Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Pemanfaatan PFADa
Jurnal Pemanfaatan PFADa
Palm Oil (CPO) sebagai Media Produksi Polihydroxyalkanoates (PHA) oleh Ralstonia
eutropha
The use of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) by Product in Refinery of Crude Palm Oil
(CPO) for Media Production of Polyhydroxyalkanoate (PHA) by Ralstonia eutropha.
Sherly Marelisa1, Khaswar Syamsu2, Ani Suryani2
Abstract
The price of Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) is cheaper than the price of crude
palm oil, even when it is compared with the price of sunflower oil which is used as raw
material for the production of PHA. Polyhydroxyalkanoate (PHA) is a raw material for
environmentally friendly bioplastic being able to be 100% degradable in the environment. In
this study PFAD is used as substrates in batch cultivation for the growth of Ralstonia
eutropha by modifying the level of the C/N ratios of 15:1, 20:1, 25:1, 30:1, 35:1, and 40:1.
By the time of cultivation for 72 hours it is found that Ralstonia eutropha can grow by using
PFAD as a substrate. It was characterized by cell growth, product formation and substrate
utilization. The highest max value is found at the C/N ratio of 40:1 with a value of 0.23/ h
and the total biomass was the highest at the C/N rasio of 25:1 with a value of 8,19 g/L. The
highest PHA content is found at the ratio of 35:1 with the total biomass of 5,91 g /L and the
amount of PHA of 3,46 g/L. FTIR analysis results show that the wavenumber of PHA
strongly appear at a wavenumber of 1725 cm-1 and comparable with standard PHB which
appears at 1724.43 cm-1 it is in accordance with C=O bond, wavenumber of 1000-1300 cm - 1
together with the bonding of C-O in ester groups.
Keywords: Palm Fatty Acid Distillate, Polyhydroxyalkanoate, Ralstonia eutropha
PENDAHULUAN
Polyhydrokyalkanoates (PHA) merupakan polimer dari asam hidroksialkanoat yang
diproduksi secara intraselular oleh sejumlah bakteri sebagai komponen simpanan energi dan
karbon intraseluler, yang diakumulasi sebagai granula dalam sitoplasma sel (Lee 1996). PHA
dapat diproduksi dari bahan bergula, berpati, minyak-minyak nabati dan turunannya serta
dapat diproduksi dari hasil samping produk pertanian seperti whey, molases bahkan dari
limbah pengolahan pertanian seperti limbah pengolahan tomat dan limbah pengolahan paper
mill. . Minyak nabati yang telah dimanfaatkan tersebut diantaranya crude palm oil, crude
palm kernel oil, cooking oil, palm olein, olive oil, sunflower oil, dan coconut oil (Lee et al.
2008).
Alat yang digunakan dalam kultivasi adalah bioreaktor, autoklaf, pH meter, waterbath
sheker, rotary shaking inkubator, sentrifuse, penyaringan vakum, termomometer, oven,
desikator, freezer, neraca analitik, kondensor, hotplet, ose, bunsen, dan pendingin tegak. Alat
untuk mengetahui gugus fungsi bahan adalah Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Spectronic 20. Suhu pelelehan (Tm) dengan dianalisa dengan alat DSC (Differential
Scanning Calorimetry).
Tahapan Penelitian
1. Karakterisasi PFAD sebagai media produksi PHA.
PFAD sebelum digunakan sebagai media kultivasi pembentukan PHA akan diukur kadar
FFAnya dengan titrasi KOH. PFAD juga dianalisa total karbon dan nitrogennya dengan
alat CHNS analyzer merk Elementor Vario EL. Total karbon dan nitrogen pada PFAD
telah diketahui dilanjutkan dengan perhitungan jumlah PFAD yang dibutuhkan
berdasarkan rasio C/N.
2. Produksi PHA
Persiapan Inokulum
Proses ini diawali dengan melakukan penyegaran dengan menginokulasi 50 l inokulum
dari media penyegaran sebelumnya ke dalam 8 ml media Nutrient Broth. Inokulum dari
nutrient broth kemudian diperbanyak pada media agar miring. Inokulum akan digunakan
dalam proses kultivasi berupa kultur Ralstonia eutropha diambil sebanyak 2-3 ose dari
media penyegaran agar miring dan diinokulasi pada media propagasi. Media propagasi
volumenya sebanyak 10 % dari volume media kultivasi yaitu sebesar 120 ml. Media
propagasi ini dikultivasi selama 24 jam pada suhu 34 oC dalam inkubator goyang.
eutropa dari media propagasi. Kultivasi dilakukan selama 3 hari pada pH 7 suhu 34 oC,
agitasi 200 rpm, dan laju aerasi 0,2 vvm (Syamsu et al. 2006). Pembatasan aerasi tidak
dilakukan dimana kultivasi berlangsung secara aerob obligat.
Isolasi PHA
Pada jam ke 72 tahap akhir kultivasi batch, dilakukan pemanenan kemudian dilakukan
isolasi PHA. Tahapan isolasi PHA dimulai dengan proses homogenisasi broth selama 3x10
menit dengan menggunakan alat homogenizer. Setelah homogen media hasil kultivasi
disentrifugasi (9000 rpm, 4 o C) selama 20 menit kemudian dipisahkan antara suspensi dan
pelet. Pelet kemudian direndam dalam larutan NaOCl 2 % selama 24 jam. Suspensi
poliester dalam NaOCl selanjutnya disentrifugasi (9000 rpm, 4o C) selama 20 menit. Hasil
sentrifugasi selanjutnya dicuci dengan air panas, disentrifugasi kembali dan dikeringkan
selanjutnya ditimbang sebagai PHA. PHA yang dihasilkan direfluks dengan kloroform
dengan perbandingan setiap 3 g PHA direfluks kedalam 50 ml klorofom. PHA yang
dihasilkan disaring dan dikeringkan pada suhu 60 o C (Lee et al. 2008 ; Wicaksono 2005).
Desain penelitian yang dilakukan untuk mengkaji pengaruh C/N rasio yang digunakan
sebagai media pertumbuhan adalah berdasarkan konsentrasi C dan N dalam media
kultivasi. Konsentrasi C dan N yang digunakan adalah :
1. Rasio C/N 15 :1 = 15 g C : 1 g N
2. Rasio C/N 20 :1 = 20 g C : 1 g N
3. Rasio C/N 25 :1 = 25 g C : 1 g N
4. Rasio C/N 30 :1 = 30 g C : 1 g N
5. Rasio C/N 35 :1 = 35 g C : 1 g N
6. Rasio C/N 40 :1 = 40 g C : 1 g N
Proses Kultivasi berlangsung selama 72 jam dan setiap 6 jam sekali dilakukan sampling
dan dilakukan pengamatan terhadap :
a. Total plate count (Anonim, 1981)
Sample
bakteri.
dianalisa total plate count (TPC) guna mengetahui jumlah total koloni
Pengukuran total berat kering sel dilakukan dengan menyaring sample pada filtrasi
membran dan kemudian dikeringkan dan ditimbang sampai berat konstan. Hasil dari
perhitungan total biomassa akan dihitung laju pertumbuhan mikroba () bakteri
Ralstonia eutropha selama proses kultivasi berlangsung. Laju pertumbuhan dihitung
dengan meregresikan secara linear data antara ln berat kering sel terhadap waktu.
c. Penggunaan substrat
Guna menghitung sisa substrat PFAD pada media kultivasi, sampling juga dilakukan
setiap 6 jam sekali selama 72 jam. Sisa substrat dihitung sebagai sisa asam lemak
(FFA) yang masih terdapat dalam media kulitvasi. Sample dianalisa FFA dengan
titrasi KOH.
3. Kinetika Kultivasi
Pada akhir kultivasi dilakukan perhitungan kinetika kultivasi. Parameter yang digunakan
untuk mengamati kinetika kultivasi adalah:
4. Karakteristik PHA
PHA yang diperoleh melalui kultivasi R.eutropha diuji melalui analisis gugus fungsi
dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red). Alat yang digunakan untuk
mengukur FTIR adalah spektronik 20. PHA juga dianalisa sifat termalnya berupa suhu
pelelehan (Tm) dengan analisa DSC (Differential Scanning Calorimetry).
x/s
Komponen
FFA
%
94,01
75,16
0,22
0,08
Minyak nabati mengandung lebih banyak karbon jika dibandingkan dengan bahan
bergula. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa minyak nabati dapat meningkatkan
kemampuan biosinteses PHA dan mampu mengakumulasi PHA dari berbagai jenis bakteri
yang ditumbuhkan di substrat minyak nabati (Kahar et al . 2004). Setiap gram glukosa dan
minyak nabati mampu menghasilkan Poly-3-Hydroxyalkanoates. Minyak nabati akan
menghasilkan Poly-3-Hydroxyalkanoates 2 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan
menggunakan glukosa sebagai media produksinya. Dari satu gram glukosa akan dihasilkan
0,3 gram PHA, sedangkan dari satu gram minyak tanaman akan menghasilkan 0,8 gram PHA
(Akiyama et al . 2003).
Rasio C/N yang digunakan adalah perbandingan rasio 15:1, 20:1, 25:1, 30:1, 35:1 dan
40:1. Sumber karbon C berasal dari PFAD sedangkan sumber nitrogen yang digunakan
adalah (NH4)2HPO4. Rasio C/N sangat penting didalam biosintesis PHA khususnya untuk
kultivasi satu tahap (batch) karena akumulasi acetyl-CoA yang dihasilkan dipengaruhi persen
1
nitrogen di dalam media (Du et al. 2001) dan menurut Tian et al. (2000) C/N rasio antara 2040 merupakan rasio yang secara luas telah banyak dilakukan dalam biosistesis PHA.
Pembatasan ion nitrogen 1 g/L pada setiap proses kultivasi diharapkan akan dapat
meningkatkan perolehan PHA, karena PHA terbentuk pada kondisi dimana salah satu nutrient
ada dalam jumlah yang terbatas.
2. Produksi PHA
PHA merupakan produk intraselular, yang diproduksi apabila terjadi
ketidakseimbangan salah satu nutrisi pembatasnya. Apabila jumlah karbon dan nitrogen
dalam media kultivasi masih cukup untuk pertumbuhannya maka mikroba akan terus
membelah diri untuk pertumbuhannya dan apabila salah satu nutrisi terdapat dalam jumlah
yang terbatas dalam hal ini yaitu nitrogen maka mikroba akan merubah metabolismenya
dengan membentuk produk sekunder berupa PHA.
Pengaruh rasio C/N terhadap pertumbuhan Ralstonia eutropha
Hasil perhitungan pada total plate dari jumlah koloni/ ml bakteri Ralstonia eutropha
selama proses kultivasi dapat tumbuh kembali pada media agar setelah dipindahkan dari
media kultivasi. Bakteri Ralstonia eutopha dapat tumbuh kembali hingga pengenceran 1010
1011.
Berbeda dengan hasil perhitungan total biomassa sel seperti terlihat pada Gambar 1.
Total biomassa rata-rata yang paling tinggi terdapat pada perbandingan rasio C/N 25:1 dan
rasio C/N 40 :1. Perbedaaan ini bisa disebabkan karena perhitungan jumlah koloni
berdasarkan jumlah sel yang hidup, sedangkan perhitungan total biomassa merupakan
perhitungan keseluruhan sel, baik itu sel hidup dan sel mati.
15:1
9.00
Logarithmic (15:1)
20:1
Gambar 1 Total biomassa selama proses kultivasi pada masing tingkat rasio
Pertumbuhan sel yang optimum berlangsung pada kondisi nutrisi (karbon dan nitrogen)
yang seimbang sedangkan pembentukan PHA distimulasi oleh ketidak seimbangan nutrisi
(Syamsu et al. 2007). Pembentukan produk yang bersifat intraseluler tidak bersamaan
dengan pertumbuhan selnya sehingga diperlukan penggandaan sel yang tinggi pada fase
eksponensial sebelum terjadi akumulasi PHA. Dengan demikian maka pola kultivasi yang
relatif baik dalam produksi PHA adalah adanya fase stasioner yang cukup lama dengan fase
eksponensial yang mampu mengakumulasi biomassa secara maksimum (Wicaksono, 2005).
0.25
0.20
0.15
laju pertumbuhan maks(/jam)
0.10
0.05
0.00
15 20 25 30 35 40
Rasio C/N
6.00
5.00
15:1
Linear (15:1)
4.00
f(x)20:1
= - 0.02x + 4.94
Linear (20:1)
Linear (35:1)
0.00
Linear (40:1)
0 6 40:1
121824303642485460667278
Waktu kultivasi (jam)
Gambar 3 Perubahan sisa substrat selama proses kultivasi pada tingkat rasio
Hasil perhitungan asam lemak bebas didalam media kultivasi terlihat pada Gambar 3
menunjukkan pola penurunan. Grafik diatas menunjukkan penurunan sisa substrat terbesar
terjadi pada perbandingan rasio C/N 35:1 dan disusul dengan perpandingan rasio C/N 30:1.
Penurunan sisa substrat yang besar ini diimbangi dengan nilai total biomassa yang tinggi dan
juga diikuti dengan pembentukan produk yang juga tinggi pada perbandingan rasio C/N 30:1
dan rasio C/N 35 jika dibandingkan dengan perbandingan rasio lainnya.
Pengaruh rasio C/N terhadap produksi PHA
Menurut Akiyama et al. (2003) penggunaan substrat karbon yang mengandung karbon
lebih tinggi perberatnya akan menghasilkan PHA yang lebih tinggi jika dibandingkan
penggunaan substrat gula sederhana seperti glukosa. Masih menurut Akiyama et al. (2003)
secara teori juga dijelaskan bahwa molekul glukosa atau fruktosa yang terdiri dari 6 atom
karbon jika dimetabolisme akan menghasilkan 2 acetyl-CoA dan dua molekul karbon
dioksida, dan akan membentuk satu unit monomer 3-Hydroxybutirat. Berbeda jika sumber
karbonnya berasal dari asam linoleat yang akan dioksidasi melalui jalur oksidasi menjadi 9
(sembilan) acetyl-CoA, yang berkontribusi untuk memproduksi beberapa unit monomer 3Hydroxybutirat lebih dari mol glukosa.
20
25
30
35
40
Rasio C/N
15:1
20:1
25:1
30:1
35:1
40:1
Y x/s (g/g)
0,231
0,483
0,788
0,248
0,246
0,23
0
Y p/s (g/g)
0,116
0,153
0,177
0,260
0,181
0,17
2
Y p/x (g/g)
0,435
0,350
0,255
0,691
0,704
0,43
1
(/jam)
0,097
0,171
0,114
0,225
0,108
0,23
2
s/So
0,500
0,490
0,320
0,340
0,450
0,26
0
P(g/L)
1,106
1,674
1,838
3,381
3,461
2,35
3
X (g/L)
3,550
5,760
8,190
5,890
5,910
6,45
0
43,50
35,00
22,50
69,10
70,40
43,1
0
Rasio 35:1 dipilih sebagai perbandingan rasio terbaik karena mampu menghasilkan
produk sebesar 3,46 g PHA dengan kadar PHA mencapai 70 % dari berat kering selnya. Dari
hasil perhitungan efisiensi penggunaan substrat (s/So) selama proses kultivasi
memperlihatkan bahwa efisiensi penggunaan substrat PFAD terbesar terjadi pada rasio C/N
15:1 dan 20:1 dimana hampir 50 % substrat dimanfaatkan bakteri untuk pertumbuhannya
akan tetapi produk yang dihasilkan masih rendah. Penggunaan substrat yang besar juga
terjadi pada tingkat rasio C/N 35:1 yang mencapai 45 % pada tingkat rasio 35:1 ini
penggunaan substrat yang tinggi juga diimbangi dengan pembentukan biomassa dan produk
yang dihasilkan juga tinggi.
Hasil penelititan ini jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Suryani et al. (2003) dengan konsentrasi karbon 30 g/L dan rasio C/N 10:1 mampu
menghasilkan bobot kering PHA 7,16 g/L. Penggunaan konsentrasi rasio C pada penelitian
ini dengan konsentrasi karbon 35 g/L tentu masih menghasilkan PHA yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian sebelumnya seperti terlihat pada Tabel 5 akan tetapi kadar
PHA pada penelitian ini cukup tinggi dan hampir sama dengan kadar PHA yang dihasilkan
oleh Syamsu et al. (2007). Syamsu et al. (2007) mampu meningkatkan perolehan konsentrasi
PHA dan Kadar PHA dengan melakukan kultivasi dua tahap (fed batch). Hasilnya konsentrasi
PHA (g/L) dan kadar PHA meningkat dari 1,44 g/L dengan kadar PHA 32,65 % pada
kultivasi secara batch meningkat menjadi 3,72 g/L PHA dan kadar PHA mencapai 76,54 %
pada kultivasi fed batch.
4. Karakteristik PHA
Analisa FTIR
Hasil analisa FTIR pada ketiga jenis rasio C/N yaitu 30:1, 35:1 dan 40:1 dihasilkan
masing-masing gugus fungsi yang kuat pada jumlah gelombang sebagai berikut 2916.58 cm-1 ,
2917.16 cm-1 , dan 2917.60 cm-1 selain itu juga dihasilkan pada jumlah gelombang 1725.23
cm-1 , 1725,72 cm-1 , 1725.25 cm-1 hasil FTIR seperti terlihat pada Gambar 5. Senada dengan
hasil FTIR pada PHB standar seperti terlihat pada Gambar 6 PHA hasil penelitian ini dilihat
dari gugus fungsinya mempunyai kesamaan gugus fungsi dengan PHB. Pada PHB standar
dihasilkan gelombang yang kuat pada jumlah gelombang 2934.81 cm-1 dan 1724.43 dan
kisaran nilai gelombang 1282 cm-1 sampai 980 cm-1 , sedangkan pada PHA hasil penelitian
juga ditemukan jumlah gelombang pada kisaran 1471 cm-1 sampai dengan nilai 716 cm-1 .
Menurut Smith (2005) pada kisaran jumlah gelombang 2928 cm-1 diidentifikasi sebagai
gugus fungsi C-H, dan juga menurut Oliveir et al. (2006) berdasarkan pengamatan yang
dilakukan oleh Rojas de Gascue et al. (2000) yang menganalisa PHB dari Alcaligenes sp.
bahwa jumlah gelombang di temukan pada kisaran 1725 cm -1 dan 1277 cm -1 adalah sesuai
dengan ikatan C=O, dan serangkaian gelombang juga muncul pada kisaran 1000-1300 cm -1
yang sama dengan ikatan C-O pada kelompok ester, dan bahkan juga ditemukan sejumlah
kecil pada jumlah gelombang 3444 cm -1. Pada jumlah gelombang 1452 cm -1 diidentifikasi
merupakan ikatan C-H sebagai kelompok CH2 atau CH3. Dari hasil analisa FTIR ini diketahui
bahwa PHA hasil penelitian ini memiliki gugus fungsi yang sama dengan PHB standar dan
hasil penelitan yang dilakukan oleh Rojas de Gascue et al. (2000).
Suryani A, Fauzi AM, Syamsu K, Wicaksono BWD, Herwina M, Yulianti A. 2003. Yield and
thermal characteristics of Ralstonia eutropha Polyhydroxyalkanoates ciltivated using
palm oil-based carbon (Makalah disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan
Perhimpunan Mikrobilogi Indonesia. Bandung 29-30 Agustus. 2003).
Syamsu K, Fauzi AM, Hartoto L, Suryani A, Atifah N, Juari. 2006. Kajian Pengaruh
Penambahan Dimetil Pthalat (DMP) terhadap Karakteristik Bioplastik dari Poly-3Hydroxyalkanoates (PHA) hasil kultivasi Ralstonia eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu.
Jurnal Tek Ind Pertanian 16 (2) :51-57.
Syamsu K, Fauzi AM, Hartoto L, Suryani A, Atifah N.2007. Pemanfaatan hidrolisat pati sagu
sebagai sumber karbon untuk memproduksi bioplastik polihidroksi alkanoat (PHA) oleh
Ralstonia eutropha pada sistem kultivasi fed-batch. Jurnal Sains dan Teknologi
Indonesia 9(1) : 17-21.
Tian W, Hong K, Chen CQ, Wu Q, Zhang RQ, Huang W. 2000. Production of polyesters
consisting of medium chain length 3-hydroxyalkanoic acids by Pseudomonas
mendocina 0806 from various carbon sources. Anton van Leeuwenhoek 77: 31-316.
Wang DIC, Cooney CL. Demain Al, Dunhil P, Humprey AE, Lilli MD. 1979. Fermentation
and Enzyme Technology. New York : John Wiley and Sons.
Wicaksono, BWD. 2005. Optimasi Produksi dan Karakterisasi Poly- Hydroxyalkanoates
(PHA) Hasil Kultivasi R. eutropha menggunakan Hidrolisat Minyak Sawit [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.