Professional Documents
Culture Documents
Internally Versus Externally Derived Targets........................................................................ 5
Internally Versus Externally Derived Targets........................................................................ 5
berkinerja lebih baik apabila mereka diminta untuk meraih target-target kinerja jangka
pendek dan spesifik, yang tidak terlalu mudah dan tidak sulit untuk dicapai. Target-target
tersebut dapat memperbaiki kinerja melalui penyediaan tujuan individual spesifik yang harus
diupayakan, penyediaan informasi tentang bagaimana mereka harus mengarahkan upayaupayanya, serta penyiapan standar individual yang dapat menerjemahkan umpan balik dari
kinerja aktualnya.
Seluruh target kinerja pada dasarnya dapat menghasilkan manfaat seperti tersebut di atas,
namun pada chapter ini, hanya berkonsentrasi pada financial performance targets yang
digunakan sebagai bagian dari financial results control systems.
Financial performance targets dapat dibuat untuk perusahaan secara keseluruhan , atau
disusun bagi lower-level reponsibility centers tertentu.
Chapter ini membahas berbagai jenis financial performance targets yang digunakan
perusahaan, serta menguraikan tiga issue penting : (1) should a relatively fixed corporate
financial objective be established? (2) should financial target-setting processes be
predominately top-down or bottom-up? That is, how much influence should subordinates have
in setting their financial targets? (3) how challenging should financial targets be?
Types of financial targets
Financial performance targets dapat dibedakan melalui berbagai cara. 3 (tiga) cara penting
adalah: (1) model-based, historical,or negotiated; (2) internal or external; atau (3) fixed or
flexible.
Model-based versus historical versus negotiated targets
Target-target kinerja secara langsung dapat berasal dari model kuantitatif dari kinerja yang
seharusnya; atau didasarkan kepada kinerja historis (historical performance); atau berasal
dari proses negosiasi antara bawahan dan atasannya. Model-based targets menyediakan
prediksi atas kinerja yang harus terjadi kemudian di periode pengukuran mendatang. Apabila
model-based targets digunakan pada area dimana berbagai aktivitas dapat diprogramkan
(programmable- artinya direct and relatively stable, deterministic causal relationship between
inputs and outputs), target tersebut diistilahkan sebagai engineered targets
Sebagai contoh dalam proses produksi, hubungan input/output dari bahan baku dapat
diperoleh secara langsung dari spesifikasi produk. Beberapa target lainnya adalah modelbased, tetapi tidak engineered sebab diperlukan adanya asumsi atau peramalan terhadap
satu atau beberapa variabel yang tidak diketahui. Sebagai contoh, profit plans, dibangun
melalui model financial accounting yang memerlukan peramalan-peramalan penting, seperti
total pasar yang tersedia, tindakan-tindakan pesaing, dan masalah harga.
Historical targets secara langsung berasal dari kinerja periode-periode sebelumnya. Seorang
manajer diminta untuk meningkatkan laba sebesar 10% dari laba tahun sebelumnya.
Terakhir, beberapa target kinerja dapat berupa negosiasi antara atasan dan bawahannya.
Negosiasi seperti ini umum dilakukan karena adanya information asymmetry antara atasan
dan bawahan. Para atasan umumnya lebih memahami mengenai preferensi organisasi secara
keseluruhan serta keterbatasan sumber daya. Para bawahan, di lain pihak, umumnya lebih
4
memahami mengenai hubungan antara input dan output, peluang, dan keterbatasan pada
level operasi. Negosiasi mengenai target-target kinerja dapat menyebabkan atasan dan
bawahan berbagi berbagai informasi.
Result control yang ketat dapat dengan mudah diterapkan apabila target-targetnya adalah
engineered sebab keterkaitan antara upaya (effort) dan hasil (results) adalah langsung.
Konsumsi input lebih besar dari, dan/atau produksi output lebih kecil dari engineered targets
mengindikasikan adanya masalah dalam kinerja (performance). Para manajer dapat juga
menggunakan historical targets untuk menghasilkan result control yang ketat apabila prosesproses yang sedang dikendalikan stabil sepanjang waktu. Result control yang ketat akan
bertambah sulit ketika diperlukannya asumsi tentang masa depan atau jika negosiasi
diterapkan.
Cara lain untuk membedakan-bedakan target adalah dalam bentuk apakah target itu tetap
(fixed) atau fleksibel (flexible). Fixed targets tidak berubah dalam jangka waktu tertentu,
sementara flexible targets akan berubah tergantung kondisi yang dihadapi selama periode
tertentu, yang dicerminkan antara lain oleh volume kegiatan, tingkat suku bunga, atau nilai
tukar mata uang.
Pada level manajemen tertinggi di banyak perusahaan, financial targets umumnya fixed. Para
manajer dibebani tanggung jawab untuk meraih rencana-rencana mereka apapun kondisi
perusahaan yang dihadapi. Apabila gagal melaksanakannya, mereka akan kehilangan
beberapa bentuk penghargaan penting, seperti bonus, otonomi dan rasa kepuasan.
Namun demikian, target untuk beberapa manajer lainnya lebih sering bersifat flexible.
Sebagai contoh, manajer produksi biasanya tidak dibebani dengan tanggung jawab atas
realisasi dari fixed total cost budget. Para manajer produksi hanya dibebani tanggung jawab
atas realisasi flexible budget, yakni total cost budget yang berubah sesuai dengan volume
produksi.
Target-target dapat juga dibuat flexible dengan menyatakannya dalam bentuk relative
performance; yakni berhubungan dengan kinerja atas kondisi usaha pihak lain yang identik
atau mirip. Evaluasi dalam bentuk relative performance mengandung makna bahwa kinerja
para pegawai tidak dinilai berdasarkan tingkat absolut kinerja mereka, tetapi dikaitkan
dengan kinerja pihak lain. Pihak lain dimaksud di sini dapat berupa para pegawai lain di
perusahaan yang melakukan tugas yang mirip, atau pada perusahaan lain sebagai pesaing.
dengan peramalan (forecast) oleh business unit managers. Business unit managers dapat
menggunakan corporate goals yang ditetapkan sebelumnya sebagai pedoman dalam
menyiapkan perencanaannya, memahami bahwa perencanaan mereka mungkin akan
menerima tambahan pemeriksaan yang teliti jika business unit plans menjanjikan kinerja
yang lebih rendah dari standar perusahaan.
Namun demikian, formulasi dan komunikasi corporate goals dapat juga menyebabkan
berbagai masalah. Jika goals ditetapkan secara salah, para manajer cenderung untuk
mengambil keputusan yang buruk; mereka berupaya untuk mencari tingkat pengembalian
yang tinggi ketimbang pertumbuhan. Apabila goals tidak ditetapkan pada tingkat yang tepat
(at the right level)-terlalu mudah atau terlalu sulit-goals tersebut tidak secara optimal
menantang; goals tersebut juga dapat menyebabkan para manajer mengambil risiko yang
kurang masuk akal; dan para manajer tidak diberikan umpan balik yang baik apakah mereka
telah mengambil tindakan-tindakan yang tepat.
How challenging should financial performance targets be?
Issue utama lainnya mengenai financial performance targets adalah sejauh mana sulit atau
menantangnya untuk memenuhi target-target dimaksud. Untuk tujuan perencanaan, target
yang dianggarkan harus sama dengan kinerja yang diharapkan, yaitu yang memiliki 50%
kemungkinan pencapaiannya. Namun, untuk tujuan motivasi, target optimal sering berbeda.
Berdasarkan suvey diketahui bahwa lebih dari 75% perusahaan menggunakan anggaran yang
sama baik itu untuk tujuan perencanaan maupun motivasi, sehingga masalah yang dihadapi
oleh perumus sistem anggaran adalah bagaimana menentukan target yang sesuai untuk
tujuan utama penganggaran atau menyediakan kompromi yang layak antara tujuan
perencanaan dan motivasi.
Jika para manajer tidak menetapkan ekspektasi kinerja yang tinggi, maka orang-orang di
organisasi tidak akan menciptakan hasil yang tinggi (superior).
Target-target kinerja dapat juga ditetapkan terlalu tinggi. Berdasarkan riset psikologi diperoleh
kesimpulan bahwa adanya hubungan non-linier antara tingkat kesulitan meraih target dengan
motivasi (atau kinerja) seperti digambarkan pada figure 9-1.
Figure 9.1 relationship
motivation/performance
between
performance
target
achievability
and
Jika target-target dirasa sangat mudah untuk dicapai, pada hakekatnya tidak ada hubungan
antara tingkat kesulitan meraih target dengan motivasi. Tingkat aspirasi orang-orang
(motivasi dan kinerja) sangat rendah, karena mereka dapat mencapai target dengan upaya,
kegigihan dan kreativitas yang minimum. Tingkat kesulitan untuk meraih target semakin
7
tinggi, motivasi cenderung meningkat sampai batas di mana orang-orang tidak lagi memiliki
kemampuan untuk meraihnya. Setelah batas itu, hubungan antara tingkat kesulitan meraih
target dengan motivasi akhirnya menurun. Bahkan pada tingkat kesulitan yang tinggi,
kebanyakan orang akan frustasi, hilang komitmennya untuk meraih target, serta tidak
mengerahkan upaya-upayanya. Motivasi berada pada level yang tertinggi ketika target-target
kinerja ditetapkan pada tingkat kesulitan yang menengah (point a pada figure 9.1), yang
dapat diistilahkan sebagai menantang tetapi dapat dicapai (challenging but achievable).
Dimanakah titik optimal motivasi yang merupakan titik perubahan hubungan antara tingkat
kesulitan untuk meraih target dengan motivasi? Titik optimal ini bervariasi tergantung kepada
tingkat kedewasaan (maturity), pengalaman (experience), dan kepercayaan pada diri sendiri
(self-assurance) dari masing-masing individu yang terlibat. Banyak penulis menyatakan
bahwa rata-rata kinerja tertinggi cenderung dibenarkan apabila target sangat menantangyakni ketika individu-individu merasa, atau menganggap kurang dari 50% peluang untuk
meraih target. Salah seorang penulis menyebutkan bahwa optimumnya berada pada kisaran
25% dan 4o% peluang untuk meraih target.
Temuan-temuan psikologis di atas memberikan pedoman yang bermanfaat untuk menetapkan
target-target bagi orang-orang yang berada pada low organizational levels, tetapi tidak dapat
diterapkan untuk corporate financial targets yang penting annual profit budgets. Hampir
seluruh perusahaan menetapkan annual profit budget targets, baik pada level corporate
maupun profit center, pada tingkat yang sangat dapat dicapai (highly achievable).
digabungkan dengan elemen-elemen lain dari mcs, target anggaran yang sangat dapat
dicapai (highly achievable budget targets) tersebut memiliki beberapa keuntungan motivasi,
perencanaan dan pengendalian :
Manager commitment
Highly achievable budget targets meningkatkan komitmen para manajer untuk meraih targettarget. Kebanyakan manajer beroperasi pada kondisi ketidakpastian yang tinggi, kinerja
mereka dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang tidak dapat diduga. Relatively highly
achievable targets melindungi para manajer dari pengaruh keadaan yang tidak
menguntungkan dan tidak terduga, serta memungkinkan mereka melakukan sedikit
rasionalisasi terhadap kegagalan untuk meraih target. Para manajer tidak mempunyai pilihan,
tetapi harus memiliki komitmen untuk meraih target, bagaimanapun kondisi bisnis yang
dihadapi. Komitmen yang meningkat ini menyebabkan para manajer menyiapkan
perencanaan anggaran mereka lebih teliti, serta menyediakan lebih banyak waktu untuk
mengelola (managing) daripada menyiapkan rasionalisasi untuk menjelaskan berbagai
kegagalan.
Protection against optimistic projections
Highly achievable budget targets melindungi perusahaan dari biaya-biaya yang timbul akibat
proyeksi penjualan yang optimis (costs of optimistic revenue projections). Tahap awal dalam
budgeting biasanya adalah penyiapan peramalan penjualan (sales forcasts). Proses produksi
atas barang (atau jasa) kemudian menyesuaikan diri dengan tingkat penjualan yang
diramalkan. Apabila anggaran memiliki proyeksi penjualan yang optimis para manajer akan
didorong untuk mendapatkan sumber daya (resources) untuk mengantisipasi tingkat
penjualan (aktivitas) yang belum tentu terjadi. Beberapa pengambilan keputusan tentang
8
pengadaan hampir tidak dapat diubah. Biasanya lebih aman untuk meramalkan penjualan
(dan tentunya laba) yang relatif konservatif, dan memperoleh tambahan sumber daya
(resources) pada saat dibutuhkan. Prinsip konservatif ini akan menghasilkan highly achievable
budget targets.
Manager achievement
Highly achievable budget targets membuat hampir seluruh manajer merasa seperti
pemenang. Dalam benak para manajer pencapaian anggaran (budget achievement)
menegaskan batas antara kesuksesasan dan kegagalan. Para manajer yang berhasil meraih
capaian anggarannya diberikan seperangkat penghargaan-bonus,otonomi, dan kemungkinan
promosi ke jenjang yang lebih tinggi- dan rasa harga diri (self-esteem) juga terdorong.
Organisasi memperoleh keuntungan ketika para manajernya memiliki rasa harga diri yang
tinggi dan selalu ingin menjadi pemenang.
Reduce costs of interventions
highly achievable budget targets mengurangi biaya yang ditimbulkan oleh intervensi
orbanisasi (cost of organizational intervensions) oleh para atasan. Kebanyakan perusahaan
menggunakan filosofi management-by-exception. Para atasan melakukan campur tangan
dalam pekerjaan bawahannya, apabila diperoleh petunjuk adanya penyimpangan yang tidak
menguntungkan dari budget yang telah ditetapkan. Apabila 80-90% dari para manajer dapat
meraih budget-nya, perhatian top management hanya ditujukan kepada beberapa keadaan di
mana kesulitan-kesulitan operasi terjadi.
Reduction in gameplaying
Highly achievable budget targets mengurangi risiko gameplaying. Ukuran yang berhubungan
dengan pencapaian anggaran (budget achievement) pada kebanyakan perusahaan, termasuk
bonus, promosi, dan jaminan pekerjaan, begitu sangat berarti di mana para manajer yang
mengalami kegagalan untuk meraih pencapaian anggaran, memiliki motivasi yang sangat
kuat untuk bermain dengan angka.
Risiko utama yang dihadapi organisasi dengan menetapkan highly achievable budget targets
adalah bahwa aspirasi manajer, serta motivasi dan kinerja, mungkin lebih rendah dari yang
seharusnya. Para manajer mungkin tidak teriinspirasi untuk melakukan pekerjaan secara
maksimal. Namun demikian, organisasi dapat melindungi dirinya dari risiko ini dengan
memberikan para manajer insentif bagi yang melampaui target anggarannya.
How much influence should subordinates have in setting their financial targets?
Issue penting ketiga yang dihadapi dalam merancang financial result control system ketika
target-target dinegosiasikan adalah sejauhmana para bawahan diperbolehkan untuk
berpartisipasi dan mempengaruhi proses penetapan target. Issue ini kadang-kadang
diungkapkan dalam kalimat apakah perencanaan dan anggaran ini ditetapkan dengan cara
top-down atau bottom-up.
9
Proses di beberapa perusahaan dilaksanakan secara totally bottom-up atau totally top-down,
namun terdapat perbedaan penting dalam prakteknya yang berkaitan dengan kewenangan
untuk menetapkan target-target keuangan (financial targets). Kebanyakan, tetapi tidak
seluruh perusahaan melaksanakan proses penetapan target untuk para manajer melalui
pendekatan bottom-up.
Membolehkannya para pegawai untuk berpartisipasi dan memiliki pengaruh terhadap proses
penetapan target-target kinerjanya, memberikan beberapa manfaat.
Pertama adalah adanya komitmen untuk meraih target-target. Para pegawai yang secara aktif
terlibat dalam proses penetapan target-target kinerjanya cenderung untuk memahami
mengapa target ditetapkan pada tingkat tertentu, sehingga mereka akan menerima target
dimaksud serta berkomitmen untuk meraihnya.
Manfaat kedua adalah berbagi informasi (sharing information). Pada kebanyakan perusahaan,
penetapan target mencakup juga proses berbagi informasi tentang kemungkinankemungkinan bisnis serta preferensi dan sumber daya perusahaan. Para manajer yang sangat
dekat dengan bisnis, atau para pegawai yang sangat dekat dengan operasi perusahaan,
dapat menyediakan informasi bermanfaat bagi para atasan tentang bisnis atau potensi
operasi dan risiko. Top-level managers dapat menyediakan informasi tentang prioritas dan
keterbatasan korporasi.
Manfaat ketiga adalah kognitif (cognitive). Orang-orang yang terlibat dalam proses penetapan
target akan memiliki pengaruh menguntungkan untuk menjelaskan ekspektasi serta memulai
berfikir tentang bagaimana cara terbaik untuk meraih target. Berfikir di sini menyangkut juga
dengan proses pembelajaran, yang dapat menghasilkan perbaikan-perbaikan dalam proses,
dan mungkin juga inovasi.
Chapter 10
Performance-dependent rewards (and punishments)
Elemen utama terakhir dari financial result control systems adalah sistem pemberian
penghargaan atau hukuman (rewards and punishments system) yang dikaitkan dengan
evaluasi kinerja. Pemberian penghargaan adalah sangat penting karena pemberian
penghargaan tersebut mengingatkan atau memberitahukan para pegawai mengenai areaarea hasil mana yang diinginkan serta memotivasi mereka untuk meraih hasil di atas target
kinerja. Sebaliknya, pemberian hukuman (punishments) adalah penghargaan yang bersifat
negatif karena tidak dicapainya target kinerja.
Chapter ini membahas manfaat-manfaat dari performance-dependent rewards. Kemudian
chapter ini juga menguraikan beberapa bentuk penghargaan yang dapat menjadi bagian
motivational contracts serta membahas kriteria-kriteria untuk mengevaluasi rewads and
punishments systems. Terakhir, chapter ini menjelaskan salah satu bentuk yang umum dari
reward, yakni monetary rewards, dan menguraikan bagaimana membuat keputusan tentang
aspek-aspek penting dari kontrak dikaitkan kinerja dengan penghargaan.
10
11
Group rewards
Dalam era di mana diperlukan kerjasama antar orang di perusahaan, banyak konsultan telah
meminta untuk memanfaatkan group rewards ketimbang berdasarkan pencapaian individual.
Team-based rewards memilik beberapa keuntungan; dan hal ini telah didiskusikan di chapter
3 sebagai salah satu metode untuk mengiimplementasikan personnel/cultural control.
Namun demikian, team-based atau group-based rewards ini memiliki kelemahan. Utamanya,
rewards ini hampir tidak memberikan pengaruh insentif yang langsung dan kuat. Ketika
pengukuran hanya ditujukan untuk kelompok besar, tidak satupun individu-atau bahkan
13
Beberapa monetary rewards juga gagal untuk memenuhi kriteria understandability. Oleh
karena persetujuan dengan para atasan tidak jelas serta umpan balik dari kinerja tidak
lengkap dan bias, para pegawai sering gagal untuk memahami alasan-alasan mengapa
mereka diberikan penghargaan.
Beberapa monetary rewards gagal untuk memenuhi kriteria impact. Performance-dependent
rewards jumlahnya relatif kecil pada saat inflasi rendah dan kinerja perusahaan melambat,
sehingga penghargaan yang diberikan tidak memliki banyak pengaruh terhadap perilaku.
Banyak pula monetary rewards diberikan tidak tepat waktu. Periode yang paling umum untuk
mengevaluasi kinerja adalah tahunan. Evaluasi ini digunakan untuk mengumumkan kenaikan
gaji dan pemberian bonus, namun sering evaluasi ini tidak tepat waktu.
Kebanyakan monetary rewards, khususnya yang berjumlah kecil, tidak memiliki daya tahan
(not durable). Dalam banyak kasus, kenaikan gaji hanya akan mengubah pola pengeluaran,
sehingga tidak memberikan kesan yang lama.
Hanya beberapa monetary rewards yang reversible. Penghargaan bonus adalah reversible
karena diberikan hanya untuk satu periode saja. Di lain pihak, kenaikan gaji memberikan
tambahan permanen secara tahunan kepada para pegawai. Kenaikan gaji ini lebih menarik
bagi para pegawai, tetapi kurang menarik bagi perusahaan.
Terakhir, monetary reward sangat mahal. Nilai yang disediakan untuk para pegawai
merupakan biaya langsung (direct cost) bagi perusahaan. Beberapa bentuk rewards, seperti
pemberian gelar (titles), penghargaan (recognition), tempat parkir khusus (preferred parking
spaces), dan penugasan pekerjaan (job assignments), biasanya lebih murah tetapi dinilai
tinggi oleh top-performing employees.
digunakan untuk menutup celah yang timbul, baik disengaja maupun tidak disengaja, dalam
kontrak tertulis.
Para atasan kadang-kadang dengan sengaja membiarkan syarat-syarat kontrak tidak tegas
(implicit) untuk beberapa alasan.
Mereka mungkin tidak mengetahui bagaimana menjelaskan dasar-dasar pemberian rewards
atau pembobotan bagian-bagian individual dari kriteria evaluasi sebelum periode penilaian
kinerja. Para atasan mungkin menginginkan kontrak bersifat fleksibel untuk agar mereka bisa
mendorong para pegawai untuk melakukan yang terbaik dan tidak menyerah apabila
menghadapi target kinerja yang tidak mungkin atau terlalu mudah setelah pencpaian target.
Kurangnya ketegasan (lack of explicitness) dalam persyaratan kontrak dapat mempengaruhi
risiko para pegawai. Kurangnya ketegasan ini dapat mengurangi risiko, apabila para manajer
diperkenankan untuk melakukan penyesuaian terhadap pengaruh dari faktor-faktor yang
tidak dapat dikendalikan para pegawai. Hal ini akan dibahas lebih rinci di chapter 13. Numun
demikian, kurangnya ketegasan dapat juga meningkatkan risiko para pegawai. Dengan
kontrak yang sifatnya implisit, para pegawai menanggung risiko bahwa para atasannya akan
mengevaluasi mereka dengan dasar yang berbeda dengan yang para pegawai asumsikan.
Chapter 11
Accounting performance measures and their effects
Tujuan utama dari profit organization adalah memaksimalkan nilai pemegang saham (atau
pemilik), atau nilai perusahaan. Jadi, yang diangankan oleh results control adalah memberikan
penghargaan kepada setiap individual pegawai atas pekerjaannya meningkatkan nilai
perusahaan. Namun demikian, karena pengukuran atas kontribusi langsung untuk
meningkatkan nilai ini hampir tidak mungkin, maka perusahaan biasanya mencari alternatifalternatif pengendalian (control alternatives).
Kebanyakan perusahaan mendasarkan diri pada results control melalui pengukuranpengukuran kinerja berdasarkan akuntasi, khususnya untuk higher-managerial level; yakni
accounting profits and return serta komponen-komponennya (revenues,costs, assets dan
liabilities). Sebagaimana dibahas di chapter 7, accounting performance measures sangat
umum digunakan, karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pengukuranpengukuran lainnya.
Secara khusus, accounting performance measures memberikan ringkasan penting mengenai
hasil-hasil dari berbagai tindakan (actions) yang diambil oleh para manajer. Harus diakui,
walaupun accounting measures yang terbaik sekalipun tidak sempurna, namun pengukuranpengukuran tersebut dapat digunakan sebagai pengganti indikator perubahan nilai
perusahaan.
Penggunaan accounting performance measures sebagai pengganti indikator perubahan nilai
perusahaan, menciptakan masalah-masalah pengendalian yang signifikan. Kebanyakan
manajer korporasi sangat memahami masalah dimaksud, tetapi tetap memilih accounting
measures karena keunggulan-keunggulannya. Kemudian mereka mengambil langkah-langkah
untuk mengurangi masalahnya.
Chapter ini menguraikan tentang salah satu penyebab dari masalah utamanya accounting
performance measures : kecenderungan yang membuat para manajer berorientasi ke jangka
pendek secara berlebihan, atau myopic. Juga didiskusikan issue-issue mengenai
suboptimalisasi (suboptimalization), sebagai bentuk perubahan perilaku (behavioral
displacement) yang khususnya diakibatkan oleh penggunaan accounting-based roi-type
measures.
pembatasan, seperti ketaatan kepada hukum, perhatian yang cukup kepada para pegawai,
pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya. Nilai perusahaan merupakan konsep dasar
ekonomi yang dihitung pada waktu tertentu dengan mendiskontokan future cash flows yang
diharapkan dapat dipeoleh perusahaan ke nilai sekarang (present value).
Konsep nilai ini sangat penting untuk tujuan management control, sebab nilai tersebut
memberikan indikasi kepada para pegawai untuk dapat memperbesar nilai perusahaan
melalui peningkatan jumlah future cash flows, dengan mengakselerasi penerimaan cash flows
dimaksud (karena time value of money), atau dengan cara penerimaan cash flows yang lebih
pasti atau kurang berisiko. Perubahan nilai perusahaan selama periode tertentu disebut
economic income, dan alternatif lain untuk mengungkapkan basic corporate financial
objective adalah maximization of economic income, bukan acounting income (revenues
dikurangi expenses, sebagaimana yang didefinisikan oleh para akuntan).
Untuk para pegawai di unit perakitan pada proses produksi, kualitas dari volume unit yang
dibutuhkan mungkin merupakan indikator yang baik sekali, atau memiliki korelasi yang tinggi,
terhadap nilai dari para pegawainya yang diciptakan bagi perusahaan. Untuk para tenaga
penjual, total penjualan ( dimana penjualan hampir samadengan meraih laba), atau marjin
penjualan (penjualan dikurangi harga pokok penjualan), merupakan pengukuran yang baik,
atau paling tidak pengganti yang baik, mengenai nilai perusahaan yang diciptakan oleh fungsi
penjualan.
Untuk kebanyakan pegawai di bawah top management levels, tidaklah mungkin untuk
mengukur secara langsung nilai-nilai yang mereka ciptakan dalam periode pengukuran
tertentu. Mengukur secara langsung nilai yang diciptakan oleh middle-level managers
memerlukan estimasi mengenai future cash flow yang tidak pasti. Jadi, pengukuran ini jauh
dari tepat (precise). Pengukuran langsung dari economic income juga tidak selalu objektif,
sebab individu yang sangat mengetahui tentang penetapan, dan memiliki posisi terbaik
dalam penyusunan estimasi cash flow, biasanya adalah individu yang kinerjanya sedang
dinilai. Kegagalan yang signifikan dari kriteria yang tepat dan objektif ini menyebabkan
perusahaan mencari pengukuran kinerja pengganti. Jadi, pada middle-management level,
pengukuran accounting, khususnya accounting profits and returns, adalah pengganti yang
paling penting untuk digunakan.
hal ini benar-benar mencerminkan kinerja mereka. Tindakan-tindakan para manajer dimaksud
secara material mempengaruhi profit perusahaannya, tetapi jarang memberikan pengaruh
yang material terhadap keseluruhan kinerja perusahaan serta harga sahamnya. Lagi pula,
accounting profits tidak terpengaruh oleh faktor-faktor yang uncontrollable (contoh: tingkat
suku bunga) yang mengakibatkan harga saham berubah (volatile).
Keempat, pengukuran accounting dapat difahami (understandable). Accounting adalah
pelajaran standar di setiap perkuliahan bisnis, dan para manajer telah menggunakan
pengukuran seperti ini sejak lama sehingga mereka sangat memahami tentang peran
pengukurannya serta bagaimana pengukuran dimaksud dapat dipengaruhi.
Terakhir, pengukuran kinerja accounting tidak mahal (inexpensive). Perusahaan harus
mengukur dan melaporkan hasil-hasil finansial kepada pihak luar, terutama para pemegang
saham dan kreditur.
systems, dan custumer goodwill, akan dibiayakan segera. Jenis-jenis aset seperti ini tidak
akan nampak pada neraca. Tidak dicantumkannya harta tak berwujud tersebut terjadi,
walaupun bagi banyak perusahaan jenis harta ini jauh lebih penting daripada jenis harta yang
dimiliki oleh industri lama berupa bangunan pabrik, mesin-mesin dan tanah. Sebagai contoh,
harta berwujud dari microsoft kurang lebih hanya 10% dari total nilai pasar perusahaan.
Kelima, profit mengabaikan biaya investasi pada modal kerja (ignores the costs of
investments in working capital). Para manajer kadang-kadang meningkatkan penjualan dan
labanya dengan membuat investasi buruk berupa tambahan persediaan, yang mana biaya
atas tambahan investasi dimaksud tidak nampak dalam income statement.
Keenam, profit mencerminkan biaya atas modal yang dipinjam (the cost of borrowed capital)
tetapi mengabaikan biaya atas modal sendiri (the cost of equity capital).
Perusahaan memperoleh real income hanya pada saat tingkat pengembalian atas modal lebih
besar dari biaya atas modal dimaksud, dan mengabaikan biaya atas modal sendiri, sehingga
perbedaan antara tingkat pengembalian (returns) dengan biaya (cost)-nya (yakni, profit)
menjadi terlalu besar. Pengabaian ini adalah serius sebab equity capital biasanya lebih mahal
dari borrowed capital. Di amerika serikat tingkat pengembalian atas saham hampir mendekati
6% lebih tinggi dari tingkat pengembalian atas long-term government bonds, dan bahkan cost
of equity capital akan lebih tinggi lagi bagi perusahaan dengan saham yang berisiko (volatile).
Ketujuh, accounting profit mengabaikan risiko dan perubahan-perubahan dari risiko (ignores
risk and ghanges in risk). Perusahaan, atau entitas di dalam perusahaan, yang pola dan waktu
expected future cash flows-nya tidak berubah kemudian memiliki cash flow yang lebih pasti
(kurang berisiko), akan meningkatkan nilai ekonominya. Perubahan nilai ini tidak tercermin
dalam accounting profits.
Terakhir, profit lebih fokus ke masa lalu (focuses on the past). Nilai economi (economic
value) berasal dari future cash flows, dan tidak ada jaminan bahwa kinerja masa lalu
merupakan indikator yang handal mengenai kinerja masa depan.
Alasan-alasan mengapa accounting income dan economic income berbeda, telah
menyebabkan berbagai kritik yang keras terhadap penggunaan accounting performance
measures. Namun demikian, hampir seluruh manajer telah memperoleh lebih banyak manfaat
dari accounting profit measures ini dibandingkan dengan keterbatasannya, dan mereka terus
menggunakannya. Namun demikian, perlu diwaspadai para manajer termotivasi untuk
memaksimalkan, atau paling tidak menghasilkan, accounting profits yang dapat menciptakan
sejumlah masalah behavioral displacement. Pandangan yang dangkal (myopia) adalah
potensi yang paling mebahayakan. Para manajer yang hanya fokus kepada accounting profit
dan diukur dalam jangka pendek cenderung untuk memperhatikan peningkatan (atau
mempertahankan) profit (returns) bulanan, triwulanan, atau tahunan. Apabila orientasi para
manajer terhadap short-term profit terlalu berlebihan dibandingkan dengan long-term value
creation, mereka disebut sebagai myopic.
central administrative and support staff. Central management tidak akan dapat memahami
segala sesuatu tentang kompleksitas dari pemasaran produk serta kemampuan dan
keterbatasan operasi perusahaan secara menyeluruh.
Apabila organisasi adalah divisionalized organization, local managers akan menjadi ahli
(experts) di pasar tertentu, dan mereka akan mampu menjadi pengambil keputusan yang
lebih cepat. Oleh karena sampai batas tertentu mereka mampu mengendalikan
keberhasilannya, local managers cenderung akan memiliki motivasi dan jiwa
entrepreneurship yang tinggi. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan, dapat membantu
local managers memperoleh pengalaman yang bermanfaat seandainya mereka berpindah
untuk posisi yang lebih tinggi di organisasi. Waktu dari top management lebih leluasa,
sehingga mereka bisa lebih memfokuskan diri pada pengambilan keputusan strategis yang
penting.
Return-on-what?
Roi pada dasarnya adalah rasio dari accounting profits yang dihasilkan oleh divisi dibagi
dengan investment yang diberikan kepada divisi tersebut. Kebanyakan divisionalized
corporations menerapkan beberapa bentuk pengukuran roi untuk mengevaluasi kinerja
divisinya. Salah satu survey menemukan bahwa 80% dari responden menggunakan roi. Roi
diukur secara periodik, biasanya kuartalan atau bulanan, dan actual roi akan dibandingkan
dengan planned objective.
Variances dari plans dapat dianalisis menggunakan formula charts (roi trees) seperti
diperlihatkan pada figure 11.1. Analisis dapat ditunjukkan bahwa apabila actual roi dari
divisi adalah 15%, dan ini lebih rendah dari yang direncanakan pada tingkat 20%, walaupun
sales profitability (profit sebagai persentase dari sales) sesuai dengan yang direncanakan,
tetapi asset turnover (sales dibagi dengan total investment) lebih buruk dan tidak sesuai
rencana:
Planned roi (20%) = profit as percentage of sales (20%) x asset turnover (1.0)
Actual roi (15%) = profit as percentage of sales (20%) x asset turnover (0.75)
Analyst kemudian dapat mengurai pengukuran untuk memahami apakah penyimpangan
utamanya disebabkan oleh penurunan penjualan atau peningkatan dari aset tertentu.
Figure 11.1 formula chart showing relationship of factors affecting roi
Roi formula charts juga berguna untuk menghubungkan kinerja pada keseluruhan jenjang
organisasi.
22
Bagan (chart) tersebut dapat diperluas ke sebelah kanan untuk menunjukkan pengukuranpengukuran khusus yang dapat digunakan untuk tujuan pengendalian ke level organisasi
yang paling bawah. Kinerja penjualan dapat dipisahkan ke dalam faktor volume penjualan dan
harga. Faktor-faktor tersebut kemudian dapat dipisahkan oleh jenis produk, wilayah geografis,
segmen pelanggan, dan petugas penjual.
Bentuk aktual dari jenis rasio roi yang perusahaan terapkan sangat bervariasi, sebagaimana
label yang diberikan oleh perusahaan untuk mengukur bottom-line investment dari
investment centers-nya. Beberapa yang biasa digunakan adalah return on investment, return
on equity, return on capital employed, dan return on asstes. Dalam rasio-rasio ini, baik
pembilang (numerator) dan penyebut (denominator) dapat mencakup seluruh atau hanya
subset dari line items yang direfleksikan oleh corporate financial statements. Pengukuran
profit dalam kalkulasi roi bisa berupa fully allocated, after-tax profit, atau dapat pula berupa
before-tax operating income. Sama halnya, penyebut (denominator) dapat mencakup seluruh
line items dari assets and liabilities, termasuk alokasi assets and liabilities yang tidak dapat
dikendalikan langsung oleh manajer divisi, atau hanya termasuk controllable assets, yang
umumnya meliputi minimum receivables dan inventories.
Pengukuran roi digunakan secara luas sebab memberikan beberapa manfaat. Pertama,
pengukuran roi menyediakan pengukuran tunggal tetapi komprehensif yang mencerminkan
adanya trade-offs yang harus dilakukan para manajer antara revenues, cost, dan investments.
Kedua, pengukuran roi menyediakan common denominator yang dapat digunakan untuk
membandingkan returns bagi bisnis yang tidak serupa. Ketiga, oleh karena dinyatakan dalam
persen, pengukuran roi memberikan kesan bahwa angka roi dapat diperbandingkan dengan
financial returns lainnya. Terakhir, oleh karena pengukuran roi telah diterapkan cukup lama
di berbagai tempat, pada hakekatnya seluruh manajer memahami dengan baik mengenai apa
yang tercermin dari pengukuran dan bagaimana pengukuran tersebut dapat dipengaruhi.
Suboptimization
Pengukuran roi dapat menciptakan masalah subotimization dengan cara mendorong para
manajer untuk melakukan investasi yang membuat divisinya terlihat bagus, padahal invetasi
dimaksud bukan merupakan pilihan terbaik bagi perusahaan. Para manajer yang memiliki
keinginan kuat untuk mensukseskan divisinya cenderung tidak akan tertarik oleh investasi
yang menjanjikan tingkat pengembalian (returns) di bawah dari apa yang menjadi tujuan
divisinya, meskipun investasi tersebut sangat baik ditinjau dari persepktif perusahaan. Table
11.2 memperlihatkan contoh yang sederhana dari suboptimization. Diasumsikan cost of
capital perusahaan adalah 15%. Apabila terdapat suatu peluang investasi yang menjanjikan
tingkat pengembalian (return) 20%, investasi harus dilakukan (dengan asumsi bahwa
peluangnya adalah konsisten dengan strategi perusahaan serta tidak terlalu berisiko).
Manajer divisi a, yang target kinerjanya dicerminkan oleh kinerja hitoris sebesar 10%, akan
23
sangat tertarik untuk melakukan investasi, tetapi bagi manajer divisi b, yang beroperasi
dengan tingkat pengembalian sudah mencapai 40%, tidak akan tertarik untuk melakukan
investasi.
Table 11.2 example of suboptimization: failure to invest in a worthwhile project
Sepanjang investasi baru yang akhirnya akan memberikan return yang lebih rendah dari
awalnya, bentuk dari pengukuran
roi ini akan cenderung
mendorong terjadinya
suboptimization.
Sebaliknya, pengukuran roi dapat mengakibatkan manajer divisi yang tidak sukses untuk
melakukan investasi yang menjanjikan tingkat pengembalian (return) di bawah cost of capital
perusahaan.
Masalah ini diilustrasikan di table 11.3, dengan mengubah data pada table 11.2, yaitu cost
of capital perusahaan menjadi 25%.
Table 11.3 example of suboptimazation: investment in a project that is not
worthwhile
Pada situasi seperti ini, divisi a cenderung untuk berkeinginan melakukan investasi yang
akan menghasilkan return 20%, walaupun tidak dapat menutupi cost of capital perusahaan
sebesar 25%.
Misleading performance signals
Kesulitan-kesulitan dalam mengukur penyebut (denominator) dari pengukuran roi,
khususnya mengenai fixed assets, dapat memberikan sinyal yang menyesatkan tentang
kinerja dari investment center. Nilai assets yang tercermin dalam neraca tidak
merepresentasikan nilai assets sesungguhnya yang tersedia bagi para manajer untuk
memperoleh tingkat pengembalian sekarang ini (current returns). Assets ditambahkan ke
dalam bisnis terjadi di berbagai waktu pada masa lampau, dengan kondisi pasar yang
berbeda, serta dengan daya beli yang berbeda pula.
Roi-overstatement problems diilustrasikan di table 11.4. Diasumsikan bahwa divisi c dan
d adalah unit operasi yang identik, kecuali divisi c membeli kebanyakan fixed asset-nya
beberapa tahun yang lalu, sementara divisi d memiliki assets yang relatif baru. Untuk
menyederhanakan masalah, diasumsikan bahwa tidak ada keunggulan teknologi; assets
24
lama berkinerja pada tingkat efisiensi yang sama dengan assets baru. Profit before
depreciation adalah identik, tetapi depresiasi di divisi d dua kali dari depresiasi di divisi c,
sehingga profit after depreciation di divisi c sedikit lebih tinggi. Namun demikian, roi di
divisi c secara dramatis lebih tinggi dari roi di divisi d, lebih disebabkan karena net book
value (nbv) assets yang dimiliki divisi c jauh di bawah nbv assets dari divisi d. Perbedaan
roi 20% dan 3% tidak nyata; ini hanya alat (artifact) dari sistem pengukuran.
Table 11.4 example showing roi overstatement when denominator is measured
in terms of net book value
kebiasaan lain dari pengukuran roi yang menyesatkan adalah roi dihitung menggunakan
nbv yang secara otomatis akan meningkat seiring berlalunya waktu sekalipun tidak
dilakukan investasi. Hal ini diilustrasikan di table 11.5. Diasumsikan bahwa divisi e
beroperasi secara tetap, pendapatan tahun 1 dengan roi 12%. Dikarenakan terdapat
assets yang disususutkan, roi meningkat menjadi 13.3% di tahun 2 dan 15% di tahun 3.
Kenaikan roi ini juga tidak nyata.
Table 11.5 example showing increase in roi due merely to passage of time
Pengukuran yang menyesatkan seperti ini dapat mengakibatkan para manajer yang
menggunakan roi-type measures membuat keputusan-keputusan yang buruk, berupa :
Para manajer divisi tetap mempertahankan assets melebihi umur optimalnya dan tidak
melakukan investasi assets baru karena akan meningkatkan penyebut (denominator) dari
penghitungan roi. Pengaruh dari disfungsi ini akan sangat kuat pada saat masa jabatan dari
para manajer ini relatif pendek.
Para manajer korporasi dapat mengalokasikan resources yang berlebihan kepada divisi yang
memiliki assets lebih tua karena nampaknya divisi tersebut relatif lebih menguntungkan.
Sebagaimana diilustrasikan pada table 11.2 dan table 11.3, adanya tendensi dari modal
(capital) yang dialokasikan kepada divisi yang kurang menguntungkan.
Dapat mengakibatkan adanya kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap persediaan
yang berbeda di berbagai divisi, sekalipun untuk persediaan yang serupa.
Jika para manajer korporasi tidak waspada terhadap distorsi ini dan tidak melakukan
penyesuaian, maka dapat menyebabkan kekeliruan dalam mengevaluasi kinerja para manajer
divisi.
Residual income measures tentu saja dapat menyelesaikan masalah suboptimization. Beban
residual income dapat diterapkan sama dengan corporate investment rate of return. Jadi,
pengukuran residual income memberikan seluruh manajer investment center suatu insentif
yang sama untuk melakukan investasi.
Tanpa memperhatikan tingkat pengembalian dari responsibility center yang berlaku umum,
para manajer akan termotivasi untuk melakukan investasi di seluruh proyek yang menjanjikan
internal rate of return yang lebih tinggi dari, atau sama dengan, cost of capital. Hal ini
diilustrasikan di table 11.6 yang merupakan modifikasi dari versi table 11.2 dengan
penambahan baris untuk residual income. Di ke dua divisi tersebut residual income
meningkat apabila investasi yang diinginkan tersebut dilaksanakan.
Residual income juga menyelesaikan masalah financing-type suboptimization. Dengan
mempertimbangkan cost of debt dan cost of equity, residual income menghilangkan
keinginan para manajer untuk meningkatkan leverage entitas melalui debt financing pada
tingkat yang berlebihan.
Namun demikian, residual income tidak menyelesaikan masalah distorsi yang diakibatkan
oleh investasi baru di fixed assets. Banyak investasi yang menarik pada awalnya akan
mengurangi residual income, tetapi kemudian residual income akan meningkat seiring
dengan berlalunya waktu karena fixed assets semakin menua.
Salah satu consulting firm, stern stewart & company, merekomendasikan pengukuran yang
disebut dengan economic value added (eva) yang mengkombinasikan beberapa modifikasi
terhadap standard accounting model pada residual income-type measure. Formula eva
adalah :
Eva = modified after-tax operating profit (total capital x weighted average cost of
capital
Table 11.6 example of suboptimization with residual income: failure to invest in
wortwhile project
Modified after-tax operating income berbeda dengan yang didefinisikan oleh para akuntan,
yakni bahwa income dimaksud mencerminkan kapitalisasi dan amortisasi dari intangible
investment, seperti r&d, employee training, dan advertising. Total capital termasuk di
dalamnya fixed assets, working capital, dan capitalized intangibles. Weighted average cost of
capital mencerminkan rata-rata tertimbang dari cost of debt dan equity financing.
Chapter 12
Financial results control remedies to the myopia problem
Pada chapter 11, telah dijelaskan bagaimana financial results controls yang menekankan
pada current-period accounting profits dapat menyebabkan para manajer menjadi
26
antara nilai awal dan nilai akhir adalah estimasi langsung dari nilai yang diciptakan selama
periode tersebut, dan itulah economic income.
Banyak orang pada awalnya bereaksi secara negatif terhadap ide untuk mengukur economic
income secara langsung, tetapi kemudian mereka menggunakannya dalam financial results
control untuk memotivasi perilaku-perilaku manajer. Tentu saja kesulitan-kesulitan yang
ditemui dalam pengukuran harus dihadapi, tetapi bagi mereka yang meyakini bahwa
mengukur perubahan nilai pemegang saham secara langsung tentunya dapat dilaksanakan
dengan tingkat akurasi yang dapat diterima.
Mengestimasi future cash flow dan mendiskontokannya ke masa sekarang bukanlah konsep
manajemen yang baru. Hampir seluruh perusahaan memiliki pengalaman yang luas dalam
menyiapkan perkiraan future cash flows serta mereviu untuk kelayakannya.
Potential cash flows adalah bagian proposal standar dari investasi dan pengadaan assets, dan
beberapa perusahaan juga memiliki pengalaman dalam penerapan discounted cash flows
methods untuk perencanaan strategis dari unit bisnisnya.
Para manajer diminta untuk mengajukan ide-ide untuk pengembangan investasi, yang akan
menghasilkan revenues dan profits di periode operasi mendatang. Keberhasilan-keberhasilan
dari biaya pengembangan (development expenditures) dapat dimonitor melalui bentuk
pengendalian yang lain, seperti preaction reviews atas expenditures proposals serta
memantau pencapaian dari kemajuan investasi dengan cara membandingkannya dengan
jadwal-jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pendekatan untuk memisahkan dan menjaga developmental expenditures ini memiliki 2
kelemahan utama. Pertama adalah tidak ada perbedaan yang jelas antara operating
expenditures dan developmental expenditures. Sebagai contoh, perbaikan proses produksi
28
dan program pengembangan pemasaran mungkin akan memberikan manfaat (cost reduction
atau additional revenues) baik pada periode sekarang maupun yang akan datang.
Konsekwensinya, para manajer memiliki ruang gerak untuk memainkan system. Secara
khusus, ketika entitas sedang berkinerja baik dibandingkan dengan target anggarannya, para
manajer dapat memilih fund development expenditures-nya di dalam operating budget.
Keterbatasan lainnya dari pendekatan untuk memisahkan dan menjaga developmental
expenditures ini adalah memberikan keputusan final tentang dana dari developmental
expenditures kepada manajer korporasi. Dibandingkan dengan manajer unit bisnis, manajer
korporasi di perusahaan yang beroperasi di berbagai kegiatan, tidak akan mengetahui secara
rinci dan memiliki informasi yang lengkap mengenai prospek masing-masing kegiatan bisnis
serta jenis dan tingkat pendanaan secara spesifik. Hal ini mungkin dapat merusak kualitas
pengambilan keputusan tentang pengalokasian sumber daya utama perusahaan.
Jika organisasi berjalan pada indikator-indikator utama yang benar dan memberikan
pembobotan yang cukup penting, maka profits tidak lagi harus diukur (untuk tujuan results
control). Profits pasti akan mengikuti. Bukti empiris, khususnya untuk kepuasan pelanggan,
nampak membenarkan dasar pemikiran bahwa pengukuran non-financial sangat
berhubungan dengan kinerja finansial di masa mendatang dan mengandung tambahan
informasi yang tidak tercermin dalam pengukuran finansial masa yang lalu.
Kaplan dan norton menganjurkan apa yang disebut dengan kombinasi short-term measures
dan leading indicators, yakni balanced scorecard, yang harus menunjukkan 4 (empat)
perspektif.
Customer perspective: how do our customer see us? Contoh pengukuran di kategori ini
termasuk on-time delivery dan percent of sales from new products
Internal perspective: what must we excel at? Contoh pengukuran di kategori ini termasuk
cycle time, yield, dan efficiency.
Innovation and learning perspective: can we continue to improve and create value?
Contoh pengukuran di kategori ini termasuk time to develop next generation, new product
introductions vs competition.
Financial perspective: how do we look to shareholders? Contoh pengukuran di kategori ini
termasuk operating income dan roe.
Perspektif yang terakhir adalah short-term oriented, sementara tiga lainnya adalah
kategori-kategori yang menonjol dari indikator utama mengenai future financial performance.
Results control yang mendasarkan pada seperangkat value drivers akan dapat memperoleh
beberapa keuntungan :
Adanya short-term performance pressure, dan mengurangi risiko myopia.
Adanya hubungan antara pengukuran kinerja pada semua level organisasi dengan tujuan dan
strategi organisasi secara keseluruhan.
Adanya pembatasan jumlah pengukuran yang harus diikuti, apabila beberapa pengukuran
yang baik telah dipilih untuk menunjukkan dimensi atau perspektif kinerja kritikal.
Tersedianya peringatan yang tepat waktu mengenai masalah-masalah kinerja yang mungkin
datang.
Namun demikian, menetapkan dan menggunakan seperangkat value drivers ini dapat juga
menciptakan masalah dan biaya. Jika indikator keliru yang dipilih, atau tidak tertimbang
secara layak dari segi pentingnya, keselarasan (congruence) tidak akan bertambah baik,
bahkan mungkin memburuk.
Menggunakan seperangkat value drivers dapat juga menyebabkan masalah lain. Apabila
pengukuran yang sama tidak dipakai di seluruh organisasi dari suatu entitas, maka pemilihan
pengukuran hanya dapat menyebabkan persepsi yang bias. Tidak dapat dipungkiri bahwa
kinerja di beberapa area akan lebih sulit dari yang lainnya. Selain itu, apabila terlalu banyak
indikator yang dipilih, fokus para manajer akan menjadi hilang atau tersebar. Beberapa
manajer dapat manjadi kewalahan oleh kompleksitas. Beberapa perusahaan mengevaluasi
para manajer dengan 20 atau lebih pengukuran kinerja, dan pada kenyataannya,
pengembang balanced scorecard approach menyarankan bahwa scorecard yang baik itu
adalah yang memiliki kira-kira 23-25 pengukuran. Masalah dengan terlalu banyaknya
pengukuran yakni apabila seluruh pengukuran berkaitan dengan penghargaan (rewards) pada
results control system, maka tidak ada satupun pengukuran yang memiliki lebih dari 4-5%
pengaruh terhadap seluruh evaluasi manajer. Jadi tidak ada satupun pengukuran yang
menjadikan perbedaan.
Beberapa penggunaan pengukuran individual juga cukup mahal, khususnya apabila
menyangkut pencarian sejumlah pengukuran kuantitas yang sulit. Sebagai contoh, adalah
sangat mahal untuk mengadministrasikan survey kepuasan, untuk mempekerjakan mystery
31
shoppers
untuk
mengevaluasi
operasi
dari
perspektif
pelanggan,
dan
untuk
menyelenggarakan safety audits.
persoalan ini mungkin menjelaskan kepada kita mengapa banyak perusahaan memandang
bahwa walaupun non-financial performance factors sangat penting, namun mereka tidak
mengumpulkan data untuk faktor-faktor dimaksud, dan bahkan tidak memasukannnya
sebagai bagian yang memperoleh penghargaan.
Chapter 13
Using financial results controls in the presence of uncontrollable
factors
Perhatikan kasus berikut ini : manajer suatu divisi diminta untuk dapat meraih target laba
tahunan sebesar us $ 1 juta. Namun setelah anggaran disiapkan, para pegawai dari pemasok
utama melakukan pemogokan, dan manajer divisi tidak dapat melaksanakan tugas untuk
mendapatkan alternatif pemasok secara cepat. Jadi para manajer harus memperlambat
tingkat produksi, dan divisi hampir tidak mampu untuk break even di tahun yang
bersangkutan. Sebenarnya setiap orang sangat mengenal dengan situasi seperti ini di mana
pemogokan tidak dapat diramalkan, serta tidak tercapainya target yang dianggarkan
bukanlah kesalahan manager divisi. Apakah kita akan memaafkan manajer divisi karena
kinerjanya yang buruk? Apakah pemberian maaf dimaksud termasuk mengizinkan dia untuk
tetap memegang pekerjaannya? Memperoleh kenaikan gaji yang baik? Menerima bonus yang
cukup besar?
Apabila kita menerapkan prinsip keterkendalian (controllability principle) dalam artian yang
seksama, situasi di atas akan menjadikan kita tetap memberikan semua penghargaan yang
sudah dinyatakan kepada manajer divisi. Hasil yang kurang mencukupi (result shortfall) bukan
merupakan kesalahannya.
Prinsip keterkendalian, yang telah dibahas di chapter 2, menyatakan bahwa orang-orang
harus memikul tanggung jawab hanya terhadap apa yang mereka kendalikan. Suatu
pengukuran sama sekali terkendali oleh seorang pegawai, jika hal tersebut hanya dipengaruhi
oleh tindakannya. Logika dibalik controllability principles adalah jelas: para manajer tidak
32
boleh dihukum karena nasib yang buruk (bad luck), tidak pula diberikan penghargaan untuk
nasib yang baik (good luck).
Untuk menerapkan prinsip keterkendalian, penilai kinerja dapat mengurangi, dan kadangkadang menghilangkan, beberapa pengaruh yang mendistorsi dari uncontrollable factors.
Para penilai dapat menghilangkan area-area kinerja yang tidak dapat dikendalikan dari
definisi mengenai pengukuran hasil (results measures), atau sebagaimana kasus yang
diuraikan di atas, mengestimasi dan menyesuaikan pengaruh dari setiap porsi faktor yang
tidak dapat dikendalikan. Para manajer dapat menggunakan prosedur ini berlaku bagi semua
orang, untuk mempengaruhi pemberian seluruh rewards (atau punishments), atau mereka
dapat menggunakan metode yang berbeda untuk bentuk rewards yang berbeda pula (contoh,
job retention, salary increases, bonuses).
Namun demikian, penggunaan prosedur untuk menghilangkan distorsi ini tidak selalu
sederhana. Banyak results measures penting, khususnya pada managerial organizational
levels, adalah partially uncontrollable.
Walaupun pengukuran dipengaruhi oleh peristiwa di luar kendali pegawai, seperti kekurangan
pasokan, perubahan faktor-faktor biaya, tindakan pesaing, malapetaka bisnis, para manajer
dapat mengambil berbagai tindakan sebagai reaksi atas faktor-faktor dimaksud agar
diperoleh pengaruh yang positif terhadap results measures. Jika melindungi dirinya dari hal
yang tidak dapat dikendalikan, para manajer tidak akan termotivasi untuk menggunakan
pengaruh yang dimilikinya. Sebagai tambahan, sekalipun faktor tertentu secara jelas sama
sekali tidak dapat dikendalikan, sampai seberapa jauh distorsi terhadap results measures,
sering sulit untuk diukur atau diestimasi.
Sejumlah kesalahan mungkin terjadi ketika berurusan dengan pengaruh atas faktor-faktor
yang tidak dapat dikendalikan. Kadang-kadang organisasi gagal untuk memproteksi para
manajer dari pengaruh atas faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan, ketika mereka harus
diproteksi, dan kadang-kadang organisasi memproteksi para manajer ketika mereka tidak
memerlukan.
Chapter ini memberikan diskusi secara lebih rinci mengenai masalah tentang mengevaluasi
kinerja ketika pengukuran dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang tidak dapat
dikendalikan.
Banyak organisasi cenderung melindungi para karyawannya dari risiko yang disebabkan oleh
takdir alam, tetapi hanya kejadian-kejadian yang dianggap tidak dapat dikendalikan secara
jelas.
Jenis ketiga dari uncontrollable adalah disebabkan oleh keadaan saling ketergantungan
(interdependence). Interdependence adalah lawan dari independence. Interdependence
menandakan bahwa area organisasi atau area individual tidak dapat berdiri sendiri (selfcontained) secara utuh. Results yang diukur akan dipengaruhi oleh pihak lain di dalam
organisasi.
Interdependencies pada area produksi atau penyediaan jasa dapat diklasifikasikan ke dalam 3
tipe : pooled, sequential, dan reciprocal. Pooled interdependencies ada ketika entitas
perusahaan menggunakan sumber daya perusahaan atau gabungan sumber daya secara
bersama, seperti shared staffs (sebagai contoh administrative and sales), atau shared
facilities (contoh manfacturing and research).
Sequential interdependencies ada ketika output dari satu entitas merupakan input dari entitas
lainnya. Organisasiyang memiliki sequential interdependencies
tinggi adalah pada
perusahaan yang terintegrasi secara vertikal, seperti perusahaan kertas atau baja.
Reciprocal interdependencies adalah sequential interdependencies dua arah. Yaitu, entitasentitas organisasi memproduksi outputs yang digunakan oleh entitas lainnya serta
menggunakan inputs dari mereka. Reciprocal interdependencies yang tinggi akan terjadi pada
organisasi yang terdiversifikasi.
Kebanyakan perusahaan menghadapi masalah sequential dan reciprocal interdependencies
ini dengan menetapkan internal transfer price systems yang mencoba untuk memperkirakan
kondisi-kondisi yang ditemui di external markets.
Tipe lain dari interdependency adalah berasal dari intervensi higher-level management.
Higher-level managers dapat memaksa keputusan di lower-level manager sedemikian rupa
sehingga mempengaruhi secara signifikan kepada pengukuran results yang berdampak
kepada satu atau beberapa bentuk penghargaan. Atasan dapat memerintahkan bawahan
untuk menerima pegawai tertentu atau menjual produk ke pelanggan tertentu dengan harga
yang merugikan. Para atasan secara sederhana dapat pula mempengaruhi pengukuran
results dengan tidak menyetujui keputusan yang diprakarsai oleh lower-level manager.
Mereka bisa juga tidak diperkenankan untuk menerima atau memberhentikan pegawai,
pengeluaran biaya baru, atau perubahan jadwal produksi. Jika keputusan secara jelas
terpaksa dilakukan oleh lower-level manager, beberapa perusahaan akan membuat
penyesuaian terhadap kejadian-kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti ini. Namun,
perusahaan lain berpendapat bahwa kejadian-kejadian dimaksud tidak seluruhnya tidak dapat
dikendalikan.
Controlling for the distorting effects of uncontrollables
Para manajer dapat mengurangi (kadang menghilangkan) beberapa pengaruh yang
menyimpang dari beberapa uncontrollable factors dengan menggunakan salah satu atau
kedua-duanya dari dua pendekatan yang saling melengkapi. Sebelum periode pengukuran
berjalan, para manajer dapat menetapkan pengukuran results untuk hanya menetapkan itemitem yang benar-benar dapat dikendalikan oleh para pegawai atau paling tidak yang
berpengaruh secara signifikan. Setelah periode pengukuran berakhir, para manajer dapat
menghitung (atau mengestimasi) dan menyesuaikan untuk pengaruh-pengaruh dari
uncontrollable risk factors yang tersisa dengan menggunakan tehnik seperti variance
analysis, flexible budgeting, atau subjective performance assessments. Kedua metode ini
memiliki biaya, dan biaya-biaya ini harus diimbangi dengan manfaat dari berkurangnya risiko
yang harus ditanggung oleh para pegawai.
Controlling for uncontrollables before the measurement period
Dua metode dapat diterapkan untuk mengendalikan uncontrollables sebelum periode
pengukuran berjalan : pembelian asuransi dan perancangan struktur pertanggungjawaban
(responsibility structures)
35
Insurance
Banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti kerusakan fisik assets perusahaan,
kerusakan karena para pegawai, gugatan atas kekurangan produk, kesalahan dan
penggelapan uang oleh pegawai, huru-hara, dan perusakan adalah dapat diasuransikan.
Asuransi adalah mentransfer risiko dari pembeli kepada perusahaan asuransi.
Design of responsibility structures
Prinsip keterkendalian hakekatnya mendasari logika yang mengarahkan perencanaan dari
struktur pertanggungjawaban. Di chapter 7, yang berfokus pada financial responsibility
structures, aturan dasar menyatakan : biarkan para pegawai bertanggungjawab untuk areaarea kinerja yang anda inginkan untuk menjadi perhatian mereka.
Aturan umum ini diterapkan secara luas. Organisasi tidak menganggap bahwa petugas
penjual atau manajer produksi harus bertanggungjawab terhadap hasil-hasil dari pengambilan
keputusan atas corporate financing atau computer acquisition. Tidak perlu lagi bagi para
manajer ini untuk memperhatikan keputusan-keputusan yang secara jelas di luar kendali
mereka.
Pelaporan kinerja sering memisahkan antara controllable dan uncontrollable items. Table
13.1 memperlihatkan pelaporan kinerja yang dipisahkan dengan empat pengukuran laba.
Sistem pengendalian yang dibangun pada pelaporan ini adalah mempertahankan profit
center manager bertanggung jawab atas controllable profit. Segala sesuatu di bawah
controllable profit line dianggap sebagai item yang tidak dapat dikendalikan.
Table 13.1 divisional income statement segregating controllable and noncontrollable items
Namun demikian,apakah item-item di bawah controllable profit line adalah benar-benar tidak
dapat dikendalikan? Biasanya jawabannya adalah: tidak seluruhnya.
Variance analyses
Variance analysis adalah tehnik yang dikembangkan untuk menjelaskan mengapa 2 bilangan
berbeda. Dalam menerapkan pengendalian, sangat berguna untuk menjelaskan mengapa
hasil yang sebenarnya berbeda dari standar yang ditetapkan terlebih dahulu, anggaran atau
ekspektasi-ekspektasi. Hal ini dapat membantu memisahkan controllable variances dari
36
Rencana penjualan semula dicerminkan di sebelah kiri kolom dari table 13.2, yang
memperlihatkan nilai yang direncanakan untuk masing-masing faktor utama. Analisis
pertama menyangkut berubahnya nilai aktual
salah satu faktor utama dari yang
direncanakan. Table 13.2 pertama kali memisahkan pengaruh dari volume industri.
Perbedaan dengan rencana penjualan dan jumlahnya diperlihatkan di analysis # 1 sebagai
industry volume variance. Analisis kedua adalah adanya perubahan faktor ke dua yakni
market share, yaitu adanya perbedaan antara yang direncanakan dengan aktualnya,
sementara nilai yang berubah sebelumnya (industry volume) adalah sama dengan nilai
aktualnya. Analisis ini mengidentifikasikan market share variance. Proses ini terus
berlanjut untuk ke dua faktor utama lainnya, untuk mengidentifikasikan sales price
variance dan exchange rate variance. Jumlah keseluruh empat faktor tersebut akan sama
dengan total sales variance ( yaitu jumlah dimana penjualan sebenarnya berbeda dari
rencana penjualan).
Variance analyses seperti ini memiliki dua tujuan. Pertama adalah memisahkan beberapa
faktor yang tidak dapat dikendalikan dari yang dapat dikendalikan, yang menyebabkan
37
adanya perbedaan antara hasil yang sebenarnya dengan yang direncanakan. Dalam
contoh di atas, industry volume variance dapat dianggap sebagai faktor yang samasekali
tidak dapat dikendalikan. Tujuan lain dari variance analysis ini adalah untuk memisahkan
controllable performance factors tertentu dari yang lainnya, sehingga individual (atau
kelompok) tertentu dapat bertanggung jawab terhadap variance yang terjadi.
Dalam contoh di atas, marketing and sales department nampaknya harus bertanggung
jawab atas terjadinya market share dan price variances. Namun demikian, analisis lanjutan
dapat memperlihatkan beberapa tanggung jawab harus dibagi dengan departemen lain,
seperti engineering (atau product design) atau production (kualitas produk, pemenuhan
jadwal).
Experimental study di area ini menemukan bahwa menentukan results yang dikenal oleh
evaluator dapat mempengaruhi evaluasi kinerja secara signifikan walaupun results
measures ditetapkan tidak informatif bagi kinerja individual. Bias lainnya dikenal sebagai
hindsight effect. Penelitian hindsight effect menunjukkan bahwa para evaluator, dengan
pemahamannya mengenai resuts, cenderung untuk mengasumsikan informasi mengenai
preresults circumstances tidak tersedia bagi mereka yang dievaluasi. Asumsi-asumsi ini
dapat menjadikan pertimbangan yang bias atas preresult probabilities, dan tentu saja bias
terhadap seluruh evaluasi.
Kedua, subyektivitas sering menghasilkan umpan balik yang tidak memadai, bahkan tidak
ada samasekali, mengenai bagaimana kinerja dievaluasi. Kekurangan umpan balik ini
menghalangi pembelajaran dan membatasi motivasi diperiode kinerja berikutnya.
Ketiga, sekalipun evaluasinya adil, para pegawai sering tidak dapat memahami atau
mempercayainya. Persepsi mengenai bias, apakah akurat atau tidak, dapat menciptakan
masalah moral dan motivasi.
Keempat, subyektivitas sering menghasilkan penciptaan excuse culture. Manusia
cenderung memiliki sifat melekat yang mengakibatkan untuk mencari alasan terhadap
kinerja yang buruk.
Chapter 14
Controllers, auditors and boards of directors
Memelihara pengendalian yang baik merupakan fungsi yang penting dari manajemen. Di
banyak perusahaan, khususnya controllers dan internal auditors, memiliki tanggungjawab
yang besar terhadap pengendalian ini. Posisi spesialis dalam pengendalian ini sangat
menantang karena individu yang mengisi tugas ini mempunyai dua peran yang sering
dilakukan. Pertama adalah management service, yaitu membantu para manajer dalam
fungsi pengambilan keputusan dan pengendalian. Peran lainnya adalah oversight, yaitu
memastikan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh setiap orang di organisasi, dan
khususnya para manajer, adalah legal, etis, dan untuk kepentingan terbaik organisasi dan
para pemilik.
Controllers
39
Di perusahaan yang lebih besar, fungsi manajemen bidang finansial dibagi dalam dua perancontroller dan treasurer-seperti digambarkan pada figure 14.1. Fungsi treasurer utamanya
berhubungan dengan mendapatkan dan mengelola modal; fungsi controller utamanya
berhubungan dengan penyelenggaraan pembukuan, pelaporan serta pengendalian.
Figure 14.1 corporate financial management roles
Controllers memegang peranan penting di manajemen lini dan dalam perancangan serta
operasi dari management control system. Mereka adalah ahli dalam pengukuran finansial di
perusahaan (atau unit bisnis) dan anggota utama dari tim manajemen.
Controllers terlibat dalam menyiapkan perencanaan dan anggaran, menguji perencanaan dan
tindakan para manajer operasi, dan berpartisipasi dalam keputusan manajemen secara luas,
termasuk mengalokasikan sumber-sumber daya, penetapan harga, menetapkan kebijakan
berkaitan dengan piutang dan utang, melaksanakan pengadaan dan divestasi, serta
menanamkan uang. Controllers juga pemimpin akuntan perusahaan. Mereka menyiapkan
laporan-laporan kinerja serta mememnuhi berbagai kewajiban atas keuangan, perpajakan,
dan laporan kepada pemerintah. Mereka juga membangun dan memelihara sistem
pengendalian intern yang menjamin keandalan informasi serta melindungi harta perusahaan.
Tergantung kepada organisasi, controllers dapat juga mensupervisi fungsi internal audit dan
sistem informasi manajemen.
Auditors
Ketika kata audit muncul, pertama sekali kebanyakan orang berfikir tentang financial audit
atau tax audit. Financial audit biasanya dilakukan oleh kantor akuntan untuk menyatakan
pendapatnya tentang kelayakan penyajian laporan keuangan, sementara tax audit biasanya
dilakukan oleh akuntan pemerintah untuk menguji apakah wajib pajak telah memenuhi
peraturan dan telah melaporkan spt-nya dengan benar. Namun demikian, bentuk audit yang
lazim tersebut biasanya hanya memiliki sebagian peran dari mcs, sementara tipe audit
lainnya seperti internal audits, operational audits, dan performance audits sering menjadi
elemen-elemen sistem pengendalian yang kritikal.
Audits
Audit dapat didefinisikan sebagai proses yang sistematis untuk : (1) memperoleh dan
mengevaluasi evidence secara obyektif terkait pentingnya suatu obyek, (2) menilai tingkat
persesuaian antara obyek dan kriteria tertentu, dan (3) mengkomunikasikan hasil-hasil
kepada pengguna yang berkepentingan.
40
42
Audit committees
Boards of directors pada perusahaan-perusahaan go public biasanya memiliki panitia kerja
pengawasan (standing oversight committee), yang disebut dengan audit committee, yang
hanya terdiri dari direktur-direktur di luar perusahaan (bukan pegawai) untuk membantu
boards of directors melaksanakan tanggungjawab pengendaliannya. Audit committees
meningkatkan kemampuan boards untuk lebih memfokuskan secara intensif (dengan biaya
yang relatif lebih murah) terhadap laporan keuangan perusahaan dan informasi keuangan
yang diungkapkan.
Chapter 15
Management control-related ethical issues and analyses
Para manajer yang terlibat dalam merancang dan menerapkan management control system
harus memiliki pemahaman secara mendasar tentang etika (ethics). Ethics adalah bidang
studi yang digunakan untuk menentukan perilaku yang diterima secara moral. Etika
menyediakan metode-metode untuk membedakan antara yang benar dan salah, dan secara
sistematis menetapkan aturan-aturan yang memberikan pedoman bagaimana individu atau
kelompok individu harus berperilaku. Etika sangat penting bagi para manajer yang terlibat
dengan management control system, sebab prinsip-prinsip etika dapat memberikan pedoman
yang bermanfaat untuk menegaskan bagaimana para pegawai harus berperilaku.
Selanjutnya, etika pegawai juga merupakan komponen utama dari personnel atau cultural
controls. Jika etika yang baik dapat didorong dan ditingkatkan di organisasi, etika tersebut
akan menjadi pengganti atau penambah dari actions atau results controls.
Etika adalah pokok persoalan yang sulit untuk difahami oleh banyak manajer. Satu alasan
pentingnya adalah bahwa disiplin dasar dari kebanyakan manajer adalah ekonomi. Dua
asumsi umum di dalam ekonomi yaitu orang-orang rasional bertindak untuk memaksimalkan
kepentingan dirinya dan tujuan utama dari pegawai di profit organization adalah
memaksimalkan nilai pemegang saham
Bagaimanapun, etika memberikan asumsi-asumsi alternatif tentang bagaimana orang-orang
seharusnya dan menjalankan perilaku. Alternatif dimaksud adalah bahwa etika individu harus
mempertimbangkan pengaruh dari tindakan-tindakannya terhadap pemangku kepentingan
lainnya.
Ada pepatah yang umum mengatakan : etika yang baik adalah bisnis yang baik biasanya
adalah benar, tetapi tidak selalu benar. Etika yang baik (good ethics) tidak selalu berguna
baik bagi individu maupun organisasi yang terlibat. Etika yang baik secara pasti tidak selalu
bermanfaat dalam jangka pendek. Para individu yang beradab kadang-kadang harus
melakukan berbagai tindakan yang tidak sesuai baik dengan kepentingan dirinya maupun
bagi kepentingan terbaik organisasi, karena beberapa kepentingan stakeholders lainnya yang
sah.
Dalam jangka panjang, kita sebaiknya mempertimbangkan bahwa orang-orang akan diberi
penghargaan terhadap perbuatan yang benar. Tetapi sayangnya hal ini belum pernah terjadi.
Banyak orang yang berbuat baik menerima bonus yang lebih rendah, tidak dipromosikan,
atau bahkan diberhentikan. Kapan prinsip-prinsip etika begitu penting sehingga seseorang
harus mengabaikan kepentingan dirinya atau kepentingan terbaik organisasinya? Inilah
pertanyaan mendasar tentang etika.
controls yang kaku. Etika yang baik adalah perekat yang menyatukan organisasi dengan
masyarakat.
Kehilangan etika sering menjadi tanda adanya masalah-masalah yang lebih serius, seperti
kecurangan (fraud). Dalam konteks pelaporan keuangan, satu studi menemukan bahwa
banyak perusahaan yang tidak menerapkan prinsip akuntansi yang lazim begitu agresif dalam
pelaporan keuangannya pada periode sebelum mereka melakukan pelanggaran.
Untuk mengendalikan perilaku-perilaku yang tidak etis dalam organisasi, para manajer
memerlukan pengembangan yang baik tentang keahlian pemikiran yang etis. Sebagaimana
halnya mereka membutuhkan keahlian dalam disiplin teknis untuk pengambilan kebijakan
bisnis yang baik, para manajer memerlukan keahlian moral untuk membuat pertimbanganpertimbangan yang etis. Manajer senior harus menjadi panutan yang memiliki moral yang
baik atau role model.
Para manajer juga harus merancang mcs yang memajukan sudut pandang moral dan perilaku
yang etis. Sejumlah pengendalian yang khusus, termasuk kebijakan dan prosedur serta
elemen pengukuran dan sistem pemberian penghargaan, berasal dari analisis-analis etika.
Beberapa pengendalian dapat membantu meyakini perilaku-perilaku yang etis, termasuk
training, kode etik dan credos yang menuntun para pegawai untuk mengenal dan memikirkan
tentang issue-issue etika.
Para manajer tanpa dasar yang kuat dalam etika dapat membuat sejumlah kesalahan yang
mengakibatkan kemungkinan terjadinya perilaku-perilaku yang tidak etis dalam organisasi.
Pertama, para manajer kadang-kadang tidak dapat mengenali issue-issue yang berkaitan
dengan etika ketika muncul. Satu masalah umum bagi orang-orang yang tidak terlatih adalah
kadang menyamakan issue legal dengan issue etika; mereka menyimpulkan bahwa
seandainya tindakan itu tidak legal, maka itu juga tidak etis. Hal ini jelas tidak benar. Tentu
saja banyak ketentuan melarang praktek-praktek yang tidak bermoral, namun tidak mungkin
seluruh tindakan yang tidak etis dituangkan secara tertulis dalam ketentuan.
Kedua, beberapa orang yang tidak terlatih, mencoba untuk menyelesaikan issue yang tidak
etis dengan cara atau aturan yang sederhana, seperti selalu bicaralah dengan benar,
jangan merusak. Mereka jarang memberikan pedoman akan perilaku-perilaku yang etis
dalam situasi tertentu, sebab nilai orang-orang sering bberbeda.
44
Model lain dari perilaku moral adalah berakar dalam virtues. Contoh yang paling menonjol
dari virtues adalah integritas, loyalitas, dan keteguhan hati (courage). Virtues sering
dicerminkan dalam codes of conduct.
memberikan impresi terhadap kemungkinan peramalan laba yang lebih baik, sehingga risiko
perusahaan menjadi lebih rendah.
Sebagaimana halnya penciptaan slack, earnings management dapat dipandang sebagai
sesuatu yang tidak etis, dengan beberapa alasan. Pertama, hampir seluruh tindakan tidak
nyata baik untuk kepentingan pengguna intern pelaporan keuangan maupun untuk
kepentingan eksternal. Jadi, mereka yang terlibat dengan earnings management mungkin
mendapat manfaat pribadi melalui kecurangan. Kedua, banyak orang serta kebanyakan
asosiasi profesi, meyakini bahwa manajer yang profesional dan para akuntannya memiliki
kewajiban untuk mengungkapkan secara layak informasi yang disajikan. Ketiga, distorsidistorsi dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang tidak konsisten dengan kewajiban-kewajiban
integritas untuk berperilaku jujur, adil dan benar dari para manajer dan akuntannya. Keempat,
penghargaan yang diperoleh dari managing earnings menjadi tidak fair ketika kinerja yang
dilaporkan tidak riil dan hanya kosmetik.