You are on page 1of 10

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.

id/jurnal

Rencana Pengembangan Kawasan Pasar Lama Tangerang


Yustisia Kristiana, Vasco A. H. Goeltom, Lintang Ayu Nugrahaning Tyas
Sekolah Tinggi Pariwisata Pelita Harapan
yustisia.kristiana@uph.edu
Abstract - History of Tangerang City can not be separated from the Old Market area of the which
extends along the banks of the east River Cisadane. Layout of the area is still intact and must be
saved Immediately Chinatown as more typical building that has changed in terms of both form and
use. Less than optimal arrangement has transformed this area into a slum so very detrimental imaging
Tangerang City alone has awarded clean city as one of the cleanest Cities in Indonesia. Conservation
Efforts should be made to preserve the cultural heritage owned by the city of Tangerang. Old Market
requires planning for regional development. Value and potential of the region could be developed and
preserved, there should be facilitated by the government so tourism can be developed and increase of
the marketability of the Old Market Tangerang.
Key words: development, conservation, cultural heritage
Abstract - History of Tangerang City cannot be separated from the Pasar Lama area which extends
along the banks of the east River Cisadane. Layout of the area is still intact and must be immediately
saved as more typical building Chinatown that has changed in terms of both form and use. Less than
optimal arrangement has transformed this area into a slum so very detrimental imaging Tangerang
City alone has awarded clean city as one of the cleanest cities in Indonesia. Conservation efforts
should be made to preserve the cultural heritage owned by the city of Tangerang. Pasar Lama
requires planning for regional development. Value and potential of the region could be developed and
preserved, there should be facilitated by the government so tourism can be developed and increase
the marketability of the Pasar Lama Tangerang.
Key words: development, conservation, cultural heritage
1.1. PENDAHULUAN
Kawasan Pecinan di Pasar Lama
merupakan cikal bakal pusat Kota Tangerang
atau bahkan bisa disebut zero point kota
karena di kawasan inilah pusat kota
Tangerang terbentuk. Penduduk Tionghoa di
Tangerang juga dikenal dengan sebutan Cina
Benteng telah turun temurun tinggal di
Kawasan Pecinan dan sekitarnya, khususnya
di sepanjang Sungai Cisadane yang menuju
ke hilir di Pantai Utara Pulau Jawa. Daerah
Sewan Neglasari, Selapajang, Kampung
Melayu, Tegal Angus, Tanjung Burung,
Tanjung Kait dan Tanjung Pasir merupakan
konsentrasi penyebaran komunitas Tionghoa.
Mereka adalah penduduk asli kawasan ini dan
berprofesi sangat beragam mulai dari buruh
tani, nelayan, peternak, karyawan pabrik,
buruh cuci, tukang kayu maupun pedagang
makanan kecil.
Sejarah Kota Tangerang sangatlah
sulit untuk dipisahkan dengan kawasan Pasar
Lama yang terbentang sepanjang tepian Timur
Sungai Cisadane dan terdiri dari beberapa
jalan dan gang-gang kecil, di antaranya Jl.
Cilame, yang merupakan pasar tradisional
sampai saat ini, Jl. Cilangkap, Jl. Cirarab dan
Jl. Kali Pasir yang tata letaknya masih utuh
dan harus secepatnya diselamatkan karena
semakin banyak bangunan khas Pecinan yang
telah berubah baik dari segi bentuk maupun
penggunaannya. Penataan yang kurang
optimal telah mengubah kawasan ini menjadi
ISSN : 2087 - 0086

sangat kotor, terkesan jorok dan kumuh


sehingga sangat merugikan pencitraan Kota
Tangerang sendiri yang telah begitu gemilang
mendapatkan penghargaan Adipura sebagai
salah satu kota terbersih di Indonesia. Oleh
karena itulah, pentingnya perhatian untuk
bukan saja menyelamatkan kawasan ini dari
kehancuran tetapi bahkan menjadikannya
sebuah kawasan wisata berwawasan budaya
yang dibangun atas dasar swadaya dan
swakarsa masyarakat setempat dengan kerja
sama dan dukungan yang sepenuhnya dari
pemerintah.
Menurut Piagam Burra tahun 1981,
pengertian konservasi atau pelestarian budaya
merupakan suatu penanganan suatu tempat
agar
kecirikhasan
budaya
(cultural
significance) dapat dipertahankan dengan
memanfaatkan fungsi lindung dan budi
dayanya. Konservasi dapat meliputi seluruh
kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan
situasi dan kondisi setempat. Konservasi
dapat pula mencakup preservasi, restorasi,
rekonstruksi, adaptasi dan revitalisasi. Pusaka
(heritage) merupakan padanan kata yang lain
dari Warisan. Bila pusaka tersebut telah
memiliki penetapan hukum, maka digunakan
kata Cagar, seperti misalnya Cagar Alam
atau Cagar Budaya (Adishakti, 2003).
Berdasarkan Piagam Pelestarian Pusaka
Indonesia yang dideklarasikan di Ciloto pada
tanggal 13 Desember 2003 yang telah
menyepakati bahwa Pusaka Indonesia adalah
1

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

Pusaka Alam, Pusaka Budaya dan Pusaka


Saujana (JPPI dan ICOMOS, 2003).
Pelestarian merupakan terjemahan
dari conservation (konservasi). Pengertian
pelestarian terhadap peninggalan lama pada
awalnya dititikberatkan pada bangunan
tunggal atau benda-benda seni, namun kini
telah berkembang ke ruang yang lebih luas,
seperti kawasan hingga kota bersejarah serta
komponen yang semakin beragam seperti
skala ruang yang intim (intimate space),
pemandangan yang indah (beautiful view),
suasana (atmosphere), keunikan rona (unique
ambience) dan sebagainya (Adishakti 2003).
Konsep pelestarian ini bisa berbentuk
pembangunan atau pengembangan dalam
bentuk upaya preservasi, restorasi, replikasi,
rekonstruksi, revitalisasi dan atau penggunaan
baru suatu aset masa lalu (Sidharta, 1989).
Pelestarian adalah upaya pengelolaan pusaka
melalui serangkaian kegiatan yang meliputi
kegiatan
penelitian,
perencanaan,
perlindungan,
pemeliharaan, pemanfaatan,
pengawasan dan pengembangan secara
selektif dan konsisten untuk menjaga
kesinambungan,
keserasian
dan
daya
dukungnya yang efektif dalam menjawab
dinamika jaman untuk membangun kehidupan
bangsa yang lebih berkualitas (JPPI dan
ICOMOS, 2003).
Pelestarian
pusaka
bukanlah
romantisme masa lalu, namun justru
membangun
masa
depan
yang
menyinambungkan berbagai potensi masa lalu
dengan berbagai perkembangan zaman yang
terseleksi.
Secara
spesifik,
pelestarian
bertujuan untuk:
1. Berdasarkan
kekuatan
aset
lama,
memberikan
kualitas
kehidupan
masyarakat yang lebih baik, melakukan
pencangkokkan program-program yang
menarik,
kreatif dan berkelanjutan,
merencanakan program partisipasi dengan
menghitung estimasi ekonomi agar
menghasilkan
keuntungan
dan
peningkatan
pendapatan,
serta
pengolahan lingkungan yang ramah.
2. Menjadi alat dalam mengolah transformasi
dan
revitalisasi
suatu
lingkungan
bersejarah, serta menciptakan pusaka
masa mendatang (future heritage).
3. Tetap memelihara identitas dan sumber
daya lingkungan serta mengembangkan
beberapa aspeknya untuk memenuhi
kebutuhan modern dan kualitas hidup
yang lebih baik (the total system of
heritage conservation).
4. Konsekuensinya,
perubahan
yang
dimaksud bukanlah terjadi secara drastis,
namun perubahan secara alami dan
ISSN : 2087 - 0086

terseleksi (selected gradual natural


changes).
5. Pelestarian
berarti
pula
preserving
purposefully; giving not merely continued
useful existence. Jadi fungsi seperti juga
bentuk menjadi pertimbangan utama dan
tujuannya bukan untuk mempertahankan
pertumbuhan suatu perkotaan, namun
manajemen perubahan.
Terdapat beberapa poin yang menjadi alasan
mengapa kawasan Kota Lama Tangerang
perlu dilestarikan, di antaranya adalah Memiliki
nilai
sejarah,
Memiliki
keunikan
dan
keindahan; Memiliki nilai ilmiah; Memiliki nilai
sosial.
Nilai dan potensi yang dimiliki oleh
kawasan ini dapat dikembangkan dan
dilestarikan, sehingga perlu disusun Rencana
Pengembangan
Kawasan
Pasar
Lama
Tangerang yang akan digunakan sebagai
acuan dalam implementasi di kawasan
tersebut. Tujuan dari penulisan ini adalah
memberikan acuan atau referensi yang lebih
terarah bagi pemangku kepentingan dalam
lingkup Kawasan Pasar Lama Tangerang.
1.2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Pariwisata Budaya
Menurut Geriya (1995) pariwisata
budaya adalah salah satu jenis pariwisata
yang mengandalkan potensi kebudayaan
sebagai daya tarik yang paling dominan serta
sekaligus
memberikan
identitas
bagi
pengembangan pariwisata tersebut. Dalam
kegiatan pariwisata terdapat sepuluh elemen
budaya yang menjadi daya tarik wisata yaitu
(Shaw dan William, 1997): Kerajinan, Tradisi,
Sejarah dari suatu tempat atau daerah,
Arsitektur, Makanan lokal atau tradisional,
Seni dan musik, Cara hidup suatu masyarakat,
Agama, Bahasa, Pakaian lokal atau tradisional
Pariwisata
budaya
merupakan
aktivitas yang memungkinkan wisatawan untuk
mengetahui dan memeroleh pengalaman
tentang perbedaan cara hidup orang lain,
merefleksikan adat dan istiadatnya, tradisi
religiusnya dan ide-ide intelektual yang
terkandung dalam warisan budaya yang belum
dikenalnya (Borley, 1996). Sirtha (2001) dalam
Arismayanti (2006) mengemukakan motivasi
pariwisata budaya antara lain:
1. Mendorong pendayagunaan produksi
daerah dan nasional;
2. Mempertahankan nilai-nilai budaya,
norma, adat istiadat dan agama;
3. Memiliki wawasan lingkungan hidup,
baik
lingkungan
alam
maupun
lingkungan sosial.
2

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

b. Pusaka Budaya
Pusaka
(heritage)
merupakan
padanan kata yang lain dari warisan. Bila
pusaka tersebut telah memiliki penetapan
hukum, maka digunakan kata cagar, seperti
misalnya cagar alam atau cagar budaya
(Adishakti, 2003). Pusaka yang
bersifat
material disebut sebagai Benda Cagar
Budaya. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan
Benda Cagar Budaya sebagai:
1. Benda buatan manusia, bergerak atau
tidak bergerak yang berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya
atau sisa-sisanya,
yang berumur
sekurang- kurangnya 50 tahun, atau
mewakili masa gaya yang khas dan
mewakili
masa
gaya
sekurangkurangnya 50 tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
2. Benda alam yang dianggap mempunyai
nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.
Jadi yang dimaksud dengan pusaka bisa
berupa hasil kebudayaan manusia maupun
alam beserta isinya. Berdasarkan Piagam
Pelestarian Pusaka Indonesia pada tahun
2003 yang telah menyepakati bahwa Pusaka
Indonesia adalah pusaka alam, pusaka
budaya dan pusaka saujana (JPPI, dan
ICOMOS, 2003):
1. Pusaka alam adalah bentukan alam
yang istimewa.
2. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa,
karsa dan karya yang istimewa dari lebih
1.128 suku bangsa di Indonesia (Badan
Pusat Statistik, 2011), secara sendirisendiri, sebagai kesatuan bangsa
Indonesia dan dalam interaksinya
dengan budaya lain sepanjang sejarah
keberadaannya. Pusaka Budaya bisa
merupakan pusaka berwujud (tangible
heritage) dan pusaka tidak berwujud
(intangible heritage).
3. Pusaka saujana adalah gabungan
pusaka alam dan pusaka budaya dalam
kesatuan ruang dan waktu. Pusaka
saujana sejak dekade terakhir ini dikenal
dengan pemahaman baru yaitu cultural
landscape (saujana budaya), yakni yang
menitikberatkan pada keterkaitan antara
budaya
dan
alam
sehingga
menjadikannya
sebagai
fenomena
kompleks
dengan
identitas
yang
berwujud dan tidak berwujud.
Pusaka (heritage) yang diterima dari generasi
sebelumnya sangatlah penting sebagai
ISSN : 2087 - 0086

landasan dan modal awal bagi pembangunan


masyarakat Indonesia di masa depan.
c. Konservasi
Konservasi adalah konsep proses
pengelolaan suatu tempat atau ruang atau
obyek agar makna kultural yang terkandung
didalamnya terpelihara dengan baik (Piagam
Burra, 1981). Pengertian ini sebenarnya perlu
diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan
morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya.
Kegiatan konservasi meliputi seluruh kegiatan
pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan
situasi lokal maupun upaya pengembangan
untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila dikaitkan
dengan kawasan maka konservasi kawasan
atau sub bagian kota mencakup suatu upaya
pencegahan adanya aktivitas perubahan
sosial atau pemanfaatan yang tidak sesuai
dan bukan secara fisik saja. Pelestarian
merupakan upaya untuk menciptakan pusaka
budaya masa mendatang (future heritage).
Bentuk-bentuk dari kegiatan konservasi antara
lain:
1. Restorasi (dalam konteks yang lebih
luas) adalah kegiatan mengembalikan
bentukan fisik suatu tempat kepada
kondisi
sebelumnya
dengan
menghilangkan tambahan- tambahan
atau
merakit
kembali
komponen
eksisting menggunakan material baru.
2. Restorasi (dalam konteks terbatas)
adalah kegiatan pemugaran untuk
mengembalikan
bangunan
dan
lingkungan cagar budaya semirip
mungkin ke bentuk asalnya berdasarkan
data
pendukung
tentang
bentuk
arsitektur dan struktur pada keadaan
asal tersebut dan agar persyaratan
teknis bangunan terpenuhi.
3. Preservasi (dalam konteks yang luas)
adalah kegiatan pemeliharaan bentukan
fisik suatu tempat dalam kondisi
eksisting dan memperlambat bentukan
fisik tersebut dari proses kerusakan.
4. Preservasi
(dalam
konteks
yang
terbatas) adalah bagian dari perawatan
dan pemeliharaan yang intinya adalah
mempertahankan keadaan sekarang
dari bangunan dan lingkungan cagar
budaya agar kelayakan fungsinya
terjaga dengan baik.
5. Konservasi (dalam konteks yang luas)
adalah semua proses pengelolaan suatu
tempat
hingga
terjaga
signifikasi
budayanya.
Hal
ini
termasuk
pemeliharaan dan mungkin (karena
kondisinya)
termasuk
tindakan
preservasi,
restorasi, rekonstruksi,
konsolidasi serta revitalisasi. Kegiatan
3

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

6.

7.

8.

9.

10.

ini merupakan kombinasi dari beberapa


tindakan tersebut.
Konservasi (dalam konteks terbatas)
dari bangunan dan lingkungan adalah
upaya
perbaikan
dalam
rangka
pemugaran yang menitikberatkan pada
pembersihan dan pengawasan bahan
yang digunakan sebagai konstruksi
bangunan, agar persyaratan teknis
bangunan terpenuhi.
Rekonstruksi
adalah
kegiatan
pemugaran untuk membangun kembali
dan memperbaiki seakurat mungkin
bangunan dan lingkungan yang hancur
akibat bencana alam, bencana lainnya,
rusak
akibat
terbengkalai
atau
keharusan pindah lokasi karena salah
satu sebab yang darurat, dengan
menggunakan bahan yang tersisa atau
terselamatkan dengan penambahan
bahan bangunan baru dan menjadikan
bangunan tersebut layak fungsi dan
memenuhi persyaratan teknis.
Konsolidasi adalah kegiatan pemugaran
yang menitikberatkan pada pekerjaan
memperkuat, memperkokoh struktur
yang rusak atau melemah secara umum
agar persyaratan teknis bangunan
terpenuhi dan bangunan tetap layak
fungsi. Konsolidasi bangunan dapat juga
disebut dengan istilah stabilisasi kalau
bagian struktur yang rusak atau
melemah
bersifat
membahayakan
terhadap kekuatan struktur.
Revitalisasi adalah kegiatan pemugaran
yang bersasaran untuk mendapatkan
nilai tambah yang optimal secara
ekonomi, sosial, dan budaya dalam
pemanfaatan bangunan dan lingkungan
cagar budaya dan dapat sebagai bagian
dari revitalisasi kawasan kota lama
untuk mencegah hilangnya aset-aset
kota yang bernilai sejarah karena
kawasan tersebut mengalami penurunan
produktivitas.
Pemugaran
adalah
kegiatan
memperbaiki atau memulihkan kembali
bangunan gedung dan lingkungan cagar
budaya ke bentuk aslinya dan dapat
mencakup pekerjaan perbaikan struktur
yang bisa dipertanggungjawabkan dari
segi arkeologis, historis dan teknis.
Kegiatan pemulihan arsitektur bangunan
gedung dan lingkungan cagar budaya
yang disamping perbaikan kondisi
fisiknya juga demi pemanfaatannya
secara fungsional yang memenuhi
persyaratan keandalan bangunan.

ISSN : 2087 - 0086

d. Lansekap Sejarah
Lansekap merupakan bentang alam
dengan karakteristik tertentu yang dapat
digolongkan sebagai keindahan (beauty) bila
memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan
antar seluruh komponen pembentuknya dan
dikatakan ugliness bila tidak terdapat unsur
kesatuan
(unity)
diantara
komponenkomponen pembentuknya (Simonds, 1983).
Sedangkan menurut Eckbo (1964), lansekap
adalah ruang di sekeliling manusia yang
mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat
dan dirasakan serta merupakan pengalaman
terus menerus di sepanjang waktu dan seluruh
ruang kehidupan manusia.
Dalam konteks lansekap sejarah,
menurut Goodchild (1990) merupakan area
tertentu
yang
memiliki
karakteristikkarakteristik tertentu atau berupa komposisi
beberapa feature yang menjadikan area
tersebut dapat dikenali sebagai salah satu tipe
lansekap sejarah yang telah diakui. Tipe-tipe
tersebut mencakup:
1. Lansekap pedesaan, yang mencirikan
karakter desa pada periode waktu
tertentu pada masa lalu;
2. Lansekap perkotaan, yang mencirikan
karakter kota pada periode waktu
tertentu di masa lalu;
3. Lansekap industri, yang memiliki buktibukti fisik sebagai lokasi penting dalam
perkembangan industri;
4. Lansekap
yang
terkait
dengan
bangunan atau monumen sejarah
dari
individu
atau
sekelompok
masyarakat;
5. Taman dan tempat rekreasi bersejarah;
6. Lansekap
yang
berhubungan
dengan sesorang atau masyarakat
atau peristiwa penting dalam sejarah;
7. Lokasi yang sejak dahulu telah
dikenal karena pemandangannya yang
indah.
Sedangkan menurut Harvey dan Buggey
(1988), lansekap sejarah merupakan lansekap
yang berasal dari masa lampau dan
didalamnya terdapat bukti fisik tentang
keberadaan manusia. Lansekap tersebut
menitikberatkan kepada lansekap budaya,
yaitu berkaitan dengan kontribusi manusia
terhadap karakter lahan yang ada. Kontribusi
ini berupa kemampuan manusia untuk
berinteraksi
dan
mengeksploitasi
lingkungannya, yang membuat tempat hidup
manusia di dunia menjadi istimewa dan
menjadi lansekap yang bernilai sejarah
(Goodchild, 1990).

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

e. Lansekap Sejarah di Perkotaan


Kota merupakan lansekap buatan
manusia yang terjadi sebagai akibat dari
aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan
untuk keperluan hidupnya (Simonds, 1983).
Kota juga dapat diartikan sebagai suatu
konsentrasi penduduk dalam suatu wilayah
geografi tertentu yang menghidupi dirinya
sendiri secara relatif permanen dari kegiatan
ekonomi yang ada di wilayah tersebut. Kota
dapat merupakan sebuah pusat
industri,
perdagangan,
pendidikan,
pemerintahan
atau mencakup semua kegiatan tersebut
(Gallion dan Eisner, 1996). Sementara
Rapoport (1985), menggunakan beberapa
kriteria untuk mendefinisikan suatu kota, yaitu
berukuran dan berpenduduk besar, bersifat
permanen, memiliki kepadatan minimum,
memiliki struktur dan pola dasar, tempat orang
melakukan aktivitasnya, mempunyai sarana
dan prasarana kota, masyarakat heterogen,
sebagai pusat kegiatan ekonomi, layanan dan
difusi sesuai dengan jaman dan daerahnya.
Kawasan
bersejarah
merupakan
elemen positif yang menunjukkan kualitas dari
suatu kota. Perencanaan kota yang kurang
tepat, seperti mengganti karakter suatu
kawasan
bersejarah
menjadi
kawasan
komersial
atau
pemukiman
dapat
mengakibatkan penurunan kualitas suatu
lansekap bersejarah. Oleh karena itu,
diperlukan suatu usaha untuk melestarikan
kembali
dalam
menunjang
program
pembangunan kota (Attoe, 1988). Attoe (1988)
juga menyatakan bahwa perlindungan benda
bersejarah merupakan bagian penting dari
perencanaan kota. Perlindungan ini dapat
meliputi penggunaan kembali yang bersifat
adaptif, rehabilitasi, dan pembangunan
kembali kawasan kuno yang terletak di pusat
kota.
Simonds (1983) juga mengemukakan bahwa
kawasan kota kuno (kota lama) mempunyai
daya tarik dari nilai monumental, baik plasa,
bangunan, halaman gedung, istana, lapangan
dan air mancur. Kota digambarkan sebagai
seni tiga dimensi yang terbentuk dari
keberadaan bangunan dan ruang terbuka.
f. Elemen Perancangan Kota
Rancang
kota
menyangkut
manajemen suatu pembangunan fisik dari
kota.
Pembatasan
dari
pengertiannya
ditekankan pada suatu bentuk fisik berupa
tempat (place) yang merupakan suatu ruang
olah manusia yang dianggap mempunyai
makna. Rancang kota menitikberatkan pada
hubungan elemen fisik kota sebagai suatu
bentuk jaringan yang tidak dapat berdiri
sendiri. Sifat rancang kota mengarahkan,
ISSN : 2087 - 0086

membatasi masyarakat sebagai pemakai


ruang kota dengan memberikan ruang hidup
yang lebih baik. Elemen-elemen rancang kota
menurut Shirvani (1985) dibagi menjadi:
1. Tata guna lahan (land use)
Prinsip tata guna lahan adalah
pengaturan penggunaan lahan untuk
menentukan pilihan yang terbaik dalam
mengalokasikan
fungsi
tertentu,
sehingga kawasan tersebut berfungsi
dengan seharusnya.
2. Tata massa dan bentuk bangunan
(building form and massing)
Bentuk dan massa bangunan ditentukan
oleh tinggi dan besarnya bangunan,
koefisien dasar bangunan (KDB),
koefisien
luas
bangunan
(KLB),
sempadan, skala, material, warna dan
sebagainya.
3. Sirkulasi dan parkir (circulation and
parking)
Sirkulasi kota meliputi prasarana jalan
yang tresedia, bentuk struktur kota,
fasilitas layanan umum, dan jumlah
kendaraan bermotor yang semakin
meningkat.
Semakin
meningkatnya
transportasi maka area parkir sangat
dibutuhkan di pusatpusat kegiatan kota.
4. Ruang terbuka (open space)
Ruang terbuka selalu berhubungan
dengan lansekap. Lansekap terdiri dari
elemen keras dan elemen lunak. Ruang
terbuka biasanya berupa lapangan,
jalan,
sempadan, sungai,
taman,
makam, dan sebagainya.
1. Jalur pejalan kaki (pedestrian ways)
Sistem pejalan kaki yang baik adalah
mengurangi
ketergantungan
dari
kendaraan bermotor dalam areal kota,
meningkatkan
kualitas
lingkungan
dengan memprioritaskan skala manusia
dan lebih mengekspresikan aktivitas
pedagang kaki lima serta mampu
menyajikan kualitas udara. Elemen
pejalan kaki harus dibantu dengan
adanya interaksi pada elemen-elemen
dasar desain tata kota, harus berkaitan
dengan lingkungan kota dan pola-pola
aktivitas serta sesuai dengan rencana
perubahan atau pembangunan fisik kota
di masa mendatang.
2. Pendukung kegiatan (activity support)
Pendukung kegiatan adalah semua
fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan
yang mendukung ruang publik suatu
kawasan kota. Bentuk pendukung
kegiatan antara lain taman kota, taman
rekreasi, pusat perbelanjaan, taman
budaya,
perpustakaan,
pusat
5

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

perkantoran, kawasan pedagang kaki


lima dan pejalan kaki, dan sebagainya.
3. Tata informasi (signage)
Tata informasi menjadi elemen visual
yang penting dalam ruang kota.
Keberadaanya memengaruhi pengguna
jalan baik pejalan kaki maupun
pengendara
kendaraan
dengan
memberikan bentuk untuk dikenali
menjadi tujuan utama dari tata informasi
tersebut. Bentuk-bentuk tata informasi
dapat berupa papan reklame komersial,
penunjuk jalan, tanda-tanda lalu lintas
atau informasi umum bagi pengguna
jalan setempat. Tanda yang didesain
dengan baik menyumbangkan karakter
fasad bangunan dan menghidupkan
street space serta memberikan informasi
bisnis.
4. Pelestarian (preservation)
Perlindungan tidak selalu berhubungan
dengan struktur dan tempat-tempat yang
memiliki arti sejarah. Perlindungan juga
dilakukan terhadap lingkungan tempat
tinggal (pemukiman) dan urban places
(alun-alun, plasa, area perbelanjaan)
yang ada dan mempunyai ciri khas.
Manfaat dari adanya perlindungan
antara lain adalah peningkatan nilai
lahan,
peningkatan nilai lingkungan,
menghindarkan dari pengalihan bentuk
dan fungsi karena aspek komersial,
menjaga identitas kawasan perkotaan
dan peningkatan pendapatam dari pajak
dan retribusi

3.1. METODE PENELITIAN


Pendekatan
penelitian
yang
digunakan adalah (1) penelitian deskriptif yaitu
dengan membuat pencandraan (deskripsi)
secara sistematis, faktual, aktual, mengenai
fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah
tertentu dan (2) pendekatan historis (sejarah)
dengan membuat rekonstruksi masa lampau
secara sistematis dan obyektif dengan cara
mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi,
serta mensintesiskan bukti- bukti untuk
menegakkan
fakta
dan
memperoleh
kesimpulan yang kuat (Darjosanjoto, 2006).
penelitian kualitatif yaitu suatu penelitian
ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu
fenomena dalam konteks sosial secara
alamiah dengan mengedepankan proses
interaksi komunikasi yang mendalam antara
peneliti dengan fenomena yang diteliti
(Moleong, 2010). Jenis data yang digunakan
pada penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Menurut Sekaran dan Bougie
(2013) data primer adalah data yang
ISSN : 2087 - 0086

dikumpulkan melalui kuesioner ataupun


wawancara untuk mencari solusi dari masalah
penelitian yang ditemukan. Data primer
diperoleh melalui observasi dan wawancara.
Data sekunder adalah informasi yang
didapatkan dari sumber yang telah ada seperti
data perusahaan, data yang diperoleh dari
pemerintah, dan industri yang disediakan oleh
media, websites, internet, buku-buku dan
lainnya (Sekaran dan Bougie, 2013). Data
sekunder diperoleh melalui studi literatur
(buku, jurnal, karya ilmiah dan dokumen
terkait) serta data yang berasal dari instansi.
3.2. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Analisis SWOT
Kawasan Pasar Lama Tangerang
merupakan kawasan Pecinan. Karakteristik
kawasan Pecinan secara umum yaitu:
1. Memiliki peran dan kedudukan yang
cukup penting dalam sebuah kota;
2. Memiliki pola permukiman dan karakter
bangunan yang khas;
3. Pemerintah
setempat
melakukan
tindakan penataan dan peremajaan
kawasan sebagai obyek wisata (urban
heritage tourism);
5. Berkonsep jalur pejalan kaki terbuka
(open mall, city walk);
6. Terdapat landmark berupa patung,
kelenteng, pintu gerbang, kuil dan
bangunan arsitektural lainnya;
7. Adanya akulturasi budaya seperti Arab,
India dan kaum pribumi;
8. Ukuran luasan kawasan (district) tidak
menjadi tolak ukur pembentukan dan
perkembangan kawasan Pecinan;
9. Eksistensinya sangat dipengaruhi dari
ekspansi
eksternal
dan
proses
pergolakan internal kota setempat,
contohnya
kolonialisme,
intervensi
negara lain, kebijakan pemerintahan
atau kerajaan, dan lain sebagainya.
Analisis SWOT dilakukan untuk mengetahui
kekuatan (strength), kelemahan (weakness),
peluang (opportunity) dan ancaman (threat)
yang memengaruhi keberlanjutan Kawasan
Pasar Lama Tangerang sebagai kawasan
wisata budaya:
1. Kekuatan (strength)
a. Lokasi Kawasan Pasar Lama berada di
pusat kota Tangerang yang terus
tumbuh dan berkembang dengan pesat;
b. Memiliki nilai sejarah;
c. Keanekaragaman budaya yang terdapat
di Kawasan Pasar Lama Tangerang;
d. Kemauan para tokoh masyarakat untuk
melestarikan kebudayaan lokal.
2. Kelemahan (weakness)
6

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

a. Adanya area yang padat, semrawut dan


tidak sesuai dengan karakter Pecinan;
b. Kurangnya minat generasi muda untuk
melestarikan budaya;
c. Tidak
adanya
rencana
penataan
kawasan yang baik;
d. Terbatasnya dana untuk melestarikan
bangunan berlanggam Cina;
3. Peluang (opportunity)
a. Ditetapkannya Kawasan Pasar Lama
Tangerang sebagai kawasan cagar
budaya;
b. Dukungan masyarakat dan organisasi
dalam pelestarian kawasan.
4. Ancaman (threat)
a. Belum terintegrasinya Kawasan Pasar
Lama Tangerang sebagai kawasan
wisata budaya dengan Rencana Tata
Ruang
Wilayah
(RTRW)
Kota
Tangerang;
b. Pesatnya infiltrasi budaya luar dan
masyarakat pendatang yang dapat
mengikis
karakter
budaya
lokal,
khususnya budaya Cina.
Selanjutnya disusun strategi yang dapat
digunakan
sebagai
dasar
dalam
pengembangan
Kawasan
Pasar
Lama
Tangerang, empat pertimbangan strategi yang
disarankan,
yaitu
strategiSO
(strengthopportunity), strategi WO (weakness-threat),
strategi ST (strength- threat) dan strategi WT
(weakness-threat):
1. Strategi S-O
a. Meningkatkan dan memperkuat karakter
kawasan yang berbudaya lokal dan
bersejarah;
b. Penetapan Kawasan Pasar Lama
Tangerang sebagai kawasan wisata
budaya diikuti dengan menetapkan
sistem zonasi;
c. Meningkatkan koordinasi dan kerja
sama antar masyarakat, organisasi dan
pemerintah sehingga dapat mendukung
kegiatan
pelestarian
dan
pengembangan kawasan.
2. Strategi W-O
a. Mengadakan tradisi budaya lokal
sebagai
agenda
rutin
untuk
meningkatkan minat dan apresiasi
generasi muda;
b. Perbaikan dan penataan ulang kota
yang rusak agar menjadi lebih baik dan
dapat
mendukung
pengembangan
kawasan wisata budaya;
c. Adanya peraturan dari pemerintah yang
tegas
untuk
menindaklanjuti
berkembangnya kawasan yang semakin
padat dan pembangunan bangunan
ISSN : 2087 - 0086

d.

3.
a.

b.
c.

4.
a.
b.
c.

b.

yang berbeda karakter dengan karakter


kawasan;
Adanya insentif dari pemerintah untuk
melestarikan bangunan berarsitektur
Tionghoa.
Strategi S-T
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Tangerang perlu dibuat
rencana yang mengintegrasikan upaya
pengembangan Kawasan Pasar Lama
Tangerang sebagai kawasan cagar
budaya;
Mengenalkan budaya
Cina pada
masyarakat luas melalui festival budaya;
Pemerintah dan organisasi yang peduli
terhadap
budaya
mengadakan
sosialisasi
kepada
masyarakat
mengenai sejarah kawasan serta
pentingnya pelestarian Kawasan Pasar
Lama Tangerang.
Strategi W-T
Penetapan zona pelestarian (zona inti
dan penyangga);
Mengintegrasikan upaya konservasi
dengan pengembangan zona;
Mencegah semakin terkikisnya budaya
dengan
memberikan
pembelajaran
secara berkelanjutan kepada generasi
muda;
Melibatkan peran setiap masyarakat
dalam setiap kegiatan perlindungan,
pemeliharaan
dan
pengembangan
Kawasan Pasar Lama Tangerang.

b. Analisis Elemen Perancangan Kota


Sebagai sebuah kota peninggalan
yang penuh sejarah dan menjadi awal
berkembangnya kota Tangerang, Kawasan
Pasar
Lama
Tangerang
ini
mampu
mendukung pariwisata kota Tangerang. Dalam
menganalisis kondisi eksisting Kawasan Pasar
Lama Tangerang lingkup wilayahnya adalah
kawasan Pecinan Pasar Lama Tangerang
dengan menggunakan elemen perancangan
kota menurut Shirvani (1985). Rancang kota
menitikberatkan pada hubungan elemen fisik
kota sebagai suatu bentuk jaringan yang tidak
dapat berdiri sendiri. Sifat rancang kota
mengarahkan, membatasi masyarakat sebagai
pemakai ruang kota dengan memberikan
ruang hidup yang lebih baik. Delapan elemen
perancangan kota tersebut yaitu Tata guna
lahan (land use), Tata massa dan bentuk
bangunan (building form and massing),
Sirkulasi dan parkir (circulation and parking),
Ruang terbuka (open space), Jalur pejalan
kaki (pedestrian ways), Pendukung kegiatan
(activity support), Tata informasi (signage),
Pelestarian (preservation).
7

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

Kawasan Pasar Lama Tangerang saat


ini merupakan kawasan campuran yang
mencakup kawasan perdagangan dan jasa,
perkantoran, dan perumahan. Kawasan
perdagangan dan jasa serta kegiatan ekonomi
usaha kecil dan menengah terletak di sekitar
Pasar Anyar dan sepanjang koridor Jalan Ki
Samaun dan Ki Asmawi yang membentuk pola
memita (ribbon pattern). Hasil analisis elemen
rancang kota secara lengkap adalah sebagai
berikut:
1. Tata guna lahan
a. Pemukiman
Bangunan
yang
ditinggal
oleh
penghuninya, sehingga rumah tidak
terawat
dan
rusak.
Kondisi
ini
menimbulkan citra kumuh pada Kawasan
Pasar Lama Tangerang.
b. Komersial
Kawasan pertokoan berupa perdagangan
dan jasa di sepanjang Jalan Kisamaun
menimbulkan kemacetan.
2. Tata massa dan bentuk bangunan
a. Pemukiman
Terdapat bangunan yang masih memiliki
unsur historis Pecinan, tetapi di sisi lain
terdapat bangunan yang bergaya modern,
sehingga nilai historis di kawasan ini
sedikit hilang.
b. Komersial
Bentuk bangunan di kawasan komersial
lebih dominan bergaya modern, sehingga
dari segi fisik kesan kota lama kurang
terlihat.
3. Sirkulasi dan parkir
a. Sirkulasi
Kemacetan menjadi masalah utama di
kawasan ini, dikarenakan PKL yang
beroperasi di ruas Jalan Kisamaun.
Masalah ini membuat sirkulasi di Pasar
Lama Tangerang terganggu.
b. Parkir
On street parking membuat kemacetan di
saat kondisi jalan sedang ramai, ditambah
PKL yang beroperasi di sepanjang jalan.
4. Ruang terbuka
Ruang terbuka di Kawasan Pasar Lama
Tangerang khususnya di permukiman
masih kurang.
5. Jalur pejalan kaki
a. Pemukiman
Belum adanya jalur khusus untuk pejalan
kaki di kawasan permukiman Pasar Lama
Tangerang. Jalan yang ada masih dilewati
kendaraan bermotor, sehingga belum bisa
dikategorikan sebagai jalur pejalan kaki.
b.

Komersial

ISSN : 2087 - 0086

c.

6.
a.

b.

c.

7.
a.

b.

c.

Jalur untuk pejalan kaki sudah ada, namun


jalur ini dipakai PKL untuk berjualan dan
membuang
sampah,
sehingga
mengganggu pergerakan pejalan kaki.
Kondisi fisiknya juga tergolong kurang baik
dan tidak didukung oleh street furniture
yang memadai.
Ruang terbuka
Sudah terdapat jalur pejalan kaki di area
ruang terbuka namun belum didukung oleh
street furniture yang memadai.
Pendukung kegiatan
PKL
Di Kawasan Pasar Lama Tangerang, PKL
menimbulkan kesemrawutan pergerakan
seperti memakai jalur pejalan kaki untuk
berjualan,
sehingga
mengganggu
pergerakan.
Museum
Tidak adanya signage atau papan
penanda menuju kawasan ini, banyak
masyarakat yang mengunjungi Pasar
Lama
Tangerang
dan
tidak
mengetahuinya.
Khusus
Masyarakat memiliki keragaman budaya
seperti upacara, perayaan dan ritual yang
diselenggarakan
untuk
menunjang
Kawasan Pasar Lama sebagai kawasan
wisata budaya.
Tata informasi
Pemukiman
Tidak adanya papan penanda di kawasan
ini, lampu-lampu juga tidak ada yang
berguna sebagai identitas kawasan
Pecinan.
Komersial
Bentuk papan yang tidak teratur dan
mengganggu lalu lintas.
Ruang terbuka
Tidak adanya papan penanda di lokasi ini.

8. Pelestarian
a.
Pemukiman
Minimnya upaya pelestarian bangunan
yang berlanggam Tionghoa.
b. Komersial
Belum
adanya
upaya
pelestarian
bangunan yang bercirikan kawasan
Pecinan.
c. Analisis Kondisi Non Fisik
Perubahan dalam masyarakat Cina
Benteng meliputi aspek sosial, ekonomi dan
budaya. Berdasarkan aspek sosial masyarakat
Cina Benteng sudah berakulturasi dan
beradaptasi
dengan
lingkungan
dan
kebudayaan lokal. Bila dilihat dari aspek
ekonomi, terjadi perubahan dari awalnya
berbasis agraris ke arah urban. Sedangkan
8

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

pada aspek budaya, walaupun mendapatkan


pengaruh baru, sebagian besar masyarakat
Cina Benteng tetap menjalankan tradisi
budayanya.
Tabel 1. Analisis Kondisi
Masyarakat Cina Benteng
Indikator
Aspek
Sosial

Aspek
Ekonomi

Paramater
Hubungan
internal
sosial
komunitas
Hubungan
eksternal
sosial
komunitas
Aktivitas
ekonomi

Wujud
aktivitas
ekonomi

Aspek
Budaya

Bahasa

Sistem
religi

Non

Fisik

Deskripsi
Sistem sosial etnis Cina
memengaruhi kehidupan
sosial kemasyarakatan
MasyarakatCinaBentengsud
ahberakulturasidanberadapt
asidenganlingkungandanke
budayaanlokal.
Mata pencaharian
masyarakat Cina Benteng
mayoritas adalah pedagang,
selain itu petani, peternak
dan nelayan.
Wujud aktivitas ekonomi
terlihat dari keberadaan
KawasanPasarLamaTanger
ang sebagai
kawasanperdagangandanja
sa.
Tidak lagi berbahasa Cina,
logat masyarakat Cina
Benteng adalah Sunda
bercampur Betawi.
Sistem kepercayaan yang
dianut adalah Kristen, Kong
Hu Cu, Budha dan Islam.
Keberadaan masyarakat
Tionghoa di kawasan ini
memunculkan kelenteng
sebagai tempat beribadah.
Untuk upacara keagamaan
masyarakat Cina Benteng
masih mempertahankan
upacara pernikahan gaya
Dinasti Manchu (Qing),
dengan mengenakan
pakaian gaya Dinasti
Manchu seperti Manchu
robe dan Manchu hat pada
saat menikah.

Sumber: Hasil olahan data (2014)


4.1. KESIMPULAN
Kawasan Pecinan di Pasar Lama
merupakan cikal bakal pusat kota Tangerang
atau bahkan bisa disebut zero point kota
karena di kawasan inilah pusat kota
Tangerang terbentuk. Kawasan Pasar Lama
Tangerang perlu dilestarikan karena memiliki
nilai
sejarah,
memiliki
keunikan
dan
keindahan, memiliki nilai ilmiah, dan memiliki
nilai
sosial.
Pelestarian
Pasar
Lama
Tangerang
mendukung
pengembangan
kawasan ini menjadi kawasan wisata budaya
yang nantinya dapat menjadi salah satu daya
tarik wisata bagi wisatawan, baik nusantara
maupun mancanegara yang mana jumlah
wisatawan nusantara maupun wisatawan
mancanegara ke kota Tangerang mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
ISSN : 2087 - 0086

Kawasan Pasar Lama Tangerang


memiliki potensi untuk menjadi daya tarik
wisata, terutama daya tarik wisata budaya. Di
kawasan ini memiliki bangunan bersejarah
hingga ritual budaya yang mencirikan kearifan
lokal. Permasalahan yang terdapat di
Kawasan Pasar Lama Tangerang adalah
kurangnya penataan terhadap bangunan
bersejarah
dan
ruang
publik.
Untuk
pengembangan
Kawasan
Pasar
Lama
Tangerang sebagai kawasan wisata budaya
maka dilakukan analisis SWOT, elemen
perancangan kota dan kondisi non fisik.
4.2. SARAN
1. Menetapkan rencana pelestarian /
perlindungan
kawasan
yang
terintegrasi dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah;
2. Penerapan sistem zonasi dengan
mempertimbangkan
karakter
kawasan dan perlindungan terhadap
elemen-elemen bersejarah;
3. Perbaikan dan penataan ulang kota
yang rusak agar menjadi lebih baik
dan dapat mendukung pengembangan
kawasan;
4. Adanya peraturan dari pemerintah
yang tegas untuk menindaklanjuti
berkembangnya
kawasan
yang
semakin padat dan pembangunan
bangunan yang berbeda karakter
dengan karakter kawasan;
5. Adanya insentif dari pemerintah untuk
bangunan berarsitektur Tionghoa.
Sementara strategi yang terkait dengan peran
serta semua pihak mencakup antara lain:
1. Meningkatkan dan memperkuat
karakter kawasan yang berbudaya
lokal dan bersejarah;
2. Meningkatkan
koordinasi
dan
kerjasama
antar
masyarakat,
organisasi
dan
pemerintah
sehingga
dapat
mendukung
kegiatan
pelestarian
dan
pengembangan kawasan;
3. Mengenalkan budaya Cina pada
masyarakat luas melalui festival
budaya;
4. Pemerintah dan organisasi sejarah
dan
budaya
mengadakan
sosialisasi kepada masyarakat
mengenai sejarah kawasan serta
pentingnya pelestarian kawasan
Pecinan;
5. Mengadakan tradisi dan budaya
Tionghoa sebagai kegiatan rutin
untuk meningkatkan minat dan
apresiasi masyarakat;
9

Jurnal Khasanah Ilmu - Volume 6 No 2 2015 lppm3.bsi.ac.id/jurnal

6. Mencegah semakin terkikisnya


budaya dengan pembelajaran
kepada generasi muda;
7. Melibatkan
peran
setiap
masyarakat dalam setiap kegiatan
perlindungan, pemeliharaan dan
pengembangan kawasan.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Adishakti, Laretna T. 2003. Program
Pelestarian Kawasan Pusaka. Study
Group for Architecture and Urban
Heritage Conservation, Department of
Architecture, Faculty Engineering,
Gadjah Mada University, Yogyakarta.
[2] Attoe,W.O.1988.PerlindunganBendaBe
rsejarah.DidalamA.J.Catanesedan
J.C.Snyder,editor.PengantarPerencan
aanKota.Jakarta:Erlangga.
[3] Borley, L. 1995. Heritage and
Environmental
Management:
The
International Perspective Tourism and
Culture, Global Civilisation in Change,
Inetnational Conference Proceedings,
(pp. 180-188). Yogyakarta.
[4] Burra. 1981. The Charter for the
Conservation of Place of Cultural
Significance.
Homepage Online.
Available
at
http://www.icomos.org/en/chartersand-texts; Internet; accessed 1
November 2014.
[5] Darjosanjoto.
2006.
Penelitian
Arsitektur di Bidang Perumahan dan
Permukiman. Surabaya: ITS Press.
[6] Eckbo,G.1964.UrbanLandscapeD
esign.NewYork:McGraw Hill.
[7] Gallion,A.B.danEisner,S.1996.Pengant
arPerancanganKota:DesaindanPerenc
anaanKota.Jakarta:PenerbitErlangga.
[8] Geriya, Wayan. 1995. Pariwisata dan
Dinamika Kebudayan Lokal, Nasional,
Global. Denpasar: Upada Sastra.
[9] Goodchild,P.H.1990.SomePrinciplesFo
rtheConservationofHistoricLandscapes
.Didalam:
DiscussionofPreparationofThe13th
AnnualMeetingoftheAllianceforHistoric

ISSN : 2087 - 0086

[10]

[11]

[12]

[13]

[14]

[15]

[16]

[17]

[18]

LandscapePreservation.
24
April1990.UnitedKingdom:ICOMOS(U
K)HistoricGardenandLandscapesCom
mittee.
Harvey,R.R.dan
Buggey,
S.
1988.HistoricLandscapeSection630.Di
dalam:C.W.HarrisandN.T.Dines,editor.
TimeSaverStandarsForLandscapeArch
itecture.NewYork:McGraw Hill.
JaringanPelestarianPusakaIndonesiad
anInternationalCouncilonMonumentsa
ndSites. 2003. Piagam Pelestarian
Pusaka Indonesia. Homepage Online.
Available
at
http://www.international.icomos.org/ch
arters/indonesia-charter.pdf; Internet;
accessed 1 November 2014.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Rapoport,A.
1985.TentangAsalUsulKebudayaanPe
mukiman.Didalam:A.J.Catanese,
A.Rapaport,A.
B.
Gallion,
S.EisnerdanP.D.Spreiregen,editor.Pen
gantarSejarahPerencanaanPerkotaan.
Bandung:Intermedia.
Undang-Undang Republik Indonesia
1992, No. 5 Tahun 1992 Tentang
Benda Cagar Budaya (1992).
Sekaran, Uma dan Bougie, Roger.
2013.
Research
Methods
for
Business, 6th ed. United Kingdom:
John Wiley & Sons, Ltd.
Shaw G. dan Williams, A.M. 2004.
Tourism
ann
Tourism
Spaces.
London: Sage Publications Ltd.
Sidharta, Eko Budihardjo. 1989.
Konservasi Lingkungan dan Bangunan
Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University
Press.Simonds,J.O.1983.LandscapeAr
chitecture.NewYork:McGrawHillBookCo.,Inc
Shirvani, Hamid. 1985. The Urban
Design Process.New Yoork: Van
Nostrand Reinhold.

10

You might also like