwa ini disebut dominansi tunas apikal. Tunas apikal dapat dihambat
pertumbuhannya dengan memotong bagia ujung tunas. Cara ini menyebabkan hormoan
auksin yang terdapat pada bagaian ersebut hilang. Sehingga tunas apikal tidak dapat bekerja.
Ketika tunas apikal terhenti pertumbuhannya, maka tunas lateral dengan bantuan sitokinin
akan tumbuh. Namun pertumbuhannya kesamping oleh karena itu, ketika kecambah dipotng

tanpa diberi IAA lebih pendek panjangnya karena pertumbuhannya kesamping bukan ke atas.
Faktor yang mempengaruhi tunas apikal dan lateral yaitu auksin pada sebagian, sitokinin, air
dan cahaya matahari.
SARAN
Kedepannya, kegagalan praktikum karena kelalaian praktikan diharapakan dapat
diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Alvarez, Nena De G. 2006. The Origin, Initiation and Development of Axillary Shoot
Meristems in Lotus japonicus. Annals of Botany 98: 953963. Grasslands Research
Centre, AgResearch, Private Bag 11008, Palmerston North, New Zealand

Dahlia. 2001. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Malang: UM Press.


Darmanti. 2009. Struktur Dan Perkembangan Daun AcalyphaindicaL Yang Diperlakukan
Dengan Kombinasi IAA Dan GA Pada Konsentrasi Yang Berbeda. Jurnal ( Vol 11 )
No. 1 Hal:40-45.
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:uhyr8vYl5CgJ:eprints.undip.ac.id/6199/1/Sri_d
armanti,_Perlakuan_Defoliasi.pdf+penghambat+tumbuh+tunas+lateral.html.Diakses tanggal 9
mei 2014.

Hilman. 1997. Pertumbuhan Tanaman Tinggi. Yogyakarta: Cakrawala.

Hopkins. 1995. Introduction to Plant Physiology. New York: John Willey and Sons, Inc
Katuuk. 1989. Tehnik Kultur Jaringan dalam Mikropropagasi Tanaman. Jakarta:
Departemen Pendidikan.
Morris. 1996. Exogenous Auxin Effects on Lateral Bud Outgrowth in Decapitated Shoots.
Journals Annals of Botany 78: 255 266.
Salisbury. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I edisi IV. Bandung: ITB Press.
Sato,Sae Shimizu; Tanaka,Mina and Mori,Hitoshi. 2008. Auxincytokinin interactions in the
control of shoot branching. Plant Mol Biol. 69:429435.

Sutisna. 2010. Teknik Mempercepat Pertumbuhan Tunas Lateral untuk Perbanyakan


Vegetativ Anthurium dengan Aplikasi GA3 dan BA. ( Vol. 15 ) No. 2 . hal: 56-59.
Suwasono, Heddy. 1986. Fisiologi Tumbuhan : Hormon Tumbuhan. Jakarta : Rajawali.
Taiz L. and E. Zieger, 1998. Plant Physiology. Sinauer Associates:

Inc., Publisher,

Sunderland, Massachusetts.
Wattimena. 1998. Zat Pengatur Tubuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas Bogor.

Woodward AW, Bartel B. 2005. Auxin: regulation, action, and interaction. (Online). Ann
Bot (Lond) 95:707735. http://doi:10.1093/aob/mci083. Diakses tanggal 9 Mei
2014.

LAMPIRAN
Dokumentasi beberapa foto saat pengukuran hari Senin, 21 April 2014

You might also like