Professional Documents
Culture Documents
37 Jurnal Ims Pada Wps 2012
37 Jurnal Ims Pada Wps 2012
ABSTRACT
The high prevalence and incidence of Sexually Transmitted Disease (STD) related to the
prevention of STD are still very low. Female Sexual Workers (FSW) is a high-risk behaviors the
STD. The purpose of this study was to analyze the influence of predisposing, enabling and
reinforcing factors related to STD prevention efforts in localization Warung Bebek Berdagai
Serdang,The sampel for this study are 55 of FWS. The data obtained were analyzed through
Correlation and Multiple Linear Regression test. The results showed , majority of the FWS are:
aged 20-30 years (60%), primary and secondary education (84%), long working 6 months
(89%), number of subscribers in the first week 5 peoples (56%). All of the factors have a
significant relationship with the prevention of STD, correlation of 0569, the influence of the
three factors on STD prevention efforts for 0324, while 67.6% influenced by other factors like as
socio-economic factors, the demands of the workers as the FWS and . the ability for negotiate is
low. The most variable influence is Enabling factor for 0000 (P <0.05), beta values for 0558.
It is strongly recommended to the localization manager should work harder and coordinate
with Serdang Berdagai Health Center Personnel,to improve the FWS attitude toward high risk
and prevention of STD. The localization manager should be provide and distribute condoms to
FWS at all times and make the regulations to use condom consistent
Key Words : Predisposing, Enabling and Reinforcing Factors,Sexually Transmitted
Disease
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Tingginya prevalensi maupun insidens IMS tersebut berkaitan dengan praktek perilaku
pencegahan IMS yang masih sangat rendah, seperti rendahnya angka penggunaan kondom
pada seks berisiko, tingginya angka berganti pasangan. Wanita pekerja seksual (WPS)
merupakan perilaku berisiko tinggi terjadinya infeksi menular seksual.Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain asosiatifl. Penelitian ini melibatkan 55
WPS di lokalisasi Warung Bebek Kabupaten Serdang Berdagai, Untuk mengetahui pengaruh
Faktor Predisposising, Faktor Enabling dan Faktor Reinforcing terhadap upaya pencegahan
IMS dilakukan uji hipotesis dengan analis korelasi dan multiple regresi pada taraf = 5%. Hasil
penelitian menunjukan bahwa mayoritas umur 20-30 tahun (60%), pendidikan SD (42%) & SMP
(42%), lama bekerja sebagai WPS 6 bulan ( 89 %), Jumlah pelanggan WPS dalam 1 minggu
5 Orang sebanyak ( 56%). Hasil uji multiple regresi : Faktor Predisposising, Faktor Enabling
dan Faktor Reinforcing, berhubungan dengan upaya pencegahan IMS ditandai dengan korelasi
yang kuat sebesar 0.569, besarnya pengaruh ketiga factor tersebut terhadap upaya
pencegahan IMS adalah sebesar 0.324 sedangkan 67,6 % dipengaruhi oleh faktor lain yaitu
faktor sosial ekonomi dan tuntutan pekerjanya sebagai WPS. Kesimpulan : variabel yang paling
berpengaruh terhadap upaya pencegahan IMS adalah variabel Faktor Enabling yaitu sebesar
0.000 ( P < 0.05), dengan perbedaan besaran nilai signifikan dan nilai beta pada Faktor
Enabling sebesar 0.558. Saran: Sikap WPS terhadap upaya pencegahan IMS lebih
ditingkatkan, dukungan pengelola lokalisasi (mucikari ) dalam menyediakan dan distribusi
kondom lebih ditingkatkan serta membuat peraturan penggunaan kondom secara konsisten,
petugas pencegahan IMS puskesmas Serdang Berdagai hendaknya rutin memberikan
penyuluhan tentang IMS dan penggunaan kondom.
Kata kunci : Faktor Perilaku dan Upaya pencegahan IMS.
PENDAHULUAN
pelacuran sepanjang
ada yang
membutuhkan ( Isfandari, dkk 2005).
Untuk
mempengaruhi
perilaku
pekerja seks dalam
penggunaan
kondom
hubungan
petugas
kesehatan dengan petugas lokalisai
ataupun keterlibatan orang-orang
yang terdekat dengan pekerja seks
sangat dibutuhkan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Lawrence Green
(Notoatmojo,2007)yangmenganalisis
bahwa faktor perilaku sendiri
ditentukan oleh 3 faktor utama,
yaitu: (a). Predisposing factors
yaitu
faktor- faktor yang dapat
mempermudah terjadinya perilaku
pada diri seseorang,antara lain
adalah pengetahuan dan sikap. (b).
Enabling factors adalah faktor
faktor yang memungkinkan atau
yang
memfasilitasi
terjadinya
perilaku seseorang. (c). Reinforcing
factor adalah faktor faktor yang
mendorong atau mempermudah
terjadinya perilaku,yang terwujud
dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang
merupakan kelompok referensi dari
perilaku.
METODE PENELITIAN
yang
keseluruhannya
dijadikan
sampel (Total Sampling).
Instrumen pengumpulan data
yang digunakan adalah kuesioner.
Sebelum data dikumpulkan terlebih
dahulu dilakukan uji coba instrumen
yang bertujuan untuk mengukur
validitas dan reliabilitas instrumen.
HASIL PENELITIAN
Dari 55 responden yang di
wawancarai mayoritas didapatkan
hasil sebagai berikut : karakteristik
responden berdasarkan umur yang
paling besar proporsinya adalah
kelompok umur 20-30 tahun (60%),
proporsi tingkat pendidikan yang
pencegahannya
dari
petugas
kesehatan.
tetapi
tidak
mempengaruhi
WPS
dalam
melakukan upaya pencegahan IMS,
mereka tetap saja melakukan
tindakan berisiko, seharusnya bila
pengetahuan WPS baik maka upaya
pencegahan IMS juga baik. Isfandari
dkk (2005) mengatakan bahwa pada
umumnya pengetahuan masyarakat
tentang Infeksi Menular Seksual
(IMS) dan HIV/AIDS cukup tinggi
namun praktek perilaku pencegahan
IMS dan HIV/AIDS masih sangat
rendah, seperti rendahnya angka
penggunaan kondom pada seks
berisiko, cukup tingginya angka
berganti pasangan dikalangan non
pekerja seksual dan tingginya angka
berbagi jarum suntik dikalangan
pengguna Napza suntik (Dep.Kes
2007). Hasil penelitian ini juga
sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Widyastuti (2007)
tentang
perilaku menggunakan
kondom pada wanita penjaja seks
jalanan di Jakarta. Hasil penelitian
diatas menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan,
lama
bekerja,
pengetahuan tentang IMS, serta
keterpaparan
informasi
tidak
berhubungan
secara
bermakna
dengan
perilaku
menggunakan
kondom.
Dari hasil penelitian secara
deskriftip didapat bahwa mayoritas
Faktor Predisposising ( pengetahuan
WPS baik
tetapi Sikap kurang
baik,) Faktor Enabling (ketersediaan
kondom)
kurang baik , Faktor
Reinforcing
( sikap petugas
kesehatan
baik tetapi sikap
pengelola lokalisasi kurang baik)
dan
Upaya pencegahan IMS
mayoritas kurang baik, dengan
demikian resiko Infeksi Menular
6
pencegahan
penyakit
Infeksi
Menular Seksial (IMS) dengan
(p=0,50) dan tidak ada hubungan
yang bermakna antara sikap PSK
dengan
tindakan
pencegahan
penyakit Infeksi Menular Seksual
(IMS) dengan (p=0,10). Sikap WPS
yang kurang baik terhadap upaya
pencegahan IMS merupakan salah
satu faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi
WPS
dalam
melakukan tindakan berisiko terkena
infeksi menular seksual. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian
yang telah dilakukan bahwa dari 55
responden mayoritas sikap WPS
tentang
IMS & Pencegahannya
adalah kurang
baik yaitu ada
sebanyak 31 orang (56,4%). Dari
hasil jawaban responden terhadap
beberapa pertanyaan yang telah
diajukan
dapat dilihat bahwa
mayaoritas WPS
kurang setuju
menggunakan kondom setiap kali
berhubungan seksual, kurang setuju
menolak pelanggan yang tidak ingin
menggunakan
kondom,
kurang
setuju menawarkan penggunaan
kondom pada pelanggan saat
berhubungan seksual sehingga WPS
bisa terhindar dari IMS dan HIV,
selain itu WPS juga kurang setuju
mengutamakan manfaat kondom dari
pada keinginan pelanggan.
menekankan
begitu
pentingnya
upaya pencegahan IMS, hal ini
mungkin saja disebabkan karena
pengelola
lokalisasi juga lebih
mengutamakan
keinginan
pelanggannya yang datang dan lebih
mengutamakan uang.
Dari uraian diatas walaupun
sikap petugas kesehatan baik tetapi
bila sikap pengelola
lokalisasi
kurang
baik
tidak akan
mempengaruhi WPS dalam upaya
pencegahan IMS ( Infeksi menular
seksual ). Kurangnya dukungan atau
sikap pengelola lokalisasi juga
merupakan salah satu faktor yang
memperkuat (reinforcing factors)
terjadinya Infeksi Menular Seksual
(IMS) di Lokalisasi Warung Bebek.
KESIMPULAN
1. Karakteristik WPS yang paling besar
proporsinya adalah kelompok umur
20-30 tahun (60%), proporsi tingkat
pendidikan yang terbesar
SD
(42%)
& SMP (42%), lama
bekerja sebagai WPS 6 bulan
sebanyak ( 89 %), Jumlah pelanggan
WPS dalam 1 minggu 5 Orang
sebanyak ( 56%)
2. Dari 55 respoden mayoritas Faktor
Predisposising ( pengetahuan WPS
baik tetapi Sikap kurang baik ),
Faktor
Enabling
(ketersediaan
kondom)
kurang baik , Faktor
Reinforcing
( sikap petugas
SARAN
1. Sikap WPS terhadap pencegahan
IMS dan penggunaan kondom lebih
ditingkatkan
dan
membuat
kesepakatan atau negosiasisi untuk
menggunakan kondom atau menolak
pelanggan bila tidak menggunakan
kondom saat berhubungan seks.
dengan
petugas
kesehatan
Puskesmas Serdang Berdagai untuk
meningkatkan sikap WPS terhadap
pencegahan dan penularan IMS,
pengelola lokalisasi setiap saat
menyediakan dan mendistribusi
kondom kepada WPS
serta
membuat
peraturan penggunaan
kondom secara konsisten,
2. Koordinator
Kementerian
Pendidikan
Dan Kebudayaan
Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta
Wilayah I
DAFTARPUSTAKA
Ahmadi,Abu, 2002. Psikologi Sosial,
Edisi Revisi,Cetakan kedua, Jakarta:
Rineka Cipta
Terpadu
Chandra
&
Rudi,2012,Hubungan
Pengetahuan,Sikap
WPS
dengan
tindakan pencegahan IMS di Bandar
Baru,USU.Co.id./handle/123456789/346
15.
Daili, F.S, dkk, 2009, Infeksi Menular
Seksual, Balai Penerbit FKUI, Cetakan
Pertama, Jakarta.
Dep.Kes
(2006) . Pedoman
Pelayanan Konseling dan Testing
HIV/AIDS ,Jakarta
secara sukarela
Nurul
Fitriana
Arifin
dkk,2012,
Penggunaan kondom, vaginal hygiene
sebagai factor resiko terjadinya Infeksi
Menular
Seksual,Jurnal
Kesehatan
Masyarakat,http;//ejournals.
undip.ac.id./index. php/jkm.
Dep.Kes
(2006) . Pedoman
Pelayanan Konseling dan Testing
HIV/AIDS ,Jakarta
secara sukarela
(Voluntary Counseling and Testing ),
Dirjen P2 & PL, Jakarta
16