Professional Documents
Culture Documents
badan, food recall 3x24 jam dan kuesioner aktivitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar responden mempunyai status gizi baik (60,9%), kecukupan konsumsi energi
tidak baik (65,2%), kecukupan konsumsi karbohidrat baik (56,5%), kecukupan konsumsi
protein baik (60,9%), kecukupan konsumsi lemak tidak baik (60,9%) dan aktivitas fisik
tinggi (52,2%). Berdasarkan uji fisher exact terdapat hubungan yang bermakna antara
kecukupan konsumsi energi (p-value = 0,023), lemak (p-value = 0,003) dan aktivitas fisik (pvalue = 0,036) dengan status gizi, tetapi tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kecukupan konsumsi karbohidrat (p-value = 0,068) dan protein (p-value = 0,162) dengan
status gizi. Ada hubungan kecukupan konsumsi energi, lemak dan aktivitas fisik dengan
status gizi, tetapi tidak ada hubungan kecukupan konsumsi karbohidrat dan protein dengan
status gizi.
Kata-kata kunci: autis, kecukupan konsumsi gizi, aktivitas fisik, status gizi.
PENDAHULUAN
Anak merupakan individu yang
berada pada satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi
hingga remaja. Proses perkembangan
anak memiliki ciri fisik, kognitif,
konsep diri dan perilaku sosial. Pada
beberapa kondisi terdapat anak-anak
yang
mengalami
masalah
perkembangan, salah satu kelainan
yang diderita anak yang menjadi
sorotan saat ini adalah autis (1).
Autis
merupakan
suatu
gangguan neurologis berat yang dapat
mempengaruhi cara seseorang untuk
berkomunikasi atau berhubungan
dengan orang lain disekitarnya secara
wajar. Gejala autis mulai tampak pada
anak usia 18-36 bulan. Autis bisa
terjadi pada siapapun, tanpa ada
perbedaan status sosial ekonomi,
pendidikan, golongan etnis, maupun
bangsa (1,2).
Berdasarkan laporan United
Nations Educational Scientific and
Cultural Organization (UNESCO)
pada tahun 2011, terdapat 35 juta
orang penyandang autis di seluruh
dunia, dengan rata-rata 6 dari 1000
orang. Di Amerika Serikat, autis
dimiliki oleh 11 dari 1000 orang.
Sedangkan
di
Indonesia,
perbandingannya berjumlah 8 dari
setiap 1000 orang. Angka ini
menunjukkan bahwa penderita autis di
Indonesia lebih besar jumlahnya jika
dibandingkan dengan penderita autis
pada penduduk dunia umumnya (3).
Tingkat kecukupan gizi akan
mempengaruhi status gizi seseorang.
Kurangnya kecukupan energi dalam
tubuh
akan
mempengaruhi
kelangsungan proses-proses di dalam
tubuh, sehingga dengan kurangnya
energi
dalam
tubuh
akan
mempengaruhi aktivitas anak, semakin
tinggi aktivitas anak maka akan
semakin besar energi yang dibutuhkan
oleh tubuh. Energi dalam tubuh dapat
timbul karena adanya pembakaran
karbohidrat, protein dan lemak, karena
itu agar energi tercukupi perlu
pemasukan makanan yang cukup
dengan mengonsumsi makanan yang
cukup dan seimbang (4,5).
Pola konsumsi dan aktivitas fisik
merupakan salah satu faktor yang
memberikan kontribusi terhadap status
gizi pada anak autis. Waktu yang
dihabiskan dalam melakukan aktivitas
berat pada anak autis lebih rendah
dibandingkan dengan anak normal,
sehingga anak autis cenderung
melakukan aktivitas yang menetap
sehingga
berpotensi
mengalami
kelebihan berat badan. Kelebihan berat
badan pada anak autis juga dapat
disebabkan karena pola konsumsi pada
anak autis yang tidak terbiasa
melakukan
diet.
Anak
autis
mempunyai alat pengecapan yang
sangat peka, sehingga hanya menyukai
makanan yang itu-itu saja. Anak autis
juga sering memiliki pencernaan yang
buruk karena 25% mengalami diare
kronis dan sembelit, selain itu juga
terdapat
permasalahan
berupa
peradangan
usus
yang
dapat
membatasi penyerapan zat gizi.
Gangguan
ini
tentunya
akan
berpengaruh terhadap kecukupan
konsumsi zat gizi anak autis (1,6).
Berdasarkan uraian tersebut
calon
peneliti
tertarik
untuk
melakukan
penelitian
tentang
hubungan kecukupan konsumsi gizi
dan aktivitas fisik dengan status gizi
anak autis di SLB Negeri Pelambuan
Banjarmasin.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
rancangan
observasional
analitik
dengan pendekatan cross sectional.
Populasi penelitian adalah semua anak
autis di SLB Negeri Pelambuan
Banjarmasin. Sampel penelitian yang
ditentukan
berdasarkan
teknik
sampling jenuh sebesar 23 responden
dengan kriteria inklusi (7). Data
penelitian
didapatkan
dengan
pengukuran tinggi badan dan berat
badan, food recall 3x24 jam dan
kuesioner aktivitas fisik.
Variabel penelitian ini adalah
variabel bebas, yaitu kecukupan
konsumsi energi, karbohidrat, protein,
lemak dan aktivitas fisik serta variabel
terikat, yaitu status gizi. Data
dianalisis
dengan
menggunakan
univariat untuk mengetahui gambaran
distribusi
frekuensi
karakteristik
subjek penelitian. Sedangkan analisis
bivariat dilakukan untuk mengetahui
variabel yang berhubungan dengan
status gizi responden. Uji statistik yang
digunakan dalam analisis bivariat
adalah fisher exact dengan derajat
kepercayaan 95%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini responden
paling banyak berjenis kelamin lakilaki yaitu 78,3% dibandingkan dengan
responden perempuan 21,7%. Umur
responden paling banyak terdapat pada
golongan umur 7-9 tahun dan 13-15
tahun yaitu masing-masing 34.8%.
Responden yang berumur 10-12 tahun
sebanyak 26.1% dan responden yang
berumur 4-6 tahun sebanyak 4,3%.
Rata-rata umur pada responden adalah
Tabel 1. Hubungan Kecukupan Konsumsi Energi dengan Status Gizi Anak Autis di
SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin
No
Kecukupan
Konsumsi
Energi
Status Gizi
Tidak Baik
Baik
n
%
n
%
Total
n
Tidak Baik
75,0
25,0
100
Baik
20,0
12
80,0
15
100
39,1
14
60,9
23
100
Total
p
value
OR
0,023
12,000
No
Kecukupan
Konsumsi
Karbohidrat
Status Gizi
Tidak Baik
Baik
n
%
n
%
Total
n
Tidak Baik
45,5
54,5
11
100
Baik
33,3
66,7
12
100
39,1
14
60,9
23
100
Total
p value
OR
0,680
1,667
Berdasarkan
hasil
analisis,
diperoleh hasil bahwa kecukupan
karbohidrat
responden
sebanyak
52,1%
mempunyai
kecukupan
karbohidrat baik sedangkan kecukupan
karbohidrat responden yang tidak baik
sebanyak
47,8%.
Kecukupan
konsumsi karbohidrat responden yang
baik membuktikan bahwa konsumsi
makanan pokok responden pada
umumnya
masih
baik
karena
karbohidrat disuplai dari makanan
pokok. Sedangkan untuk kecukupan
karbohidrat responden yang tidak baik
ini kemungkinan disebabkan oleh
porsi sumber karbohidrat seperti nasi
yang dikonsumsi oleh responden tidak
sesuai dengan kebutuhan, selain itu
sumber karbohidrat sering kali
digantikan atau ditambah dengan
mengonsumsi mie instant atau roti
(16).
Hasil analisis hubungan antara
kecukupan konsumsi protein dengan
status gizi anak autis di SLB Negeri
Pelambuan Banjarmasin yang tersaji
pada tabel tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Kecukupan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Anak Autis
di SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin
Kecukupan
Konsumsi
Protein
Tidak Baik
Baik
No
Total
Status Gizi
Tidak Baik
Baik
n
%
n
%
4
66,7
2
33,3
Total
n
6
%
100
29,4
12
70,6
17
100
39,1
14
60,9
23
100
p value
OR
0,162
4,800
Tabel 4. Hubungan Kecukupan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Anak Autis di
SLB Negeri Pelambuan Banjarmasin
Kecukupan
Konsumsi
Lemak
Tidak Baik
Baik
No
Total
Status Gizi
Tidak Baik
Baik
n
%
n
%
9
64,3
5
35,7
Total
N
14
%
100
100
100
39,1
14
60,9
23
100
p value
OR
0,003
mencukupi
kebutuhan
lemak
responden yang sebagian besar hanya
berasal dari minyak (bahan makan
yang di goreng dan di tumis),
sedangkan anak autis yang asupan
lemaknya baik dan cenderung lebih,
sumber lemaknya selain dari minyak
juga berasal dari kacang-kacangan.
(11).
Menurut penelitian Pittsburgh
dalam Martiani tahun 2012 anak autis
memiliki pola makan yang berbeda
dengan anak baik. Anak autis sering
membuang makanan dan menolak
makanan berdasarkan tekstur, warna
dan
jenis
makanan,
sehingga
mempunyai variasi makanan yang
lebih sedikit (13).
Lemak merupakan penyumbang
energi
terbanyak.
Lemak
menghasilkan lebih dari dua kali
energi yang dihasilkan karbohidrat.
Kelebihan karbohidrat pada tubuh
diubah menjadi lemak dan disimpan
dalam jaringan lemak, dengan
demikian lemak merupakan simpanan
energi yang penting dalam tubuh (15).
Hasil analisis hubungan antara
aktivitas fisik dengan status gizi anak
autis di SLB Negeri Pelambuan
Banjarmasin yang tersaji pada tabel
tabel 5.
Tabel 5 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Anak Autis di SLB Negeri
Pelambuan Banjarmasin
No
Aktivitas
Fisik
Status Gizi
Tidak Baik
Baik
n
%
n
%
Total
n
Ringan
63,6
36,4
11
100
Tinggi
16,7
10
83,3
12
100
39,1
14
60,9
23
100
Total
p value
OR
0,036
8,750
PENUTUP
Kesimpulan penelitian ini adalah
terdapat hubungan yang bermakna
antara kecukupan konsumsi energi (pvalue = 0,023) dengan nilai odds ratio
sebesar 12,00, lemak (p-value = 0,003)
dan aktivitas fisik (p-value = 0,036)
dengan nilai odds ratio sebesar 8,75
dengan status gizi, tetapi tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara
kecukupan konsumsi karbohidrat (pvalue = 0,068) dan protein (p-value =
0,162) dengan status gizi.
Saran yang dapat diberikan dari
hasil penelitian ini yaitu Perlunya
partisipasi pihak sekolah untuk dapat
mengawasi anak autis agar tidak
2.
3.
4.
5.
Mujiyanti
DM.
Tingkat
pengetahuan ibu dan pola
konsumsi pada anak autis di Kota
Bogor. Skripsi. Bogor: Institut
Petanian Bogor, 2011.
Hady NA, Wahyuni, Wahyu P.
Perbedaan efektivitas terapi musik
klasik dan terapi musik murrotal
terhadap perkembangan kognitif
anak autis di SLB Autis Kota
Surakarta. GASTER 2012; 9(2);
72-81.
Harnowo PA. 8 dari 1000 orang di
Indonesia adalah penyandang
autis. (online), (http//autis.info
situs informasi seputar autisme,
diakses tanggal 30 Maret 2013).
Kusramadhanty M. Hubungan
aktivitas fisik, waktu menonton
televisi, dan konsumsi pangan
dengan status gizi dan status
kesehatan anak usia prasekolah.
Skripsi. Bogor: Institut Petanian
Bogor, 2012.
Dewi LM, Lilik H. Kontribusi
kondisi
ekonomi
keluarga
terhadap status gizi (BB/TB Skor
13.
14.
15.
16.
17.
Riau:
Fakultas
Kedokteran
Universitas Riau, 2013.
Martiani M, Elisabeth SH,
Martalena BP. Pengetahuan dan
sikap orang tua hubungannya
dengan pola konsumsi dan status
gizi anak autis. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia 2012; 8(3); 135-143.
Amelia AR, Aminuddin S, Siti F.
Hubungan asupan energi dan zat
gizi dengan status gizi santri putri
Yayasan
Pondok
Pesantren
Hidayatullah Makasar Sulawesi
Selatan tahun 2013. Makassar:
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, 2013.
Mustapa Y, Saifuddin S, Abdul S.
Analisis
faktor
determinan
kejadian masalah gizi pada anak
balita di wilayah kerja Puskesmas
Tilote
Kecamatan
Tilango
Kabupaten Gorontalo tahun 2013.
Makassar: Program Studi Ilmu
Gizi
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Hasanuddin, 2013.
Yulni, Veni H, Devintha V.
Hubungan asupan zat gizi makro
dengan status gizi pada anak
Sekolah Dasar di Wilayah Pesisir
Kota Makassar tahun 2013.
Makassar: Program Studi Ilmu
Gizi
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Hasanuddin, 2013.
Makalew YM, Sherly ESK, Nancy
SHM. Hubungan antara asupan
energi dan zat gizi dengan status
gizi anak sekolah dasar kelas 4
dan kelas 5 SDN 1 Tounelet dan
Sd Katolik St. Monica Kecamatan
Langowan
Barat.
Manado:
Program Studi Gizi Masyarakat.
18.
19.
20.
21.
22.
23.