You are on page 1of 25

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: http://www.researchgate.

net/publication/277822139

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan


Pemupukan P dalam Meningkatkan Hasil dan Mutu
Benih Cabai (Capsicum annuum L.)
ARTICLE JANUARY 2010

READS

28

5 AUTHORS, INCLUDING:
Iswandi Anas
Bogor Agricultural University
30 PUBLICATIONS 292 CITATIONS
SEE PROFILE

Available from: Iswandi Anas


Retrieved on: 04 November 2015

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Pemupukan P untuk


Meningkatkan Hasil dan Mutu Benih Cabai (Capsicum annuum L.)
Inoculation of AMF and Application of Phosphorus Fertilizer to Increase
Yield and Seed Quality of Chilli Pepper (Capsicum annuum L.)
Widi Agustin1, Satriyas Ilyas2, Sri Wilarso Budi3, Iswandi Anas4, dan Faiza C. Suwarno2
1

Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan


Pertanian Jl. Jangari Km. 14, Cianjur, Indonesia
2
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
3
Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Lingkar Darmaga Bogor 16680 4Departemen
Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Bogor
Agricultural University) Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia

Diterima 4 Mei 2010/Disetujui 21 September 2010


ABSTRACT
The research was carried out to investigate the effect of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) and phosphorus
fertilizer on yield and seed quality of two genotypes of hot chilli pepper. The experiment was arranged in split-split plot
with randomized block design, each with 3 replicates. The main plot was two pepper genotipes of Laris and Tegar, the sub
plot was two AMF i.e without AMF and inoculation Mycofer AMF, the sub-sub plot was four dosages of phosphorus
fertilizer, they are 0, 100, 125, and 150 kg P 2O5 ha-1. Results showed that (1) genotype and AMF significantly affected plant
height; (2) genotypes interacted with AMF in affecting fruit and seed production; (3) interaction among genotip, AMF and
phosporus fertilizer affected N, P, K content of seed, and N, P, K absorption of seed. For Laris, N absorpstion increased by
57,70%, P absorpstion increased by 155%, K absorpstion increased by 44.27%, whereas of Tegar genotype the N
absorpstion increased by 61.50%, P absorpstion increased by 69.30%, K absorpstion increased by 60.61%. The
germination rate and seedling growth rate of the two genotype are only affected by the application of P fertilizer. The index
vigor of Laris and Tegar was only affected by both AMF and P fertilizer application.
Keywords: AMF, fertilizer, Mycofer, seed quality
PENDAHULUAN
Luas pertanaman cabai pada tahun 2008 mencapai
103,837 ha, menempati urutan pertama terluas
dibandingkan dengan tanaman sayuran lainnya (Direktorat
Jenderal Hortikultura, 2009), namun produksi masih belum
mencukupi kebutuhan nasional. Potensi produksi rata-rata
per ha baru mencapai 6.51 ton ha -1 sementara potensinya
bisa mencapai 20-40 ton ha-1. Rendahnya produktivitas
cabai tersebut dapat disebabkan banyak faktor, beberapa di
antaranya berkaitan dengan penggunaan benih yang
bermutu rendah dan kesuburan tanah.
Pengembangan tanaman cabai pada tanah Ultisol di
Indonesia sangat besar mengingat luas tanah Ultisol sekitar
45.8 juta ha atau 24% luas daratan Indonesia (Subagyo et al.,
2000), namun penggunaan tanah ini menghadapi beberapa

* Penulis untuk korespondensi. e-mail: widi_agustin1@yahoo.


com

218

kendala antara lain kandungan bahan organik rendah, pH


kurang dari 5, dan adanya oksida aluminium (Al) yang
akan memfiksasi ion-ion fosfat (P) sehingga menurunkan
ketersediaan hara P. Purnomo et al. (2007) menyatakan
bahwa cabai yang ditanam pada tanah Ultisol dengan
kejenuhan Al 60.85% dapat menyebabkan penurunan hasil
hingga 53.61%.
Fosfor merupakan unsur makro yang sangat penting
untuk pertumbuhan dan produksi tanaman. Fosfor cenderung
terkonsentrasi dalam biji dan titik tumbuh perkembangan akar
serabut. Kekurangan unsur ini bagi tumbuhan dapat berakibat
fatal yaitu tanaman umumnya pendek, berbunga lebih lambat,
saat panen lambat, dan benih yang dihasilkan mempunyai
status vigor yang rendah (Sadjad, 1993).
Pemberian pupuk P pada tanah Ultisol yang bertujuan
meningkatkan kandungan dan ketersediaan P tanah, menjadi
tidak efisien karena adanya fiksasi P yang tinggi pada tanah
Ultisol. Mikanova dan Novakova (2002) menyatakan
meskipun P total dalam tanah dalam jumlah banyak tetapi
ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Tanaman hanya

Widi Agustin, Satriyas Ilyas, Sri Wilarso Budi, Iswandi Anas, dan Faiza C. Suwarno

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan,


sebagian besar mengakibatkan perubahan kimia dalam tanah
menjadi bentuk tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman.
Pemberianfungimikorizaarbuskula(FMA)merupakan
alternatif yang tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas tanah sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman. Fungi mikoriza arbuskula membentuk
hubungam simbiosis mutualistis yang saling menguntungkan
dengan perakaran tanaman. Prinsip kerja dari FMA adalah
menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi
jalinan hifa secara intensif sehingga akar tanaman bermikoriza
akan mampu meningkatkan luas zona eksploitasi hingga 20
kali (Hildebrant et al., 2002), sehingga meningkatkan
kapasitas penyerapan unsur hara terutama P dan N (Cruz et
al., 2004). Pada tanaman cabai merah, inokulasi Gigaspora
margarita dapat meningkatkan penyerapan P sebesar 30.95%
(Haryantini dan Santoso 2001). Kalpulnik dan Douds (2000)
menyatakan bahwa biji yang berasal dari tanaman
bermikoriza mengandung P lebih banyak dibanding tanaman
tanpa mikoriza. Fosfor total dalam benih berfungsi sebagai
cadangan fosfor dan untuk pemeliharaan energi yang
diperlukan selama proses perkecambahan. Hasil penelitian
Hidayat et al., (2000) menunjukkan bahwa kandungan P
(asam fitat) mengalami penurunan selama perkecambahan.
Kandungan P total benih yang tinggi dapat meningkatkan
vigor benih, sehingga mampu mempertahankan viabilitasnya
selama periode simpan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh


genotipe cabai, inokulasi FMA, dan pemupukan P terhadap
peningkatan hasil dan mutu benih cabai.

perlakuan pupuk P dilakukan dua kali yaitu 80% dari dosis


diberikan pada saat tanam, sedangkan 20% sisanya pada
saat tanaman memasuki fase generatif yaitu pada umur 5065 hari setelah tanam (HST). Penyiraman dilakukan secara
rutin sesuai kebutuhan tanaman
Peubah yang diamati adalah parameter pertumbuhan
(tinggi tanaman dan jumlah cabang), parameter produksi
(jumlah dan produksi buah per tanaman, produksi benih
per tanaman), kadar dan serapan N, P, K benih dan
parameter mutu benih (daya berkecambah, indeks vigor
dan kecepatan tumbuh relatif). Kadar N, P, K dianalisis di
laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan Fakultas Pertanian IPB. Analisis kandungan N
dilakukan dengan metode Kjeldahl, sedangkan untuk P dan
K dengan metode pengabuan basah. Serapan hara (N, P, K)
benih adalah total penyerapan hara per bobot dibagi
dengan hasil benih per satuan luas (Barrow, 1975).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Pertumbuhan (tinggi tanaman)
.
Faktor tunggal tanaman genotipe dan pemberian
mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman saat panen (umur 4.5 bulan). Inokulasi FMA dapat
meningkatkan tinggi 5.5% (Tabel 1), sedangkan genotipe
Tegar lebih baik dari pada genotipe Laris. Tinggi rata-rata
genotipe Tegar 99.24 cm nyata lebih tinggi dari genotipe
Laris 86.20 cm. Hal ini kemungkinan karena tinggi
tanaman merupakan karakter dari suatu tanaman atau
varietas sehingga faktor yang paling dominan pengaruhnya
adalah jenis genotipe suatu tanaman.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan laboratorium
teknologi benih Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Pertanian (PPPPTKP) Cianjur dari
bulan Febuari sampai dengan Agustus 2009.

Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan Petakpetak Terbagi (split-split plot) dalam pola Rancangan Acak
Kelompok, dengan tiga faktor perlakuan dan tiga ulangan.
Petak utama adalah jenis genotipe cabai yaitu genotipe
Laris dan Tegar dari Sukabumi. Anak petak adalah
pemberian inokulan FMA yaitu tanpa inokulasi dan dengan
inokulasi berupa 100 spora per bibit FMA Mycofer yang
terdiri atas campuran Glomus manihotis, Glomus
etunicatum, Gigaspora margarita, dan Acaulospora
tuberculata hasil dari laboratorium Bioteknologi Hutan dan
Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi IPB, Bogor. Anak-anak petak adalah
pemberian pupuk SP-36 (36% P2O5) dengan beberapa
dosis yaitu 0, 100, 125, dan 150 kg P2O5 ha-1 (tanpa
pupuk). Percobaan terdiri atas 48 satuan percobaan.
Inokulasi FMA Mycofer diberikan pada media
pembibitan, yaitu 100 spora untuk setiap bibit. Bibit yang
berumur 4 minggu setelah benih ditanam, dipindahkan ke
dalam polybag sebanyak 1 bibit per polybag. Pemberian

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula......

Parameter Produksi (jumlah buah, bobot buah, dan berat


benih per tanaman)
Interaksi genotipe dengan FMA dan FMA dengan
pemupukan memberikan pengaruh nyata terhadap parameter
produksi. Perlakuan FMA mampu meningkatkan jumlah

Tabel 1. Tinggi tanaman genotipe cabai Laris dan Tegar


pada faktor genotipe dan FMA
Perlakuan
Genotipe
Laris
Tegar
FMA
Tanpa FMA
FMA Mycofer

Tinggi tanaman (cm)


85.75a
99.24b
90.01a
94.99b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti


huruf yang sama
pada kolom yang sama pada masing-masing
perlakuanmenunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT pada taraf = 5%; FMA =
Fungi Mikoriza Arbuskula

219

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

buah pada genotipe Laris sebesar 2%, genotipe Tegar


sebesar 16%. Terhadap produksi buah, perlakuan FMA
dapat meningkatkan 30% pada genotipe Laris dan 36%
pada genotipe Tegar, sedangkan pada produksi benih,
perlakuan FMA dapat meningkatkan 8% pada genotipe
Laris dan 23% pada genotipe Tegar (Tabel 2).
Pengaruh pemupukan P sangat dipengaruhi oleh
inokulasi FMA, terlihat bahwa perlakuan pemupukan pada
tanaman yang diinokulasi FMA menunjukkan hasil yang lebih
baik dibanding tanpa inokulasi pada parameter jumlah buah,
produksi buah dan produksi benih. Hasil yang tertinggi
diperoleh pada interaksi perlakuan pemberian mikoriza
dengan pemupukan pada dosis 125 kg P 2O5 ha-1, namun
secara statistik antara dosis 100 kg P2O5 ha-1, dosis 125 kg
P2O5 ha-1, dan dosis 150 kg P2O5 ha-1 tidak berbeda nyata. Hal
ini menunjukkan bahwa pada dosis tinggi yaitu 150 kg P 2O5
ha-1, infeksi akar oleh mikoriza masih tinggi (FMA belum
terganggu), berbeda dengan hasil penelitian Guntoro et al.
(2006) dimana semakin tinggi dosis pupuk, derajat infeksi
pada Turfgrass semakin menurun, dosis yang paling baik
adalah 25% dosis rekomendasi.

Peningkatan hasil ini menunjukkan bahwa pemberian


mikoriza dapat meningkatkan kemampuan dan efisiensi
tanaman dalam menyerap hara P untuk menunjang
pertumbuhan dan hasil tanaman. Hal ini terlihat juga pada
Tabel 3 bahwa pada tanaman yang bermikoriza serapan P
benih lebih besar dibandingkan tanaman tanpa mikoriza
pada kedua genotipe dan semua level pemupukan P.
Struktur hifa FMA di dalam akar tanaman dan tanah
mampu meningkatkan luas areal untuk pertukaran hara dan
air antara tanaman dan inang, sehingga mempunyai potensi

yang besar untuk meningkatkan serapan dan translokasi hara


terutama P ke tanaman. Fosfor merupakan unsur penting
penyusun substrat berenergi tinggi (ATP, ADP, AMP) yang
berperan dalam metabolisme tanaman. Kegiatan metabolisme
tanaman yang ditunjang oleh energi yang cukup dapat
mengembangkan organ reproduktif secara berkelanjutan,
sebagai hasil akhir adalah biji yang besar dan bobot buah yang
meningkat. FMA juga berperan sebagai pengendali biologis,
meningkatkan ketahanan terhadap cekaman air dan
memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh yang
berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman (Hildebrandt et al., 2002). Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Rahim (2002) yang menyatakan bahwa
inokulasi FMA bersamaan dengan pemupukan P dapat
memberikan hasil yang lebih baik.

Genotipe Tegar mempunyai parameter pertumbuhan


maupun produksi yang lebih baik dibanding Laris, hal ini
kemungkinan karena genotipe Tegar berasal dari tempat
tumbuh (sudah beradaptasi dengan lahan dan lingkungan
tempat penelitian). Asosiasi tanaman dan FMA sangat
dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh akar.
Keefektifan eksudat bergantung pada spesies dan kondisi
lingkungan. Ada tiga faktor yang mempengaruhi infeksi
FMA yaitu kepekaan inang terhadap infeksi, faktor iklim
dan faktor tanah. Beberapa spesies tanaman asosiasi
dengan
mikoriza
sangat
dibutuhkan.
Tingkat
ketergantungan bervariasi dengan spesies tanaman,
morfologi akar, kondisi tanah dan kondisi iklim. Tanaman
dengan akar tipis, percabangan yang sedikit, bulu-bulu akar
sedikit, biasanya lebih tergantung dengan mikoriza untuk
tumbuh dan berkembang dengan normal (Muchovej, 2002).

Tabel 2. Jumlah buah, produksi buah, dan produksi benih per tanaman pada interaksi genotipe x FMA, dan interaksi FMA x
pemupukan P
Interaksi perlakuan
Genotipe x FMA
Laris x tanpa FMA
Laris x FMA Mycofer
Tegar x tanpa FMA
Tegar x FMA Mycofer
FMA x Pemupukan P
Tanpa FMA x tanpa P

Jumlah buah

Produksi buah (g)

Produksi benih (g)

54.95a
56.48b
58.39b
68.06c

105.29a
137.35b
104.97a
142.54b

13.00a
14.09b
13.60b
16.73c

46.75a

92.03a

10.91a

Tanpa FMA x 100 kg P2O5 ha


Tanpa FMA x 125 kg P2O5 ha-1
Tanpa FMA x 150 kg P2O5 ha-1
FMA Mycofer x tanpa P2O5
FMA Mycofer x 100 kg P O ha-1

59.20c
61.03cd
59.70c
56.51b
63.01de

104.15b
108.86c
115.48d
118.78d
143.08e

13.99b
14.28c
14.03bc
13.58b
15.71d

FMA Mycofer x 125 kg P2O5 ha-1


FMA Mycofer x 150 kg P2O5 ha-1

65.45e
64.11e

150.76f
147.17ef

16.34e
16.01de

-1

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT
pada taraf = 5%; FMA = Fungi Mikoriza Arbuskula

220

Widi Agustin, Satriyas Ilyas, Sri Wilarso Budi, Iswandi Anas, dan Faiza C. Suwarno

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

Tabel 3. Serapan N, P dan K benih pada interaksi genotipe, FMA dan pemupukan P
Petak Utama (G)

Anak Petak (M)

Anak-anak petak (P)

Laris

Tanpa FMA

Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1
Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1
Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1
Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1

FMA Mycofer

Tegar

Tanpa FMA

FMA Mycofer

125 kg P2O5 ha-1


150 kg P2O5 ha-1

Serapan N

(mg tanaman-1)

287.00a
367.40b
377.30bc
366.10b
346.10b
372.10b
452.70def
379.40cd
290.60a
395.50bcd
429.40cdef
425.80cde
374.10b
458.70ef
469.30f
465.50f

Serapan P
(mg tanaman

Serapan K
-1

83.2 a
111.50b
118.40b
129.40bc
158.30d
198.80e
212.30e
207.60e
141.60cd
198.00e
198.80e
195.80e
189.90e
235.90f
237.00f
239.70f

-1

(mg tanaman

88.56a
108.78bc
111.61c
113.24bc
116.21c
116.44c
126.22c
127.77c
95.89ab
122.30c
122.80c
119.76c
119.43c
148.09d
153.25d
154.01d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT
pada taraf = 5%; FMA = Fungi Mikoriza Arbuskula; G = Genotipe; M = Pemberian FMA; P = Dosis pupuk SP-36

Parameter Kadar dan Serapan N, P, K Benih


Interaksi antara perlakuan genotipe (G), FMA (M)
dan pemupukan (P) berpengaruh nyata terhadap kadar N,
P, dan K dalam benih disajikan dalam Tabel 4. Inokulasi
FMA menaikkan kadar K pada semua level pemupukan
pada genotipe Tegar. Inokulasi FMA pada genotipe Laris
meningkatkan kadar P pada semua dosis pemupukan,
sedangkan pada Tegar tidak berpengaruh kecuali tanpa P.
Pengaruh inokulasi FMA dan tanpa inokulasi terhadap
kadar N hasilnya tidak berbeda nyata bahkan pada
genotipe Tegar cenderung menurun. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian Suh (2005) yang menyatakan bahwa
kandungan nitrogen pada pucuk timun, tomat, cabai,
terong dan melon pada tanaman bermikoriza lebih rendah
dari tanaman tanpa mikoriza.
Interaksi antara perlakuan genotipe, FMA dan
pemupukan P berpengaruh nyata terhadap serapan N, P dan K
benih disajikan dalam Tabel 3. Pada genotipe Laris
peningkatan serapan N tertinggi sebesar 57.70%
terjadi pada interaksi perlakuan inokulasi FMA dan
pemupukan P2O5 dosis 125 kg ha-1, pada genotipe Tegar
peningkatan serapan N tertinggi sebesar 61.50% terjadi pada
interaksi inokulasi FMA dan pemupukan P2O5 dosis 125 kg
ha-1. Peningkatan serapan P pada genotipe Laris

tertinggi sebesar 155%


terjadi pada interaksi inokulasi FMA dan pemupukan
P O dosis 125 kg ha-1, sedangkan pada genotipe Tegar,
2

peningkatan serapan P tertinggi sebesar 69.30% terjadi


pada interaksi inokulasi FMA dan pemupukan P2O5 dosis

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula......

150 kg ha-1. Peningkatan serapan K pada genotipe


Laris tertinggi sebesar 44.27% terjadi pada interaksi
inokulasi FMA dan pemupukan P2O5 dosis 150 kg ha-1,
pada genotipe Tegar peningkatan serapan K tertinggi
sebesar 60.61% terjadi pada interaksi inokulasi FMA dan
pemupukan P2O5 150 kg ha-1.
Adanya pengaruh nyata interaksi FMA dan level
pemupukan fosfat terhadap serapan P tanaman kemungkinan
karena ada kesesuaian antara FMA dengan tingkat
pemupukan, dimana pada dosis 150 kg ha -1, kolonisasi FMA
masih tinggi, hifa eksternalnya mampu memperluas daerah
penyerapan dan menembus daerah penipisan nutrien yang
terdapat di sekitar perakaran dan menyerap unsur hara dari
daerah tersebut. Akar yang tidak terinfeksi FMA tidak dapat
menjangkaunya walaupun dengan rambut-rambut akar yang
banyak. Sylvia (2005) menyatakan diameter hifa FMA lebih
kecil daripada akar tanaman dan hifa eksternal FMA dapat
mencapai 1-20 m per gram tanah. FMA juga menghasilkan
enzim fosfatase yang mampu mengkatalis hidrolis komplek
fosfat tidak larut di dalam tanah menjadi bentuk fosfat larut
yang tersedia bagi tanaman sehingga tanaman yang
diinokulasi FMA akan dapat menyerap P dari tanah dan dari
pupuk sehingga penyerapan P menjadi lebih besar dibanding
tanaman yang tidak diinokulasi FMA (Gunawan, 1993).
Selain unsur hara P, unsur lain yang serapannya terpengaruh
oleh FMA adalah N dan K, hal ini sejalan dengan pernyataan
Bueking (2005) yaitu FMA dapat meningkatkan serapan P, N,
Zn, Cu dan S sedangkan menurut Swift (2004) dan Suh (2005)
bahwa FMA dapat meningkatkan serapan P, K, Ca

221

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

Tabel 4. Kadar N, P dan K benih pada interaksi genotipe, FMA dan pemupukan P
Petak utama (G)

Anak petak (M)

Anak-anak petak (P)

Laris

Tanpa FMA

Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1
Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1
Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1
Tanpa P2O5
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1

FMA Mycofer

Tegar

Tanpa FMA

FMA Mycofer

Kadar N (%)
2.69ab
2.74ab
2.71ab
2.61a
2.71ab
2.62a
3.05c
2.61a
2.61a
2.72ab
2.94bc
3.02c
2.60a
2.66a
2.63a
2.66a

Kadar P (%)
0.78a
0.83b
0.85b
0.93c
1.24d
1.40gh
1.43ih
1.43ih
1.27d
1.36efg
1.36efg
1.39gh
1.32e
1.37gh
1.33ef
1.37gh

Kadar K (%)
0.82b
0.81a
0.83b
0.81a
0.81a
0.82a
0.85c
0.88f
0.86e
0.84c
0.84c
0.85d
0.83b
0.86e
0.86e
0.88f

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT
pada taraf = 5%; FMA = Fungi Mikoriza Arbuskula; G = Genotipe; M = Pemberian FMA; P = Dosis pupuk SP-36

dan Mg. Rifan et al. (2002) menyatakan bahwa pemberian


mikoriza dapat meningkatkan KTK tanah, P tersedia, N
total tanah, serapan P, pertumbuhan tanaman, jumlah
polong bernas dan bobot biji per tanaman kedelai.
Parameter Mutu Benih (daya berkecambah, indeks vigor,
kecepatan tumbuh)
Interaksi genotipe, FMA dan pemupukan P terhadap
mutu fisilogis benih tidak berpengaruh nyata. Tabel 5
menunjukkan bahwa daya berkecambah dan kecepatan
tumbuh relatif hanya dipengaruhi oleh perlakuan
pemupukan P. Pemupukan P2O5 dengan dosis 100 kg ha-1
memberikan hasil tertinggi pada parameter daya
berkecambah, sedangkan pada kecepatan tumbuh,
pemupukan dengan dosis 150 kg ha-1 memberikan hasil
yang tertinggi, walaupun secara statistik tidak berbeda
nyata dengan dosis 100 kg dan 125 kg P2O5 ha-1.
Indeks vigor dipengaruhi FMA dan pemupukan P,
Inokulasi FMA dapat meningkatkan indeks vigor sebesar
11.3% dan pemupukan P2O5 dengan dosis 150 kg ha-1
memberikan hasil yang tertinggi dan tidak berbeda dengan
dosis 125 kg ha-1 (Tabel 6).
Berpengaruhnya FMA dan pemupukan P terhadap mutu
benih adalah berkaitan dengan ketersediaan N, P, dan K yang
meningkat (Tabel 3). P akan mengoptimalkan proses fisiologis
tanaman seperti fotosintesis dan respirasi. K mengoptimalkan
transportasi unsur hara dan asimilat dari daun keseluruh
jaringan, hal ini mengakibatkan fotosintat bertambah dan
meningkatkan hasil, demikian pula serapan

222

N yang tinggi oleh tanaman menyebabkan pembentukan


protein yang lebih banyak pada benih. Benih dengan
kandungan N dan protein yang tinggi berkontribusi
terhadap tingginya mutu benih. Mutu fisiologis benih
diindikasikan oleh kecepatan berkecambah, kekuatan
tumbuh benih dan berat kering kecambah. Gardner et al.
(1991) menyatakan bahwa asam fitat hasil dari metabolit P
disimpan lebih besar di biji sebagai cadangan fosfat yang
penting untuk kelanjutan generasi berikutnya, artinya
dengan adanya kandungan P yang lebih besar dalam
tanaman, dapat mendorong terbentuknya biji yang lebih
besar atau buah yang lebih berat. Hasil penelitian Pujiastuti
(2005) menunjukkan bahwa ketersediaan unsur hara NPK
mempengaruhi keserempakan tumbuh benih buncis.

Tabel 5. Daya berkecambah dan kecepatan tumbuh relatif


pada perlakuan pemupukan P
Perlakuan
Tanpa pemupukan P
100 kg P2O5 ha-1
125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1

Daya
berkecambah
(%)
85.00a

Kecepatan
tumbuh relatif
(%)
68.13a

90.81c
88.69b
90.56c

73.31b
72.69b
73.38b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada


kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT pada taraf = 5%

Widi Agustin, Satriyas Ilyas, Sri Wilarso Budi, Iswandi Anas, dan Faiza C. Suwarno

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

Tabel 6. Indeks vigor benih cabai pada perlakuan FMA dan


pemupukan P
Perlakuan
FMA
Tanpa FMA
FMA Mycofer
Pemupukan P
Tanpa pemupukan P

Indeks vigor

100 kg P2O5 ha-1


125 kg P2O5 ha-1
150 kg P2O5 ha-1

52.31ab
63.67bc
66.56c

60.19a
66.97b
61.75a

Gunawan, A.W. 1993. Mikoriza arbuskula. Pusat Antar


Universitas (PAU) Ilmu Hayat. Institut Pertanian
Bogor.
Guntoro, D., M.A. Chozin, B. Tjahjono, I. Mansur. 2006.
Pemanfaatan cendawan mikoriza dan bakteri
Azospirillum sp. untuk meningkatkan efisiensi
pemupukan pada Turfgrass. Bul. Agron. 34:62-70.
Hidayat, J.R., M. Machmud, Hamoto, Sumarno.
2000.
Teknologi produksi benih kacang hijau.
Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan
Bogor.

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada


kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT pada taraf = 5%; FMA =
Fungi Mikoriza Arbuskula

Haryantini, B.A., M. Santoso. 2001. Pertumbuhan dan


hasil cabai merah pada andosol yang diberi
mikoriza, pupuk fosfor dan zat pengatur tumbuh.
Biosain 3:50-57.

KESIMPULAN

Hildebrandt, U., K. Janetta, H. Bothe. 2002. Towards growth


of arbuscular mycorrhizal fungi independent of a plant
host. Appl. Environ. Microbiol. 68:1919-1924.

1. Inokulasi FMA mampu meningkatkan hasil (jumlah dan


produksi buah, produksi benih) dan inokulasi ini
dipengaruhi oleh jenis genotipe cabai dan level
pemupukan. Genotipe cabai Tegar menunjukkan respon
yang lebih baik dibanding Laris, sedangkan dosis
pemupukan yang optimal dalam meningkatkan hasil
adalah 125 kg P2O5 ha-1.
3. Kadar dan serapan N, P, K benih dipengaruhi oleh
interaksi genotipe, FMA dan pemupukan P, sedangkan
untuk daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan
tumbuh relatif hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal
yaitu inokulasi FMA dan pemupukan P.

Kalpunik, D.D. Douds. 2000. Arbuscular Mycorrhizal:


Physiology and Function. Kluwer Academic
Publishers, London.
Mikanova, O., Novakova. 2002. Evaluation of the Psolubilitizing activity of soil microorganism and its
sensitivity to soluble phosphate. Rostlinna Vyroba
48:397-400.
Muchovej, R.M. 2002. Importance of mycorrhizae for
agricultural crops. http://edis.ifas.ufl.edu/ag116 [10
Juli 2010].

DAFTAR PUSTAKA
Barrow, N.J. 1975. The response to phosphate of two
annual pasture spesies II. The spesific rate of uptake
of phosphate, its distribution and use for growth.
Aust. J. Agric. Res. 26:145-156.
Bueking, H. 2005. Rutgers The State University of new
Jersey http:/crab.rutgers.edu/bucking/jobs.htm [10
Juli 2010].
Cruz, C., J.J. Greeen, C.A. Watson, F. Wilson, M.A. MartinLucao. 2004. Functional aspects of root architecture
and mycorrhizal inoculation with respect to nutrient
uptake capacity. Mycorrhiza 14:177-184.

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2009. Produktivitas


sayuran di Indonesia periode 2003-2008.
http://www. hortikultura.go.id [10 Juli 2010].
Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitcell. 1991. Fisiologi
Tanaman Budidaya. Terjemahan Harawati, Susilo.
UI-Press, Depok.

Inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula......

Pujiastuti, S.R. 2005. Efisiensi pemupukan NPK dan


pupuk kandang terhadap produksi dan viabilitas
buncis (Phaseolus vulgaris L.). Thesis. Sekolah
Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Purnomo, D.W., B.S. Purwoko, S. Yahya, S. Sujiprihati, I.
Mansur. 2007. Evaluasi pertumbuhan dan hasil
beberapa genotipe cabai (Capsicum annuum L.)
untuk toleransi terhadap aluminium. Bul. Agron. 35:
183-190.
Rahim, K.A. 2002. Biofertilizer in Malaysian Agriculture:
Perception, demand and promotion. FNCA Joint
Workshop on Mutation Breeding and Biofertilizer,
August 20-23. Beijing, China.
Rifan, J., Maryanto, Karisun. 2002. Upaya pemanfaatan
mikoriza, gambut dan BFA terasidulasi sebagai
bahan amelioran untuk meningkatkan produktivitas
kedele di tanah liat aktivitas rendah (LAR). Laporan
Penelitian. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.

223

J. Agron. Indonesia 38 (3) : 218 - 224 (2010)

Sadjad, S. 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo,


Jakarta.
Subagyo, H., Suharta, Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian
di Indonesia, Sumberdaya Lahan Indonesia dan
Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Suh, J.S. 2005. Application of VA mycorrhizae and phosphate

Swift, C.E. 2004. Mycorrhiza and soil phosphorus levels.


http://www.colostate.edu/Depts/CoopEkt/TRa/
PLANT/mycorrhiza.html [10 Juli 2010].
Sylvia, D.M. 2005. Mycorrhizal symbioses. p. 263-282. In
Principle and Applications of Soil Microbiology.
New Jersey: 2 nd Edition. Pearson Prentice Hall,
Upper Saddle River.

solubilizers as biofertilizers in Korea. FNCA Joint


Workshop on Mutation Breeding and Biofertilizer.
China 20-23 August 2002.

224

Widi Agustin, Satriyas Ilyas, Sri Wilarso Budi, Iswandi Anas, dan Faiza C. Suwarno

TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Tanaman Industri (HTI)
Kebijakan pembangunan kehutanan menyebutkan hutan produksi tetap
yang dikukuhkan seluas 33,9 juta ha. Kalau asas pelestarian (preservation) plasma
nutfah akan diterapkan secara konsekuen, semua hasil hutan harus berasal dari
hutan tanaman. Dengan demikian HTI akan mencapai luas 33,9 juta ha. Mugkin
untuk sementara waktu sebagian hutan produksi tetap yang dikelola secara HPH
masih perlu dipertahankan untuk memperoleh hasil kayu yang berdaur panjang
(diatas 30 tahun) sebelum ada HTI yang cukup umur untuk menggantikannya.
Dapat pula hutan alam seluas tertentu tetap diusahakan sebagai hutan produksi
tetap untuk menghasilkan kayu berdaur panjang, sedang HTI dikhususkan untuk
menghasilkan kayu berdaur pendek (sekitar 10 tahun) dan berdaur menengah
(sekitar 25 tahun) (Dephut, 1994).
Hutan Tanaman Industri (HTI) dikelola dengan silvikultur intensif,
ditanam secara monokultur, dan dipanen secara tebang habis. Tingkat intensifikasi
diukur menurut jumlah kegiatan dan uang yang ditanam dalam tiap satuan luas
atau dalam tiap satuan hasil. Kegiatan mencakup pemeliharaan jenis mulai dari
pengadaan

sumber

benih,

pemuliaan

pohon,

pengaturan

jarak

tanam,

pemangkasan, penjarangan dan lama rotasi (Mackensen, 2002).


Menurut penggunaan hasilnya, HTI terpilahkan menjadi 3 kelompok, yaitu
penghasil kayu energi dengan daur 5-8 tahun, penghasil kayu bubur (pulp) dengan
daur 10-15 tahun, dan penghasil kayu pertukangan dengan daur 20-30.
Berdasarkan analisis ekonomi, luas optimum dan minimum rerata satu satuan

kebun kayu menurut jenis hasilnya ialah kebun kayu energi optimum 48.000 ha
dan minimum 15.000 ha, kebun kayu bubur 42.500 ha dan minimum 23.000 ha,
dan kebun kayu pertukangan 65.000 ha dan 14.500 ha (Dephut, 1994).
Hutan Tanaman Industri (HTI) dibangun pada umumnya kayunya
digunakan untuk pemasok kebutuhan industri perkayuan, seperti playwood, kayu
gergajian, dan pulp. Produktivitas hutan tanaman dipengaruhi oleh iklim, tanah,
fisiografi dan faktor pengelolaan. Kondisi tanah yang berpengaruh langsung
terhadap vegetasi adalah komposisi fisik dan kimia tanah, kandungan air, suhu dan
aerasi tanah. Hutan Tanaman Industri banyak mengembangkan jenis tanamam
seperti sengon (Paraserianthes falcataria), pinus (Pinus merkusii), jati (Tectona
grandis), eukaliptus (Eucalyptus spp), dan akasia (Acacia spp). Saat ini jenis yang
paling banyak dikembangkan di Indonesia adalah akasia, sehingga penelitian perlu
lebih di fokuskan pada jenis akasia.
Acacia spp
1. Taksonomi
Taksonomi dari Acacia spp sebagai berikut :
Divisio

: Spermathophyta

Sub Divisio

: Angispermae

Kelas

: Dikotyledon

Ordo

: Rosales

Family

: Leguminosae

Genus

: Acacia

Species

: Acacia spp

Universitas Sumatera Utara

2. Morfologi
Pohon Acacia spp yang tua biasanya berkayu keras, kasar, beralur
longitudinal dan warnanya bervariasi mulai dari coklat gelap sampai terang. Dapat
dikemukakan pula bahwa bibit Akasia yang baru berkecambah memiliki daun
majemuk yang terdiri dari banyak anak daun. Daun ini sama dengan sub famili
Mimosoideae misalnya Paraseanthes falcataria, Leucaena sp, setelah tumbuh
beberapa minggu akasia tidak menghasilkan lagi daun sesungguhnya tetapi
tangkai daun sumbu utama setiap daun majemuk tumbuh melebar dan berubah
menjadi phyllodae atau pohyllocladus yang dikenal dengan daun semu,
phyllocladus kelihatan seperti daun tumbuh umumnya. Bentuknya sederhana,
tulang daunnya paralel dan besarnya sekitar 25 cm x 10 cm. Tumbuh secara alami
di Maluku dengan jenis Melaleuca leucadendron. Selain itu terdapat pula di pantai
Australia bagian utara, Papua bagian selatan (Fak-fak di Aguada) dan Tomage
(Rokas, Kepulauan Aru, Maluku dan Seram bagian barat).

3. Syarat Tumbuh
Acacia spp tidak memiliki persyaratan tumbuh yang tinggi, dapat tumbuh
pada lahan miskin dan tidak subur. Akasia dapat tumbuh baik pada lahan yang
mengalami erosi, berbatu dan tanah Alluvial serta tanah yang memiliki pH rendah
(4,2). Tumbuh pada ketinggian antara 30 - 130 mdpl, dengan curah hujan
bervariasi antara 1.000 mm - 4.500 mm setiap tahun. Seperti jenis pionir yang
cepat tumbuh dan berdaun lebar, jenis Akasia spp sangat membutuhkan sinar

Universitas Sumatera Utara

matahari, apabila mendapatkan naungan akan tumbuh kurang sempurna dengan


bentuk tinggi dan kurus (Irwanto, 2007).

4. Nilai Ekonomi
Kayunya bernilai ekonomi karena merupakan bahan yang baik untuk finir
serta perabot rumah yang menarik seperti: lemari, kusen pintu, dan jendela serta
baik untuk bahan bakar. Tanaman akasia yang berumur tujuh dan delapan tahun
menghasilkan kayu yang dapat dibuat untuk papan partikel yang baik, dan bubur
kertas (pulp). Beberapa jenis digunakan untuk kegiatan reboisasi.

Kondisi Lahan di Indonesia


Pengelolaan hutan tanaman yang produktivitasnya dapat diterima secara
ekonomis hanya dapat dilakukan secara berkelanjutan di lahan-lahan yang
memiliki kondisi-kondisi iklim dan tanah yang sesuai. Produktivitas hutan
tanaman tergantung sepenuhnya pada kualitas lahan. Karena pembangunan hutan
tanaman industri membutuhkan investasi awal yang tinggi, maka pemilihan lahan
harus dilakukan dengan cermat. Jika pada pemilihan lahan diawal pembangunan
hutan tanaman areal-areal yang tidak produktif tidak disisihkan, maka kerugian
(finansial) yang cukup besar akan terjadi nantinya (Mackensen, 2002).
Pembangunan hutan tanaman industri (HTI) berkembang dengan cepat di
negara-negara beriklim tropis. Semakin menurunnya pasokan kayu dari hutan
alam,

berkembangnya

keinginan

nasional

untuk

mengembangkan

dan

mempromosikan industri-industri pengolahan kayu khususnya pulp dan kertas,

Universitas Sumatera Utara

relatif mudahnya pengelolaan jenis pohon yang cepat tumbuh dan tegakantegakan monokultur, serta besarnya harapan akan produktivitas yang tinggi,
menyebabkan hutan tanaman industri memainkan peranan yang semakin
penting/meningkat di dalam sektor kehutanan di daerah tropis. Disamping
popularitas dan biaya investasi yang tinggi, masih sedikit sekali diketahui
perspektif jangka panjang dari HTI, terutama dalam hal produktivitas tegakan dan
penyediaan unsur-unsur hara. Sejumlah fakta yang ada memperlihatkan, bahwa
selain adanya faktor-faktor lain yang mengancam hutan tanaman (hama,
kebakaran), produktivitas lahan seringkali rendah atau menurun pada rotasi
tanaman kedua (berikutnya) yang disebabkan oleh kesuburan lahan yang rendah
dan pelaksanaan pengelolaan yang kurang baik ( Mackensen, 2002).
Produktivitas lahan, yang pada umumnya dievaluasi melalui tinggi pohon
rata-rata (Indeks Lahan) atau volume tegakan, tergantung kepada faktor-faktor
iklim dan kesuburan tanah. Curah hujan dan penyebarannya serta kapasitas
penahanan air dari tanah sangat menentukan produktivitas tegakan. Lahan yang
optimal biasanya mempunyai periode musim kering yang pendek serta tanah
berlempung sampai liat berlempung dan tanah liat. Dalam hubungannya dengan
unsur-unsur hara tanah, pertumbuhan maksimum dapat diharapkan pada tanahtanah yang kaya akan unsur hara, baik unsur-unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg)
maupun unsur-unsur hara mikro (Mn, Fe, Zn,Cu, Br).
Hutan Tanaman Industri banyak dikembangkan di Sumatera dan
Kalimantan, yang mana kondisi tanahnya kritis atau kurang produktif (marginal).
Dalam menghadapi tanah semacam ini HTI tidak lagi memiliki daya adaptasi kuat
seperti hutan alam dan sangat membutuhkan input yang besar dalam

Universitas Sumatera Utara

pembangunannya. Untuk memperbaiki kualitas lahan marjinal yang butuh infut


besar perlu dengan teknologi yang ramah lingkungan salah satunya adalah dengan
menggunakan mikoriza. Peranan mikoriza secara spesifik dalam membantu
pertumbuhan tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman,
sebagai pelindung hayati, dan membantu meningkatkan resistensi tanaman
terhadap kekeringan, selain itu mikoriza memberikan keuntungan besar pada
pepohonan yang hidup ditanah tandus.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)


1. Pengertian Fungi Mikoriza Arbuskula
Mikoriza (akar cendawan) merupakan gabungan simbiotik dan mutualistik
(saling menguntungkan) antara cendawan bukan patogen atau patogen lemah
dengan sel akar hidup, terutama sel korteks dan sel epidermis. Cendawan itu
menerima hara organik dari tanaman, tetapi ia memperbaiki kemampuan akar
dalam menyerap air dan mineral. Dalam Fitter dan Hay (1991), disebutkan bahwa
asosiasi simbiotik antara cendawan dan akar tanaman dapat dipandang sebagai
perkembangan sangat khusus suatu kelompok rizhoplane yang setidak-tidaknya
menjadi setengah invasive.
Selam siklus hidupnya, cendawan simbion endomikoriza akan mempunyai
perbedaan stuktur hifa intraseluler, menggelembung berbentuk oval atau globose
pada ujungnya disebut vesikel, sedangkan struktur intraseluler yang berbentuk
seperti pohon kecil disebut arbuskula. Pada waktu yang bersamaan dan akar yang
sama dapat diinfeksi oleh dua jenis endomikoriza merupakan hubungan
mutualistik (saling menguntungkan) (Setiadi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor Lingkungan Mikoriza


Ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfat yang rendah akan
mendorong pertumbuhan mikoriza. Akan tetapi kandungan hara yang terlalu
rendah atau tinggi menghambat pertumbuhan mikoriza. Perkecambahan spora
tidak hanya tergantung pada spesies dari FMA tetapi juga kandungan nutrient
didalam tanah (Islami dan Wani,1995).
Kondisi tanah yang dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah
ketersediaan bahan organik, drainase dan ketersediaan hara. Mikoriza akan dapat
berkembang biak bila tidak ada hambatan aerasi. Oleh karena itu mikoriza akan
dapat berkembang lebih baik pada tanah berpasir dibandingkan tanah berliat atau
gambut (Islami dan Wani,1995).
Endomikoriza atau dikenal juga dengan FMA dapat di temukan hampir pada
sebagian besar tanah dan pada umumya tidak mempunyai inang spesifik. Namun
tingkat populasi dan komposisi jenis sangat bervariasi dan di pengaruhi oleh
karakteristik tanaman dan sejumlah faktor lingkungan seperti suhu, pH,
kelembaban tanah, kandungan fosfor dan nitrogen. Suhu terbaik untuk
0

perkembangan FMA adalah pada suhu 30 C, tetapi tidak untuk kolonisasi miselia
0

yang terbaik adalah pada suhu 28 C-34 C (Suhardi, 1989).


Biasanya pada tanah yang tidak diolah jumlah sporanya kurang bila
dibandingkan dengan tanah olahan atau tanah berumput. Pada tanah yang diolah
karena adanya pergantian akar dan kekeringan akan mengakibatkan seleksi FMA
dan produksi spora. Pada tempat yang kurang diolah selalu ada tanaman yang
bagian akarnya selalu tumbuh karena sepanjang tahun kandungan air tanah dan
suhu memadai sehingga produksi spora pada tempat yang demikian tidak lagi

Universitas Sumatera Utara

diperlukan. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh
dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus
berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi
jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk
transportasi karbon serta hara lainnya kedalam spora, selain fungsinya untuk
menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto,
2001 dalam As-syakur 2007).
Atmaja (2001) dalam As-syakur (2007) mengatakan bahwa pertumbuhan
Mikoriza sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti:
1. Suhu
Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Untuk
daerah

tropika

basah,

hal

ini

menguntungkan.

Proses

perkecambahan

pembentukkan FMA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora di tanah,


penetrasi hifa ke dalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar.
Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya.
Beberapa Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida, diwilayah subtropika
mengalami perkecambahan paling baik pada suhu 34C, sedangkan untuk spesies
Glomus yang berasal dari wilayah beriklim dingin, suhu optimal untuk
perkecambahan adalah 20C. Penetrasi dan perkecambahan hifa diakar peka pula
terhadap suhu tanah. Pada umumnya infeksi oleh cendawan FMA meningkat
dengan naiknya suhu. Schreder (1974) dalam As-syakur (2007) menemukan
bahwa infeksi maksimum oleh spesies Gigaspora yang diisolasi dari tanah Florida

Universitas Sumatera Utara

terjadi pada suhu 30-33C. Suhu yang tinggi pada siang hari (35C) tidak
menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis FMA. Peran mikoriza hanya
menurun pada suhu diatas 40C. Suhu bukan merupakan faktor pembatas utama
dari aktifitas FMA. Suhu yang sangat tinggi berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman inang. FMA mungkin lebih mampu bertahan terhadap suhu tinggi pada
tanah bertekstur berat dari pada di tanah berpasir.
2. Kadar air tanah
Untuk

tanaman

yang

tumbuh

didaerah

kering,

adanya

FMA

menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh


dan bertahan pada kondisi yang kurang air. Adanya FMA dapat memperbaiki dan
meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Ada beberapa dugaan
mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya
adalah:
* Adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga
transfer air ke akar meningkat.
* Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya FMA
menyebabkan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya
tahan terhadap kekeringan meningkat pula.
* Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman ber- FMA lebih mampu
mendapatkan air daripada yang tidak ber-FMA tetapi jika mekanisme ini
yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun.
Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial
air tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air

Universitas Sumatera Utara

yang dibutuhkan untuk memproduksi 1gram bobot kering tanaman lebih


sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza.
4. Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air
yang lebih ekonomis.
5. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan
FMA efektif didalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan
tanah menyimpan air meningkat.
3. pH tanah
Fungi pada umumnya lebih tahan lebih tahan terhadap perubahan pH
tanah. Meskipun demikian daya adaptasi masing-masing spesies cendawan FMA
terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan,
perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus
fasciculatus berkembang biak pada pH masam. Pengapuran menyebabkan
perkembangan G. fasciculatus menurun. Demikian pula peran G.fasciculatus di
dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tanah masam menurun akibat
pengapuran (Santoso, 1985 dalam As-syakur, 2007). Pada pH 5,1 dan 5,9 G.
fasciculatus

menampakkan

pertumbuhan

yang

terbesar,

G.

fasciculatus

memperlihatkan pengaruh yang lebih besar terhadap pertumbuhan tanaman justru


kalau pH 5,1 G. Mosseae memberikan pengaruh terbesar pada pH netral sampai
alkalis (pH 6,0-8,1). Perubahan pH tanah melalui pengapuran biasanya berdampak
merugikan bagi perkembangan FMA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga
pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi

Universitas Sumatera Utara

tindakan inokulasi dengan cendawan FMA yang cocok agar pembentukan


mikoriza terjamin.
4. Bahan organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang
penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA tampaknya berhubungan erat
dengan kandungan bahan organik didalam tanah. Jumlah maksimum spora
ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen
sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5 persen kandungan
spora sangat rendah. Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan FMA, karena
serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk
mempertahankan generasi FMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah
akar tersebut mengandung hifa,vesikel dan spora yang dapat menginfeksi FMA.
Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulasi untuk tanaman berikutnya.
5. Cahaya dan ketersediaan hara
Bjorman

dalam

Gardemann

(1983)

dalam

As-syukur

(2007)

menyimpulkan bahwa dalam intensitas cahaya yang tinggi kekahatan sedang


nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat di dalam akar
sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan FMA. Derajat
infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai kesuburan yang rendah.
Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang terinfeksi oleh FMA. Jika
pertumbuhan dan perkembangan akar menurun infeksi FMA meningkat. Peran
mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan
khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi FMA yang


mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (Assyakur, 2007).
6. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang diracik untuk membunuh
cendawan penyebab penyakit pada tanaman, akan tetapi selain membunuh
cendawan penyebab penyakit fungisida juga dapat membunuh mikoriza, dimana
pemakainan fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta
kemampuan mikoriza dalam menyerap P (As-syakur, 2007).
3. Fungsi dan Kegunaan Mikoriza Bagi Tanaman
Peranan mikoriza secara spesifik dalam membantu pertumbuhan tanaman
antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung hayati,
serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan. Selain itu
mikoriza memberikan keuntungan besar pada pepohonan yang hidup ditanah
tandus. Bahkan, menurut Salisbury dan Ross(1995) dalam Hanafiah et al (2003)
tanpa mikoriza yang mampu menyerap hara, banyak komunitas pohon tak mampu
bertahan. Contohnya, beberapa pinus eropa yang dibawa ke AS tumbuh buruk,
dan menjadi lebih baik setelah diinokulasi dengan cendawan mikoriza dari tanah
tempat asal mereka (Hanafiah et al, 2003).
Adapun yang paling menarik dari mikoriza ini adalah kemampuannya
untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi pengambilan P.
Dalam tanah yang defesien P, tanaman bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik

Universitas Sumatera Utara

dibandingkan dengan tanaman tidak bermikoriza, tetapi akan terjadi sebaliknya


pada tanaman yang disuplai fosfat dengan baik (Fitter dan Hay, 1991).
Akar bermikoriza ternyata meningkatkan pula penyerapan seng dan sulfur
dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Perbedaan
kecepatan penyerapan itu mungkin sebagai refleksi perbedaan antara luas
permukaan akar dan berat kering dari akar tanaman yang bermikoriza dan yang
tidak bermikoriza. Perbedaan antara rata-rata penyerapan antar tanaman yang
bermikoriza dan tidak bermikoriza lebih disebabkan karena perbedaan status
fosfor dari dua jenis tanaman tersebut (Abbot dan Robson, 1984).
Akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar
tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi patogen akan
terhambat, disamping itu mikoriza akan menggunakan semua kelebihan
karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak
cocok bagi pertumbuhan patogen. Di pihak lain cendawan mikoriza ada yang
dapat mematikan patogen. Biasanya tanaman yang memiliki sistem akar serabut
dan rambut akar yang panjang kurang tergantung kepada infeksi mikoriza di
bandingkan dengan tanaman yang memiliki akar yang relative kasar dan rambut
akar yang tipis (Baon, 1998).
Penyebaran FMA yang merata, mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan
mempunyai potensi yang baik secara ekonomi maupun ekologi. Manfaat
penggunaan FMA terhadap tanaman kehutanan yang di tanaman pada lahan-lahan
kritis telah banyak dilakukan. Jenis tanaman yang di inokulasikan dengan FMA
mampu meningkatkan 2-3 kali lipat dibandingkan dengan kotrol, hal ini hampir
setara dengan pemberian pupuk urea 130 kg/ha, TSP 180 kg/ha dan KCL 100

Universitas Sumatera Utara

kg/ha. Peranan FMA tersebut secara spesifik dalam membantu pertumbuhan


tanaman antara lain membantu memperbaiki nutrisi tanaman, sebagai pelindung
hayati, serta membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan
(Suhardi, 1989).
Hasil penelitian Sasli (1999) menunjukkan bahwa pemberian Fungi
mikoriza Arbuskula dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kakao yang lebih baik
dibanding bibit tanpa mikoriza. Ini terlihat dari tingginya nilai rata-rata untuk
hampir semua peubah yang diamati dibanding bibit yang tidak bermikoriza. Bibit
kakao bermikoriza meningkatkan bobot kering tajuk dan akar masing-masing
sebesar 144.7 % dan 190 % terhadap kontrol. Efisiensi penggunaan air juga
tertinggi untuk bibit kakao yang mendapat perlakuan inokulasi mikoriza, yang
dapat mencapai 149.2 % dari nilai kontrol untuk taraf kekeringan 70% air tersedia.
Ini menunjukkan bahwa bibit yang bermikoriza sebenarnya tidak mengalami
cekaman kekeringan oleh karena adanya hifa eksternal fungi mikoriza yang masih
dapat menyerap air dari pori-pori tanah (Sasli, 2004)
Kemampuan suatu jenis FMA dapat berasosiasi dengan beberapa tanaman
komersial cukup luas, akan tetapi kesesuaiannya dalam bersimbiose dengan
tanaman sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi tanah, jenis mikoriza dan jenis
tanaman. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Balai Penelitian Tanaman Buah
Tropika (Balitbu) sudah mencoba memanfaatkan FMA untuk memacu
pertumbuhan bibit manggis, yang dimulai dengan melakukan eksplorasi FMA
dibeberapa daerah sentra produksi manggis di Sumatera Barat. Tanah dan sedikit
akar di sekitar perakaran manggis dewasa diambil dan selanjutnya dibawa ke
laboratorium untuk penangkaran (trapping). Spora-spora yang sudah diperoleh ini

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya diperbanyak secara kultur pot pada media pasir steril dengan tanaman

inang Pueraria javanica selama 4 bulan.


Berbagai jenis inokulum FMA yang diperoleh dari beberapa daerah sentra
produksi manggis ini selanjutnya diuji cobakan pada bibit manggis yang baru
berumur 2 bulan (berdaun 2 helai). Bibit manggis ditanam di dalam pot percobaan
yang berisi media tanah : pasir (1 : 1) yang telah difumigasi terlebih dahulu
dengan fumigan (Basamid) selama 2 minggu. Setiap pot berisi 2 kg media dan
terdiri dari satu tanaman. Sebelum transplanting bibit ke pot percobaan, terlebih
dahulu dilakukan inokulasi FMA sebanyak 1 sendok makan inokulan yang
ditempatkan di bawah perakaran bibit manggis. Selanjutnya di dalam rumah kaca
dan dipelihara secara optimal.
Hasilnya menunjukkan bahwa setelah 19 bulan diinokulasi FMA, ternyata
FMA yang berasal dari daerah Sawahlunto Sijunjung dapat memacu pertumbuhan
bibit manggis yang cukup signifikan yaitu sekitar 50% lebih cepat dibandingkan
dengan bibit manggis yang tidak diinokulasi CMA. (Syah, 2007).
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun , diameter batang, berat kering
tanaman, bobot kering akar bibit manggis pada 19 bulan setelah inokulasi
CMA.
Pertumbuhan
Sawahlunto
Padang
Kontrol
Sijunjung
Tinggi Tanaman (cm)
31,29
33,08
21,13
Jumlah Daun (helai)
19,90
19,48
15,88
Diameter Batang (mm)
7,92
7,90
6,94
Bobot Kering Tanaman (gr)
62,63
61,96
35,64
Bobot Kering Akar (gr)
28,01
26,30
14,45

Jumlah Spora Infeksi Akar (%)


39,655 65,695 7,75 13,13 7,25
26,415

Tanah Merah
Tanah Hitam
Tepung
Di alam, keberadan Fungi Mikoriza Arbuskula dapat mempercepat terjadinya suksesi secara
alami pada habitat-habitat yang mendapat gangguan ekstrim. Selain itu keberadaannya mutlak
diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara (nutrients cycle)
sehingga dianggap sebagai alat yang paling efektif untuk mempertahankan stabilitas ekosistem
hutan dan keaneka-ragaman hayati. Hal ini juga dianggap penting untuk menjaga terjadinya
penurunan tingkat produktivitas lahan pada lahan-lahan HTI maupun tumpang sari pada rotasi
berikutnya (Salim, 2004 dalam Delvian et al, 2006 ).

Manfaat Tambahan
Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk. Sebagai contoh
mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40% kebutuhan nitrogen,
dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro. Penggunaan mikoriza lebih menarik
ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila
mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik di suatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh
untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah.
Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang lebih baik dari yang
tanpa mikoriza. Mikoriza selain dari segi fisik dengan adanya hifa eksternal mikoriza banyak
mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan harapan tersendiri untuk digunakan pada
proyek rehabilitasi/reklamasi daerah bekas tambang.

You might also like