Professional Documents
Culture Documents
11. SNRA
Teori
12. May, A.D.
Traffic Engineering.
Prentice-Hall, Englewood Cliffs; 1990.
16. NAASRA
1 - 17
MKJI: PENDAHULUAN
Lampiran 1:1
Dari:
Nama:
Alamat:
Telepon/faks:
1 - 18
BAB 2
SIMPANG BERSINYAL
1.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN....................................................................................................................
2-2
1.1
2-2
1.2
2-2
1.3
2.
METODOLOGI.......................................................................................................................
2 - 10
2.1
2 - 10
2.2
PANDUAN PENGGUNAAN..................................................................................................
2 - 19
2.2.1
2 - 19
2.2.2
Nilai Normal.................................................................................................................
2 - 20
2.3
2.4
3.
PROSEDUR PERHITUNGAN.............................................................................................
2 - 38
LANGKAH A:
DATA MASUKAN..................................................................................
2 - 39
A-l:
2 - 39
A-2:
2 - 41
PENGGUNAAN SINYAL.....................................................................
2 - 42
LANGKAH B:
LANGKAH C:
LANGKAH D:
LANGKAH E:
B-1:
Fase sinyal................................................................................... 2 - 42
B-2:
2 - 43
2 - 45
C-1:
Tipe pendekat.............................................................................
2 - 45
C-2:
2 - 47
C-3:
2 - 49
C-4:
Faktor penyesuaian....................................................................
2 - 53
C-5:
2 - 58
C-6:
2 - 59
KAPASITAS............................................................................................
2 - 61
D-1:
Kapasitas....................................................................................
2 - 61
D-2:
PERILAKU LALU-LINTAS.................................................................. 2 - 63
E-1:
PERSIAPAN..............................................................................
2 - 63
E-2:
Panjang Antrian..........................................................................
2 - 64
E-3:
Kendaraan terhenti...................................................................... 2 - 67
E-4:
Tundaan....................................................................................... 2 - 68
4.
CONTOH PERHITUNGAN..................................................................................................
2 - 70
5.
KEPUSTAKAAN.....................................................................................................................
2 - 102
2 - 104
2-1
1. PENDAHULUAN
1.1 LINGKUP DAN TUJUAN
Bab ini menguraikan tata cara untuk menentukan waktu sinyal, kapasitas, dan perilaku lalu-lintas
(tundaan, panjang antrian dan rasio kendaraan terhenti) pada simpang bersinyal di daerah
perkotaan dan semi perkotaan.
Manual ini terutama herhubungan dengan simpang bersinyal terisolir, dengan kendali waktu tetap
(definisi lihat Bagian 1.3 di bawah) dengan bentuk geometrik normal (empat-lengan dan tiga-lengan)
dan peralatan sinyal pengatur lalu-lintas. Dengan beberapa pertimbangan dapat juga digunakan untuk
menganalisa bentuk geometrik lainnya.
Simpang-simpang bersinyal yang merupakan bagian dari sistem kendali waktu tetap yang dirangkai atau
'sinyal aktuasi kendaraan' terisolir, biasanya memerlukan metoda dan perangkat lunak khusus dalam
analisanya. Walau demikian masukan untuk waktu sinyal dari suatu simpang yang berdiri sendiri dapat
diperoleh dengan menggunakan manual ini, lihat Bagian 2.2:1.
Pada umumnya sinyal lalu-lintas dipergunakan untuk satu atau lebih dari alasan berikut
-
untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu-lintas, sehingga terjamin
bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu-lintas jam puncak;
untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari jalan simpang (kecil)
untuk /memotong jalan utama;
untuk mengurangi jumlah kecelakaan Ialu-lintas akibat tabrakan antara kendaraankendaraan dari arah yang bertentangan.
Penggunaan sinyal tidak selalu meningkatkan kapasitas dan keselamatan dari simpang seperti dibahas
dalam bab 1 bagian 5. Dengan menerapkan metoda-metoda yang diuraikan dalam bab ini atau bab
lainnya dari manual ini adalah mungkin untuk memperkirakan pengaruh penggunaan sinyal terhadap
kapasitas dan perilaku lalu-lintas jika dibandingkan dengan pengaturan tanpa sinyal atau pengaturan
bundaran.
1.2 KARAKTERISTIK SINYAL LALU LINTAS
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama adalah fungsi dari
keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas. Dengan menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat
mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada masingmasing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku lalu-Iintas, pertama-tama perlu
ditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan
lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating bertentangan dalam dimensi waktu. Hal ini
adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang datang dari jalan jalan yang saling
berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan
gerakan membelok dari lalu-lintas lurus melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas
membelok dari pejalan-kaki yang menyeberang = konflik-konflik kedua, lihat Gbr 1.2:1 di bawah.
2-2
Gambar 1.2:1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan
Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk mengatur sinyal lampu
lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk jalan yang berpotongan, sebagaimana
ditunjukan dalam Gambar 1.2:2. Metoda ini selalu dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam
suatu simpang telah dilarang. Karena pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam
beberapa kejadian, maka pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa
lampu lalu-lintas.
Gambar 1.2:2 juga memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistim dua fase,
termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan periode antar hijau (lihat juga Bagian 1.3).
Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang berurutan adalah
untuk:
.1
.2
menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri memperoleh waktu
yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum kendaraan pertama dari fase
berikutnya memasuki daerah yang sama.
Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh waktu merah
semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase.
2-3
Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan tidak berubah
selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan sebelumnya, maka
dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap.
Jalan A
Fase A
Fase B
Jalan B
dianggap sebagai terlawan. Jika tidak ada arus belok kanan dari pendekat-pendekat
tersebut, atau jika arus belok kanan diberangkatkan ketika lalu-lintas lurus dari arah berlawanan
sedang menghadapi merah (seperti dalam kasus 5 dan 6 pada Gambar 1.2:3), arus berangkat
tersebut dianggap sebagai terlindung. Pada kasus 2 dan 3 arus berangkat dari pendekat
Utara adalah terlawan sebagian dan terlindung sebagian. Pada kasus 4 arus berangkat dari
pendekat Utara dan Selatan adalah terlindung, sedangkan dari pendekat Timur dan Barat
adalah terlawan.
Kasus
Karakteristik
2-5
EKIVALEN MOBIL
PENUMPANG
smp
SATUAN MOBIL
PENUMPANG
Type 0
ARUS BERANGKAT
TERLAWAN
Type P
LT
BELOK KIRI
LTOR
ST
LURUS
RT
BELOK KANAN
PEMBELOKAN
PRT
Q0
ARUS MELAWAN
2-6
QRT0
ARUS MELAWAN, BELOK Arus dari lalu-lintas belok kanan dari pendekat yang
KANAN
berlawanan (kend./jam; smp/jam).
ARUS JENUH
S0
DS
DERAJAT KEJENUHAN
FR
RASIO ARUS
IFR
PR
RASIO FASE
KAPASITAS
FAKTOR PENYESUAIAN
TUNDAAN
QL
PANJANG ANTRIAN
NQ
ANTRIAN
NS
ANGKA HENTI
2-7
Psv
WA
LEBAR PENDEKAT
WMASUK
LEBAR MASUK
WKELUAR
LEBAR KELUAR
We
LEBAR EFEKTIF
JARAK
GRAD
LANDAI JALAN
KONDISI LINGKUNGAN
COM
KOMERSIAL
RES
PERMUKIMAN
RA
AKSES TERBATAS
CS
UKURAN KOTA
2-8
SF
HAMBATAN SAMPING
FASE
WAKTU SIKLUS
WAKTU HIJAU
gmax
WAKTU HIJAU MAKSIMUM Waktu hijau maksimum yang diijinkan dalam suatu fuse
untuk kendali lalu-lintas aktuasi kendaraan (det.)
gmin
GR
RASIO HIJAU
AMBER
WAKTU KUNING
IG
ANTAR HIJAU
LTI
WAKTU HILANG
2-9
2. METODOLOGI
2.1 PRINSIP UMUM
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini, didasarkan pada prinsipprinsip utama sebagai berikut
a) Geometri
Perhitungan dikerjakan secara terpisah
untuk setiap pendekat. Satu lengan
simpang dapat terdiri lebih dari satu
pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua
atau lebih sub-pendekat. Hal ini terjadi
jika gerakan belok-kanan dan/atau
belok-kiri mendapat sinyal hijau pada
fase yang berlainan dengan lalu-lintas
yang lurus, atau jika dipisahkan secara
fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas
dalam pendekat.
b) Arus lalu-lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada
kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.
Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT lurus QST dan belok-kanan QRT) dikonversi
dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-jam dengan menggunakan
ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan:
,
Jenis Kendaraan
Terlawan
1,0
1,3
0,2
1,0
1,3
0,4
2 - 10
c)
Model dasar
(1)
di mana:
C = Kapasitas (smp/jam)
Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama
S=
sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)
g = Waktu hijau (det).
Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap
c=
(yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung
kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.
Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun demikian dalam
kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan mencapai nilai puncaknya setelah
10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.1:1 di bawah.
Arus berangkat juga terus berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi
0, yang biasanya terjadi 5 - 10 detik setelah awal sinyal merah.
Gambar 2.1:1 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik
2 - 11
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai 'Kehilangan awal' dari
waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir'
dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.1:2. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu
hijau di mana arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir
(2)
Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvai telah ditarik kesimpulan bahwa ratarata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan akhir, keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik.
Sesuai dengan rumus (1a) di atas, untuk kasus standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama
dengan waktu hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau
dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing-masing lokasi, dapat digunakan
pada rumus (1) di atas, untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan
awal dan tambahan akhir.
2 - 12
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0) yaitu arus jenuh pada
keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari
suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya
S = S 0 F 1 F2 F3 F4 . Fn
(3)
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lehar efektif pendekat (We):
S o = 600 W e
(4)
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metoda
Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama-tama ditentukan
waktu siklus ( c ), selanjutnya waktu hijau ( gi ) pada masing-masing fase ( i ).
WAKTU SIKLUS
C = (1,5
x LTI + 5) / (1 - 6FRcrit)
(5)
2 - 13
di mana:
C
LTI
FR
FRcrit
= Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.
E(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan terjadinya lewat
jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan
meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FRcrit) mendekati atau lebih dari 1 maka simpang
tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang
sangat tinggi atau negatif.
WAKTU HIJAU
gi = (c - L T I ) x FRcri t, / L(FRCrit)
di mana:
gi
=
(6)
Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam
pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus. Penyimpangan
kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah
tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.
e)
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c) pada
masingmasing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.
Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu-Iintas (Q),
derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana diuraikan di bawah
PANJANG ANTRIAN
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang
tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah
(NQ2)
NQ = N Q 1 +NQ 2
(8)
2 - 14
Dengan
DS 12 8 u DS 0,5
NQ1
0,25 u C u DS 1
jika
NQ2
cu
1 GR
Q
u
1 GR u DS 3600
(8.1)
(8.2)
dimana:
jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
NQ l
NQ 2
jumlah smp yang datang selama fase merah.
DS
derajat kejenuhan
GR
rasio hijau
c
waktu siklus (det)
C
kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S GR)
Q
arus lalu-lintas pada pendekat tersebut (smp/det)
Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai rata-rata ini
ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki.
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp
(20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
QL
NQ MAX u
20
WMASUK
(9)
ANGKA HENTI
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam
antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai
NS
0,9 u
NQ
u 3600
Quc
(10)
dimana c adalah waktu siklus (det) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat yang ditinjau.
RASIO KENDARAAN TERHENTI
Rasio kendaraan terhenti PSV , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah
sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:
(11)
2 - 15
TUNDAAN
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1)
TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan lainnya
pada suatu simpang.
2)
TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada
suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
(12)
dimana:
Dj
= Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
= Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DT j
DG j = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut
(didasarkan pada Akcelik 1988):
DT
cu
2
NQ1 u 3600
0,5 u 1 GR
(1 GR u DS )
C
(13)
dimana:
DT j = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR
= Rasio hijau (g/c)
DS
= Derajat kejenuhan
C
= Kapasitas (smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (Rumus 8.1 diatas).
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh
faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir,
pengaturan oleh polisi secara manual dsb.
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut
(14)
DG j = (1-psv) PT 6 +(psv4)
dimana:
DG j = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Psv
= Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT
= Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti
didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan belok tidak berhenti =
10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2; 4) kendaraan berhenti melambat untuk
meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan.
2 - 16
Arus berangkat terlindung" dari pendekat bersinyal yaitu tidak adanya konflik antara kendaraan
belok kanan dengan lalu-lintas dari arah yang berlawanan.
Pada pendekat terlindung tanpa median, kendaraan belok kanan sering kali menggunakan lajurlawan ketika mengambil gilirannya.
2 - 17
Pada pendekat terlawan, kendaraan belok kanan biasanya tidak menghormati hak pemakaian jalan
bagi lain-lintas lurus.
Jika tidak ada median, kendaraan-kendaraan belok kanan menutup lintasan dari gerakan lalulintas lurus dengan "memotong" jalur yang berlawanan.
2 - 18
b) Perencanaan
Diketahui:
Tugas:
Contoh:
c) Pengoperasian
Diketahui:
Tugas:
Contoh:
Waktu sinyal yang dihitung dengan manual ini disarankan untuk sinyal dengan kendali waktu-tetap
bagi kondisi lalu-lintas yang digunakan sehagai data masukan. Untuk keperluan pemasangan di
lapangan, supaya berada pada sisi yang aman terhadap fluktuasi lalu-lintas, maka disarankan suatu
penambahan waktu hijau sebesar 10% secara proporsional dan penambahan waktu siklus yang
sepadan. Jika penentuan waktu digunakan untuk pengaturan aktuasi lalu-lintas waktu hijau
maksimum sebaiknya ditentukan 25-40% lebih besar dari pada waktu hijau jika menggunakan kendali
waktu-tetap.
Metoda penentuan waktu sinyal dapat juga digunakan untuk menentukan waktu siklus minimum pada
suatu sistem koordinasi sinyal dengan waktu tetap (yaitu seluruh sistem akan beroperasi dengan
waktu siklus tertinggi yang dibutuhkan untuk salah satu simpangnya).
Bagian 2.3 PANDUAN REKAYASA LALU-LINTAS memberikan saran tentang pemilihan tipe
pengaturan dan situasi sebagai masukan untuk berbagai tingkat analisa rinci yang berbeda.
Metodologi yang digunakan pada masing-masing tingkat pada dasarnya adalah sama, yaitu
menghitung waktu sinyal, kapasitas dan kualitas lalu-lintas untuk kumpulan data masukan yang
berurutan sampai diperoleh suatu penyelesaian yang memuaskan bagi persoalan yang diberikan.
2 - 19
a)
Arus lalu-lintas
Jika hanya arus lalu-lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui distribusi lalu-lintas pada
setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT
sebagai berikut:
Tipe kota dan jalan
Faktor persen k
k x LHRT = arus rencana/jam
7-8%
8-9 %
8 - 10%
9-12%
Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan, 15% belok-kanan dan
15% belok-kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan (kecuali jika ada gerakan membelok
tersebut yang akan dilarang):
Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan bila tidak ada taksiran yang
lebih baik:
Ukuran kota
Juta penduduk
> 3 juta
1 - 3 juta
0,5 - 1 juta
0,1 - 0,5 juta
< 0,1 juta
60
55,5
40
63
63
Rasio
kendaraan
Kendaraan berat
HV
Sepeda motor
MC
4,5
3,5
3,0
2,5
2,5
35,5
41
57
34,5
34,5
2 - 20
tak bermotor
(UM/MV)
0,01
0,05
0,14
0,05
0,05