You are on page 1of 4

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013

Solo, 23 Mei 2013

Vol.1 hal-75

UJI ANTI PLASMODIUM SENYAWA ALKALOID DARI


Albertisia papuana Becc
1)

Helen Lusiana , Tun Tedja Irawadi2), Irma Herawati Suparto3)


1)Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya Kampus Universitas Palangka Raya,
Tunjung Nyaho Jl. Yos Sudarso Palangka Raya 73111A, Kalimantan Tengah, Indonesia
2) Departemen Kimia Fakultas MIPA- IPB, Kampus IPB Darmaga,
Jl. Lingkar Akademik Bogor 16680- Indonesia
email penulis utama: renhartjemi@yahoo.com
Abstract
Malaria is still highly prevalent in Indonesia. It is important to identify herbal medicine that has
antiplasmodial activity because the need for new sensitive agent for this parasite is increasing. The objective of
this research is isolatiton and identification of alkaloid compound in the root of Albertisia papuana becc or
sungkai sayur as local name and its in vitro antiplasmodial activity to Plasmodium falciparum. The extraction
used n-hexane and ethanol 80% as solvent and the separated by flash colum chromatography with
dichloromethane:methanol (1:1). The crude extract and fractions were tested against chloroquine resistant (W2)
and sensitive (D6) P. falciparum isolate. The concentration of crude extract were 0.01; 0.1; 1; 10; 100; and
1000 g/mL and for fractions were 1; 10 and 100 g/mL in 100 L cell suspension with 48 and 72 hour
incubation at 37oC. Indicator of activity was show as percentage of inhibition by counting number of live
schizonts calculated from 200 asexual parasites. The result showed that the antiplasmodium activity was dose
related. Percentage of death was higher in sensitive strain by alkaloid crude extract. The lowest concentration
with highest anti plasmodium activity for both strains W2 and D6 were at 10 g/mL with inhibition 86.06% and
97.16%, respectively, at 48 hours incubation. Fraction 2 with concentration 1; 10 and 100 g/mL showed high
inhibition in the range 83.90-100% for both strains. Identification of active component with infra red spectrum
showed fraction 2 of A. papuana Becc roots extract has functional group C-N stretch, C-O ether, C=C aromatic,
-CH2, -CH3 stretch, -N-H, -OH and overtone benzene. The conclusion is A. papuana Becc hasl alkaloid
compound whith potential antiplasmodial activity.
Keywords:antiplasmodila activity, Plasmodium falciparum, Albertisia papuana Becc, alkaloid.
1.

PENDAHULUAN

Penyakit malaria merupakan penyakit tropis, dan


banyak diderita oleh penduduk Indonesia, kerena
Indonesia merupakan daerah tropis yang beriklim
panas dan lembab dengan ketingian lebih rendah dari
2.200 m di atas permukaan laut. Kondisi geografis
tersebut merupakan tempat ideal untuk berkembang
biaknya vektor penyakit malaria yaitu nyamuk
anopheles. Oleh karena itu, Indonesia termasuk negara
berisiko malaria.
Penyakit malaria merupakan penykit menular
yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium. Ada
empat spesies plasmodium penyebab malaria pada
manusia, yaitu: P. Vivax, P. falciparum, P. malaria,
dan P. ovale. Spesies yang paling banyak dijumpai di
Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax. P.
falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya
terhadap manusia karena dapat menyebabkan infeksi
akut yang berat pada ginjal, hati, dan otak sehingga
menyababkan kematian. Parasit ini terutama
ditularkan kepada manusia melalui nyamuk Anppheles
sundaicus.
Usaha mengatasi penyakit malaria telah
dilakukan sejak abad ke XVI, dengan memanfaatkan
pengobatan dari tumbuhan secara tradisonal. Tahun

1820 apoteker dari Prancis yaitu Yusuf Pelletier dan


Jean Biname Cavebtou telah melakukan isolasi kina
sebagi obat anti malaria [1]. Kulit kina mengadung
alkaloid [2]. Tahun 1940-an ditemukan obat anti
malaria sintetik yaitu primakuin dan klorokuin. Anti
malaria sintetik mempunyai kelemahan, yaitu biaya
mahal untuk memproduksinya. Hasil penelitian Dewi
(2004) angka kegagalan pengobatan klorokuin pada
pederita malaria akibat P. falciparum di Banjarnegara
lebih besar 25% daerh endemisitas rendah (62,79%)
dan daerah endimisitas tinggi (68,42%).
Resitensi P. falciparum terhadap obat anti
malaria adalah kemampuan parasit untuk terus ada
dalam tubuh manusia, berkembang biak, dan
menimbulkan gejala penyakit, meskipun telah
diberikan pengobatan secara teratur, baik dengan dosis
standar maunpun dosis yang lebih tinggi yang masih
dapat diterima oleh pemakai [3]. Dampak resistensi
plasmosium terhadap obat malaria dapat menimbulkan
efek samping yang berat seperti pada wanita hamil
akan melahirkan bayi prematur, kecacatan lahir,
kegugueran dan mati, serta menimbulkan komplikasi
penyakit liver, kekukarangan enzim glucose-6phospahet dehyrogenase (G6PD) dan NADH [4].
Oleh karena itu, sangat mendesak untuk menemukan
obat antimalaria yang baru, yang toleransi lebih baik

Helen Lusiana et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-75-78

ISSN: 2088 -9828

Vol.1 hal-76

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013


Solo, 23 Mei 2013

dan lebih efisien.


Upaya menemukan obat antimalaria yang berasal
dari tumbuhan, telah dilakukan bebrapa peneliti
dengan menggunakan tumbuhan obat yang berasal
dari
Afira
Selatan,
yaitu
tanaman
suku
Menispermaceae diantaranya galur Albertisia.
Tumbuhan ini dilaporkan memiliki kandunagn
senyawa aktif alkaloid bisbenzylisoqunoline yang
mempunyai aktivitas sebagai antiplasmodiaum sperti
pada A. vilosa dan A. delagoensis [5, 6, 7, 8).
Tumbuhan suku Menispermaceae terdapat pula
di Indonesia khususnya edemik di hutan Kalimatan
Tengah, yaitu sungkai sayur nama lokalnya. Secara
empirik, tanaman ini dikapakai untuk anti hipertensi,
anti demam dan anti biotik. Karena ada dugaan
tumbuhan lokal ini merupaka galur Albertisia,
dilakukan identifikasi oleh Hebarium Bogoriense
Pusat Penelitian Bogor Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, dan nama latinya Albertisia papuana becc.
Berdasarkan uaraian diatas, maka perlu dilakuakn
isolasi dan uji anti plasmidodium secara in vitro
senyawa alkaloid dari A. papuana Becc.
2.

Uji aktivitas anti malaria


Pengujian anti malaria dilakukan pada ekstrak
kasar alkaloid maupun hasil fraksinasi dan
kromatografi kolom kilas. Prosedur penyiapan
pengujian mengacu kepada cara kerja Pharm dan [9,
10, 11, 12]. Beberapa tahap awal persiapan pengujian
aktivitas anti malaria secara in vitro terhadap P.
falciparum yaitu: penyiapan media biakan, penyaiapan
sel darah merah steril), pengembangan biakan parasit
P. falciparum, sinkronisasi, pengujian anti malaria
secara in vitro, pemanenan dan evaluasi hasil
pengujian. Persentase penghambatan parasit
P.
falciparum dihitung dengan cara membandingkan
dengan media control dan dirumuskan sebagai berikut:
Penghambatan (%) = 100%-[(Nt/Nc)x 100%]
Keterangan:
Nt = jumalah skizon hidup 200 aseksual P. falciparum
pada sumur penguji.
Nc = jumalah skizon hidup 200 aseksual P.
falciparum pada sumur kontrol.

METODOLOGI

Bahan tumbuhan A. papuana Becc yang


digunakan dalam penelitian ini adalah bagian akar.
Tanaman ini diperoleh dari hutan tropis di Desa
Pendreh Kabupaten Barito Utara Propinsi Kalimantan
Tengah.
Peralatan
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi
senyawa
anti
plasmodiaum
menggunakan
Spektrometer
UV-Vis
dan
Spektrometer FTIR.
Ekstraksi senyawa bioaktif alkaloid
500 gram serbuk kering diekstraksi dengan nheksan selama 8 jam menggunakan 4 buah soxhlet
secara parallel masing-masing tiga kali ulangan, untuk
menghilankan kandunagn lemak [11]. Residu
dikeringkan selama 24 jam. Selanjutnya dimeserasi
dengan etanol selama 24 jam pada suhu kamar dalam
maserator. Rendemen yang diperoleh disaring dan
residunya di maserasi lagi selama 24 jam sampai
diperoleh filtray yang tidak berwarna. Filtrat
dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator untuk
menghasilkan ekstrak kasar yang dilarutkan dalam air.
Ekstrak air diasamkan dengan HCl 0,1 M
sampai memiliki pH 2-3 sekurang-kurangnya 4 jam,
selajutnya dopartisi dengan CH2Cl2. Fase asam
diperoleh diendapkan dengan meneteskan NH4OH 6%
dan pH 9-10. Edapan dikumpul dengan pemusingan
dan dicuci dengan NH4OH 1%. Sehingga diperoleh
ekstrak pekat alkaloid kasar selajutnya dilakukan uji
fitokimia dan uji anti plasmodium. Prosedur pengujian
ini mengacu pada cara kerja yang telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya [6]. Selanjutnya dilakukan
fraksinasi dengan pelarut diklorometana:methanol dan
aseton:methanol dengan sistim gradient. Sebanyak 2
gram ekstrak pekat alkaloid dilakukan isolasi dengan
mengunakan kromatografi kolom bilas dengan eluen
terbaik.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Anti Plasmodium Ekstrak Kasar Alkaloid A.


papuana Becc
Hasil pengujian anti plasmodium ekstrak kasar
alkaloid dari A. papuana Becc ditampilkan pada Tabel
1. Presentase penghambatan P. falciparum galur W2
dan D6 dengan masa inkubasi 48 jam dan 72 jam
terhadap ekstrak kasar alakaloid, baik pada
konsentrasi 10
g/mL dan 1000 g/mL tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Tabel 1 Persentase penghambatan P. falciparum
terhadap ekstrak kasar alkaloid
Kosentrasi
Penghambatan (%)
(g/mL)
Inkubasi 48 Jam
Inkubasi 48 Jam
W2
D6
W2
D6
0,01
0,1
1
10
100
1000

5,17
16,79
55,88
86,06
100,00
100,00

15,43
21,65
69,90
97,16
100,00
100,00

14,31
19,86
32,79
83,60
100,00
100,00

24,78
33,13
55,47
83,60
100,00
100,00

Keterangan: W2: galur resiten klorokuin, D6: galur


sensitif klorokuin.
Presentase penghambat pertumbuhan parasit
pada galur W2 dan galur D6 menunjukkan adanya
perbedaan, D6 lebih besar tingkat persentase
penghambatan dibandingkan dengan W2 baik untuk
inkubasi 48 jam dan 72 jam. Karena tubuh parasit ada
gen yang resisten dan yang sensitif terhadap esktrak
tertentu [9], gen yang satu dapat menjadi/lebih
dominan dari pada gen yang lain, sehingga
menimbulkan resisten dan galur sensitive. Adanya
mutasi gen dapat terjadi dalam tubuh parasit, yang

Helen Lusiana et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-75-78

ISSN: 2088 -9828

Vol.1 hal-77

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013


Solo, 23 Mei 2013

memungkinkan parasit menjadi resisten terhadap


ekstrak.
Uji anti plasmodium pada ektrak kasar alkaloid
akar A. papuana Becc mampu menghabat
pertumbuhan skizon P. falciparum, karena
pertunbuhan skizon terhanbat bila protein yang
berlangsung pada tahap trofozoit tidak terjadi [13].
Uji Anti Plasmodium Fraksi Alkaloid A, papuana
Becc
Hasil kromatografi kolom kilas diperoleh
delapan fraksi (F1-F8). Kedelapan fraksi tersebut
dilakukan uji anti plasmodium, fraksi F1 dan F2
menunjukkan presentase penghambatan 66%.
Terutama pada fraksi F2 menunjukka persentase
penghambatan diatas 100% pada konsentrasi 100
g/mL. Fraksi F3, F5, F7 dan F8 menunjukkan
penghambatan kecil yang berarti tidak aktif terhadap
pertumbuhan P. falciparum. Pada fraksi F4 tidak ada
penghambatan. Diduga F4 mengadung jamur dan
bakteri sehingga mengkontaminasi parasit pada sumur
uji [14].
Karakteristik Fraksi Aktif
Hasil
spektrofotometer
UV
fraksi
F2
menunjukkan serapan maksimum pada panjang
gelombang 282,5 nm dan serapan tanbahan pada
panjang gelombang 241 nm, 232,5 nm, dan 220,5 nm.
Serapan antara 220-230 nm adalah serapan untuk
amina terkunjugsi transisi *. Adanya serapan
maksimum pada panjang gelombang 282,5 nm
disebabkan pengasaman dari amina menghasilkan
suatau muatan positif pada nitrogen sehingga terjadi
geseran serapan kea rah 270-290 nm [15].
Hasil
pembacaan
spektrum
inframerah
dikelompokan dalam beberapa gugus fungsi yang
ditampilkan pada Table 2. Hasil iterpretasi tersebut
menunjukkan bahwa fraksi A. papuana Becc memiliki
senyawa aktif anti malaria di duga golongan alkaloid.
Pendapat tersebut didukung oleh [6, 7, 16, 17] bahwa
jenis Trclisia patens, Tiliacora triandra, A. villosa, A.
delagoensis termasuk suku Menispermacea. Suku ini
sama dengan A. papuana becc mengandung senyawa
golongan alkaloid berdasarkan gugus fungsi hasil
interpretasi spectrum inframerah.
Tabel 2. Perbandingan panjang gelombang fraksi F2
No. Fraksi aktif Literatur*)
Gugus fungsi
(cm-1)
(cm-1)
1.
1050
800-1100 C-N stretch
2.
1090 1050-1260 C-O eter
3.
1475 1450-1600 C=C aromatic
4.
2870 2800-3000 CH2
5.
2960 2960-3000 CH3 stretch
6.
3350 3200-3400 -N-H
7.
3325 3000-3700 OH
8.
1925 1750-2000 Overtone benzene
9.
670
666-909 Kibasan N-H
*) Sumber: [15, 18]

4.

KESIMPULAN

a. Ekstrak kasar alkaloid dan fraksi F2 pada


konsentrasi 10 g/mL dari A. papuana Becc
mempunyai kemampuan yang sama menghambat
pertumbuhan parasit P. falciparum.
b. Hasil interpretasi spectrum inframerah dari F2 A.
papuana Becc menunjukkan gugus fungsi yaitu CN stretch, C-O eter, C=C aromatic, CH2, CH3
strech, -N-H, OH dan overtone benzene, yang
diduga suatu senyawa alkaloid.

DAFTAR REFERENSI
[1] B.S. Kakkilays. Histotry of Malaria Tratment.
Dari
web
site:
http://www.malariasite.com/malaria/histor_treatm
ent.htm. Di akses pada tanggak 23 Maret 2009.
(2009).
[2] R. Davis. History of malaria Perth Hospital. Dari
web
site:
http://www.rph.wa.goy.vu/malaria/history.html.
Di akses pada tanggal 23 Maret 2009.(2009).
[3] S. Tuti. Masalah obat anti malaria. Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran. No. 54 (1989).
[4] N. Ross., Flaningan. Antimalaria drug. Dari web
site:
http://www.healthatoz.com/healthoz/Atoz/comm
on/standar. Di akses pada tanggal 24 Maret 2009.
[5] P.M. Dewick. Medical Natural Product, a
Biosynthesis Approach. New York John Wiley &
Sons, Ltd. (1999).
[6] Lohombo-Ekomba
et
al.
Antibacterial,
antifungal, antiplasmodila and cytotoxic
activities of Albertisia villosaI. Journal of
ethnophamacology 93 (2004) 331-335. (2004).
[7]
D.H.
Wet.
An
Ethnobotanical
and
Chemotaxonomic Study of Saouth African
Menispermaceae, [Disertation] submitted in
fulfillment of the requirement for the degree
Philosophie Doctor in Botany in the faculty of
Science at the University of Johannesbrug.
(2005).
[8] D.H. Wet., F.R.V. Heeeden., B.E.V Wyk., R.
L.V. Zyl. Antiplasmodial activity and
cytotoxicity of Albertisia delagoensis. Journal
Fitoterapia 78 (2007). 420-422. (2007).
[9] S. Tuti. Resistensi Plasmodium falciparum
terhadap beberapa obat anti malaria di Indinesia.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No. 76. 1992.
(1992).
[10] J.B. Jansen. In vitro culture of Plasmodium
parasites. Editor by: Danise L. Dolan in book:
Malaria Methods and Protoclos. Human Press.
(2000).
[11] Purwantiningsih. Artemisinin dari Artemisa
seacrorum, Ledeb dan turunnnya sebagai
komponen bioaktif antimalaria. [Disertasi].
Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor (2003).

Helen Lusiana et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-75-78

ISSN: 2088 -9828

Vol.1 hal-78

Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013


Solo, 23 Mei 2013

[12] NAMRU-2. Penentuan Cara Kerja Pembiakan


Kultur P. falcifarum. Komunikasi langsung
dengan Budi lakshasna. Jakarta. (2009).
[13] M.I. Iwo. Efek antimalaria falciparum in vitro
dan mekanisme kerja ekstrak methanol dan fraksi
klorofrom korteks Aistonia scholaris (L.) R.Br
dan daun cassia siamea Lamk. Serta toksisitas
dan isolasi alkaloid dari kortek A. schloris (L.)
R.Br. [Disertasi] Program S3 Matematika dan
IPA ITB. (1996).
[14] S. Tuti., Suwarni, A. M harjani. Pengembangan
biakan in-vitro plasmodium falciparum secara
kontinyu. Buletin Penelitian kesehatan 22 (1)
1994. (1994).
[15] Silverstein,
Bassle,
Morrill.
Penyidik
Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke empat.

A.J Hartono., Anny Victor Purba: penerjemah.


Penerbit
Erlangga.
Terjemahan
dari:
Spektrometeric Indetification of Organic
Compound. Fourth Edition. (1984).
[16] M. Leboeuf., M. L. Abouchacra., T. Sevent, A,
Cav . Alcaloides de Albertisia papuana Becc.
Menispermecaees. Plant. Med Phytother.
16:280-291. (1982).
[17] P. Simanjuntak. Tunbuhan sebagai sumber zat
aktif antimalaria. Buletin Penelitian Kesehatan,
23 (2). (1995).
[18] R.J Fensender, J.S. Fessenden, Dasar-dasar
kimia Organik. Sukmariah Manan, Kumianti
Anas dan Tilda S. Sally: penerjemah. Binarupa
Aksara. Jakarta. (1997).

Rekaman Tanya Jawab Saat Presentasi


Pertanyaan
Jawaban

Bagaimana informasi tentang bioaktifitas (hasil ini) dibandingkan dengan artemisinin?


Pada galur sensitive (D6) sebanding dengan artemisinin

Helen Lusiana et al /Prosiding SNKTI (2013) Vol.1 hal-75-78

ISSN: 2088 -9828

You might also like