You are on page 1of 38

HASIL PENELITIAN TUGAS AKHIR

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BEDAH


DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTES KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN ANTARA KEPARAHAN FRAKTUR MANDIBULA


DAN KEPARAHAN CEDERA KEPALA

OLEH:
ANDI FALATEHAN
PEMBIMBING:
Dr. EDDY SUTRISNO H., SpBP

SUB BAGIAN BEDAH PLASTIK DAN REKONSTRUKSI


DEPARTEMEN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

ABSTRACT
Background. There were studies about mandible fractures indicated that mandible fractures
have certain correlations with head injuries. One of them said that among patients with facial
bones fractures, patients with mandible fractures could suffer more severe head injury. Other
study mentioned that the more severe ones mandible fractures the less likely one had loss of
consciousness.
Method. The study was held at two teaching hospitals of FK-USU Medan during a periode of six
months. Patients admitted to emergency units of those hospitals with broken jaws were
evaluate according ATLS procedures. In secondary survey the broken jaws were evaluated
thoroughly, including the x-ray examinations wether the patients had one, two or more than
two lines of fractures of the mandible. Simultaneously the severity of the head injury were
being evaluated wether the patients had mild, moderate or severe head injury based on
Glasgow Coma Scale. The datas will be analyzed descriptively and statistically with SPSS 15.0
programs.
Results. There were only 16 patients included in the study, 13 males and 3 females. Their age
were ranged between 12 to 65 years old. The cause of the injuries were all traffic accident.
Eleven patients with 1 line fracture, 2 with 2 lines frctures and 3 with more than two lines of
fractures. The angle of mandible was the most frequently involved within 6 cases,
parasimphises involved in 5 cases, alveolars in 4 cases, body in 3 cases and simphises in 2 cases.
Fifteen patients with mild head injuries, only 1 with moderate head injury and none with severe
head injury. Eight with loss of consciousness and 8 without.
Discussion. Since there were not enough samples to be analyzed statistically, the report was
only descriptively. Alike previous study of Ajmal (2007) most cause of broken jaw was traffic
accident. Six over 16 patients had lines of fractures involving mandible angle, as King and Bewes
(2002) mentioned in their book. There was tendency of lost consciousness mare frequent
among patients with less lines of fractures on their broken jaws, just like Hung (2005)
mentioned in her study. The correlations between the severity of mandible fractures and head
injuries cannot be analyzed in this study.
Summary. Caused by lack of samples, this study can not tell if there was any correlations
between the severity of mandible fractures and the severity of head injuries.
Key words : mandible, fracture, head injury.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Wajah secara topografis merupakan bagian tubuh yang tidak terlindungi dan mudah

terpapar trauma, sehingga cedera wajah merupakan merupakan cedera yang sangat sering
dijumpai. Fraktur tulang wajah paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalulintas dan
perkelahian, sehingga umumnya merupakan kasus multiple trauma. Meskipun fraktur tulang
wajah sendiri jarang membutuhkan tindakan bedah segera, namun cedera yang menyertai sering
merupakan kasus bedah emergensi.(Schwartz, 2003)
Trauma maxillofacial merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan di
seluruh dunia. Hal ini berhubungan dengan tingginya insidensi fraktur tulang wajah dengan
berbagai kombinasi, dengan fraktur mandibula sabagai salah satu yang paling sering didapati.
Kecelakaan lalulintas dilaporkan sebagai penyebab tersering dari fraktur mandibula di negaranegera berkembang, sedangkan di negara-negara

maju penyebab terseringnya adalah

perkelahian (Ajmal, 2007).


Rai (2006) menyebutkan tulang wajah yang paling sering mengalami fraktur adalah
mandibula (61%), diikuti zygoma (27%) dan tulang hidung (19,5%).
Penelitian di RSCM menyebutkan sejumlah 494 kasus fraktur tulang muka dalam 4
tahun, setara dengan 10,3 kasus perbulan (Moenadjat, 2002). Pasien-pasien dengan fraktur tulang
wajah sering memiliki cedera penyerta, tersering adalah trauma kepala (Sukasah, 1998)

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Penelitian oleh Fawzy dan Sudjatmiko (2007)

di

RSCM Jakarta menemukan

rata-rata 14,3 kasus fraktur tulang muka setiap bulannya, 31,4% diantaranya disertai cedera
otak serius. Penelitian tersebut menemukan fraktur mandibula sebagai yang tersering (31,30%),
diikuti oleh fraktur maksila (23,48%). Penelitian ini menyimpulkan bahwa adanya fraktur tulang
muka 1/3 tengah mengurangi resiko terjadinya cedera otak traumatika yang lebih berat,
sementara fraktur mandibula menambah resiko terjadinya cedera otak yang lebih berat, dimana
keparahan cedera otak dinilai berdasarkan SKG.
Berdasarkan SKG cedera otak dibagi atas :
1. cedara otak ringan SKG 14 15
2. cedera otak sedang SKG 9 13
3. cedera otak berat SKG < 9
Di lain pihak, penelitian Hung (2005) terhadap 225 pasien fraktur mandibula menemukan
bahwa pasien dengan fraktur mandibula yang lebih berat, lebih kecil kemungkinannya untuk
mengalami penurunan kesadaran dibanding dengan pasien dengan fraktur mandibula yang lebih
ringan. Pada kelompok pasien yang tidak mengalami penurunan kesadaran, 46% mengalami
fraktur mandibula dengan satu garis fraktur, 46 % dengan dua garis fraktur dan 8 % dengan tiga
garis fraktur, sedangkan pada kelompok pasien yang mengalami penurunan kesadaran, 73%
mengalami fraktur mandibula dengan satu garis fraktur, 27% dengan dua garis fraktur dan tidak
ada yang dengan tiga garis fraktur.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Di Medan belum pernah dilaporkan bagaimana hubungan antara keparahan fraktur


mandibula dengan berat ringannya cedera otak yang menyertai.

1.2. Perumusan Masalah


Apakah ada hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan keparahan cedera
kepala yang menyertai.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

BAB II
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

2.1. Tujuan Penelitian


Untuk menentukan bagaimana hubungan antara keparahan fraktur mandibula dengan
berat ringannya cedera kepala pada kasus- kasus trauma.

2.2. Manfaat Penelitian


Diharapkan penelitian ini dapat menjadi penelitian awal untuk dilanjutkan sebagai
penelitian berkesinambungan dalam rangka menambah pengetahuan calon ahli bedah tentang
hubungan antara pola fraktur mandibula dengan derajat cedera kepala pada pasien trauma, untuk
kepentingan ilmiah dan pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan angka mortalitas maupun
morbiditas pada kasus-kasus trauma.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Mandibula memiliki struktur anatomis seperti balok melintang dengan dua pennyangga
yang terhubung dengan dasar tengkorak melalui sendi temporo mandibular. Hubungan ini
membentuk struktur seperti cincin yang rentan terhadap pola fraktur tertentu. Otot-otot masseter,
pterygoid medial, pterygoid lateral dan temporalis merupakan otot-otot mastikasi yang
memproduksi gerakan sekaligus penahan mandibula. Arah tarikan dari otot-otot ini menentukan
stabilitas dari pola fraktur mandibula tertentu, sehingga fraktur mandibula dapat dibedakan
sebagai yang favourable dan unfavourable (Peltier, 2004).
Fraktur mandibula paling sering dialami oleh laki-laki dewasa. Fraktur dapat single atau
multiple. Fraktur mandibula juga dapat diklasifikasikan berdasarkan ada atau tidaknya gigi yang
tanggal pada daerah fraktur. Fraktur klas I jika gigi masih ada pada kedua sisi garis fraktur, klas
II jika ada gigi yang tanggal pada salah satu sisi garis fraktur dan klas III jika gigi tanggal pada
kedua sisi garis fraktur. (Stierman , 2000).
Kekuatan benturan yang dibutuhkan untuk menyebabkan fraktur masing-masing tulang
wajah sudah pernah diteliti. Penelitian tersebut membaginya menjadi high impact (lebih dari 50
kali gaya gravitasi) dan low impact (kurang dari 50 kali gaya gravitasi). Fraktur rim supraorbital ,
simfisis mandibula, glabella dan angulus mandibula tergolong fraktur high impact, sedangkan
fraktur zygoma dan tulang hidung tergolong fraktur low impact.(Widell, 2005)

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Fraktur mandibula dapat bersifat unilateral atau bilateral. Bagian tulang yang paling
lemah dan tempat fraktur yang paling sering adalah : (1) kolum kondilus, (2) angulus mandibula
dan (3) regio premolar. Fraktur pada angulus dan corpus mandibula adalah fraktur terbuka, tapi
tidak pada fraktur rami, kondilus atau prosesus koronoideus. Seringkali pasien fraktur mandibula
disertai dengan cedera yang lain, dan kombinasi pada cedera rahang dan kepala sangat umum
terjadi. (King dan Bewes, 2002)
Secara keseluruhan, keparahan fraktur mandibula dapat berupa ada atau tidaknya
displacement ( favourable atau unfavourable), letak garis fraktur (simfisis, angulus, ramus dll),
ada atau tidaknya avulsi gigi di daerah fraktur (klas I, klas II atau klas III), unilateral/bilateral
atau jumlah garis fraktur (single atau multiple).

Diperlukan pemeriksaan yang menyeluruh terhadap tulang wajah pada pasien dengan
fraktur mandibula, karena sering terdapat cedera yang multiple. Secara khusus pemeriksaan
terhadap adanya fraktur mandibula adalah :

Uji stabilitas gigi dan inspeksi terhadap adanya perdarahan pada gusi, sebagai symptom
adanya fraktur alveolar.

Memeriksa ada tidaknya maloklusi dan step-off

.Melakukan palapasi terhadap mandibula untuk mencari adanya rasa sakit, bengkak dan
step-off disepanjang simfisis, corpus dan prosesus coronoideus anterior.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Memeriksa adanya edema yang terlokalisir atau ekimosis pada dasar mulut.

Jika ada gigi yang hilang, pastikan bahwa gigi tersebut tidak teraspirasi.

Lakukan inspeksi di anterior lubang telinga, apakah terlihat ekimosis dan lakukan
palpasi untuk menentukan adanya rasa sakit.

Area ini adalah kondilus mandibula

yang sering tak terlihat pada pemeriksaan radiologis.

Fraktur mandibula dianggap terjadi jika pada pasien ditemukan adanya kesulitan
membuka mulut, trismus, maloklusi gigi, atau teraba step-off pada simfisis, angulus atau
korpus mandibula. Perdarahan gusi didasar
gigi juga menunjukkan adanya fraktur mandibula, terutama jika terjadi malalignment
gigi. Edema atau ekimosis dapat ditemukan pada dasar mulut. Defisit neurologis dapat
ditemukan berupa hipestesia di alveolar inferior dan mentum.

Pemeriksaan Radiologis :

Yang terbaik adalah foto panorama view / Panorex. Namun jika foto ini tidak dapat
dilakukan, lakukan foto rutin mandibula.

Foto rutin mandibula mencakup proyeksi AP dan lateral oblique bilateral untuk melihat
angulus dan korpus mandibula.

Foto submental juga dapat membantu memastikan kondisi simfisis mandibula.(Widell,


2005).

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Dalam kondisi yang amat terbatas schedell photo proyeksi AP dan Lateral saja sudah
cukup memadai.

Lebih dari 80% penderita cedera yang datang ke ruang emergensi selalu disertai dengan
cedera kepala. Sebagian besar penderita cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalulintas
berupa tabrakan sepeda motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya
disebabkan oleh jatuh dari ketinggian, tertimpa benda, olah raga, korban kekerasan dan lain-lain.
Cedera kepala dapat melibatkan setiap komponen yang ada pada kepala, mulai dari bagian
terluar (scalp) hingga bagian terdalam (intracranial). Setiap komponen yang terlibat memiliki
kaitan yang erat dengan mekanisme cedera yang terjadi.(Japardi, 2005)
Cedera otak dapat dibedakan atas kerusakan primer dan sekunder.

Kerusakan primer, yaitu kerusakan otak yang timbul pada saat cedera, sebagai akibat dari
kekuatan mekanik
yang menyebabkan deformasi jaringan. Kerusakan dapat bersifat fokal ataupun difus.

Kerusakan sekunder, yaitu kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari
kerusakan primer termasuk kerusakan oleh karena hipoksia, iskemia, pembengkakan
otak, tekanan tinggi intra karanial, hidrosefalus dan infeksi. Berdasarkan mekanismenya
kerusakan ini dapat dikelompokkan atas dua, yaitu kerusakan hipoksi-iskemik
menyeluruh dan pembengkakan otak menyeluruh.(Japardi, 2005)

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Pemeriksaan neurologis yang harus segera dilakukan terhadap penderita cedera kepala
segera setelah resusitasi meliputi
1. Tingkat kesadaran
2. Pupil dan pergerakan bola mata.
3. Reaksi motorik terhadap rangsang dari luar
4. Reaksi motorik terbaik
5. Pola pernapasan .

Tingkat kesadaran dinilai dengan Skala Koma Glasgow

(SKG), yang terdiri dari 3

komponen, yaitu : respon mata, respon motorik dan respon verbal.


Nilai tertinggi dari pemeriksaan SKG adalah 15 dan terendah adalah 3. Berdasarkan nilai SKG,
cedera kepala dapat dibagi atas:
1. Cedera kepala ringan (mild head injury) G 14 15
2. Cedera kepala sedang(moderate head injury) SKG 9 13
3. Cedera kepala berat (severe head injury) SKG < 9

(Japardi, 2006)

Skala Koma Glasgow diciptakan oleh Jennette dan Teasdale pada tahun 1974. Sejak itu
SKG menjadi tolok ukur beratnya cedera kepala. SKG seharusnya sudah diperiksa pada
penderita pada awal cedera, terutama sebelum dilakukan intubasi dan mendapat obat-obat
paralitik.(Sostrodiningrat, 2007)

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Cross Sectional

2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit-Rumah Sakit

Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatera Utara.

3. Objek Penelitian
- Sampel

Seluruh pasien yang masuk ke Unit Gawat Darurat


Rumah Sakit Pendidikan FK USU dengan fraktur
mandibula akibat trauma, dengan atau tanpa tandatanda cedera kepala ringan, sedang atau berat, atau
cedera lainnya.

- kriteria inklusi

1.

Seluruh pasien dengan fraktur mandibula

2.

Penderita bersedia menjalani pemeriksaan


fisik

terhadap cedera yang diderita pada

kepala dan mandibulanya.


3.

penderita bersedia menjalani pemeriksaan


radiologis yang diperlukan untuk menunjang
diagnosa.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

- kriteria eksklusi

Penderita

yang

pemeriksaan

tidak

fisik

dan

bersedia

menjalani

radiologis

terhadap

cederanya.
4. Waktu Penelitian

5. Pelaksanaan Penelitian

Dilakukan 6 bulan (Maret s/d September 2008).

Penderita yang datang ke Unit Gawat Darurat akibat


trauma menjalani prosedur penanganan sesuai
prinsip ATLS.

Pada secondary survey dilakukan pemeriksaan fisik


yang lebih teliti terhadap cedera pada kepala dan
wajahnya,

termasuk

pameriksaan

terhadap

mandibula serta menghitung ulang SKG.

Apabila secara klinis ditemukan fraktur mandibula,


dilakukan pemeriksaan radiologis Schedell Photo
AP dan Lateral.

Dengan

hasil

X-Ray

mandibula

ditentukan

keparahan fraktur mandibula yang diderita :

Ringan ditemukan 1 garis fraktur

Sedang ditemukan 2 garis fraktur

Berat ditemukan 3 atau lebih garis


fraktur

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

(Hung, 2005)

Dengan SKG ditentukan keparahan cedera kepala


yang diderita :

6, Pengolahan Data

Ringan SKG 14 15

Sedang SKG 9 13

Berat SKG < 9

Data yang diperoleh akan ditabulasi dan diuji


kemaknaannya dengan chi-square tests dengan
menggunakan program SPSS 15.0.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


Pada penelitian ini didapatkan 16 orang pasien dengan fraktur mandibula akibat trauma
yang masuk ke rumah sakit rumah sakit tempat pendidikan FK USU. Data mengenai pasienpasien tersebut terangkum dalam Table 1.
Table 1. Distribusi subjek penelitian.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

umur j.kel
MOI
12
LK
KLL
44
PR
KLL
50
LK
KLL
65
PR
KLL
45
LK
KLL
19
LK
KLL
18
LK
KLL
17
LK
KLL
50
LK
KLL
55
LK
KLL
26
LK
KLL
17
LK
KLL
25
LK
KLL
22
PR
KLL
23
LK
KLL
47
LK
KLL
Foto-foto terlampir

pgsn
+
+
+
+
+
+
+
+
-

SKG
15
15
15
14
15
15
15
15
12
14
15
15
15
15
15
15

Grs fx
1
1
1
>2
2
1
1
1
1
1
1
>2
1
2
>2
1

Lokasi fx
Corpus dextra
Angulus sinistra
Angulus dextra
Simfisis,parasimfisis,angulus dextra
Parasimfisis bilateral
Alveolar
Alveolar
Alveolar
Angulus dextra
Alveolar
Corpus sinistra
Parasimfisis dextra+angulus sin kom
Angulus sinistra
Simfisis+parasimfisis
Bilateral parasimfisis kominutif
Corpus dextra

Karena jumlah sampel yang sangat sedikit data-data yang didapatkan pada penelitian ini
tidak dapat dianalisa secara statistik untuk mengukur kemakanaannya. Oleh karena itu, pada
tulisan ini data yang didapat hanya dibahas secara deskriptif.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Dari data tersebut didapatkan subjek penelitian dengan usia dalam kisaran 12 65 tahun,
dengan usia rata-rata 33,4 tahun. Penyebab trauma seluruhnya berupa kecelakaan lalu-lintas.
Pasien laki-laki berjumlah 13 orang dan perempuan 3 orang (Gambar 1).

Berdasarkan jumlah garis fraktur, 11 orang memiliki 1 garis fraktur pada mandibulanya,
2 orang memiliki 2 garis fraktur dan 3 orang dengan lebih dari 2 garis fraktur (Gambar 2).
Sedangkan berdasarkan lokasi fraktur, 2 kasus melibatkan simfisis, 5 kasus melibatkan
parasimfisis ,3 kasus melibatkan corpus mandibula, 6 kasus melibatkan angulus mandibula dan
4 kasus melibatkan alveolar mandibula (Gambar 3).

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Berdasarkan keparahan cedera kepala, 15 orang

mengalami cedera kepala ringan

(SKG:14 15), hanya 1 orang dengan cedera kepala sedang (SKG:9 13) dan tidak ditemukan
pasien dengan cedera kepala berat (SKG <9) (Gambar 4). Berdasarkan ada atau tidaknya riwayat
penurunan kesadaran atau pingsan, 8 orang dengan riwayat pingsan dan 8 orang tanpa riwayat
pingsan (Gambar 5).

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Pada kelompok pasien laki-laki 10 dari 13 pasien mengalami fraktur mandibula dengan 1
garis fraktur, 1 pasien dengan 2 garis fraktur dan 3 pasien dengan lebih dari 2 garis fraktur.
Sedangkan pada kelompok perempuan masing-masing 1 pasien mengalami fraktur mandibula
dengan 1, 2 dan lebih dari 2 garis fraktur (Tabel 2; Gambar 6).

Tabel 2. Distribusi Jumlah Garis Fraktur Menurut Jenis Kelamin.


Jumlah garis fraktur
Jeniskelamin

1 grs fx

2 grs fx

>2 grs fx

Total

laki-laki

10

13

Perempuan

Total

11

16

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Gambar 6. Distribusi Jumlah Garis Fraktur Menurut Jenis Kelamin

Pada Tabel 3 diuraikan lokasi garis fraktur yang terlibat pada pasien menurut jenis
kelaminnya. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada penelitian ini didapatkan 11 pasien
fraktur mandibula dengan 1 garis fraktur, 2 pasien dengan 2 garis fraktur dan 3 pasien dengan >2
garis fraktur (Gambar 3), sehingga seluruhnya ada 21 garis fraktur. Tapi, salah satu dari 3 pasien
yang mengalami fraktur mandibula dengan lebih dari 2 garis fraktur, mempunyai lebih 1 dari
garis fraktur pada lokasi yang sama (kominutif). Sehingga secara keseluruhan ada 20 lokasi
fraktur yang terlibat. Lokasi fraktur tersebut adalah simfisis mandibula, parasimfisis mandibula,
corpus mandibula, angulus mandibula dan alveolar mandibula. Pada kelompok laki-laki 3 pasien
memiliki garis fraktur yang melibatkan parasimfisis mandibula, 3 pasien melibatkan corpus
mandibula, 4 pasien dengan garis fraktur yang melibatkan angulus mandibula dan 4 pasien
dengan garis fraktur yang melibatkan alveolar mandibual.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Pada kelompok perempuan masing-masing 2 pasien dengan garis fraktur yang


melibatkan simfisis, parasimfisis dan angulus mandibula (Gambar 7).
Tabel 3. Distribusi Lokasi Fraktur Menurut Jenis Kelamin
Lokasi fraktur
Jns

Simf

Parasimf

Corpus

angulus

alveolar

Total

Laki-laki

14

Perempuan

Total

20

kelamin

Gambar 7. Distribusi lokasi fraktur menurut jenis kelamin

Dari 8 pasien yang pada penelitian ini ditemukan mempunyai riwayat pingsan, 7
diantaranya mengalami fraktur mandibula dengan 1 garis fraktur dan 1 pasien dengan 2 garis
fraktur. Sedangkan pada 8 pasien lain yang tidak mempunyai riwayat pingsan, 4 diantaranya
dengan 1 garis fraktur, 1 pasien dengan 2 garis fraktur dan 3 pasien dengan lebih dari 2 garis
fraktur (Tabel 4 ; Gambar 8).

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Tabel 4. Distribusi Jumlah Garis Fraktur Menurut Riwayat Pingsan


Riwayat
pingsan

Jumlah garis fraktur


1 grs fx

2 grs fx

>2 grs fx

Total

(+)

(-)

total

11

16

Gambar 8. Distribusi jumlah garis fraktur menurut riwayat pingsan

Menurut lokasi fraktur yang terlibat, pada pasien dengan riwayat pingsan ditemukan 1
pasien dengan fraktur yang melibatkan simfisis mandibula, 1 pasien melibatkan parasimfisis,
masing-masing 2 pasien dengan garis fraktur yang melibatkan corpus dan angulus mandibula dan
3 pasien dengan garis fraktur yang melibatkan alveolar mandibula. Sedangkan pada pasien yang
tanpa riwayat pingsan, masing-masing 1 pasien dengan garis fraktur yang melibatkan simfisis,
corpus dan alveolar mandibula dan masing-masing 4 pasien dengan garis fraktur yang
melibatkan parasimfisis dan angulus mandibula (Tabel 5 ; Gambar 9).
Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Tabel 5. Distribusi Riwayat Pingsan Menurut Lokasi Fraktur yang Terlibat


Riwayat
pingsan

Lokasi fraktur
Simf

parasimf

Corpus

angulus

alveolar

Total

(+)

(-)

11

Total

20

Gambar 9. Distribusi riwayat pingsan menurut lokasi fraktur yang terlibat

Berdasarkan jumlah garis fraktur, 3 pasien dengan 1 garis fraktur melibatkan corpus
mandibula dan masing-masing 4 pasien dengan garis fraktur yang melibatkan angulus dan
alveolar mandibula. Satu pasien dengan 2 garis fraktur melibatkan simfisis mandibula dan 2
pasien dengan garis fraktur yang melibatkan parasimfisis mandibula.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Pada pasien dengan lebih dari 2 garis fraktur, 1 diantaranya dengan garis fraktur yang
melibatkan simfisis mandibula, 3 melibatkan parasimfisis dan 2 melibatkan angulus mandibula
(Tabel 6 ; Gambar 10).

Tabel 6. Distribusi Lokasi Fraktur yang Terlibat Menurut Jumlah Garis Fraktur
Jumlah
garis

Lokasi fraktur
Simf

parasimf

Corpus

angulus

alveolar

Total

11

>2

Total

20

Fraktur

Gambar 10. Distribusi lokasi fraktur menurut jumlah garis fraktur

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini, fraktur mandibula yang dialami pasien seluruhnya disebabkan oleh
kecelakaan lalu-lintas. Data ini sesuai dengan hasil penelitian Ajmal (2007) yang menemukan
kecelakaan lalu-lintas sebagai penyebab tersering fraktur mandibula di negara-negara
berkembang, sedangkan di negara-negara maju penyebab terseringnya adalah perkelahian. Hal
ini juga dapat menjelaskan mengapa fraktur mandibula lebih banyak dialami oleh laki-laki
dibanding perempuan (Gambar 1), dengan asumsi bahwa aktifitas laki-laki di jalan raya lebih
tinggi dibanding perempuan, meskipun belum ada data yang pasti untuk mendukung asumsi ini.
King dan Bewes (2002) menyatakan bahwa salah satu tempat terlemah dan yang paling
sering mengalami fraktur pada mandibula adalah angulus mandibula, disamping colum condylus
dan regio premolar. Pada penelitian ini dijumpai fraktur mandibula paling sering melibatkan
daerah angulus mandibula, yaitu 6 dari 16 orang (Gambar 3).
Penelitian ini menemukan 15 dari 16 pasien fraktur mandibula mengalami cedera kepala
ringan (SKG 14 15), 1 pasien mengalami cedera kepala sedang (SKG 9 13) dan tidak
ditemukan yang mengalami cedera kepala berat (SKG < 9) (Gambar 4). Tidak seperti yang
diuraikan pada penelitian Fawzy dan Sudjatmiko (2007) yang menyebutkan bahwa diantara
pasien fraktur tulang wajah, fraktur mandibula menimbulkan resiko cedera kepala yang lebih
berat. Namun pada penelitian ini hamper seluruhnya mengalami cedera kepala ringan.
Pada kelompok laki-laki, 10 pasien mengalami fraktur mandibula dengan 1 garis fraktur,
1 pasien dengan 2 garis fraktur dan 2 pasien dengan lebih dari 2 garis fraktur.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Pada kelompok perempuan, masing-masing 1 pasien dengan 1 garis fraktur, 2 garis


fraktur dan lebih dari 2 garis fraktur (Gambar 6). Pada kelompok laki-laki, 4 fraktur masingmasing melibatkan alveolar dan angulus mandibula, dan 3 fraktur masing-masing melibatkan
parasimfisis dan corpus mandibula. Sedangkan pada kelompok perempuan 2 pasien fraktur
masing-masing melibatkan simfisis, parasimfisis dan angulus mandibula (Gambar 7). Tidak ada
kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua kumpulan data tersebut diatas dan sejauh ini penulis
belum menemukan data mengenai pola fraktur mandibula dikaitkan dengan jenis kelamin dalam
tulisan-tulisan sebelumnya.
Distribusi jumlah garis fraktur pada kelompok pasien dengan dan tanpa riwayat pingsan
menunjukkan bahwa pada kelompok yang tidak mengalami riwayat pingsan 4 dari 8 pasien
dengan 1 garis fraktur, 1 pasien dengan 2 garis fraktur dan 2 pasien dengan lebih dari 2 garis
fraktur. Sedangkan pada kelompok yang mengalami riwayat pingsan, 7 dari 8 pasien dengan 1
garis fraktur, 1 pasien dengan 2 garis fraktur dan tidak ada yang dengan lebih dari 2 garis fraktur
(Gambar 8). Data ini menunjukkan adanya kecenderungan riwayat pingsan lebih banyak dialami
oleh pasien dengan fraktur mandibula yang lebih ringan, sebaliknya pasien dengan fraktur
mandibula yang lebih berat cenderung tidak mengalami riwayat pingsan.
Temuan ini mirip dengan hasil penelitian Hung (2005) yang menyebutkan bahwa pada
kelompok pasien yang tidak mengalami penurunan kesadaran, 46% mengalami fraktur
mandibula dengan 1 garis fraktur, 46 % dengan 2 garis fraktur dan 8 % dengan 3 garis fraktur,
sedangkan pada kelompok pasien yang mengalami penurunan kesadaran, 73% mengalami
fraktur mandibula dengan 1 garis fraktur, 27% dengan 2 garis fraktur dan tidak ada yang dengan

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

3 garis fraktur. Hung mengasumsikan keadaan ini berkaitan dengan banyaknya energi trauma
yang terserap pada mandibula dibanding dengan yang diteruskan ke otak, dimana semakin parah
fraktur mandibula, semakin besar energi yang terserap pada mandibula dan semakin sedikit yang
diteruskan ke otak,sehingga cedera otak yang ditimbulkan semakin ringan. Begitu pula
sebaliknya.
Pada kelompok pasien dengan fraktur mandibula yang melibatkan daerah simfisis
didapati 1 pasien dengan riwayat pingsan dan 1 tanpa riwayat pingsan. Pada kelompok pasien
dengan fraktur mandibula yang melibatkan daerah parasimfisis: 1 dengan riwayat pingsan dan 4
tanpa riwayat pingsan dan pada kelompok pasien dengan fraktur mandibula yang melibatkan
daerah angulus mandibula: 2 dengan riwayat pingsan dan 4 tanpa riwayat pingsan. Sebaliknya,
pada kelompok pasien dengan fraktur mandibula yang melibatkan corpus mandibula dan
alveolar: masing-masing 2 dan 3 dengan riwayat pingsan dan masing-masing 1 tanpa riwayat
pingsan (Gambar 9). Keadaan ini seolah-olah menunjukkan bahwa kelompok pasien dengan
fraktur di daerah parasimfisis dan angulus mandibula cenderung tidak mengalami pingsan,
sedangkan pasien dengan fraktur di daerah alveolar dan corpus mandibula cenderung mengalami
pingsan. Padahal menurut penelitian Widell (2005) fraktur pada angulus mandibula termasuk
kategori fraktur high impact, namun ternyata pada penelitiian ini tidak ditemukan kaitannya
dengan ada atau tidaknya riwayat pingsan.
Pada penelitian ini hanya ada 1 pasien fraktur mandibula dengan cedera kepala sedang
(SKG: 9 13) dan tidak ada yang dengan cedera kepala berat (SKG: < 9). Selebihnya adalah
pasien fraktur mandibula dengan cedera kepala ringan (SKG: 14 15). Pada satu-satunya pasien
dengan cedera kepala sedang tersebut

ditemukan 1 grs fraktur yang berlokasi di angulus

mandibula.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Distribusi lokasi fraktur menurut jumlah garis fraktur yang diderita menemukan fraktur
mandibula yang melibatkan simfisis hanya didapati pada pasien dengan dengan 2 garis fraktur
dan lebih dari 2 garis fraktur, tapi tidak pada pasien dengan 1 garis fraktur. Begitu pula dengan
fraktur mandibula yang melibatkan parasimfisis ditemukan pada pasien dengan 2 garis fraktur
dan lebih 2 garis fraktur tapi tidak ditemukan pada pasien dengan 1 garis fraktur. Fraktur
mandibula yang melibatkan angulus ditemukan pada pasien dengan 1 garis fraktur dan lebih dari
2 garis fraktur. Sedangkan fraktur yang melibatkan daerah corpus dan alveolar hanya ditemukan
pada pasien dengan 1 garis fraktur (Gambar 10). Keadaan ini dapat dikaitkan dengan hasil
penelitian Widell(2005) yang membagi fraktur di wajah berdasarkan kekuatan benturan yang
dibutuhkan untuk menyebabkan fraktur, yaitu: fraktur High Impact (> 50 kali gaya gravitasi) dan
Low Impact (< 50 kali gaya gravitasi). Menurut penelitian tersebut fraktur pada simfisis dan
angulus mandibula termasuk fraktur High Impact.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
1. Pada penelitian ini didapat 16 orang pasien fraktur mandibula dengan usia rata-rata 33,4
tahun,

laki-laki > perempuan, seluruhnya dengan penyebab berupa kecelakaan lalu-

lintas, pasien terbanyak dengan 1 garis fraktur, lokasi fraktur paling banyak melibatkan
angulus mandibula, umumnya dengan cedera kepala ringan, dan yang memiliki riwayat
pingsan sama banyak dibanding dengan yang tidak.
2. pada penelitian ini hanya ada data yang menunjukkan adanya kecenderungan riwayat
pingsan lebih banyak dialami oleh pasien dengan fraktur mandibula yang lebih ringan,
sebaliknya pasien dengan fraktur mandibula yang lebih berat cenderung tidak mengalami
riwayat pingsan, serta data yang seolah-olah menunjukkan bahwa kelompok pasien
dengan fraktur di daerah parasimfisis dan angulus mandibula cenderung tidak mengalami
pingsan, sedangkan pasien dengan fraktur di daerah alveolar dan corpus mandibula
cenderung mengalami pingsan.
3. fraktur mandibula yang melibatkan simfisis dan parasimfisis hanya didapati pada pasien
dengan dengan 2 garis fraktur dan >2 garis fraktur, tapi tidak pada pasien dengan 1 garis
fraktur. Fraktur mandibula yang melibatkan angulus ditemukan pada pasien dengan 1
garis fraktur dan >2 garis fraktur. Sedangkan fraktur yang melibatkan daerah corpus dan
alveolar hanya ditemukan pada pasien dengan 1 garis fraktur.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

6.2. Saran
Mengingat sedikitnya jumlah sampel karena terbatasnya waktu penelitian, perlu
dilakukan penelitian berkelanjutan, dengan penelitian ini sebagai penelitian awal atau penelitian
sejenis dengan indikator lain keparahan fraktur mandibula, seperti ada atau tidaknya gigi avulsi,
displaced atau undisplaced, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang hubungan
antara keparahan fraktur mandibula dengan keparahan cedera kepala.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

DAFTAR PUSTAKA
Ajmal S, Khan A K, Jadoon H, Malik S A, Management Protocol of Mandibular Fractures at
Pakistan Institute of Medical Sciences, Islamabad, Pakistan, Departement of Plastic
Surgey, Pakistan Institute of Medical Sciences, 2007.
Fawzy A, Sudjatmiko G, Hubungan Antara Fraktur Tulang Muka dan Cedera Otak Traumatika,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Bidang Studi Ilmu Bedah Plastik, Jakarta, 2007.
Hung Y C, Fracture Jaw, Lose Consciousness and Suffer Less if You Dont Black Out, Lincoln
Medical and Mental Health, Bronx, New York, 2007.
Japardi I, Cedera Kepala, PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 31 33, 2004.
King M, Bewes P, Bedah Primer Trauma, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 137 139, 2004.
Moenadjat Y, Strategi Penatalaksanaan Trauma Muka, Proceeding of The 14th congress of
Indonesisn Surgeons, Bali, Indonesia, 2002.
Peltier J, Ryan M W, Qinn F B, Mandible Fractures, Grand Round Presentation, UTMB,
Departement of Otolaryngology, 2004.
Sastrodiningrat A G, Pemahaman Indikator-indikator Dini Dalam Menentukan Prognosa
Cedera Kepala Berat, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Dalam Bidang
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007.
Schwartz S I, Principles of Surgery, 7th edition, McGraw Hill, 146 147 , 2003.
Stiermen K L, Balley B J, Mandible Fractures, Grand Round Presentation, UTMB, Department
of Otolaryngology, 2000.
Sukasah C, Penatalaksanaan Trauma Muka, Kuliah Staf, Departemen Ilmu Bedah RSUP
Nasional Cipto Mangunkusumo, 2002.
Widell T, Fractures, Mandible, Department of Emergency Medicine, The Chicago Medical
School, Mount Sinai Hospital Medical Center, 2005.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

Lampiran 1: foto klinis dan radiologis subjek penelitian.


1.

Raju/12 thn/LK

Penyebab : KLL

Riwayat pingsan: ( + )

SKG: 15

Jlh grs Fx: 1

letak fx: Corpus Dextra

2.

Nurhayati/44 thn/PR
Riwayat pingsan: ( - )
Jlh grs Fx: 1

Penyebab: KLL
SKG: 15
letak fx: Angulus sinistra

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

3.

Apid/50 thn/LK
Riwayat pingsan: ( - )
Jlh grs fx: 1

Penyebab: KLL
SKG: 15
letak fx: angulus dextra

4.

Sadiem/65 thn/PR

Penyebab trauma: KLL

Riwayat pingsan: ( - )

SKG: 14

Jlh grs Fx: 3

Letakgrs Fx: simfisis+ para simfisis dextra+angulus


dextra

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

5.

Faisal/45 thn/ LK

Penyebab trauma: KLL

Riwayat pingsan: ( - )

SKG: 15

Jlh grs fx : 2

Letak grs fx : bilateral Parasimfisis

Reki/19 thn/LK

Penyebab: KLL

Riwayat pingsan: ( - )

SKG: 15

Jlh grs fx: 1

letak grs fx: alveolar

6.

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

7.

Irfan Rido/18 thn/LK

penyebab: KLL

Riwayat pingsan: ( + )

SKG: 15

Jlh grs fx: 1

letak grs fx: alveolar

8.

Hariansyah/17 thn/LK
Riwayat pingsan: ( + )
Jlh grs fx: 1

penyebab: KLL
SKG: 15
letak grs fx: alveolar

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

9.

Jailani /50 thn/LK


Riwayat pingsan: ( + )
Jlh grs fx: 1

peneyebab: KLL
SKG: 12
Letak grs fx: angulus dextra

10.

Anwar /55 thn/LK


Riwayat pingsan: ( + )
Jlh grs fx: 1

penyebab: KLL
SKG: 14
letak grs fx: alveolar

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

11.

Andika /26 thn/PR


Riwayat Pingsan: ( + )
Jlh grs fx: 1

penyebab: KLL
SKG: 15
letak grs fx: corpus sinistra

12.

Boy Riza/17 thn/LK


Riwayat pingsan: ( - )
Jlh grs fx: 3

penyebab: KLL
SKG: 15
Letak grs fx: parasimfisis dextra, angulus sinistra kominuttif

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

13.

Agus Darwis/25 thn/LK


Riwayat pingsan: ( + )
Jlh grs fx: 1

penyebab: KLL
SKG: 15
letak grs fx: angulus sinistra

14.

Saidah /22 thn/PR


Riwayat pingsan: ( + )
Jlh grs fx: 2

penyebab: KLL
SKG: 15
Letak grs fx: Simfisis + parasimfisis sin

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

15.

Dodi srg/23 thn/LK


Riwayat pingsan: ( - )
Jlh grs fx: 3

penyebab: KLL
SKG: 15
letak grs fx: bilateral parasimfisis kominutif

16.

M safii/47 thn/LK
Riwayat pingsan: ( - )
Jlh grs fx: 1

penyebab: KLL
SKG: 15
tempat grs fx: corpus dextra

Andi Falatehan : Hubungan Antara Keparahan Fraktur Mandibula Dan Keparahan Cedera Kepala, 2008
USU e-Repository 2009

You might also like