You are on page 1of 7

UTOMO, et al.

/ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6

Perbandingan Efektivitas Antara Akupunktur PC-6 dan Ondansetron dalam


Mencegah Insidensi Mual dan Muntah Pasca Bedah Ortopedi
The Comparison Of Effectiveness Between Acupuncture PC-6 And Ondansetron In
Avoiding Post Operative Nausea And Vomiting Incident In An Orthopedic Surgery
Anggarda Kristianti Utomo*), Syarif Sudirman*), Imam Syafii*)
*)
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

ABSTRACT
Background: Post Operative Nausea and Vomiting (PONV) has recently received increasing attention
among anesthesiologists since it causes discomfort and danger to unconscious patient. It was
hypothesized that acupuncture of PC-6 administered before anesthesia induction may reduce nauseavomiting incident. Ondansetron has been known as gold standard anti-emetic. This study aimed to
examine the relative effectiveness acupuncture to ondansetron as pre-medical anesthesia in avoiding
PONV incident.
Methods: This was an experimental study. The population of the research is surgical patient in IBS
(Instalasi Bedah Sentral) RSO Prof Dr. R. Soeharso, Surakarta. A sample of 30 patients were assigned
to two groups, 15 patients received acupuncture PC-6, and another 15 received 4 mg ondansetron. The
data were analyzed using chi square.
Results: One patient from acupuncture group and 2 patients from ondansetron group experienced
nausea-vomiting in the first 30 minutes. Statistical analysis showed no significant difference between
acupuncture PC-6 and ondansetron in preventing PONV incident.
Conclusion: The acupuncture effectiveness is equal to that of ondansetron, so that it can be used as
alternative anesthesia for preventing PONV incident. Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 25-31
Keywords: acupuncture, ondasetron, PONV

PENDAHULUAN
Insiden mual dan muntah setelah anestesi umum dan
pembedahan akhir-akhir ini mendapat perhatian
khusus dari dokter spesialis anestesi karena merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anestesi yang
dirasakan tidak nyaman oleh pasien dan mempunyai
potensi kegawatan bila terjadi pada pasien tidak
sadar. Post Operative Nausea and Vomiting (PONV)
merupakan The Big Little Problem dalam pasca
bedah. Insiden PONV terjadi pada 25-30% pasien
pasca bedah dengan anestesi umum (Kovac, 2000)
dan dapat mencapai 70% pada pasien dengan high
risk (Mohamed, 2004).
Banyak penelitian telah dilakukan untuk mencegah dan menurunkan insiden PONV. Tetapi sampai
saat ini belum ditemukan obat antiemetik yang efektif
untuk pencegahan mual dan muntah pasca bedah di
mana dapat mencegah mual dan muntah secara total dan tanpa efek samping. Pada bedah ortopedi

dengan anestesi umum sering terjadi komplikasi


PONV. Untuk mencegah PONV dapat dilakukan 2
tindakan yaitu pemberian obat antiemetik dan
pemberian terapi non-farmakologik.
Dari uraian di atas perlu kiranya untuk dilakukan
pengamatan lebih lanjut mengenai perbandingan efektivitas antara teknik non-farmakologik (akupunktur PC6) dengan obat antiemetik (ondansetron) dalam mencegah insiden PONV bedah ortopedi.
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan efektivitas antara
akupunktur PC-6 dan ondansetron dalam mencegah
insiden PONV pada bedah ortopedi?
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbandingan efektivitas antara akupunktur PC-6
dan ondansetron dalam mencegah insiden PONV
pada bedah ortopedi.
Manfaat dari penelitian ini adalah menambah
pengalaman klinik bagi penulis, sebagai dasar per25

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

Gambar 1. Kerangka konsep

timbangan bagi profesi anestesi untuk meningkatkan mutu pelayanan anestesi, memberikan pilihan
teknik pencegahan PONV, dan menambah wawasan
pemanfaatan akupunktur di pelayanan operatif.
SUBJEK DAN METODE
Mual (nausea) adalah suatu sensasi atau perasaan tidak
menyenangkan yang mendahului muntah (Dorland,
2002), disertai hipersalivasi, keringat dingin, pucat,
takikardi, hilangnya tonus gaster, kontraksi duodenum dan refluks isi intestinal ke dalam gaster. Mual
tidak selalu disertai muntah. Sedangkan retching adalah kejadian menyerupai muntah dengan penutupan
glotis dan kontraksi dari otot abdomen, dinding dada
dan diafragma tanpa selalu disertai ekspulsi dari isi
lambung (Loadsman, 2005).
Muntah (vomiting) adalah ekspulsi secara paksa
isi lambung keluar melalui mulut (Sherwood, 2001),
disebabkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu
diafragma (otot inspirasi utama) dan otot abdomen
26

(otot ekspirasi aktif ). Peningkatan dari tekanan intraabdomen, penutupan glotis dan palatum akan naik,
terjadi kontraksi dari pylorus dan relaksasi dari fundus, sfingter cardia dan esofagus sehingga terjadi ekspulsi yang kuat dari isi lambung (Loadsman, 2005).
Akupunktur adalah pengobatan dengan cara
menusuk jarum. Secara harfiah akupunktur berasal
dari kata Acus = jarum dan Puncture = tusuk (Filshie,
1998). Neiguan (Inner Pass, Pericardium 6) adalah
titik yang paling sering digunakan untuk mendapatkan efek antiemetik (Langer, 1998). Titik PC-6
terletak pada meridian pericardium yaitu dua cun
proksimal lipat pergelangan tangan sebelah volair,
antara tendon m. palmaris longus dan tendon m.
fleksor karpi radialis (Saputra, 2005).
Ondansetron merupakan obat selektif terhadap
reseptor antagonis 5-Hidroksi-Triptamin (5-HT3) di
otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Di mana selektif dan kompetitif untuk mencegah
mual dan muntah setelah operasi dan radioterapi.
Ondansetron memblok reseptor di gastrointestinal
dan area postrema di CNS (Anderson et al., 2002).

UTOMO, et al./ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6

Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental yakni randomized clinical trial. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral dan Ruang Pulih Sadar
Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta. Subjek penelitian adalah pasien yang akan
melakukan pembedahan dengan anestesi umum
dengan ktiteria: laki-laki atau perempuan usia 1845 tahun, ukuran kondisi fisik pasien prabedah ASA
(American Society of Anesthesiologists) I atau II,
bersedia menjadi sampel penelitian melalui proses
informed consent dan BMI 30 kg.m-2.
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
purposive sampling. Sampel yang digunakan adalah
30 pasien, 15 pasien pada kelompok akupunktur dan
15 pasien pada kelompok ondansetron.

Gambar 3. Perbandingan Kejadian Mual Muntah dan


Tidak Mual Muntah pada Kedua Kelompok

anestesi, TDS, TDD, laju nadi subjek penelitian dan


insiden mual muntah.
Tabel 1. Data Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Dari data jenis kelamin subjek penelitian kedua


kelompok tersebut, secara statistik tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna (p > 0.05).
Gambar 2. Kerangka penelitian

Tabel 2. Data Umur dan Berat Badan Subjek Penelitian

Data diolah dengan teknik analisis statistik yaitu


menggunakan uji chi square dan uji t, dengan =0,05
/ dalam tabel derajat kepercayaan 95%.
HASIL-HASIL
Hasil penelitian didapatkan jumlah penderita mual
dan muntah untuk kelompok akupunktur sebanyak
1 orang (6.6%), sedangkan dari kelompok ondansetron sebanyak 2 orang (13.3%). Berarti efektivitas
akupunktur dalam mencegah mual muntah sebesar
93.3% sedangkan kelompok ondansetron sebesar
86.6%. (lihat Gambar 3).
Hasil penelitian meliputi jenis kelamin, umur,
berat badan, ASA, jarak waktu akupunktur dengan

Dari data umur dan berat badan subjek penelitian kedua kelompok tersebut, secara statistik tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna (p > 0.05).
Tabel 3. Data ASA Subjek Penelitian

Dari data ASA subjek penelitian kedua kelompok


tersebut, secara statistik tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna (p > 0.05).

27

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

Tabel 4. Distribusi Jarak Waktu Akupunktur dengan Anestesi

Jarak waktu akupunktur dengan anestesi pada


kelompok akupunktur 40% (6 orang) antara 10-20
menit, 60% (9 orang) antara 20 menit 60 menit.

sebesar 93.3%, sedangkan kelompok ondansetron


dapat menekan mual muntah sebesar 86.6 %.
Perbedaan kemampuan ini setelah dianalisis statistik
tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara
kelompok akupunktur dan ondansetron.
Pada kelompok akupunktur ada 1 orang yang
mengalami mual muntah. Mual muntah terjadi pada
30 menit pertama dengan operasi open reduction pada
union fraktur clavicula sinistra dan post platting pada

Tabel 5. Perbandingan Rerata TDS, TDD dan Laju Nadi antara 2 Kelompok

Keterangan :
TDS: Tekanan Darah Sistolik; TDD: Tekanan Darah Diastolik

Dari Tabel 5, hasil analisis statistik menggunakan


uji t untuk tekanan darah dan laju nadi, tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna (p>0.05) pada
perbandingan TDS, TDD dan Laju Nadi antara 2
kelompok perlakuan.
PEMBAHASAN
Pengamatan pada penelitian ini dibatasi hanya sampai
60 menit pascabedah, tidak 24 jam. Mengingat masa
kerja akupunktur 6-8 jam dan masa kerja ondansetron
8 jam. Menurut Craigo (1996) kejadian mual
muntah tertinggi pada 2 jam pertama postoperasi,
selain itu juga disebabkan oleh kendala waktu dalam
penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian
mual muntah pada kelompok akupunktur dan
ondansetron hanya terjadi pada 30 menit pertama
dan setelah itu tidak ditemukan lagi penderita yang
mual dan muntah.
Penderita mual muntah pada kelompok
akupunktur ada 1 orang (6.6 %), sedangkan dari
kelompok ondansetron ada 2 orang (13.3 %) (lihat
gambar 3). Hasil dapat berarti bahwa efektivitas
akupunktur PC-6 dalam menekan mual muntah

28

pasien laki-laki berumur 18 tahun, berat badan 55


kg, dan ASA I. Pasien ini diakupunktur pukul 09,0009,20, anestesi dimulai pukul 09,45, operasi mulai
pukul 09,55, akhir anestesi pukul 10,20, operasi selesai
pukul 10,25, pulih sadar pukul 10,50, mual muntah
pukul 11,15, pindah bangsal pukul 12,00.
Operatornya adalah dokter spesialis bedah ortopedi.
Tekanan darah preoperasi 110/73 mmHg dan laju nadi
80 x/menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-30
93/67 mmHg dan laju nadi 79 x/menit. Tekanan
darah postoperasi menit ke-60 107/71 mmHg dan
laju nadi 83 x/menit. Terjadinya PONV dianalisis oleh
karena hipotensi yang terjadi pada 30 menit pertama
sehingga dapat menyebabkan terjadinya vagal reflek.
Pada kelompok ondansetron ada 2 orang yang
mengalami mual muntah. Keduanya terjadi pada 30
menit pertama, yang pertama dengan jenis operasi
amputasi necrosis antebrachii sinistra, crush injury
manus sinistra pada pasien laki-laki berumur 38
tahun, berat badan 80 kg, dan ASA II. Anestesi
dimulai pukul 08,47, operasi mulai pukul 09,03,
akhir anestesi pukul 10,10, operasi selesai pukul
10,15, pulih sadar pukul 10,45, mual muntah pukul
11,00, pindah bangsal pukul 11,50. Operatornya
adalah PPDS bedah ortopedi. Tekanan darah
preoperasi 137/87 mmHg dan laju nadi 98 x/menit.

UTOMO, et al./ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6

Tekanan darah postoperasi menit ke-30 121/83


mmHg dan laju nadi 84 x/menit. Tekanan darah
postoperasi menit ke-60 130/86 mmHg dan laju nadi
88 x/menit. Terjadinya PONV dianalisis oleh karena
pasien mengalami obesitas dan hipertensi. Di
samping itu durasi operasi yang relatif lama yaitu 1
jam 12 menit dan manipulasi pembedahan yang
berlebihan juga mempengaruhi kejadian PONV.
Yang kedua dengan operasi open reduction pada
closed fraktur humeri 1/3 medial sinistra pada pasien
perempuan berumur 35 tahun, berat badan 70 kg,
dan ASA II. Anestesi dimulai pukul 09,48, operasi
mulai pukul 10,02, akhir anestesi pukul 11.11,
operasi selesai pukul 11,15, pulih sadar pukul 11,40,
mual muntah pukul 11,50, transfusi darah pukul
11,55, pindah bangsal pukul 12,50. Operatornya
adalah PPDS bedah ortopedi. Tekanan darah
preoperasi 131/85 mmHg dan laju nadi 103 x/
menit. Tekanan darah postoperasi menit ke-30 108/
68 mmHg dan laju nadi 97 x/menit. Tekanan darah
postoperasi menit ke-60 128/82 mmHg dan laju nadi
90 x/menit. Terjadinya PONV dianalisis oleh karena
pasien adalah wanita serta mengalami obesitas,
hipertensi, dan kecemasan yang ditandai dengan
takikardi. Di samping itu durasi operasi yang relatif
lama yaitu 1 jam 13 menit dan manipulasi
pembedahan yang berlebihan juga mempengaruhi
kejadian PONV.
Akupunktur yang diduga lebih efektif daripada
ondansetron dalam mencegah PONV, ternyata dalam
penelitian ini tidak terbukti. Dari hasil analisis
statistik dengan menggunakan chi square dapat
diketahui bahwa harga x2 < harga kritik 3.8 dengan
taraf signifikansi 0.05, yaitu 0.370 untuk insiden
PONV pada 30 menit pertama dan 0.000 untuk
insiden PONV pada 30 menit kedua. Sehingga
didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan yang
bermakna antara kelompok akupunktur dan
kelompok ondansetron dalam mencegah insiden
PONV. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya
jumlah sampel, jarak waktu antara akupunktur
dengan anestesi yang bervariasi, operator dengan
tingkat ketrampilan dan keahlian yang berbeda, jenis
pembedahan, faktor psikologis dan kondisi medis
pasien, masa puasa yang berbeda serta penggunaan
obat anestesi yang sudah menjadi protokol dalam
anestesi RSO Prof. Dr. R. Soeharso (misalnya
dexamethason yang diberikan setelah operasi). Dari

segi akupunktur, efektivitasnya dapat dipengaruhi


oleh ketepatan menusukkan jarum pada titik yang
digunakan serta lama menstimulus dengan listrik.
Akupunktur tetap dapat diandalkan karena tidak
adanya efek samping, walaupun dalam penelitian ini
juga tidak ditemukan efek samping pada pemberian
ondansetron intravena.
Dengan adanya penelitian ini dapat diketahui
bahwa efektivitas akupunktur PC-6 sebanding dengan
ondansetron. Dengan dasar tersebut, akupunktur
yang jarang atau bahkan belum pernah digunakan
dalam mencegah insiden PONV, sekarang dapat
dipercaya menggantikan ondansetron yang selama ini
digunakan sebagai gold standard antiemetik. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih memuaskan,
akupunktur dan ondansetron dapat digunakan
bersamaan dalam mencegah insiden PONV. Peralatan
dan tindakan akupunktur bersifat ekonomis.
Sekalipun harga elektrostimulator untuk akupunktur
cukup tinggi, peralatan ini dapat dipakai berulang
kali dan dengan perawatan yang baik dapat digunakan
bertahun-tahun lamanya.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa
pemberian Akupunktur PC-6 tidak lebih efektif
daripada Ondansetron 4 mg intravena dalam
mencegah insiden PONV pada bedah ortopedi,
sehingga hipotesis tidak terbukti. Hal ini berarti
efektivitas akupunktur sebanding dengan ondansetron dalam mencegah insiden PONV pada bedah
ortopedi.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mendapatkan efektivitas anti mual muntah yang lebih
baik dengan pengamatan yang lebih lama (sampai 2
jam), jumlah sampel yang lebih banyak dan pada
jenis pembedahan lain. Perlu dilakukan penelitian
lanjutan dengan meminimalkan variabel luar.
Akupunktur dapat digunakan sebagai pengganti
ondansetron dalam mencegah insiden PONV.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad W. P. (1993). Dasar-Dasar Metodologi
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. 1st ed.
Jakarta : PT. Rajabrafindo Persada, p : 14.
Anderson, Philip O., James E. Knoben, William G.
Troutman. (2002). Handbook of Clinical Drug
Data, p: 133.

29

JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

Anggraini DY. (2008). Sehat dengan akupunktur.


Dokter Kita. Edisi 03 Tahun III Maret 2008,
pp: 22-9.
Craigo PA, (1996). Physiologic and Pharmacologic
Bases of Anaesthesia; Williams and Wilkins.
Philadelphia, USA.
Dorland. (2000). Medical Dictionary. 29 th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Company Inc, pp:
102-4.
Farid R.M., Ramli M. (2005). Perbandingan Efektifitas
Ondansetron dan Metoclopropamide dalam
Menekan Mual Muntah Pascaoperasi pada
Pembedahan Perut Bawah Kasus Ginekologi. The
Indonesian Journal of Anaesthesiology and Critical Care, 22 : 244.
Goodman, Gilman. (2001). The Pharmacological
Basics of Therapeutics. 10th ed. Boston : Mc
Grow, Hill, pp : 344-47.
Guan-Yuan Jin. (2006). Contemporary Medical Acupuncture. China : Higher Education Press, pp :
378-381.
Guyton A. C., and Hall J.E. (1997). Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 9th ed. Jakarta : EGC, p :
167.
Jacqueline F, White A. (1998). Medical Acupunture.
In : Christine M. McMillan (eds). Acupuncture
for Nausea and Vomiting. New York : Churchill
Livingstone, pp : 295-314.
John, L. (2005). Postoperative Nausea and Vomiting.
The Virtual Anaesthesia Textbook, pp : 1-3.
Karjadi W. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi
Modul Dasar untuk pendidikan S1 kedokteran.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, pp : 150-8.
Katzung, B. (1995). Farmakologi Dasar dan Klinik.
6th ed. Jakarta : EGC, pp : 411-2.
Kovac, A. L. (2003). Prevention and Treatment of
Postoperative Nausea. Medicine Abstrack, pp :
1-2.

Lee A, Done ML. (1999). The Use of


Nonpharmacologic Techniques to Prevent Postoperative Nausea and Vomiting: A Meta-Analysis. Anesthesia and Analgesia, 88:1362.
Loadsman, J. (2005). Post Operative Nausea and
Vomiting. The Virtual Anaesthesia Textbook, pp
: 1-2.
Mason, M. (2004). Acupuncture. Get The Fact National Center for Complementary and Alternative Medicine, pp : 1-7.
Mills, S. (2008). Akupunktur - Forum Diskusi
Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok. http://
groups. google.co.id/group/budaya_ tionghoa.
(18 Maret 2008).
Mohamed H. Rahman, Beattie J. (2004). Post Operative Nausea and Vomiting. The Pharmaceutical Journal. 273 : 786-8.
Muhardi. (1989). Anestesiologi : Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif. Jakarta : Fakultas Kedokteran
UI, p: 23.
Murbianto A, Redjeki IS, Wargahadibrata AH.
(2006). Perbandingan Efektifitas Waktu
Pemberian Ondansetron 0,1 mg/kg BB Intravena
Sebelum Anestesi dengan Akhir Pembedahan
untuk Pascabedah Fibroadenoma Mammae pada
pasien Bedah Rawat Jalan. The Indonesian Journal of Anaesthesiology and Critical Care, 22 :
224.
Ouyang, H. (2004). Aliment Pharmacol Ther. Review
Article: Therapeutic roles of Acupuncture in Functional Gastrointestinal Disorders. USA : Blackwell Publishing Ltd, pp : 831-41.
Philip, Beverly K., Ya-Ting Chen, Tong J. Gan, Larry
Ma, Henry X. Hu. (2007). Post-Operative Nausea/Vomiting after High-Risk Ambulatory Surgeries. Anesthesiology. San Francisco : American
Society of Anesthesiologists, p : 107.

Langer, RA. (1998). Post-Operative Nausea and


Vomiting. Anesthesia and Analgesia, 80 : 9039.

Pranowo KT. (2006). Analisis Biaya dan


Keefektivitasan
Ondansetron
dan
Deksametasone dalam Mencegah Mual dan
Muntah Pasca Bedah pada Bedah Rawat Jalan.
Bag/SMF Anestesi dan Reanimasi Fakultas
Kedokteran UGM. Tesis.

Lasser, KE. (2002). Post-marketing Labeling Changes


and Withdrawal of the Drug. Pharmacy Newsletter, pp : 2215-2220.

Rowbotham, D.J. (2005). Recent Advances in The


Non-pharmacological Management of Postoperative Nausea and Vomiting. British Journal of Ana-

30

UTOMO, et al./ PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA AKUPUNKTUR PC-6

esthesia. UK : Oxford University Press, 95 (1) :


77-81.
Saeeda Islam, P. N. Jain. (2004). Post Operative
Nausea and Vomiting: A Review Article. Indian
J. Anaesth. 48 (4) : 253-8.
Samuels N. (2003). Acupuncture for Nausea: How
It Works. http://www.annie appleseedproject.
org/index.html. (16 Maret 2008).
Saputra, K., Agustin Idayanti (eds). (2005).
Akupunktur Dasar. 1st ed. Surabaya : Airlangga
University Press, pp : 1-19.
Sherwood, Lauralee. (2001). Fisiologi Manusia. 2nd ed.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp : 55456.
Sierpina, Victor S. (2005). Acupuncture: A Clinical
Review. Philadelphia : Lippincott Williams &
Wilkins, pp: 330-337.
Silbernagl S., F. Lang. (2006). Color Atlas of Pathophysiology. Sttuttgart : Thieme.
Stoelting, R. K., Miller R. D. (1994). Basic Of Anesthetic Practice. 3rd ed. New York : Churchill
Livingstone, pp : 8-9, 59-72, 114-25, 201-5,
215, 228-31, 497-8.
Sulistia, G. G. (1998). Farmakologi dan Terapi.
Jakarta : Fakultas Kedokteran UI, pp : 109-47.
Sunatrio S., Susanto A., Marsaban A. (2004).
Granisetron 1 mg IV vs Ondansetron 4 mg untuk Pencegahan Mual dan Muntah Pascabedah

Ginekologis dengan Anestesia Inhalasi. The Indonesian Journal of Anaesthesiology and Critical Care, 22 : 244.
Tatewaki, Makoto. (2004). Effects of Acupuncture on
Vasopressin-induced Emesis in Conscious Dogs.
AJP-Regulatory, Integrative, and Comparative Physiology. USA : American Physiological Society, pp:
401-8.
Taufiqurahman A. (2003). Metodologi Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Klaten : CSGF.
Tong, J., Meyer T., Apfel, Davies P. (2003). Consensus Guidelines for Managing Postoperative Nausea and Vomiting. Anesthesia Analgesia. Vol. 97.
pp : 62-71.
Weiss, DA. (2006). The Effect of General Anesthesia on Acupuncture: A Functional MRI Study.
New Haven, CT : Department of Anesthesiology, Yale School of Medicine, pp : 1-45.
White PF. (2000). Outpatient Anesthesia. In : Miller
RD editor. Anesthesia. 5 th ed. New York :
Churchill Livingstone Inc., 2218-35.
Wilson, Linda. (2005). Current and Emerging Antiemetic Therapies: Safety, Efficacy and Cost
Consideration. West Conshohocken: Meniscus
Limited.
Wong, F. (2006). Perkumpulan Sehat dengan
Akupunktur
Indonesia.
http://
www.persadaindo. com/index.htm. (21 Maret
2008).

31

You might also like