Professional Documents
Culture Documents
id/jurnal
b. Pusaka Budaya
Pusaka
(heritage)
merupakan
padanan kata yang lain dari warisan. Bila
pusaka tersebut telah memiliki penetapan
hukum, maka digunakan kata cagar, seperti
misalnya cagar alam atau cagar budaya
(Adishakti, 2003). Pusaka yang
bersifat
material disebut sebagai Benda Cagar
Budaya. Undang-Undang No. 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya mendefinisikan
Benda Cagar Budaya sebagai:
1. Benda buatan manusia, bergerak atau
tidak bergerak yang berupa kesatuan
atau kelompok, atau bagian-bagiannya
atau sisa-sisanya,
yang berumur
sekurang- kurangnya 50 tahun, atau
mewakili masa gaya yang khas dan
mewakili
masa
gaya
sekurangkurangnya 50 tahun, serta dianggap
mempunyai nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, dan kebudayaan;
2. Benda alam yang dianggap mempunyai
nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan.
Jadi yang dimaksud dengan pusaka bisa
berupa hasil kebudayaan manusia maupun
alam beserta isinya. Berdasarkan Piagam
Pelestarian Pusaka Indonesia pada tahun
2003 yang telah menyepakati bahwa Pusaka
Indonesia adalah pusaka alam, pusaka
budaya dan pusaka saujana (JPPI, dan
ICOMOS, 2003):
1. Pusaka alam adalah bentukan alam
yang istimewa.
2. Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa,
karsa dan karya yang istimewa dari lebih
1.128 suku bangsa di Indonesia (Badan
Pusat Statistik, 2011), secara sendirisendiri, sebagai kesatuan bangsa
Indonesia dan dalam interaksinya
dengan budaya lain sepanjang sejarah
keberadaannya. Pusaka Budaya bisa
merupakan pusaka berwujud (tangible
heritage) dan pusaka tidak berwujud
(intangible heritage).
3. Pusaka saujana adalah gabungan
pusaka alam dan pusaka budaya dalam
kesatuan ruang dan waktu. Pusaka
saujana sejak dekade terakhir ini dikenal
dengan pemahaman baru yaitu cultural
landscape (saujana budaya), yakni yang
menitikberatkan pada keterkaitan antara
budaya
dan
alam
sehingga
menjadikannya
sebagai
fenomena
kompleks
dengan
identitas
yang
berwujud dan tidak berwujud.
Pusaka (heritage) yang diterima dari generasi
sebelumnya sangatlah penting sebagai
ISSN : 2087 - 0086
6.
7.
8.
9.
10.
d. Lansekap Sejarah
Lansekap merupakan bentang alam
dengan karakteristik tertentu yang dapat
digolongkan sebagai keindahan (beauty) bila
memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan
antar seluruh komponen pembentuknya dan
dikatakan ugliness bila tidak terdapat unsur
kesatuan
(unity)
diantara
komponenkomponen pembentuknya (Simonds, 1983).
Sedangkan menurut Eckbo (1964), lansekap
adalah ruang di sekeliling manusia yang
mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat
dan dirasakan serta merupakan pengalaman
terus menerus di sepanjang waktu dan seluruh
ruang kehidupan manusia.
Dalam konteks lansekap sejarah,
menurut Goodchild (1990) merupakan area
tertentu
yang
memiliki
karakteristikkarakteristik tertentu atau berupa komposisi
beberapa feature yang menjadikan area
tersebut dapat dikenali sebagai salah satu tipe
lansekap sejarah yang telah diakui. Tipe-tipe
tersebut mencakup:
1. Lansekap pedesaan, yang mencirikan
karakter desa pada periode waktu
tertentu pada masa lalu;
2. Lansekap perkotaan, yang mencirikan
karakter kota pada periode waktu
tertentu di masa lalu;
3. Lansekap industri, yang memiliki buktibukti fisik sebagai lokasi penting dalam
perkembangan industri;
4. Lansekap
yang
terkait
dengan
bangunan atau monumen sejarah
dari
individu
atau
sekelompok
masyarakat;
5. Taman dan tempat rekreasi bersejarah;
6. Lansekap
yang
berhubungan
dengan sesorang atau masyarakat
atau peristiwa penting dalam sejarah;
7. Lokasi yang sejak dahulu telah
dikenal karena pemandangannya yang
indah.
Sedangkan menurut Harvey dan Buggey
(1988), lansekap sejarah merupakan lansekap
yang berasal dari masa lampau dan
didalamnya terdapat bukti fisik tentang
keberadaan manusia. Lansekap tersebut
menitikberatkan kepada lansekap budaya,
yaitu berkaitan dengan kontribusi manusia
terhadap karakter lahan yang ada. Kontribusi
ini berupa kemampuan manusia untuk
berinteraksi
dan
mengeksploitasi
lingkungannya, yang membuat tempat hidup
manusia di dunia menjadi istimewa dan
menjadi lansekap yang bernilai sejarah
(Goodchild, 1990).
d.
3.
a.
b.
c.
4.
a.
b.
c.
b.
Komersial
c.
6.
a.
b.
c.
7.
a.
b.
c.
8. Pelestarian
a.
Pemukiman
Minimnya upaya pelestarian bangunan
yang berlanggam Tionghoa.
b. Komersial
Belum
adanya
upaya
pelestarian
bangunan yang bercirikan kawasan
Pecinan.
c. Analisis Kondisi Non Fisik
Perubahan dalam masyarakat Cina
Benteng meliputi aspek sosial, ekonomi dan
budaya. Berdasarkan aspek sosial masyarakat
Cina Benteng sudah berakulturasi dan
beradaptasi
dengan
lingkungan
dan
kebudayaan lokal. Bila dilihat dari aspek
ekonomi, terjadi perubahan dari awalnya
berbasis agraris ke arah urban. Sedangkan
8
Aspek
Ekonomi
Paramater
Hubungan
internal
sosial
komunitas
Hubungan
eksternal
sosial
komunitas
Aktivitas
ekonomi
Wujud
aktivitas
ekonomi
Aspek
Budaya
Bahasa
Sistem
religi
Non
Fisik
Deskripsi
Sistem sosial etnis Cina
memengaruhi kehidupan
sosial kemasyarakatan
MasyarakatCinaBentengsud
ahberakulturasidanberadapt
asidenganlingkungandanke
budayaanlokal.
Mata pencaharian
masyarakat Cina Benteng
mayoritas adalah pedagang,
selain itu petani, peternak
dan nelayan.
Wujud aktivitas ekonomi
terlihat dari keberadaan
KawasanPasarLamaTanger
ang sebagai
kawasanperdagangandanja
sa.
Tidak lagi berbahasa Cina,
logat masyarakat Cina
Benteng adalah Sunda
bercampur Betawi.
Sistem kepercayaan yang
dianut adalah Kristen, Kong
Hu Cu, Budha dan Islam.
Keberadaan masyarakat
Tionghoa di kawasan ini
memunculkan kelenteng
sebagai tempat beribadah.
Untuk upacara keagamaan
masyarakat Cina Benteng
masih mempertahankan
upacara pernikahan gaya
Dinasti Manchu (Qing),
dengan mengenakan
pakaian gaya Dinasti
Manchu seperti Manchu
robe dan Manchu hat pada
saat menikah.
[10]
[11]
[12]
[13]
[14]
[15]
[16]
[17]
[18]
LandscapePreservation.
24
April1990.UnitedKingdom:ICOMOS(U
K)HistoricGardenandLandscapesCom
mittee.
Harvey,R.R.dan
Buggey,
S.
1988.HistoricLandscapeSection630.Di
dalam:C.W.HarrisandN.T.Dines,editor.
TimeSaverStandarsForLandscapeArch
itecture.NewYork:McGraw Hill.
JaringanPelestarianPusakaIndonesiad
anInternationalCouncilonMonumentsa
ndSites. 2003. Piagam Pelestarian
Pusaka Indonesia. Homepage Online.
Available
at
http://www.international.icomos.org/ch
arters/indonesia-charter.pdf; Internet;
accessed 1 November 2014.
Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Rapoport,A.
1985.TentangAsalUsulKebudayaanPe
mukiman.Didalam:A.J.Catanese,
A.Rapaport,A.
B.
Gallion,
S.EisnerdanP.D.Spreiregen,editor.Pen
gantarSejarahPerencanaanPerkotaan.
Bandung:Intermedia.
Undang-Undang Republik Indonesia
1992, No. 5 Tahun 1992 Tentang
Benda Cagar Budaya (1992).
Sekaran, Uma dan Bougie, Roger.
2013.
Research
Methods
for
Business, 6th ed. United Kingdom:
John Wiley & Sons, Ltd.
Shaw G. dan Williams, A.M. 2004.
Tourism
ann
Tourism
Spaces.
London: Sage Publications Ltd.
Sidharta, Eko Budihardjo. 1989.
Konservasi Lingkungan dan Bangunan
Bersejarah di Surakarta. Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University
Press.Simonds,J.O.1983.LandscapeAr
chitecture.NewYork:McGrawHillBookCo.,Inc
Shirvani, Hamid. 1985. The Urban
Design Process.New Yoork: Van
Nostrand Reinhold.
10