You are on page 1of 16

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA

BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI


CURAH HUJAN DI YOGYAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

diajukan oleh
Inggit Prahesti
09.11.2879

kepada
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFROMATIKA DAN KOMPUTER
AMIKOM YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2013

Implementation of Backpropagation Algorithm nerve


Network Simulating to Approximating
Predicting Rainfall in Yogyakarta
Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Algoritma
Backpropagation untuk Memprediksi
Curah Hujan di Yogyakarta
Inggit Prahesti
Kusrini
Jurusan Teknik Informatika
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

ABSTRACT

Neural network is one of the artificial representation of the human brain is always
trying to simulate the learning process in the human brain. The term is used here
because the artificial neural network was implemented using a computer program that is
able to solve a number of the calculation during the learning process.
The rapid growth in technology and science has created the conditions for datarich but minimal information. Neural network is mining or the discovery of new information
by adopting the workings of biological neurons that focus on the workings of the brain
nerves. By searching a particular pattern or rules of a number of large amounts of data,
Backpropagation algorithm is expected to overcome the difficulties in predicting
precipitation, especially in the area of Yogyakarta.
There are many methods have been developed to achieve optimal results from a
prediction / forecasting. Which will be reviewed in this paper is the use of artificial neural
network Backpropagation algorithm to obtain the prediction results are expected to
provide a level of accuracy that comes closest to error.
Keywords: Neural Networks, rainfall, backpropagation

1. Pendahuluan
Di Indonesia meteorologi diasuh dalam Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika atau yang biasa disebut BMKG. Direktorat BMKG tersebut bertugas
mengadakan penelitian dan pelayanan meteorologi klimatologi dan geofisika yang salah
satu bidangnya adalah iklim. Iklim merupakan kebiasaan alam yang digerakkan oleh
gabungan beberapa unsur yaitu radiasi matahari, temperatur, kelembaban, curah hujan,
suhu udara, tekanan udara dan angin. Unsur-unsur itu berbeda pada tempat yang satu
dengan tempat yang lainnya. Perbedaan itu disebabkan karena ketinggian tempat, garis
lintang, daerah tekanan, arus laut, dan permukaan tanah.
Perbedaan tersebut berpengaruh dengan hubungan timbal balik, dan pengaruh
timbal balik faktor tersebut akan menentukan pola yang diperlihatkan oleh unsur. Tetapi
sebaliknya, unsur-unsur tersebut pada suatu batas tertentu akan mempengaruhi faktor
juga, sehingga keadaan cenderung untuk melanjutkan proses timbal balik tadi. Batas
pola yang ditentukan itu umumnya stabil. Namun terjadinya penyimpangan tidak dapat
dihindari

pada

proses

tersebut.

Penyimpangan

yang

dimaksud

sesungguhnya

merupakan pengecualian yang harus diperhatikan. Sebagai contoh curah hujan yang
terus menerus selama beberapa hari serta demikian lebat.
Penyimpangan tersebut dapat menimbulkan bencana, baik bagi manusia, ternak,
tumbuh-tumbuhan, seperti halnya banjir, badai atau angin topan, kekeringan, dan lain
sebagainya. Iklim beserta unsurnya penting untuk diperhatikan dan dipelajari dengan
sebaik-baiknya, karena pengaruhnya sering menimbulkan masalah bagi manusia serta
makhluk hidup lainnya. Masalah tersebut merupakan tantangan bagi manusia karena
harus berusaha untuk mengatasinya dengan menghindari atau memperkecil pengaruh
yang tidak menguntungkan kehidupan manusia.
2. Landasan Teori
2.1 Pengertian Curah Hujan
Curah hujan yang terukur didefinisikan sebagai suatu ketinggian air hujan yang
terkumpul dalam tempat yang datar, sebelum menguap, tidak meresap, dan mengalir.
Curah hujan diukur dalam satuan tinggi (mm), atau sebagai volume air hujan persatuan
luas. Dengan asumsi bahwa sebaran hujan yang terjadi merata, tinggi air hujan yang
tertampung pada luasan yang kecil (alat penakar hujan) akan sama dengan tinggi air
pada daerah yang luas (wilayah yang terwakili oleh penakar hujan). Curah hujan dapat
dihitung dari volume air yang tertampung pada penakar hujan dibagi luas mulut penakar
hujan.

2.2 Jaringan Syaraf Tiruan


Jaringan syaraf tiruan merupakan salah satu representasi buatan dari otak
manusia yang selalu mencoba mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia
tersebut. Istilah buatan disini digunakan karena jaringan syaraf ini diimplementasikan
dengan menggunakan program komputer yang mampu menyelesaikan sejumlah proses
perhitungan selama proses pembelajaran.

2.3 Backpropagation
Penemuan Backpropagation yang terdiri dari beberapa layar membuka kembali
cakrawala. Terlebih setelah berhasil ditemukannya berbagai aplikasi yang dapat
diselesaikan dengan Backpropagation, membuat Jaringan Syaraf Tiruan semakin
diminati orang. Seperti halnya model JST lain, Backpropagation melatih jaringan untuk
mendapatkan keseimbangan antara kemampuan jaringan untuk mengenali pola yang
digunakan selama pelatihan serta kemampuan jaringan untuk memberikan respon yang
benar terhadap pola masukan yang serupa (tapi tidak sama) dengan pola yang dipakai
selama pelatihan.
2.3.1

Pelatihan Standar Backpropagation

Pelatihan Backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola
masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan
fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran
jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. Kesalahan
tersebut dipropagasikan mundur, dimtrlai dari garis yang berhubungan langsung dengan
unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunukan
kesalahan yang terjadi.

Fase I : Propagasi maju


Selama

propagasi maju, sinyal masukan (= xi) dipropagasikan ke lapis

tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit
lapis tersembunyi (= zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapis
tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian
1

Kusumadewi, Sri. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan MATLAB dan Excel Link. Yogyakarta:
(Graha Ilmu,2004),49.
2

Jong, Jek Siang. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan MATLAB. (Yogyakarta:

Penerbit Andi,2005), 102-103.

seterusnya hingga menghasilkan keluaran jaringan (= yk). Berikutnya, keluaran jaringan


(= yk) dibandingkan dengan target yang harus dicapai (= t k). Selisih tk-yk adalah
kesalahan yang terjadi. Jika kesalahan ini lebih kecil dari batas toleransi yang
ditentukan, maka iterasi dihentikan. Akan tetapi apabila kesalahan masih lebih
besar dari batas toleransinya, maka bobot setiap garis dalam jaringan akan
dimodifikasikan untuk mengurangi kesalahan yang terjadi.
Fase II : Propagasi mundur
Berdasarkan kesalahan tk-yk, dihitung faktor k (k=1, 2, , m) yang dipakai
untuk mendistribusikan kesalahan di unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung
langsung

dengan

yk. k

juga

dipakai

untuk

mengubah

bobot garis yang

menghubungkan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung j
di setiap unit di lapis tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang
berasal dari unit tersembunyi di lapis di bawahnya. Demikian seterusnya hingga faktor
di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung.
Fase III : Perubahan bobot
Setelah semua faktor dihitung, bobot semua garis dimodifikasi bersamaan.
Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor neuron di lapis atasnya.
Sebagai contoh, perubahan bobot garis yang menuju ke lapis keluaran didasarkan
atas dasar k yang ada di unit keluaran. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus
hingga kondisi penghentian dipenuhi. Umumnya kondisi penghentian yang sering
dipakai adalah jumlah iterasi atau kesalahan. Iterasi akan dihentikan jika jumlah
iterasi yang dilakukan sudah melebihi jumlah maksimum iterasi yang ditetapkan,
atau jika kesalahan yang terjadi sudah lebih kecil dari batas toleransi yang diijinkan.
2.3.2

Optimalitas Arsitektur Backpropagation

Masalah utama yang dihadapi dalam backpropagation adalah lamanya


iterasi yang harus dilakukan. Backpropagation tidak dapat memberikan kepastian
tentang berapa epoch yang harus dilalui untuk mencapai kondisi yang diinginkan.
a.

Pemilihan bobot dan bias awal


Pemilihan inisialisasi bobot akan mempengaruhi apakah jaringan mencapai

galat

pada

minimum

global

atau

lokal.

Perubahan

bobot

antara kedua

unit

tergantung pada kedua turunan fungsi aktivasi unit di atas dan unit dibawahnya.
Sangatlah penting untuk menghindari pemilihan bobot awal yang akan membuat
fungsi aktivasi atau turunannya menjadi nol. Jika bobot awal terlalu besar, masukan
awal ke tiap unit tersembunyi atau keluaran akan berada pada daerah di mana

turunan fungsi sigmoid memiliki nilai sangat kecil (disebut daerah jenuh). Sebaliknya jika
bobot terlalu kecil sinyal
mendekati

masukan

pada

unit

tersembunyi

atau

keluaran akan

nol yang menyebabkan pelatihan jaringan akan sangat lambat. Prosedur

umum adalah menginisialisasi bobot dengan nilai acak antara -0,5 dan 0,5 (atau -1
dan 1) atau pada rentang nilai yang lain yang sesuai. Nilai bisa positif atau negatif,
karena bobot pada akhir pelatihan juga memiliki
b.

kedua

tanda tersebut.

Jumlah unit tersembunyi


Hasil teoritis yang didapat menunjukkan bahwa jaringan dengan sebuah

lapis tersembunyi sudah cukup bagi backpropagation untuk mengenali sembarang


perkawanan antara masukan dan target dengan tingkat ketelitian yang ditentukan.
Akan tetapi panambahan jumlah lapis tersembunyi kadangkala membuat pelatihan
lebih mudah. Semakin banyak hidden layer yang digunakan, maka jaringan akan
mampu menangani jangkauan statistik yang lebih luas dan tinggi. Jumlah lapisan
yang terlalu banyak bisa menyebabkan laju konvergensi menjadi lebih lambat. Hal ini
disebabkan sinyal galat berkurang secara numerik jika melewati terlalu banyak lapisan
dan lapisan tambahan cenderung menciptakan minimum lokal.
c.

Jumlah pola pelatihan


Tidak ada kepastian tentang berapa banyak pola yang diperlukan agar

jaringan dapat dilatih dengan sempurna. Jumlah pola yang dibutuhkan dipengaruhi oleh
banyaknya bobot dalam jaringan serta tingkat akurasi yang diharapkan.
d.

Parameter laju pembelajaran


Parameter laju pembelajaran (learning rate) sangat berpengaruh pada proses

pelatihan. Begitu pula terhadap efektivitas dan kecepatan mencapai konvergensi dari
pelatihan.

Nilai

optimum

dari learning

rate

tergantung permasalahan

yang

diselesaikan, prinsipnya dipilih sedemikian rupa sehingga tercapai konvergensi yang


optimal dalam proses pelatihan. Nilai learning

rate

yang

cukup

kecil

menjamin

penurunan gradient terlaksana dengan baik, namun ini berakibat bertambahnya


jumlah iterasi. Pada umumnya besarnya nilai laju pembelajaran tersebut dipilih
mulai 0,001 sampai 1 selama proses pelatihan.
e.

Momentum
Disamping koefisien laju pembelajaran, ada koefisien lain yang bertujuan

untuk mempercepat konvergensi dari algoritma error backpropagation. Penggunaan


koefisien momentum ini disarankan apabila konvergensi berlangsung terlalu lama, dan
juga untuk mencegah terjadinya lokal minimum. Dengan

penambahan

momentum,

bobot baru pada waktu ke-t+1 didasarkan atas bobot pada waktu t dan t-1.

2.4 MATLAB

MATLAB adalah sebuah bahasa dengan (high-performance) kinerja tinggi untuk


komputasi masalah teknik. Matlab mengintegrasikan komputasi, visualisasi, dan
pemrograman dalam suatu model yang sangat mudah untuk pakai dimana masalahmasalah dan penyelesaiannya diekspresikan dalam notasi matematika yang familiar.
Penggunaan Matlab meliputi bidangbidang :

Matematika dan Komputasi

Pembentukan Algorithm

Akusisi Data

Pemodelan, simulasi, dan pembuatan prototipe

Analisa data, explorasi, dan visualisasi

Grafik Keilmuan dan bidang Rekayasa

MATLAB merupakan suatu sistem interaktif yang memiliki elemen data dalam
suatu array sehingga tidak lagi kita dipusingkan dengan masalah dimensi. Hal ini
memungkinkan kita untuk memecahkan banyak masalah teknis yang terkait dengan
komputasi, kususnya yang berhubungan dengan matrix dan formulasi vektor, yang mana
masalah tersebut merupakan persoalan apabila kita harus menyelesaikannya dengan
menggunakan bahasa level rendah seperti Pascall, C dan Basic.
Nama MATLAB merupakan singkatan dari matrix laboratory. MATLAB pada
awalnya ditulis untuk memudahkan akses perangkat lunak matrik yang telah dibentuk
oleh LINPACK dan EISPACK. Saat ini perangkat MATLAB telah menggabung dengan
LAPACK dan BLAS library, yang merupakan satu kesatuan dari sebuah seni tersendiri
dalam perangkat lunak untuk komputasi matrix.
Dalam lingkungan perguruan tinggi teknik, Matlab merupakan perangkat standar
untuk memperkenalkan dan mengembangkan penyajian materi matematika, rekayasa
dan kelimuan. Di industri, MATLAB merupakan perangkat pilihan untuk penelitian dengan
produktifitas yang tingi, pengembangan dan analisanya.
Fitur-fitur MATLAB sudah banyak dikembangkan, dan lebih kita kenal dengan
nama toolbox. Sangat penting bagi seorang pengguna Matlab, toolbox mana yang
mandukung untuk learn dan apply technologi yang sedang dipelajarinya. Toolbox toolbox
ini merupakan kumpulan dari fungsi-fungsi MATLAB (M-files) yang telah dikembangkan
ke suatu lingkungan kerja MATLAB untuk memecahkan masalah dalam kelas particular.
Area-area yang sudah bisa dipecahkan dengan toolbox saat ini meliputi pengolahan
sinyal, system kontrol, neural networks, fuzzy logic, wavelets, dan lain-lain

UNIKOM. 2009. Diktat Matlab & Simulin with Application

3. Analisis
3.1 Analisis Kebutuhan Fungsional
Kebutuhan fungsional pada aplikasi prediksi curah hujan ini adalah sebagai
berikut :

1. Pengujian Data
Fungsi ini berguna untuk mengetahui tingkat keakuratan nilai prediksi
dengan nilai aktualnya.
2. Pelatihan Data
Fungsi ini berguna untuk melatih jaringan hingga diperoleh bobot yang
sesuai.
3. Prediksi
Fungsi ini berguna jika user ingin memprediksi curah hujan satu bulan
tertentu secara khusus.
3.2 Identifikasi Masalah
Memprediksi curah hujan adalah suatu kegiatan memprakirakan curah hujan
dimasa datang dengan mengacu pada data-data curah hujan terdahulu. Dalam hal ini
perlu dilakukan analisis data yang dibutuhkan guna memprediksi curah hujan, dan
analisis sistem yang akan digunakan untuk memprediksi curah hujan dimasa datang.
Dengan jaringan syaraf tiruan yang akan buat, diharapkan dapat melakukan prediksi
curah hujan semaksimal mungkin.
3.3 Analisis Kebutuhan Data
Dalam pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan, banyak data yang dibutuhkan supaya
jaringan dapat dilatih dengan benar. Data yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu data
yang akan dijadikan bahan pelatihan serta data yang akan diujikan. Semakin banyaknya
data yang digunakan dalam pelatihan, jaringan akan mudah mengenali polanya dan
diharapkan hasil prediksinya mendekati sempurna.
3.4 Perancangan Jaringan Backpropagation
Beberapa langkah untuk merancang jaringan dengan algoritma backpropagation
yaitu, pertama pengumpulan data yang akan dijadikan variabel masukan serta target
yang menjadi keluarannya. Lalu pembagian data menjadi data pelatihan dan data
pengujian. Berikutnya menentukan arsitektur jaringan sesuai dengan algoritma yang
digunakan. Selanjutnya tentukan jumlah sel (neuron) untuk lapisan tersembunyi serta
fungsi aktifasi yang digunakan setiap lapisan.

Selain itu, terdapat beberapa nilai parameter yang harus diset untuk pelatihan.
Parameter-parameter tersebut yaitu maksimum epoch , laju pembelajaran (learning rate)
serta momentum.

3.5 Pengumpulan Data dan Penentuan Pola


Data curah hujan bulanan didapat dari BMKG Stasiun Geofisika
Yogyakarta yaitu data dari Januari 2009 sampai Desember 2011. Total data
adalah 36 data yang akan dibagi 2 yaitu 24 data untuk pelatihan jaringan, dan 12
data untuk pengujian jaringan. Berikut table data curah hujan bulanan yang
didapat dari BMKG Yogyakarta :
Table Data curah hujan bulan Januari 2009 Desember 2011

2009
2010
2011

Jan
263
227
396

Feb
326
174
405

Mar
130
259
234

April
229
151
274

Mei
132
208
184

Juni
49
81
5

Juli
21
100
0

Agt
1
107
0

Sept
0
396
0

Okt
100
322
26

Nov
102
342
241

Des
227
374
310

Yang dimaksud sebagai data pelatihan dan data pengujian adalah :


1. Data Pelatihan
Data pelatihan adalah data yang digunakan untuk mendapatkan bobot yang
optimal, akan tetapi kriteria penghentian didasarkan atas data pengujian. Jika
kesalahan data uji masih turun, pelatihan dilanjutkan. Pelatihan dihentikan
apabila kesalahannya mulai naik.

2. Data Pengujian
Sedangkan yang dimaksud dengan data pengujian adalah data yang
digunakan untuk mendapatkan keseimbangan antara pengenalan pola
pelatihan secara benar dan respon yang baik untuk pola lain yang sejenis.

3.6 Algoritma Pelatihan


Algoritma pelatihan jaringan backpropagation yang memiliki tiga lapisan dengan
fungsi aktivasi sigmoid biner serta penambahan momentum adalah sebagai berikut:

Inisialisasi bobot dan bias secara acak dengan bilangan acak kecil.

Tetapkan jumlah epoch maksimum, batas galat, laju pembelajaran dan

momentum.

Op.Cit. hlm.124.

Ibid. hlm.112

Selama kondisi penghentian belum terpenuhi (epoch < epoch maksimum

dan MSE > batas galat), maka lakukan langkah-langkah berikut :


1)

Epoch = Epoch + 1

2)

Untuk setiap pasang data pelatihan, kerjakan Fase Feed Forward, Fase

Backpropagation dan Fase Perubahan Bobot


4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Membangun Jaringan dengan MATLAB
Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memprogram backpropagation
dengan MATLAB adalah membuat inisialisasi jaringan. Perintah untuk membentuk
jaringan adalah newff. Yang formatnya adalah sebagai berikut:
net = newff(PR,[S1 S2 ... SN],{TF1 TF2 TFN},BTF,BLF,PF)
dengan keterangan :
net

= Jaringan backpropagation yang terdiri dari n layer

PR

= Matriks ordo R x 2 yang berisi nilai minimum dan maksimum R buah


elemen masukannya.

Si

= Fungsi aktivasi yang dipakai pada layar ke-i (i=1,2,...,n). Default =


tansig (sigmoid bipolar)

BTF

= Fungsi pelatihan jaringan. Defaultnya = traingdx

BLF

= Fungsi perubahan bobot/bias. Default=learngdm

PF

= Fungsi perhitungan error (Mean Square Error MSE)

Sebelum pelatihan dilakukan, terlebih dahulu ditentukan nilai parameter yang diinginkan
guna memperoleh hasil yang optimal. Untuk memberikan nilai parameter dalam MATLAB
adalah sebagai berikut :

Net.trainParam.Show
Perintah yang digunakan untuk menampilkan frekuensi perubahan MSE (default
setiap 25 epochs)

Net.trainParam.epochs
Perintah yang dipakai untuk menentukan jumlah epochs maksimum pelatihan
(default 100 epochs)

Net.trainParam.goal
Perintah untuk menentukan batas MSE agar iterasi dihentikan. Iterasi akan
berhenti jika MSE < dari batas yang ditentukan atau jumlah epoch telah
mencapai

maksimum

sesuai

net.trainParam.epochs

Net.trainParam.lr

nilai

yang

diberikan

pada

perintah

Perintah yang digunakan untuk menentukan laju pembelajaran (learning rate).


Default-nya adalah 0,01. Semakin besar nilai laju pembelajaran, semakin cepat
pula proses pelatihan. Akan tetapi jika nilainya terlalu besar, algoritma menjadi
tidak stabil dan mencapai titik minimum lokal.

Net.trainParam.time
Perintah untuk membatasi lama pelatihan (dalam detik). Pelatihan dihentikan jika
lamanya melebihi nilai yang ditentukan.

Net.trainParam.mc
Perintah ini digunakan untuk menentukan nilai momentum antara 0 1 (default
adalah 0,9).
4.2 Pelatihan Jaringan
Data disimpan dalam format .xls yang diberi nama Data_Latih.xls, kemudian data

tersebut akan disimpan dalam matriks A yang berukuran m x n. Dengan m adalah jumlah
baris data dan n adalah jumlah kolom data. Sesuai tabel data pelatihan, jumlah baris data
adalah 9 dan jumlah kolom data adalah 1, sehingga matriks input A berukuran 9 x 1.
Setelah itu matriks A dibagi menjadi input (p) dan target (t).
Parameter-parameter yang digunakan dalam pelatihan ini adalah :
-

Momentum : m = 0,25; m = 0,5; m = 0,75

Learning Rate : lr = 0,1; lr = 0,5; lr = 0,9

Lapisan tersembunyi : n = 25; n = 50; n = 75; n = 100

Lalu program membaca file data yang disimpan dalam format .xls dengan
perintah :
A = xlsread(Data_Latih.xls);
[m,n] = size(A);
Setiap elemen matriks harus diubah pada range 0,1 0,9 sesuai dengan fungsi
aktifasi yang digunakan (logsig).
x1 = A(:,1);
min_x1=min(min(x1));
max_x1=max(max(x1));
Perintah diatas menunjukkan bahwa kolom input matriks A disimpan dalam
matriks x1, dan nilai minimum dan maksimum disimpan dalam variable min_x1 dan
max_x1.
Kemudian data input diubah ke dalam range 0,1 0,9 dengan perintah:
x1=(0.8*(x1-min_x1)/(max_x1-min_x1))+0.1;
Perintah untuk input data target :
y = A(:,2);

min_y=min(min(y));
max_y=max(max(y));
y=(0.8*(y-min_y)/(max_y-min_y)+0.1);
Setelah range diubah, maka jaringan Backpropagation dapat dibangun. Untuk
contoh pelatihan pertama, berikut parameter-parameter yang digunakan:
Data ini

: Data_Latih.xls

Fungsi Aktivasi ke Lapisan Tersembunyi : Logsig


Fungsi Aktivasi ke Lapisan Keluaran

: Logsig

Jenis Pelatihan

: Traingdx

Jumlah Neuron Lapisan Tersembunyi

: 25

Momentum

: 0,25

Learning rate

: 0,1

Batas Galat Maksimum

: 0,0001

Batas Epoch Maksimum

: 100.000

Perintahnya sebagai berikut :


net = newff (minmax(p),[25 1], {'logsig', 'logsig'},
'traingdx');
net.trainparam.lr = 0.1;
net.trainparam.mc = 0.25;
net.trainparam.epochs = 100000;
net.trainparam.show = 100;
net.trainparam.goal = 0.0001;
Kemudian untuk melatih jaringan digunakan perintah :
net = train (net,p,t);
Kemudian disimulasi dengan perintah :
a = sim(net,p);
Setelah pengujian selesai, range dikembalikan dalam bentuk data curah
hujan dengan perintah :
target=round((((t-0.1)*(max_t-min_t))/0.8)+min_t);
output=round((((a-0.1)*(max_t-min_t))/0.8)+min_t);
Pelatihan ini dilakukan beberapa kali dengan parameter berbeda untuk
mendapatkan hasil yang maksimal. Berikut ini adalah contoh table hasil pelatihan :

Table Presentase kebenaran & epoch yang dicapai pada n=15

Momentum

Learning Rate

Pencapaian Epoch

Presentase
kebenaran

n=15

0.25

0.5

0.75

81,8%

0.1

103602

0.5

103777

0.9

103820

0.1

>140901

0%

0.5

77624

81,8%

0.9

93908

0.1

67211

0.5

>154301

0.9

>140601

72,7%
72,7%

27,28%
81,8%
0%
0%

Pelatihan dihentikan pada epoch-epoch tersebut diatas (yang diberi tanda >)
adalah dikarenakan performance yang dihasilkan jauh mendekati goal yang ditentukan
dan mengalami pendekatan nilai goal yang tidak stabil. Pada pelatihan yang baik adalah
performance mengalami penurunan nilai mendekati goal yang ditentukan, namun pada
pelatihan tersebut performance menunjukan penurunan dan juga kenaikan yang
menjauhi nilai goal.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisa dari bab sebelumnya maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Semakin kecil batas galat yang ditentukan, maka akan mengalami waktu
pelatihan yang semakin lama serta epoch yang dicapai semakin besar. Pada
pelatihan yang dijelaskan seperti pada bab sebelumnya, galat yang
ditentukan adalah sebesar 0.0001 dan waktu yang dibutuhkan untuk
mencapainya kurang dari 10 menit.
2. Hasil pengujian data yang telah dilatih menunjukkan performa yang cukup
baik. Selisih antara target yang sebenarnya dengan hasil output program
tidak menunjukkan perbedaan yang begitu besar.
3. Jumlah data masukan yang digunakan untuk pelatihan jaringan sangat
menentukan output dari pelatihan jaringan. Semakin banyak data yang

digunakan untuk pelatihan, jaringan akan semakin mampu mengenali pola,


sehingga penentuan nilai galat dapat diperkecil.
4. Fasilitas MATLAB yang menyediakan fitur-fitur untuk perhitungan neural
network sangat membantu dalam pembuatan aplikasi Jaringan Syaraf
Triuan. Meskipun fasilitas GUIDE MATLAB 6.5 masih terbatas jika
dibandingkan dengan perangkat lunak yang berorientasi objek lainnya,
namun dalam penggunaannya untuk pembangunan aplikasi Jaringan Syaraf
Tiruan sangat matematis dan mudah.
5.2 Saran
Saran yang penulis ajukan untuk perbaikan dan pengembangan lebih lanjut
mengenai aplikasi ini adalah sebagai berikut :
1. Terjadinya hujan adalah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti garis lintang,
factor ketinggian tempat, jarak dari sumber air, arah angin, deretan
pegunungan, factor perbedaan suhu tanah dan factor luas daratan. Data
curah hujan bulanan adalah akumulasi dari data harian yang didapat dari
pengukuran berdasarkan alat pengukur curah hujan. Dalam penelitian ini,
data yang gunakan hanyalah data 3 tahun curah hujan yaitu data akumulasi
data harian dan tidak menggunakan inputan data lain yang mempengaruhi
curah hujan. Pengembangan selanjutnya bisa dilakukan dengan lebih detil
lagi yaitu prediksi curah hujan harian dengan memberikan inputan factorfaktor yang mempengaruhi curah hujan dan menggunakan data yang lebih
banyak. Standar untuk prediksi curah hujan yang sesungguhnya adalah
menggunakan 30 tahun data tahun sebelumnya.
2. Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan yang dibangun dengan MATLAB ini masih
terlihat kaku dan terbatas. Data yang dipanggil harus disimpan dalam file
excel dengan ukuran baris dan kolom yang tidak bisa dirubah, sehingga
ketika user ingin menggunakan data lain yang ukuran baris dan kolomnya
tidak sama, maka program tidak mau membaca file tersebut. Oleh karena
itu, pada pengembangannya nanti diharapkan dapat ditemukan cara yang
praktis dalam pemanggilan file datanya.

DAFTAR PUSTAKA
Jong, Jek Siang. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan
MATLAB. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kusumadewi, Sri. 2004. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan MATLAB dan
Excel Link. Yogyakarta: Graha Ilmu

UNIKOM. 2009. Diktat Matlab & Simulin with Application. Jakarta

You might also like