You are on page 1of 8

.

.

:













Kaum muslimin rahimakumullah,
Muncul di tengah kita pemikiran yang menyatakan bahwa semua agama
sama. Hingga akhirnya, orang pun memiliki hak kebebasan untuk
menentukan agamanya, berpindah-pindah keyakinan, bahkan menciptakan
agama baru, dan seterusnya. Pernyataan yang juga diusung kaum liberal ini,
kemudian dihubungkan pula dengan dalih hak asasi manusia dan kebebasan
dalam memeluk suatu agama dan kepercayaan
Bagaimanakah sesungguhnya kebenaran pernyataan ini? Dalam khotbah
yang singkat ini, khotib akan menjelaskan tentang permasalahan ini.
Ibadallah,
Sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai
penutup para nabi. Tidak ada nabi setelah beliau shallallahu alaihi wa
sallam, hingga hari kiamat.





Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara
kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi (QS. Al-Ahzab:
40).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

Dan aku merupakan penutup para nabi, tidak ada nabi setelahku. (HR.
Tirmidzi).

Syariat beliau shallallahu alaihi wa sallam juga merupakan penutup syariat.


Tidak ada syariat yang menyamainya, dan tidak ada syariat baru setelahnya
hingga hari kiamat.
Allah berfirman.







Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. AliImran: 19).















Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk
orang-orang yang rugi (QS. Ali-Imran: 85).
Islam, artinya menyerahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala dengan
mentauhidkan dan tunduk kepada-Nya dengan mentaati-Nya, dan berlepas
diri dari kesyirikan serta pelakunya. Islam dengan makna seperti inilah yang
dibawa semua rasul. Jadi, Islam ialah mentauhidkan Allah, mentaati para
rasul-Nya, dan mengamalkan syariat yang diberlakukan pada zamannya.
Aqidah para nabi itu satu (sama), yaitu mentauhidkan AllahSubhanahu wa
Taala, sedangkan syariatnya berbeda-beda, karena Allah Subhanahu wa
Taala memberikan syariat yang sesuai dengan masanya.








Untuk tiap-tiap umat di antara kami, Kami berikan aturan dan jalan yang
terang. (QS. Al-Maidah: 48).












Bagi taip-tiap masa ada kitab (yang tertentu). Allah menghapuskan apa
yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisiNya-lah terdapat Ummul kitab (Lauh Mahfudz). (QS. Ar-Rad: 38-39).
Kaum muslimin rahimakumullah,

Apabila suatu syariat sudah dihapus, maka wajib mengamalkan syariat baru
yang menghapusnya. Tidak boleh mengamalkan syariat yang telah dihapus.
Karena mengamalkan yang telah dihapus bukan ibadah, tetapi hanya
mengikuti hawa nafsu dan setan. Dan syariat Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam merupakan penghapus bagi semua syariat terdahulu. Karena itu,
wajib mengamalkannya dan meninggalkan syariat lainnya, karena semua
sudah terhapus.
Syariat Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam ini mencakup semua
yang bisa memberi kebaikan kepada manusia, di setiap tempat dan segala
keadaan.


















Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi
agamamu. (QS. Al-Maidah: 3).
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah,
Yang dimaksud dengan kalimat Islam dalam ayat ini, ialah agama Nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Karena setelah pengangkatan
beliau sebagai Rasul. Istilah Islam digunakan pada syariat yang beliau bawa.
Dan beliau shallallahu alaihi wa sallam sebagai utusan Allah Subhanahu wa
Taala kepada semua manusia.





Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia
seluruhnya. (QS. Saba: 28).






Katakanlah: Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua (QS. Al-Araf: 158).
Oleh karena itu, seseorang yang tetap bertahan dengan agama-agama
terdahulu, seperti Yahudi dan Nasrani atau lainya, berarti ia menjadi orang
yang ingkar kepada Allah Subhanahu wa Taala, karena tidak berada di atas
agama yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Taala untuk diikuti,
yaitu agama Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman.

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. (QS.
Al-Maidah: 67).
Nabi shallallahu alaihi wa sallam merealisasikan perintah Allah kepada
beliau dengan mengirim surat kepada para raja di muka bumi untuk
mengajak mereka masuk Islam, mengikuti beliau shallallahu alaihi wa
sallam, dan membebankan atas mereka tanggung jawab ittiba.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga mengirim para utusan ke
berbagai penjuru dunia.
Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam mengirim Muadz bin Jabal ke Yaman,
seraya bersabda.




















Engkau akan mendatangi sebagian kaum Ahli Kitab, maka hendaklah yang
pertama kali engkau dakwahkan, ialah syahadat Lailaha Illallah dan
Muhammad itu Rasulullah. (Al-Hadits).
Allah Subhanahu wa Taala berfirman kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam














Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik
itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka
Jahannam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. (QS. AtTaubah: 73).
Maka, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun bergegas melaksanakan
perintah Allah Subhanahu wa Taala. Beliau shallallahu alaihi wa
sallam memimpin tentara dan membentuk pasukan untuk berjihad di jalan
AllahSubhanahu wa Taala. Kemudian para sahabat setelah beliau shallallahu
alaihi wa sallam melanjutkan jihad ini, sehingga berhasil menaklukkan dunia
bagian timur dan barat. Dan agama Allah memperoleh kemenangan,
meskipun orang-orang musyrik membenci.

Sehingga, berdasarkan uraian di atas, maka perkataan bebas memilih


agama merupakan perkataan bathil. Perkataan ini akan mengakibatkan
terhapusnya syariat jihad fi sabilillah, padahal Allah Azza wa Jalla berfirman.











Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi, dan (sehingga)
agama itu hanya untuk Allah belaka (QS. Al-Baqarah: 193).
Seruan bebas memilih agama juga memiliki konsekwensi, tidak perlu
dikirimkan Rasul dan diturunkan Kitab untuk memerintahkan (manusia)
beribadah kepada Allah Azza wa Jalla semata. Juga berarti, tidak boleh
membunuh orang murtad yang diperintahkan Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam agar dibunuh, (sebagaimana) dalam sabda beliau shallallahu
alaihi wa sallam.



Orang yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia. (HR. al-Bukhari).
Yang melontarkan perkataan ini, hanyalah golongan penganut wihdatulwujud . Mereka berpendapat bahwa semua yang disembah ialah Allah Azza
wa Jalla Maha Tinggi Allah dari ucapan mereka. Perkataan ini kemudian
bertemu dengan perkataan orang-orang musyrik ketika diperintahkan oleh
para nabi mereka untuk beribadah kepada Allah Azza wa Jalla semata dan
meninggalkan semua sesembahan yang lain, mereka berkata.










Dan mereka berkata : Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) ilah-ilah kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa, Yaghuts,
Yauq, dan Nasr. (QS. Nuh: 23).









Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu ilah yang satu saja? Sesungguhnya ini
benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (QS. Shad: 5).
Kaum muslimin rahimani wa rahimakumullah,

Salah satu ayat yang dijadikan oleh orang-orang penyeru kebebasan


beragama adalah firman Allah Subhanahu wa Taala.



Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). (QS. Al-Baqarah:
256).
Yang dijadikan pegangan oleh para pengusung pendapat ini tanpa alasan
yang benar, maka ayat tersebut tidak seperti yang mereka inginkan.
Perhatikanlah bagaimana para ulama kita menafsirkan ayat ini. Al-Iman Ibnu
Katsir rahimahullah berkata,
Allah Azza wa Jalla berfirman : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam).
Maksudnya sangatlah jelas, tidak perlu memaksa seseorang masuk Islam.
Akan tetapi, orang yang diberi petunjuk Allah Azza wa Jalla, dan dilapangkan
dadanya untuk menerimanya, serta hatinya disinari cahaya Islam, maka ia
akan memeluk Islam. Sedangkan orang yang dibutakan mata hatinya,
pendengaran dan penglihatannya ditutup oleh Allah Azza wa Jalla, maka
tidak ada gunanya memaksanya masuk Islam. Para ulama menyebutkan
ayat ini turun pada sekelompok orang Anshar, meskipun hukum ayat ini
bersifat umum.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
Sebagian ulama berpendapat, pengertian ayat ini dibawakan kepada para
ahli kitab dan orang yang mengikuti agama mereka sebelum terjadi
perubahan dan pergantian. Jika mereka sudah membayar jizyah (artinya,
orang kafir yang telah membayar jizyah ini, jangan dipaksa masuk Islam).
Sementara itu, sebagian ulama lainnya mengatakan, bahwa ayat ini
telah dimansukh (dihapus hukumnya dan diganti) dengan ayat yang
memerintahkan untuk berperang, dan wajib mendakwahi semua umat
manusia agar masuk ke dalam agama Islam yang lurus ini. Jika ada di antara
manusia yang tidak mau masuk Islam, tidak mau tunduk kepadanya, dan
juga tidak mau membayar jizyah, maka ia diperangi sampai terbunuh.
Syaikh Abdur Rahman As-Sadi mengatakan, dalam firman Allah Azza wa
Jalla surat Al-Baqarah ayat 256 ini, sebagai penjelasan mengenai
kesempurnaan agama ini. Karena kesempurnaan bukti-buktinya, kejelasan
ayat-ayatnya, juga karena keberadaan Islam itu sebagai agama (yang sesuai
dengan) akal, ilmu, fitrah, hikmah, agama kebaikan dan yang mengadakan

perbaikan, agama yang haq dan agama petunjuk. Karena kesempurnaannya


ini, juga karena diterima oleh fithrah, maka tidak perlu memaksa manusia
masuk Islam. Karena pemaksaan itu hanya pada sesuatu yang tidak
disenangi hati, bertentangan dengan hakikat dan kebenaran, atau pada
sesuatu yang tidak jelas bukti dan tanda-tandanya.
Jika tidak demikian, maka orang yang telah sampai padanya agama Islam ini
lalu dia menolaknya, tidak menerimanya, maka itu dikarenakan oleh
pembangkangannya. Karena sudah jelas perbedaan antara petunjuk dan
kesesatan. Sehingga, tidak ada alasan dan argumen menolak Islam.
Makna ini, tidak bertentangan dengan banyak ayat yang menyerukan
kewajiban jihad. Karena Allah Azza wa Jallamewajibkan jihad, supaya semua
agama itu hanya untuk Allah Azza wa Jalla, juga untuk menghalau
kezhaliman para pelakunya. Dan kaum muslimin sepakat, bahwa jihad itu
tetap ada bersama dengan pemimpin yang baik dan zhalim. Itu termasuk
yang difardhukan secara terus menerus, jihad melalui ucapan ataupun
perbuatan.
Sehingga jelaslah bagi kita, maksud firman Allah surat Al-Baqarah ayat 256,
bukan membiarkan manusia tetap berada di atas agama kekufuran,
kesyirikan ataupun menyimpang, karena Allah Azza wa Jalla menciptakan
makhluk agar mereka beribadah kepada-Nya semata, tidak ada sekutu bagiNya, sebagaimana firman AllahSubhanahu wa Taala.










Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Baragsiapa yang tidak mau beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, maka
orang itu diperangi, sehingga semua agama (ketaatan, -red) itu hanya untuk
Allah Azza wa Jalla.
Demikianlah, kita memohon kepada Allah agar Dia menujukkan kepada kita
kebenaran itu sebagai kebenaran, dan memberikan kepada kita kekuatan
untuk mengikutinya, serta menujukkan kepada kita kebathilan itu sebagai
sebuah kebathilan dan memberikan kekuatan untuk menjauhinya.

Khutbah Kedua:

:


Kaum muslimin rahimakumullah,
Marilah kita menundukkan diri kita sejenak, berdoa kepada Allah dengan
merendah diri kepada-Nya. Semoga Allah mengabulkan permintaan kita,
menolong kita dalam ketaatan kepada-Nya, dan melindungi kita dari makarmakar orang-orang yang membenci agama-Nya.








































.



Diadaptasi dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M.
www.KhotbahJumat.com
This entry was posted in Artikel Khutbah Jumat. Bookmark the permalink.

You might also like