You are on page 1of 24

GAMBARAN USIA IBU HAMIL TERHADAP KEJADIAN KETUBAN

PECAH DINI DI RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA PADA


BULAN MARET-MEI 2014
Description of Maternal Age on The Incidence of Premature Rupture of
Membranes In dr. Doris Sylvanus Hospital Palangka Raya in March May
2014th.
Mutiara Dara Ratih, Chrisna Agustyani Haryanto, Nur Latifa Mursiana
Helma Kumala (Faculty of Medicine of Palangka Raya University)
ABSTRACT
Premature rupture of membranes (PROM) was defined as rupture of
membranes before entering the delivery period. This situation can occur in aterm
and preterm conditions (<37 weeks) of premature pregnancy. Premature rupture
of membranes occurs in about 8-10% of pregnancies and preterm premature
rupture of membranes (PPROM) occurs in 1% of pregnancies. Some of the risk
factors that cause it are black race, low socioeconomic status, maternal age,
smoking, previous preterm labor, vaginal bleeding or uterine distension. The
purpose of this study is to see a description that is associated with PROM or
PPROM incident and maternal age. This research is a descriptive study using a
cross sectional study design conducted in dr. Doris Sylvanus Palangka Raya in
March to May 2014. Study population was all patients who undergo childbirth at
the study site. Consecutive sampling using as sampling technique. The total
sample was obtained of all patients who underwent delivery in March to May in
dr. Doris Sylvanus, the number was 215 patients. The results showed the majority
of the research subjects are 20-35 years age group (162 patients). PROM/PPROM
highest incidence occurs in the maternal age> 35 years (23.08%). This is probably
due to the older age of mother, risk of infection is increases, which is one of the
risk factors for PROM/PPROM.
Key words : Maternal age, labour, premature rupture of membranes.

ABSTRAK
Ketuban pecah dini didefinsikan sebagai pecahnya ketuban sebelum
masuk dalam masa persalinan. Keadaan ini dapat terjadi pada kondisi aterm
maupun preterm (<37 minggu) pada kehamilan prematur. Ketuban pecah dini
terjadi pada sekitar 8-10% kehamilan dan ketuban pecah dini prematur terjadi
pada 1% kehamilan. Beberapa faktor risiko yang menyebabkannya adalah ras
kulit hitam, status sosioekonomik rendah, usia ibu, perokok, persalinan prematur
sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uterus. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk melihat gambaran kejadian KPD yang dikaitkan dengan usia ibu.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian

Cross sectional yang dilakukan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
Bulan Maret hingga Mei 2014. Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang
mengalami persalinan di lokasi penelitian. Teknik sampling menggunakan
consecutive sampling. Didapatkan total sampel adalah semua pasien yang
menjalani persalinan pada bulan Maret-Mei di RSUD dr. Doris Sylvanus,
jumlahnya adalah 215 pasien. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar
subjek penelitian merupakan kelompok usia 20-35 tahun (162 pasien). Insidensi
KPD paling tinggi terjadi pada usia ibu > 35 tahun (23,08%). Hal ini
dimungkinkan karena semakin tua usia ibu maka akan semakin meningkatkan
terjadinya risiko infeksi, yang mana merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
ketuban pecah dini.
Kata Kunci : Usia ibu hamil, persalinan, ketuban pecah dini.

BAB I
PENDAHULUAN

I.1.

Latar Belakang
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan 1,2

dan dapat terjadi pada semua usia kehamilan. Ketuban pecah dini dapat terjadi
pada kondisi aterm maupun preterm (<37 minggu). Ketuban pecah dini yang
terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut sebagai ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur. Ketuban pecah dini terjadi pada sekitar 8-10%
kehamilan dan ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Beberapa
faktor risiko yang telah diteliti berhubungan dengan terjadinya ketuban pecah dini
yaitu ras kulit hitam, status sosioekonomik rendah, perokok, memiliki riwayat
penyakit menular seksual, memiliki riwayat melahirkan prematur sebelumnya,
perdarahan pervaginam atau distensi uterus.1
Selaput ketuban terdiri atas amnion dan korion yang sangat erat ikatannya
lapisan ini terdiri atas beberapa sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel
trofoblas yang terikat erat dengan matriks kolagen.2 Selaput ketuban berfungsi
untuk menghasilkan air ketuban dan melindungi janin terhadap infeksi.
Komplikasi yang dapat rerjadi bila terjadi ketuban pecah dini meliputi komplikasi
maternal dan neonatal.3 Komplikasi neonatal bergantung pada usia kehamilan,
dapat terjadi sindrom distres pernapasan, infeksi intramniotik, hipoplasia
pulmoner fetal, deformitas skeletal, prolaps tali pusat, penekanan tali pusat yang
menyebabkan gawat janin dan meningkatnya kejadian seksio sesarea. Komplikasi
maternal

meliputi

infeksi

intraamniotik,

endometritis

postpartum,

oligohidramnion berat, dan risiko seksio sesarea yang lebih tinggi akibat
kemungkinan malpresentasi pada bayi preterm yang lebih besar.3
Diperlukan pengetahuan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya ketuban pecah dini dan komplikasi yang dapat
terjadi, agar dapat dilakukan pencegahan sedini mungkin, penegakan diagnosis

yang tepat serta penanganan yang adekuat agar risiko morbiditas dan mortalitas
baik pada maternal maupun neonatal dapat diturunkan.
Untuk itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat seberapa
banyak pasien dengan kelompok usia tertentu yang mengalami ketuban pecah dini
di RSUD dr. Doris Sylvanus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai kelompok usia manakah yang lebih banyak mengalami
kejadian ketuban pecah dini.

I.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut : Bagaimanakah gambaran usia ibu hamil


terhadap kejadian ketuban pecah dini di RSUD Doris Sylvanus Palangka Raya
pada bulan Maret-Mei 2014?

I.3.

Tujuan Penelitian

I.3.1. Tujuan Umum


Mengetahui gambaran usia ibu hamil terhadap kejadian ketuban pecah dini
di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
bulan Maret-Mei 2014.
I.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui seberapa banyak ibu hamil yang mengalami ketuban
pecah dini di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya pada bulan Maret-Mei 2014.
b. Untuk mengetahui pada usia berapa saja ibu hamil yang mengalami
ketuban pecah dini di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada bulan Maret-Mei 2014.

I.4.

Manfaat Penelitian

I.4.1. Bagi peneliti


Menambah pengetahuan tentang ketuban pecah dini serta angka
kejadiannya di RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya.
I.4.2. Bagi institusi
Menambah bahan referensi yang mungkin diperlukan dalam penelitian
selanjutnya.
I.4.3. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengetahui usia ibu hamil yang rentan mengalami
kejadian ketuban pecah dini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri dari atas beberapa sel seperti
sel epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen.
Selaput ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban dan melindungi janin
terhadap infeksi.2
II.1.

Definisi dan Klasifikasi


Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban atau korion sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur. Dalam keadaan normal 8-10
% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini.

Sedangkan

ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan.2


Periode laten didefiniskan sebagai waktu antara pecahnya selaput ketuban
dan dan onset persalinan. Pada KPD periode latennya adalah 1-12 jam.2 semakin
muda usia kehamilan periode laten akan semakin lama.4
Ketuban pecah dini memberikan risiko bagi ibu untuk mendapatkan
infeksi intrauterin. Risiko bagi bayi dengan adanya KPD adalah penekanan tali
pusat dan infeksi asending.5
II.2.

Insidensi
Ketuban pecah dini terjadi pada 3 - 18,5% kehamilan dan menjadi

penyebab 1/3 persalinan prematur. Delapan sampai 10 % pasien datang dengan


KPD pada saat kehamilan aterm dan terjadinya persalinan dalam 24 jam setelah
terjadi KPD ditemukan pada 90% kasus. Sedangkan saat KPD terjadi pada saat
kehamilan preterm antara 28-34 minggu, 50% pasien akan mengalami persalinan
dalam 24 jam dan 80% sampai 90% pasien akan bersalin satu minggu kemudian.
Sebelum usia kehamilan 26 minggu sekitar 50% pasien akan bersalin dalam
dalam 1 minggu.6

II.3.

Faktor Risiko
Faktor risiko terjadiya KPD adalah infeksi, riwayat KPD sebelumnya,

insufisiensi serviks, polihidroamnion, kehamilan multipel, trauma, malformasi


kongenital, abnormalitas struktur biokimia (Ehler-Danlos syndrome), koitus,
status sosioekonomi rendah, merokok, dan infeksi menular seksual. 6,7
II.4.

Patofisiologi7
Pengaturan

kekuatan

ketegangan

selaput

ketuban

melibatkan

keseimbangan antara sintesis dan degradasi dari komponen matriks ekstraseluler.


Perubahan pada membran meliputi penurunan kolagen, perubahan struktur
kolagen, dan peningkatan aktifitas kolagenolitik, yang dihubungkan dengan
ketuban pecah dini.

Kelainan jaringan ikat dan defisiensi nutrisi


Ehlers-Danlos Syndrome adalah kelainan turunan jaringan ikat dengan

karakterisktik hiperelastisitas kulit dan sendi yang disebabkan oleh berbagai defek
sintesis dan struktur kolagen. Pada sindrom ini koandungan dan struktur kolagen
abnormal sehingga sering terjadi KPD.
Kolagen cross-link yang dibentuk dari berbagai reaksi yang diinisiasi oleh
lysyl oxidase meningkatkan kekuatan tegangan kolagen fibrilar. Lysyl oksidase
diproduksi oleh sel mesenkimal amnion. lysyl oxidase adalah copper dependentenzyme, dan wanita dengan KPN memiliki kandungan tembaga yang lebih rendah
pada KPD pada kehamilan preterm dibandingan dengan ketuban yang pecah saat
persalinan. Wanita yang memiliki kadar asam askorbat yang rendah, dibutuhkan
untuk membentukan struktur tripel heliks dari kolagen, memiliki risiko tinggi
terhadap kejadian KPD. Rokok akan menurunkan kadar asam askorbat. Selain itu,
kandungan kadmium di dalam rokok akan meningkatkan metal-binding protein
metallothionein pada trofoblas, yang menyebabkan pengendapan tembaga.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
1 dan MMP 8 akan mengahancurkan tripel heliks dari kolagen fibrilar (tipe I dna
III), yang pada kelanjutannya didegradasi oleh gelatinase MMP 2 dan MMP 9.
Tissue inhibitor of metalloproteinase-1 (TIMP-1) berikatan dengan MMP 1, MMP
8 dan MMP 9 aktif. TIMP 2 beikatan pada MMP 2 bentuk aktif.

Integritas membran fetus masih tidak berubah pada setiap kehamilan,


kemungkinan karena kombinasi dari rendahnya matriks metalloproteinase
meningkatnya TIMP-1. Mendekati masa persalinan, keseimbangan akan bergeser
ke pada degradasi matriks esktraseluler selaput ketuban.
Ketuban pecah dini

pada

kehamilan

prematur

disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara aktivitas matriks metalloproteinase dan tissue inhibitor,


memicu degradasi

matriks membran ekstraseluler.

Aktivitas kolagenase

meningkat pada KPD pada kehamilan aterm.


Beberapa organisme flora normal termasuk kelompak beta streptococci,
Staphylococcus aures, Trichomonas vaginalis, dan bakteri lainnya yang
menyebabkan vaginosis, menyekresikan protease yang dapat mendegradasi
colagen dan melemahkan selaput ketuban. Respon inflamasi dari host terhadap
terhadap infeksi bakteri dimediasi oleh neutrofil dan makrofag ketempat
terjadinya infeksi dan akan menyekresikan sitokin, matriks metalloproteinase dan
prostaglandin. Sitokin infalmasi, termasuk interleukin 1 dan tumor necrosis factor
alfa (TNF alfa), diproduksi oleh stimulasi monosit, dan sitokin ini akan
meningkatkan MMP-1 dan MMP-3 di dalam sel korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi host akan menstimulasi produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban, yang nantinya akan meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini yang akan menyebabkan iritasi dari uterin.
Beberapa bakteri vagina memproduksi pospolipasi A2 , yang membebaskan asam
arakidonat dari membran fosfolipid ke dalam amnion. Selanjutnya, respon imun
terhadap

produksi

sitokin

diaktivasi

oleh

monosit

yang

meningkatkan

prostaglandin E2 . Prostaglandin yang diproduksi oleh amnion dan korion terlibat


dalam induksi cyclooxygenase II, yaitu enzim yang mengkonversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin.
Respon tubuh terhadap terjadinya infeksi adalah produksi glukokortikoid.
Pada banyak jarigan aksi inflamasi glukokortikoid dimediasi oleh supresi
produksi prostaglandin. Namun pada beberapa jaringan seperti amnion,
prostaglandin menstimulasi produksi prostaglandin. Deksametason mengurangi
sinesis fibronektin dan kolagen tipe III. Penemuan ini

memjelaskan bahwa

produksi glukokortikoid terhadap respon infeksi akan menyebabkan terjadinya


KPD.
Overdistensi uterus karena polihidroamnion dan kehamilan multipel akan
menginduksi penegangan selaut ketuban dan meningkatkan risiko KPD.
Penegangan selaput ketuban menyebabkan produksi faktor amniotik termasuk
prostaglandi E2 dan interleukin 8. Penegangan juga akan meningkatkan MMP-1
dalam membran. Prostaglandin akan menyebabkan iritabilitas uterin, menurunkan
sintesi kolagen selaput ketuban dan meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3.
Produksi interleukin 8 yang rendah pada trimester 2 dan lebih tinggi pada akhir
kehamilan, dihambat oleh progesteron.
II.5.

Manifestasi Klinis4,9

A. Anamnesis
Penderita merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan yang
banyak tiba-tiba dari jalan lahir atau merembes.
B. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Dapat terlihat keluarnya cairan melalui vagina, bila ketuban baru saja
pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan
lebih jelas.
b. Pemeriksaan dengan spekulum
Akan tampak cairan yang keluar dari ostium uteri eksternum (OUE),
jika cairan belum keluar, dapat dilakukan penekanan lembut pada
fundus, penderita diminta untuk batuk atau melakukan manuever
valsava, atau bagian terendah janin digoyangkan, maka akan tampak
cairan yang keluar melalui OUE dan terkumpul pada forniks posterior.
c. Periksa dalam
Jika selaput yang robek/pecah adalah selaput di bagian terbawah janin
maka akan melalui periksa dalam dapat diketahui bahwa selaput
ketuban sudah tidak ada lagi di bagian tersebut. Namun pemeriksaan
dalam vagina perlu dipertimbangkan, pada kehamilan kuran bulang
yang belum dalam persalinan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam

karena pada saat pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan segmen


bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme
tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam
vagina hanya dilakukan pada KPD yang sudah dalam persalinan atau
yang dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin.
C. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar melalui vagina perlu diperiksa, untuk dibedakan
dengan urin, sekret vagina atau cairan ketuban. Dapat dilakukan
dengan menggunakan kertas nitrazin.
i. Tes lakmus (tes Nitrazin)
Kertas lakmus merah akan berubah menjadi biru menunjukkan
air ketuban bersifat alkalis. pH air ketuban sendiri berkisar
antara 7,1-7,3.
ii. Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa.
b. Pemeriksaan USG
Untuk melihat jumlah cairan ketuban, menentukan usia kehamilan,
berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak plasenta.
II.6.

Penegakan Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk ketuban pecah dini ialah sebagai berikut 4 :

a. Umur kehamilan >20 minggu.


b. Keluar cairan ketuban dari vagina.
c. Pemeriksaan spekulum : terlihat cairan keluar dari ostium uteri eksternum.
d. Kertas nitrazin merah akan menjadi biru.
e. Mikroskopis : terlihat lanugo dan verniks kaseosa.
Pemeriksaan penunjang dengan USG untuk menilai jumlah cairan ketuban,
menentukan usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan letak
plasenta.2

10

II.7.

Komplikasi2

a. Persalinan prematur. Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh


persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan
aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi. Risiko infeksi pada ibu dan janin meningkat pada ketuban pecah
dini. Pada ibu dapat terjadi korioamnionitis. Pada janin dapat terjadi
septikemia, pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis
sebelum janin terinfeksi. Secara umum insiden infeksi sekunder pada
ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.
c. Hipoksia dan asfiksia. Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion
yang menekan tali pusat sehingga terjadi asfiksia dan hipoksia pada janin.
Terdapat

hubungan

antara

terjadinya

gawat

janin

dan

derajat

oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, semakin gawat keadaan


janin.
d. Sindrom deformitas janin.Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini
menyebabkan

pertumbuhan

janin

terhambat,

kelainan

disebabkan

kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonar.


II.8.

Prognosis
Ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan komplikasi-komplikasi yang

mungkin timbul serta umur dari kehamilan. 4


II.9.

Tatalaksana2,4,9,10
Untuk menentukan tatalaksana pada ketuban pecah dini, yang harus

dilakukan terlebih dahulu ialah memastikan diagnosis, menentukan umur


kehamilan, mengevaluasi ada atau tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin
dan apakah dalam keadaan inpartu atau terdapat kegawatan janin.
A. Konservatif
Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada ibu
maupun janin).Dilakukan jika tidak ada tanda infeksi dan umur kehamilan <37
minggu.

11

1. Rawat rumah sakit dan tirah baring (bedrest)


2. Observasi kemungkinan adanya amnionitis/tanda-tanda infeksi
-

Ibu : suhu >380C, takikardi ibu, leukositosis, tanda-tanda infeksi


intra uterin, rasa nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.

Janin : takikardi janin

3. Pengawasan timbulnya tanda-tanda persalinan. Jika terdapat tandatanda persalinan namun janin belum viable (kurang dari 37 minggu)
maka diberikan tokolitik.
Macam dosis dan cara pemberian :
a. Salbutamol : diberikan dengan dosis 10 mg dalam larutan NaCl
atau RL. Dimulai dengan infus 10 tpm, bila kontraksi masih ada
tingkatkan 10 tpm setiap 30 menit sampai kontraksi berhenti. Jika
kontraksi berhenti, tetesan tersebut dipertahankan sampai 12 jam
setelah

kontraksi

berakhir.

Sebagai

dosis

jaga,

diberikan

salbutamol per oral 3x4 mg per hari selama 7 hari.


b. Isoksuprin HCl : diberikan per infus dengan kecepatan 0,25 0,5
mg/ menit (1,5 3 cc/menit) bisa dinaikkan sampai 1 mg/menit.
Dua jam setelah kontraksi menghilang, dilanjutkan dengan
pemberian 10 mg/3-6 jam secara IM, selama 12-24 jam kemudian
dilanjutkan dengan pemberian 10-20 mg tablet setiap 6 jam selama
3 hari.
c. Nifedipin : diberikan dengan dosis 3x20 mg per oral per hari
sampai kontraksi berhenti. Perhatikan tekanan darah untuk
mencegah keadaan hipotensi.
d. MgSO4 : diberikan dengan dosis awal sebanyak 4 gr IV (MgSO 4
20% 20 cc) diikuti pemberian 1-2 g setiap jam per infus dengan
cara 10 g MgSO4 dalam 500 cc RL dengan tetesan 20-30 tpm.
Diperhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4 dan harus tersedia
antidotum yaitu Calcium glukonas 10% 10 cc.
e. Terbutalin : 250 g secara IV dilanjutkan pemberian per infus 10
g/menit. Dosis dipertahankan sampai 8 jam, kemudian dilanjutkan

12

dengan pemberian subkutan 250 g setiap 4 jam selama 24 jam.


Pengobatan dilanjutkan oral dengan dosis 2,5 g/4-6 jam.
4. Pemberian antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin :
Ampicillin 2 g IV setiap 6 jam + Erythromycin 259 mg IV setiap 6
jam. Setelah 48 jam, jika tidak terjadi persalinan, regimen diubah
menjadi Amoxicillin tab 250 mg per 8 jam + Erythromycin tab 333 mg
per 8 jam. Antibiotik ini diteruskan selama 7 hari jika pasien tetap
tidak dalam persalinan.4
5. Ultrasonografi dan kardiotokografi untuk menilai kesejahteraan janin.
6. Jika umur kehamilan 28-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg I.M sehari
dosis tunggal selama 2 hari, atau Deksametason I.M 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
7. Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru
janin seperti cara diatas.
B. Aktif
Untuk kehamilan > 37 minggu, dilakukan induksi dengan oksitosin. Bila
gagal maka dilakukan seksio sesarea.Dapat pula diberikan misoprostol 25 g 50
g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Dan dilakukan penilaian kematangan

serviks :
a. Bila serviks telah matang atau Bishop Score >5, dilakukan induksi
persalinan dengan oksitosin.
b. Bila serviks belum matang atau Bishop Score <5, dilakukan
pematangan serviks dengan prostaglandin (PgE2 ) dan atau oksitosin
drip, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan
seksio sesarea.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik spektrum luas dan janin
harus segera dilahirkan.

13

II.10. Kerangka Teori


Regangan membran
(produksi IL8)

kekuatan tegangan
membran

Defek terlokalisir

Ketuban
Pecah
Dini

konten kolagen
matriks, perubahan
struktur kolagen
amniotik

Degradasi maktriks
ekstraseluler membran
(kolagen)

Apoptosis sel
amnion

Iritabilitas
uteri

Produksi PGE2 dan


PGF2
Relaksin

Produksi
glukokortikoid

Infeksi traktus genitalia

II.11. Kerangka Konsep


Infeksi, riwayat KPD, insufisiensi,
polihidramnion, gemelli, trauma, malformasi
kongenital, abnormalitas struktur kolagen, coitus,
infeksi menular seksual, , merokok, sosioekonomi
rendah

KETUBAN
PECAH DINI

Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

14

USIA MATERNAL

BAB III
METODE PENELITIAN

III.1. Jenis dan Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian
deskriptif dengan metode Cross-sectional. Metode Cross-sectional mencakup
semua jenis penelitian yang pengukuran-pengukuran variabelnya dilakukan hanya
setiap satu kali, pada satu saat. Peneliti mencari hubungan antara variabel bebas
(faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) dengan melakukan pengukuran
sesaat. Desain Cross-sectional dapat dipergunakan untuk penelitian deskriptif,
namun juga dapat dilakukan untuk penelitian analitik.18
III.2. Tempat dan Waktu Penelitian
III.2.1. Tempat penelitan
Penelitian bertempat di RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya.
III.2.2. Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Mei 2014.
III.3. Populasi Penelitian
III.3.1. Populasi target
Yang menjadi populasi target pada penelitian ini adalah semua ibu hamil
yang menjalani persalinan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
III.3.2. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau adalah semua ibu hamil yang menjalani persalinan di
RSUD dr Doris Sylvanus Kota Palangka Raya pada Bulan Maret 2014 hingga
Mei 2014.
III.4. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah jumlah total populasi selama Bulan Maret hingga Mei 2014
pada ibu hamil yang menjalani persalinan dan dirawat inap di ruang C RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya dari bulan Maret-Mei 2014.
15

Cara pemilihan sampel dengan non-probability sampling. Cara ini lebih


mudah dan lebih praktis. Jenis yang diambil adalah consecutive sampling yaitu
semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam
penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.
III.5. Kriteria Pemilihan (Inklusi dan Eksklusi)
III.5.1. Kriteria penerimaan (Inklusi)
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
-

Ibu hamil dengan berbagai usia

Ibu hamil dengan usia kehamilan cukup bulan maupun kurang bulan

Janin tunggal hidup

III.5.2. Kriteria penolakan (Eksklusi)


Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
-

Ibu hamil dengan perdarahan antepartum

Kehamilan gemeli

III.6. Variabel Penelitian


-

Variabel bebas

: Usia ibu

Variabel tergantung

: Ketuban pecah dini

III.7. Definisi Operasional


Ketuban Pecah Dini
Definisi

: Adalah pecahnya ketuban sebelum ibu dalam masa

persalinan.
Alat ukur

: Rekam medik

Cara ukur

: Pencatatan ulang data rekam medik

Hasil ukur

: 1. KPD, 2. Tidak KPD

Skala ukur

: Nominal

Umur ibu
Definisi

umur terakhir yang dicapai oleh seoang ibu sampai

saat bersalin dan dinyatakan dalam tahun.

16

Alat ukur

Rekam medik

Cara ukur

Pencatatan ulang data rekam medik

Hasil ukur

(1) <20 tahun, (2) 20-35 tahun, (3) >35 tahun

Skala ukur

Interval

III.8. Instrumen Penelitian


Instrumen pengumpulan data berupa lembar daftar responden.
III.9. Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan data sekunder yang berasal dari
rekam medik pasien ruang C di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, studi
dokumentasi, dan penelusuran buku sumber.
III.10. Cara Pengolahan Data dan Analisis Data
III.10.1.

Cara Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data ialah sebagai berikut :


A. Coding (Pengkodean)
Jawaban atau hasil diklasifikasikan ke dalam bentuk yang lebih ringkas
dengan menggunakan kode-kode.
B. Editing (Pengeditan data)
Isian pada data yang diperoleh dari rekam medik diteliti kembali apakah
sudah baik, lalu diproses lebih lanjut.
C. Entry Data (Pemasukan data)
Data yang telah selesai di coding dan editing lalu dimasukkan ke dalam
tabel.
D. Cleaning Data (Pembersihan data)
Membersihan data sehingga data sudah benar-benar bebas dari kesalahan.
III.10.2.

Analisis Data

A. Analisis univariat (deskriptif)


Untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel umur kehamilan ibu dan
ketuban pecah dini yang ditampilkan dalam bentuk tabel.

17

III.11. Etika Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder. Dalam
melakukan penelitian ini, peneliti menekankan masalah etika yang meliputi:
1. Anonimity (Tanpa nama)
Nama subyek tidak dicantumkan dalam lembar pengisian. Cukup dengan
menulis kode subyek yang telah dibuat oleh peneliti agar kerahasiaan tetap
terjaga.
2. Confidentiality
Informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

18

BAB IV
HASIL

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya di


bagian Obstetri dan Ginekologi pada Bulan Maret sampai Mei 2014 dengan cara
mengambil data sekunder dari rekam medik. Diperoleh sampel yang digunakan
dalam penelitan sebesar 215 ibu hamil dalam persalinan. Hasil penelitian ini akan
menggambarkan kejadian ketuban pecah dini yang terjadi pada ibu hamil dengan
membagi berdasarkan usia yaitu kurang dari 20 tahun, 20-35 tahun dan lebih dari
35 tahun. Berikut adalah jumlah persalinan yang terjadi di RSUD dr. Doris
Sylvanus pada bulan Maret sampai Mei pada berbagai usia ibu:

Tabel 1. Jumlah persalinan yang terjadi pada bulan Maret hingga Mei 2014:
Usia (tahun)

Jumlah persalinan

Persentase (%)

<20

14

6,51

20-35

162

75,35

>35

39

18,14

Total

215

100

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa persalinan paling tinggi terjadi


pada usia 20-35 tahun. Jumlah persalinan paling rendah pada usia kurang dari 20
tahun yaitu hanya sebesar 14.

19

Berikut adalah gambaran insidensi ketuban pecah dini yang terjadi pada
Bulan Maret hingga Mei 2014.

Tabel 2. Insidensi Kejadian Ketuban Pecah Dini pada Bulan Maret hingga
Mei 2014
Bulan

Kejadian

Jumlah persalinan

Insidensi

Maret

12

62

19,35%

April

21

78

26,92%

Mei

15

75

20%

Total

48

215

22,32%

Berdasarkan tabel di atas tampak kejadian KPD paling tinggi pada bulan
April dimana pada bulan tesebut jumlah persalinan paling tinggi. Sedangkan
kejadian KPD paling rendah terjadi pada Bulan Maret.

Berdasarkan pembagian usia ibu, kejadian KPD dapat digambarkan


berdasarkan tabel di bawah ini:
Usia ibu

KPD

Total

(tahun)

Tidak

Ya

<20

11 (78,57%)

3 (21,43%)

14 (100%)

20-35

126 (77,8%)

36 ( 22,2%)

162 (100%)

>35

30 (76,92%)

9 (23,08%)

39 (100%)

Total

157 (77,67%)

48 (22,32%)

215 (100%)

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa kejadian KPD paling tinggi pada
usia ibu lebih dari 35 tahun dan paling rendah pada usia ibu kurang dari 20 tahun.

20

BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan data rekam medik pasien di bagian Obstetri dan Ginekologi


RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dari bulan Maret-April 2014 yang telah
dikumpulkan, didapatkan jumlah seluruh persalinan yaitu sebanyak 215
persalinan, dengan jumlah persalinan pada ibu berusia <20 tahun sebanyak 14
(6,51%), 20-35 tahun sebanyak 162 (75,35%) dan berusia >35 tahun sebanyak 39
(18,14%).
Pada kasus persalinan dengan ketuban pecah dini didapatkan 48 kasus dari
keseluruhan persalinan dari bulan Maret-Mei 2014. Kejadian ketuban pecah dini
pada ibu berusia <20 tahun yaitu sebanyak 3 (21,43%), 20-35 tahun sebanyak 36
(22,2%) dan >35 tahun sebanyak 9 (23,08%). Insidensi ketuban pecah dini
terbanyak pada usia >35 tahun yaitu sebesar (23,08). Hal ini kemungkinan
disebabkan karena semakin tua usia ibu maka akan semakin meningkatkan
terjadinya resiko infeksi, yang mana merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
ketuban pecah dini. Selain itu semakin bertambahnya usia akan meningkatkan
risiko kejadian diabetes mellitus, yang mana pada kehamilan dapat meyebabkan
polihidramnion. Polihidramnion akan meningkatkan regangan selaput ketuban
yang mempermudah terjadinya ruptur.

21

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dan hasil yang didapat maka dapat

diambil kesimpulan yaitu :


1. Jumlah persalinan yang terjadi di bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD dr.
Doris Sylvanus pada bulan Maret-Mei 2014 adalah sebanyak 215
persalinan.
2. Berdasarkan kelompok usia ibu hamil, maka jumlah persalinan dapat
dibagi dengan jumlah persalinan pada ibu berusia <20 tahun sebanyak 14
(6,51%), 20-35 tahun sebanyak 162 (75,35%) dan berusia >35 tahun
sebanyak 39 (18,14%).
3. Kejadian ketuban pecah dini yaitu sebanyak 48 persalinan dengan ibu
berusia <20 tahun yaitu sebanyak 3 (21,43%), 20-35 tahun sebanyak 36
(22,2%) dan >35 tahun sebanyak 9 (23,08%). Insidensi ketuban pecah dini
terbanyak pada usia >35 tahun yaitu sebesar (23,08%).
VI.2

Saran

1. Bagi Profesi Kesehatan


Perlu dilakukan peningkatan penyuluhan oleh pertugas kesehatan terhadap
ibu hamil mengenai dampak dari kehamilan pada usia berisiko dan menjelaskan
berbagai komplikasinya.
2. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan
Perlu meningkatkan upaya promotif program keluarga berencana pada
wanita yang memiliki paritas tinggi.
3. Bagi Keluarga dan Masyarakat
Perlu meningkatkan pengetahuan mengenai tanda dan gejala ketuban
pecah dini agar dapat mencegah akibat buruk yang ditimbulkannya.
22

4. Bagi Peneliti selanjutnya


Perlu mengembangkan variabel bebas lainnya agar faktor risiko ketuban
pecah dini dapat diidentifikasi.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Medina TM, Hill DA. Preterm Premature Rupture of the Membrane:


Diagnosis and Membrane. American Family Physician 2006: 73(4). 659-665
2. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
h. 677-682
3. Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. Contemporary diagnosis &
management of preterm premature rupture of the membrane. Rev Obstet
Gynecol 2008; 1(1).11-22
4. Mochtar R. Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi. Jakarta:
EGC. 1998. 2(1); 255-8
5. Alabama Perinatal Excellence Collaborative. APEC Guidelines Premature
Rupture of the Membrane. 2013
6. Fortner K, Szymanski LM, Foz HE, Wallach EE. The Johns Hopkins Manual
of Gynecology and Obstetrics. Edisi 3. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007.
7. Evans AT. Manual of Obstetrics. Edisi 7. Texas: Lippincott Williams &
Wilkins, 2007.
8. Parry S, Strauss JF. Premature Rupture of The Fetal Membrane. The New
England Journal of Medicine;338 (10): 663-70
9. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin T, Laufer N. Current Diagnosis &
Treatment

Obstetrics

&

Gynecology:

chapt.

15.

Late

pregnancy

complications. 10th ed. McGraw-Hill. 2007.


10. Gibbs RS, Karlan BY, Haney AF, Nygaard IE. Danforth's Obstetrics and
Gynecology : chap. 12. Premature Rupture of the Membranes.

10 th ed.

Lippincott Williams & Wilkins. 2008.


11. Maternal-Fetal Medicine. High-risk Pregnancy care, research, and education
for Over 35 Years. From The Society for Maternal-Fetal Medicine and the
SMFM Foundation.

24

You might also like