You are on page 1of 13

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: http://www.researchgate.net/publication/233988794

Heavy Metals Biosorption in Aquatic


Environment Using Rice (Oryza sativa L.) Husks
Waste as Biosorbent
CONFERENCE PAPER NOVEMBER 2011

DOWNLOADS

VIEWS

8,554

435

1 AUTHOR:
Abi Sofyan Ghifari
University of Indonesia
4 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE

Available from: Abi Sofyan Ghifari


Retrieved on: 06 July 2015

BIOSORPSI LOGAM BERAT DI LINGKUNGAN AKUATIK


MENGGUNAKAN LIMBAH SEKAM PADI (ORYZA SATIVA
L.) SEBAGAI BIOSORBEN

Sains-Teknologi-Kesehatan

ABI SOFYAN GHIFARI, 0906516833

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2011

ABSTRACT

Increasing of human activities such as industrial activities, mining,


development of communication and transportation technologies in Indonesia may
brings negative impacts to environment. One of the negative impacts is heavy
metals pollution on aquatic environment. Heavy metals are very hazardous
substances which may causes biotoxic effects on human. This may lead to
shrinkage of clean and feasible to drink water. In the other hand, Indonesia is one
of the largest producer and consumer of rice (Oryza sativa L.) because rice is
Indonesian staple food. This fact represents the large production of rice
byrpoduct, rice husk. Rice husk is organic waste which may causes serious
problem if not effectively handled. But, the good is rice husk is very potential as
heavy metals biosorbent because of its cellulose, hemicellulose, and lignin
composition. By using biosorption technology, biosorbent from rice husk waste
can be used to absorbs heavy metal ions from aquatic environment.
Keywords: biosorben (biosorbent), lingkungan akuatik (aquatic environement),
logam berat (heavy metals), sekam padi (rice husk), teknologi biosorpsi
(biosorption technology)

PENDAHULUAN

Air merupakan materi yang paling esensial bagi manusia, selain udara.
Tanpa adanya air, manusia mustahil untuk hidup. Sedikit berbeda dengan udara
yang selalu dimurnikan oleh alam dan sedikit bantuan manusia, air tidaklah
demikian (Ahuja, S., 2009:1). Saat ini masalah pemenuhan kebutuhan air bersih
dan air layak minum penduduk dunia semakin nyata. Meningkatnya berbagai
aktivitas manusia seperti kegiatan industri, pertambangan, teknologi komunikasi
dan transportasi ternyata membawa berbagai dampak lain yang merugikan. Salah
satu dampak yang merugikan bagi lingkungan dan bagi manusia sendiri adalah
pencemaran lingkungan akuatik oleh logam berat. Lingkungan akuatik yang
dimaksud di sini adalah lingkungan yang mengandung materi abiotik berupa air
semisal ekosistem air, maupun sumber air.
Kebutuhan penduduk dunia yang semakin meningkat akan air semakin
terancam oleh polusi logam berat pada sumber air. Meskipun bumi ini sekitar
75% ditutupi oleh air, hanya 3% yang layak untuk diminum dan hanya 0.06%
yang mudah diakses. Saat ini sekitar 80 negara di dunia, termasuk Indonesia
menghadapi kesulitan memenuhi kebutuhan air warganya dan sekitar 1.2 miliar
orang meminum air yang tidak bersih. Pada tahun 2025, PBB memproyeksikan
2.7 miliar orang akan menghadapi kekurangan ketersediaan air bersih (Ahuja, S.,
2009:2). Salah satu faktor yang menyebabkan masalah ketersediaan air ini adalah
polusi logam berat. Kenyataan ini tentunya menjadi tantangan yang sangat serius
bagi masa depan apabila tidak ada langkah yang tepat untuk mengatasinya.
Limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat membahayakan
keberlangsungan lingkungan tersebut maupun organisme yang terlibat, termasuk
manusia. Logam berat berbahaya bagi manusia karena dapat mengakibatkan efek
biotoksik pada manusia yang kemudian menimbulkan penyakit akut maupun
kronis. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)
menemukan bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan dari keberadaan logam
berat di rantai makanan, meski dalam konsentrasi yang sangat kecil. Bahkan
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environment
Protection Agency/ USEPA) mengklasifikasikan beberapa logam berat ke dalam

daftar Top 20 Hazardous Substance Priority List yang mereka rilis. Logam
berat tersebut antara lain raksa pada peringkat 6, kadmium pada peringkat 7,
kromium peringkat 8, dan nikel di peringkat 13. Sedangkan posisi pertama
ditempati oleh arsenik sebagai substansi yang paling berbahaya (Srivastava, S., &
P. Goyal., 2010:2). Jelas limbah logam berat di lingkungan akuatik sangat
mengancam keberlangsungan lingkungan dan organisme.
Di sisi lain, Indonesia yang merupakan salah satu penghasil dan
pengonsumsi beras/padi (Oryza sativa L.) terbesar di dunia juga mengalami
ancaman serius dari melimpahnya produk sampingan beras yaitu sekam padi.
Salah satu sisi yang menggembirakan sekaligus menarik untuk diulas adalah
bahwa limbah sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai biosorben untuk menyerap
ion logam berat di lingkungan akuatik melalui teknologi biosorpsi. Teknologi
biosorpsi merupakan salah satu metode yang paling murah dan efektif untuk
mengurangi kadar logam berat di lingkungan air dibandingkan dengan metode
lainnya. Inovasi teknologi biosorpsi yang menggunakan biosorben dari limbah
sekam padi diharapkan dapat menjadi solusi bagi permasalahan lingkungan
akuatik yang tercemar oleh limbah logam berat.

TUJUAN PENULISAN

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:


1. Menganalisis dampak buruk logam berat terhadap manusia serta potensi
limbah sekam padi sebagai biosorben logam berat di lingkungan akuatik
Indonesia.
2. Mengetahui cara penyiapan limbah sekam padi menjadi biosorben dan
penggunaannya pada teknologi biosorpsi logam berat.
3. Menyarankan alternatif solusi ketersediaan air bersih dan air layak minum
di Indonesia melalui pendayagunaan limbah sekam padi.
4. Menginformasikan pendayagunaan limbah sekam padi sebagai biosorben
logam berat ke kalangan masyarakat, akademisi, industri, serta
pemerintah.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi
pustaka. Studi dilakukan dengan membaca dan mengambil data dan fakta yang
diperlukan dari berbagai sumber ilmiah, jurnal dan buku yang berkaitan terutama
menyangkut keberlangsungan lingkungan akuatik, ketersediaan air bersih, efek
biotoksik yang ditimbulkan logam berat, teknologi biosorpsi yang digunakan pada
pengolahan limbah logam berat, serta pemanfaatan limbah sekam padi sebagai
biosorben logam berat. Penulisan karya tulis dilakukan dengan menganalisis dan
menyintesis seluruh data dan fakta dari referensi yang dibutuhkan serta
mengaitkannya

dengan

ide

dan

pemikiran

penulis.

Kemudian

penulis

merumuskan kesimpulan dan menyusun saran serta rekomendasi yang dibutuhkan


berkaitan dengan masalah yang diulas.

PEMBAHASAN
Dampak Limbah Logam Berat di Lingkungan Perairan
Istilah logam berat merujuk pada elemen/unsur logam atau metaloid yang
memiliki massa jenis atau densitas yang tinggi dan biasanya bersifat sangat toksik
meski pada konsentrasi sangat rendah. Namun karakteristik yang sesungguhnya
membedakan logam berat dengan kelompok unsur lainnya adalah sifat kimianya,
termasuk aktivitasnya di dalam tubuh manusia. Meskipun beberapa logam berat
dibutuhkan oleh tubuh manusia sebagai mikronutrien, pada kadar lebih tinggi
dapat menyebabkan efek biotoksik pada manusia. Logam berat meliputi tembaga
(cuprum/Cu), timbal (plumbum/Pb), kadmium (Cd), seng (zinc/Zn), raksa
(hydragyrum/Hg), arsenik (As), perak (argentum/Ag), kromium (Cr), besi
(ferrum/Fe), dan kelompok logam platina (Pt) (Duruibe, J.O dkk. 2007:1).
Logam berat merupakan penyusun utama pada kerak bumi yang tidak
dapat didegradasi maupun dihancurkan (Duruibe, J.O dkk. 2007:2). Keberadaaan
logam berat di lingkungan perairan tidak lepas dari berbagai aktivitas manusia.
Pertambangan, industri, produksi energi, serta alat komunikasi dan transportasi

merupakan aktivitas manusia yang berpotensi mencemari lingkungan air dengan


logam berat.
Logam berat dapat menyebabkan dampak biotoksik seperti penyakit akut
maupun kronis. Paparan kadmium misalnya, dapat menyebabkan kerusakan
ginjal, tulang, serta sendi. Logam berat yang berdampak serupa adalah timbal dan
arsenik. Keracunan timbal akut biasa disebut plumbism dengan gejala utama
meliputi kram perut, gagal ginjal, kemandulan, hingga kerusakan otak permanen.
Selain itu timbal juga merupakan faktor utama terjadinya gejala hiperaktif,
penyimpangan tingkah laku, dan kesulitan belajar pada anak-anak. Sementara itu
arsenik, pada tingkatan kronis dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan,
berlanjut pada pengurangan berat badan, serta gangguan gastrointestinal dan
infeksi saluran cerna (Sofia, 2005:23).
Keberadaan logam berat di lingkungan perairan sangat berbahaya bagi
kelangsungan makhluk hidup di dalamnya maupun bagi manusia. Logam berat
dapat terakumulasi pada ikan, tumbuhan air, maupun organisme air lainnya. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya bioakumulasi dan biomagnifikasi logam berat
pada manusia apabila manusia mengonsumsi organisme air maupun air yang
tercemar logam berat tersebut.

Pengolahan Limbah Logam Berat Menggunakan Teknologi Biosorpsi


Sumber air bersih maupun air minum yang tercemar oleh logam berat
harus diolah terlebih dahulu agar layak dikonsumsi. Teknologi yang dapat
digunakan untuk mengurangi kadar logam berat pada air antara lain metode
pengendapan (presipitasi), adsorpsi, proses membran, penukaran ion, floatasi,
osmosis balik, dan lain sebagainya. Namun teknologi tersebut relatif tidak
ekonomis untuk mengolah sumber air yang tercemar logam berat pada skala besar
(P. Kaewsarn, dkk., 2008:1). Salah satu teknologi alternatif yang dapat diandalkan
untuk permasalahan ini adalah teknologi biosorpsi.
Teknologi biosorpsi merupakan aplikasi dari biosorpsi dan bioakumulasi
pada biomassa tumbuhan. Teknologi ini dapat digunakan untuk volume air yang
besar dengan konsentrasi logam yang sangat kecil atau sangat encer, dimana ion
logam diserap oleh matriks biomassa (Tsezos, 2003:87). Material biologis dengan

kapasitas pengikatan logam serta selektivitas yang tinggi dapat digunakan untuk
biosorpsi skala besar untuk mengeliminasi limbah logam berat dari lingkungan air
(Karthikeyan, dkk., 2007:1). Biomassa merupakan bagian tumbuhan mati yang
mengandung polimer tertentu. Biomassa memiliki struktur berpori dan gugus
fungsional tertentu yang memungkinkan ion logam dapat terabsorpsi dan terikat di
dalam matriks biomassa. Gugus fungsional tersebut antara lain

karboksil,

karbonil, sulfonat, sulfhidril, fosfonat, dan hidroksil (Yun, 2003:1).


Hampir semua bagian tumbuhan dan beberapa bakteri memiliki kapasitas
sebagai biosorben atau biomassa yang dapat mengabsorpsi logam berat. Beberapa
bakteri maupun bagian tumbuhan yang dapat digunakan sebagai biosorben antara
lain alga coklat seperti Sargassum fluitans dan Ascophylum nodosum (Cossich,
E.S., dkk., 2002:3), kulit pisang Musa sapientum (Ashraf, M.A., dkk., 2010:1),
bakteri Eschericia coli (Wilson, L., dkk., 2007:1), kayu pepaya Carica papaya
dan sekam padi Oryza sativa (Sharma, N. & Singh, J., 2008:1).

Potensi Sekam Padi sebagai Biosorben Logam Berat


Beras merupakan bulir biji dari padi (Oryza sativa L.) yang merupakan
bahan makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia. Untuk memproduksi beras,
bulir padi yang masih berkulit yang disebut gabah harus digiling atau ditumbuk
terlebih dahulu agar beras terpisah dari kulitnya. Kulit gabah inilah yang biasa
disebut sekam padi. Oleh karena beras merupakan bahan makanan pokok
penduduk Indonesia, sekam padi sebagai produk samping yang dihasilkan juga
sangat banyak. Produksi gabah padi kering di Indonesia mencapai 51,4 juta ton
pada tahun 2007. Sekitar 20% bobot gabah kering adalah sekam padi.
Berdasarkan jumlah tersebut limbah sekam padi yang dihasilkan di Indonesia
pada tahun 2007 mencapai 10,28 juta ton (Murdiyono, 2009:1). Sekam padi dapat
menjadi masalah yang serius bagi lingkungan apabila tidak ditangani dengan baik.
Untuk mengolah sekam padi yang merupakan limbah organik ini, penduduk
setempat biasanya memanfaatkannya menjadi briket arang, pupuk kompos,
maupun tambahan pakan ternak. Selain pemanfaatan tersebut, limbah sekam padi
juga berpotensi sebagai biosorben. Biosorben sekam padi dapat digunakan pada
pengolahan lingkungan atau sumber air yang tercemar limbah logam berat.

Sekam padi merupakan biomassa yang sangat potensial dimanfaatkan


sebagai biosorben. Berikut merupakan analisis kandungan kimia dan fisika dari
sekam padi.
Tabel 1. Komposisi umum dari sekam padi. (Kumar, P.S., 2010:2)
Komposisi

Persentase (%)

Selulosa

32,12

Hemiselulosa

22,48

Lignin

22,34

Abu mineral

13,87

Air

7,86

Bahan lain

2,33

Analisis kimia abu mineral


SiO2

93,19

K2O

3,84

MgO

0,87

Al2O3

0,78

CaO

0,74

Fe2O3

0,58

Tabel 2. Karakteristik kimia-fisika dari sekam padi (Kumar, P.S., 2010:2).


Karakteristik

Nilai

Densitas bulk (g/ml)

0,79

Densitas padatan (g/ml)

1,48

Kelembaban (%)

5,98

Kandungan abu (%)

48,81

Ukuran partikel (mesh)

40 200

Luas permukaan (m2/g)

320,9

Keasaman permukaan (meq/g)

0,15

Kebasaan permukaan (meq/g)

0,53

Biomassa dari tumbuhan banyak mengandung selulosa, termasuk sekam


padi yang mengandung 32,12% selulosa, 22,48% hemiselulosa, serta 22,34%
lignin. Material yang mengandung selulosa dapat mengabsorpsi kation logam dari

medium larutan (Kumar, P.S., 2010:2). Kandungan selulosa dalam sekam padi
inilah yang membuatnya berpotensi dimanfaatkan sebagai biosorben logam berat
dari medium air. Biosorben sekam padi mudah diregenerasi dan karena jumlahnya
yang melimpah regenerasi biosorben ini terkadang tidak diperlukan (Kumar, P.S.,
2010:8).

Studi Biosorpsi Kation Logam Berat oleh Biosorben Sekam Padi


Studi aktivitas biosorpsi sekam padi terhadap ion logam berat dapat
menggunakan metode eksperimen batch maupun metode kolom. Pada metode
kolom, limbah logam berat dialirkan ke rangkaian tabung yang berisi biosorben
sekam padi. Untuk membuat sekam padi siap menjadi biosorben, sekam padi
terlebih dahulu dihancurkan, diayak, dan dicuci dengan air distilasi kemudian
dikeringkan pada suhu sekitar 80C. Masing-masing kolom diisi dengan
biosorben sekam padi tanpa penambahan materi lain yang dapat menggangu
proses biosorpsi (lihat Gambar 1). Kemudian larutan logam berat disiapkan,
misalnya larutan Zn2+ dengan konsentrasi berkisar antara 30-300 mg/L. Kisaran
ini digunakan untuk merepresentasikan konsentrasi limbah logam berat yang
sesungguhnya di lingkungan. Limbah logam berat kemudian dialirkan ke dalam
kolom yang dipisahkan dengan katup. Waktu kontak antara limbah logam berat
dengan biosorben berkisar antara 2-3 jam (Sharma, N. & Singh, J., 2008:2).

Gambar 1. Rangkaian kolom absorpsi logam berat (Sharma, N. & Singh, J.,
2008:2)

Melalui studi ini didapatkan hasil bahwa absorpsi kation Zn2+ oleh
biosorben sekam padi dipengaruhi oleh konsentrasi awal kation, pH, temperatur,
waktu kontak, laju aliran serta ukuran partikel. Absorpsi maksimum biosorben
sekam padi terhadap kation logam Zn2+ adalah 85% pada konsentrasi Zn2+ 200
mg/L, 75% pada 250 mg/L, dan menurun menjadi 66% pada konsentrasi 300
mg/L (Sharma, N. & Singh, J., 2008:6). Pada studi lainnya didapat bahwa
absorpsi kation Cd2+ oleh biosorben sekam padi mencapai 98.92% pada
konsentrasi Cd2+ sebesar 20 mg/L dan turun menjadi 68.72% pada 100 mg/L
(Kumar, P.S., 2010:4).

KESIMPULAN

Hasil studi pada pembahasan di atas menyimpulkan bahwa biomassa


sekam padi sangat potensial dimanfaatkan sebagai biosorben limbah logam berat
pada lingkungan akuatik. Potensi absorpsi logam berat dari sekam padi
dikarenakan kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang dominan.
Kandungan ini, terutama selulosa memiliki kemampuan absorpsi dan pengikatan
ion logam yang cukup tinggi. Studi kolom aktivitas biosorpsi sekam padi terhadap
beberapa kation logam berat seperti ion seng Zn2+ dan ion kadmium Cd2+
menghasilkan nilai persentase absorpsi maksimum 85% untuk larutan Zn2+ 200
mg/L dan 98.92% untuk larutan Cd2+ 20 mg/L. Hasil tersebut semakin
memperkuat argumen bahwa biomassa sekam padi efektif sebagai biosorben
logam berat di lingkungan air. Penggunaan biosorben sekam padi ini juga efisien
pada teknologi pnegolahan limbah secara biosorpsi. Dari segi kuantitas, sekam
padi sangat melimpah di Indonesia. Selain itu, biosorben sekam padi juga dapat
diregenerasi menggunakan larutan asam. Apabila limbah sekam padi melimpah,
regenerasi biosorben tidak diperlukan. Melalui inovasi alternatif ini diharapkan
dapat menjadi solusi bagi dua permasalahan, yaitu permasalahan limbah sekam
padi yang menjadi produk sampingan produksi beras, dan permasalahan polusi
logam berat di lingkungan perairan maupun sumber air.

SARAN

Limbah sekam padi yang melimpah di Indonesia dapat dimanfaatkan


secara maksimal dalam pengolahan air limbah. Penulis menyarankan pemanfaatan
limbah sekam padi ini sebagai biosorben logam berat pada pengolahan sumber air
maupun lingkungan perairan yang tercemar. Penggunaan biosorben limbah sekam
padi seharusnya tidak hanya pada langkah pengurangan limbah logam berat yang
mencemari sumber air maupun lingkungan perairan, tetapi juga sebagai langkah
preventif mengurangi limbah logam berat yang diemisikan ke lingkungan. Industri
dapat menggunakan biosorben ini untuk mengurangi kadar logam berat pada
limbah yang akan diemisikan lingkungan. Dengan begitu kadar logam berat yang
berbahaya di lingkungan perairan dapat dikurangi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahuja, S. 2009. Overview, dalam Satinder Ahuja (ed), Handbook of
Water Quality and Purity 1st edition. New York: Academic Press.
Ashraf, M.A., M.J. Maah., & Ismail Yussof. 2010. Study of Banana Peel
(Musa sapientum) as a Cationic Biosorbent, American-Eurasian J. Agric. &
Environ. Sci., 8(1): 07-17, hlm: 1-11.
Cossich, E.S., C.R.G. Tavares, & T.M.K. Ravagnani. 2002. Biosorption
of Chromium (III) by Sargassum sp. Biomass, EJB Electronic Journal of
Biotechnology, Vol.5 No.2, hlm: 1-8.
Duruibe, J.O., Ogwuegbu, M.O.C., & Egwurugwu, J.N. 2007. Heavy
Metal Pollution and Human Biotoxic Effects, International Journal of Physical
Sciences, Vol. 2 (5), pp. 112-118, hlm: 1-7.
Kaewsarn, P., W. Saikaew, & S. Wongcharee. 2008. Dried Biosorbent
Derived from Banana Peel: A Potential Biosorbent for Removal of Cadmium Ions
from Aqueous Solution, The 18h Thailand Chemical Engineering and Applied
Chemistry Conference October 20-21,2008, hlm: 1-7.
Karthikeyan, S., R. Balasubramanian, & C.S.P. Iyer. 2007. Evaluation of
the Marine Algae Ulva fasciata and Sargassum sp. for the Biosorption of Cu(II)
from Aqueous Solutions, Bioresources Technology 98 (2007) 452-455, hlm: 1-4.

Kumar, P.S., K. Ramakrishnan, S.D. Kirupha, & S. Sivanesan. 2010.


Thermodynamic and Kinetic Studies of Cadmium Adsorption from Aqueous
Solution onto Rice Husk, Brazilian Journal of Chemical Engineering, Vol. 27,
No. 02, pp. 347 355, hlm: 1-9.
Murdiyono, M.N.H. 2009. Studi Perlakuan Alkali Terhadap Kekuatan
Impak dan Bending Komposit Serat Rami Bermatrik Polyester dengan Core
Sekam Padi Bermatrik Urea Formaldehide. Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Sharma, N. & J. Singh. 2008. Removal of Zn2+ Ions from Aqueous
Solution Using Rice (Oryza sativa) Husk in a Sequential Bed Adsorption
Column, dalam Sengupta, M. & Dalwani, R. (ed), Proceedings of Taal 2007:
The 12th World Lake Conference: 944-951, hlm: 1-8.
Sofia. 2005. Metal Contamination in Commercially Important Fish and
Shrimp Species Collected from Aceh (Indonesia), Penang, and Perak (Malaysia).
Master of Science Degree Thesis, Universiti Sains Malaysia.
Srivastava, S., & P. Goyal. 2010. Novel Biomaterials Decontamination of
Toxic Metals from Wastewater. Heidelberg: Springer-Verlag.
Tsezos, M. 2003. Biosorption of Lanthanides, Actinides, and Related
Materials, dalam John Wase & Christopher Foster (ed), Biosorbents for Metal
Ions. London: Taylor & Francis, Ltd.
Wilson, L., C. Fathke, & F. Isik. 2007. Bacterium-Based Heavy Metal
Biosorbent: Enhanced Uptake of Cadmium by E. coli Expressing a
Metallothionein Fused to -Galactosidase, BioTechniques 32:551-558, hlm: 1-5.
Yun, Yeong-Sang. 2003. Characterization of Functional Groups of
Protonated Sargassum polycystum Biomass Capable of Binding Protons and
Metal Ions, J. Microbiol. Biotechnol. (2004), 14(1), 2934, hlm: 1-6.

You might also like