You are on page 1of 10

Antony van Leeuwenhoek (1632-1723)

. . . my work, which I've done for a long time, was not pursued in order to gain the praise I
now enjoy, but chiefly from a craving after knowledge, which I notice resides in me more
than in most other men. And therewithal, whenever I found out anything remarkable, I have
thought it my duty to put down my discovery on paper, so that all ingenious people might be
informed thereof.

Antony van Leeuwenhoek. Letter of June 12, 1716

Antony van Leeuwenhoek was an unlikely scientist. A tradesman of Delft,


Holland, he came from a family of tradesmen, had no fortune, received no higher
education or university degrees, and knew no languages other than his native
Dutch. This would have been enough to exclude him from the scientific
community of his time completely. Yet with skill, diligence, an endless curiosity,
and an open mind free of the scientific dogma of his day, Leeuwenhoek succeeded
in making some of the most important discoveries in the history of biology. It was
he who discovered bacteria, free-living and parasitic microscopic protists, sperm
cells, blood cells, microscopic nematodes and rotifers, and much more. His
researches, which were widely circulated, opened up an entire world of
microscopic life to the awareness of scientists.

Leeuwenhoek was born in Delft on October 24, 1632. (His last name, incidentally,
often is quite troublesome to non-Dutch speakers: "layu-wen-hook" is a passable
English approximation.) His father was a basket-maker, while his mother's family
were brewers. Antony was educated as a child in a school in the town of Warmond,
then lived with his uncle at Benthuizen; in 1648 he was apprenticed in a linen-
draper's shop. Around 1654 he returned to Delft, where he spent the rest of his life.
He set himself up in business as a draper (a fabric merchant); he is also known to
have worked as a surveyor, a wine assayer, and as a minor city official. In 1676 he
served as the trustee of the estate of the deceased and bankrupt Jan Vermeer, the
famous painter, who had had been born in the same year as Leeuwenhoek and is
thought to have been a friend of his. And at some time before 1668, Antony van
Leeuwenhoek learned to grind lenses, made simple microscopes, and began
observing with them. He seems to have been inspired to take up microscopy by
having seen a copy of Robert Hooke's illustrated book Micrographia, which
depicted Hooke's own observations with the microscope and was very popular.

Leeuwenhoek is known to have made over 500 "microscopes," of


which fewer than ten have survived to the present day. In basic
design, probably all of Leeuwenhoek's instruments -- certainly all
the ones that are known -- were simply powerful magnifying
glasses, not compound microscopes of the type used today. A
drawing of one of Leeuwenhoek's "microscopes" is shown at the
left. Compared to modern microscopes, it is an extremely simple
device, using only one lens, mounted in a tiny hole in the brass plate
that makes up the body of the instrument. The specimen was
mounted on the sharp point that sticks up in front of the lens, and its
position and focus could be adjusted by turning the two screws. The
entire instrument was only 3-4 inches long, and had to be held up
close to the eye; it required good lighting and great patience to use.

Compound microscopes (that is, microscopes using more than one


lens) had been invented around 1595, nearly forty years before
Leeuwenhoek was born. Several of Leeuwenhoek's predecessors and
contemporaries, notably Robert Hooke in England and Jan Swammerdam in the
Netherlands, had built compound microscopes and were making important
discoveries with them. These were much more similar to the microscopes in use
today. Thus, although Leeuwenhoek is sometimes called "the inventor of the
microscope," he was no such thing.

However, because of various technical difficulties in building them, early


compound microscopes were not practical for magnifying objects more than about
twenty or thirty times natural size. Leeuwenhoek's skill at grinding lenses, together
with his naturally acute eyesight and great care in adjusting the lighting where he
worked, enabled him to build microscopes that magnified over 200 times, with
clearer and brighter images than any of his colleagues could achieve. What further
distinguished him was his curiosity to observe almost anything that could be
placed under his lenses, and his care in describing what he saw. Although he
himself could not draw well, he hired an illustrator to prepare drawings of the
things he saw, to accompany his written descriptions. Most of his descriptions of
microorganisms are instantly recognizable.
In 1673, Leeuwenhoek began writing letters to the newly-formed Royal Society of
London, describing what he had seen with his microscopes -- his first letter
contained some observations on the stings of bees. For the next fifty years he
corresponded with the Royal Society; his letters, written in Dutch, were translated
into English or Latin and printed in the Philosophical Transactions of the Royal
Society, and often reprinted separately. To give some of the flavor of his
discoveries, we present extracts from his observations, together with modern

Louis Pasteur
11Share

Setiap kali membuka lemari es dan mengeluarkan botol atau dos susu, kita seharusnya
mengingat ilmuwan Prancis terkemuka, Louis Pasteur. Pasteur menemukan bahwa susu
terasa asam karena kemasukan organisme hidup yang terlalu kecil untuk dilihat dengan mata.
Untuk mematikan organisme ini tanpa mengubah rasa atau nilai gizi makanan, dia
menemukan satu cara, yakni memanaskan makanan itu secara perlahan-lahan. Proses ini,
dinamai "pasteurisasi" sebagai penghargaan bagi penemunya, hanyalah salah satu dari sekian
banyak sumbangan besar Pasteur bagi umat manusia.

MASA MUDA

Louis Pasteur lahir tanggal 27 Desember 1822, di Dole, Prancis timur, sekitar 400 kilometer
Tenggara Paris. Beberapa tahun kemudian, keluarga Pasteur pindah ke Arbois. Louis masuk
sekolah di Arbois, tapi rapornya jelek, kecuali untuk mata pelajaran seni. Guru-gurunya
mengira dia akan berhenti bersekolah dan akan bekerja di penyamakan kulit milik ayahnya.
Namun, Louis sangat berhasrat menambah pengetahuannya. Seorang gurunya melihat potensi
ketekunan dan ketelitiannya bekerja.

Pada usia 15 tahun, Louis pergi ke Paris untuk menyelesaikan sekolah menengah. Namun,
karena dia selalu merindukan rumah, akhirnya dia pulang ke Arbois. Dia mencoba sekolah
lagi, kali ini di Besancon, hanya 40 kilometer dari rumah. Di sinilah dia berhasil dan
melanjutkan pendidikannya hingga memperoleh gelar BSc dari Royal College, Besancon,
tahun 1842.

Louis memutuskan untuk masuk ke Ecole Normale di Paris, sekolah pendidikan guru untuk
sekolah tinggi dan Universitas Prancis. Dia lulus ujian masuk tahun 1842, tapi dia tahu bahwa
sebenarnya dia bisa mencapai nilai yang lebih tinggi lagi. Karena itu, dia belajar satu tahun
lagi untuk meningkatkan pengetahuannya sebelum masuk Ecole Normale. (Tekad untuk
selalu mencapai yang terbaik merupakan sifat yang utama.) Louis belajar ilmu kimia di Ecole
Normale, dan meraih gelar MSc tabun 1845.
PENELITIAN DENGAN MENGGUNAKAN MIKROSKOP

Pasteur melanjutkan pendidikannya ke tingkat doktoral di lembaga yang sama. Dia sengaja
memilih masalah yang sukar sebagai bahan penelitiannya. Dia ingin menyelidiki kerumitan
struktur kristal tartrat dan paratartrat serta menjelaskan perbedaan keduanya. Masalah ini
membingungkan para ilmuwan besar masa itu.

Pasteur terpukau oleh kerumitan struktur kristalkristal kecil dan "menganggap keduanya
sebagai bukti langsung ungkapan artistik dari Allah Sang Pencipta."[1] Dengan cermat dia
mengamati kristal-kristal itu melalui mikroskop. Keseriusan dan kecermatannya mengamati
hingga sedetail mungkin, membantunya menemukan apa yang terlewatkan oleh orang lain --
sebenarnya ada dua jenis kristal paratartrat yang berbeda, yang satu merupakan bayangan
cermin dari yang lain. Pembawaannya yang lambat dan hati-hati, yang pada masa kanak-
kanaknya dianggap sebagai pertanda ketidakmampuannya, ternyata justru merupakan salah
satu asetnya yang paling besar. Dia tidak hanya mencapai gelar tinggi, tapi bahkan menjadi
terkenal di antara para pakar peneliti.

Pasteur menjadi profesor ilmu kimia di Universitas Strasbourg, dan selama lima tahun
mengajar dan meneliti di sana. Dia menikah dan hidup bahagia dengan keluarganya.

CABANG ILMU PENGETAHUAN BARU: MIKROBIOLOGI

Pada usia 32 tahun, Pasteur menerima tantangan yang mengubah arah penelitian dan
kariernya sebagai guru. Dia diminta pergi ke Lille untuk mendirikan fakultas ilmu terapan
yang akan melatih para ilmuwan menerapkan pengetahuan teori mereka dalam memecahkan
masalah-masalah praktis di bidang industri dan perdagangan. Sementara kaum ilmuwan
sebagian besar berorientasi ke penelitian teoretis, Pasteur mendambakan ilmu yang
dicintainya dapat diterapkan, agar bisa bermanfaat bagi orang banyak. Dengan sangat
gembira dia menyambut kesempatan ini.

Selama dua tahun Pasteur memantapkan fakultas ilmu terapan yang baru itu. Dia
memusatkan penelitiannya pada fermentasi -- proses untuk menghasilkan alkohol dari gula,
yang juga menyebabkan susu menjadi asam. Waktu itu, kebanyakan ahli kimia menduga
bahwa pengasaman itu terjadi karena reaksi bahan-bahan kimia yang terkandung di
dalamnya, tapi mereka tidak dapat menjelaskan mengapa proses itu kadang memberikan hasil
yang tidak diharapkan. Pasteur membuktikan bahwa fermentasi terjadi hanya bila ada
makhluk hidup kecil yang disebut mikroba. Bila ada mikroba yang cocok, akan diperoleh
hasil yang diharapkan. Tapi mikroba yang tidak cocok akan membuat susu menjadi asam atau
anggur menjadi pahit. Temuan Pasteur ini membantu terbentuknya cabang ilmu baru,
"mikrobiologi".

Tahun 1857, Pasteur kembali ke Ecole Normale. Kali ini dia bukan mahasiswa, melainkan
Direktur Kajian Ilmiah. Di sini dia melanjutkan penelitiannya mengenai mikroba.

Orang Yunani kuno percaya bahwa makhluk-makhluk hidup kecil seperti tikus, cacing, dan
belatung berasal dari benda mati (seperti tepung yang membusuk, baju yang terkena keringat,
atau daging yang membusuk). Keyakinan ini, bahwa benda hidup timbul dari benda yang
tidak hidup, disebut pemunculan spontan. Gagasan bahwa belatung muncul sebagai makhluk
hidup secara spontan dari daging yang membusuk, disanggah oleh ahli biologi berkebangsaan
Itali, Francesco Redi tahun 1668. Daging yang ditutupi dengan kain kasa untuk mencegah
lalat bertelur di atasnya, ternyata tidak memunculkan belatung. (Belatung adalah larva yang
menetas dari telur lalat.)

Sekalipun gagasan tentang kemunculan belatung, tikus dan cacing secara spontan telah lama
tidak diakui, tapi para ilmuwan tetap berpegang pada pemunculan spontan untuk hewan-
hewan mikroskopis. Untuk menolak gagasan ini, Pasteur mendidihkan kaldu sampai semua
mikrobanya mati. Dengan alat khusus, dia membiarkan udara bersirkulasi di atas kaldu, tapi
mencegah mikroba di udara masuk ke dalamnya. Sebagaimana diharapkan oleh Pasteur,
mikroba tidak terdapat di dalam kaldu. Temuan Pasteur menunjukkan bahwa mikroba tidak
muncul spontan dari kaldu. Mikroba ditemukan dalam kaldu karena masuk bersama udara.
Pasteur menunjukkan dengan jelas bahwa, bahkan bagi mikroba pun, kehidupan berasal dari
kehidupan -- "Makhluk mikroskopis mesti berasal dari induk yang sama."[2]

Karya Pasteur seharusnya merupakan pukulan maut bagi gagasan pemunculan spontan.
Namun, pemunculan spontan adalah bagian penting dari teori evolusi. Meskipun para
ilmuwan evolusionis berusaha keras meyakinkan orang lain, tidak pernah ada orang yang
melihat kasus pemunculan spontan. Temuan Pasteur bertentangan dengan gagasan
pemunculan spontan (demikian pula hasil-hasil penelitian ilmiah dalam mikrobiologi
selanjutnva). Sebagai konsekuensi temuannya, Pasteur menjadi penentang kuat teori Darwin.

PASTEURISASI

Sekarang Pasteur mempunyai pengertian teoretis yang baik tentang mikroba. Dia mencoba
menerapkan temuannya pada masalah praktis untuk mencegah kerusakan anggur. Banyak
keluarga yang mata pencahariannya tergantung pada industri anggur. Ekonomi Prancis juga
sangat bergantung pada ekspor anggur. Oleh sebab itu, kerusakan anggur merupakan masalah
penting.

Percobaan Pasteur berhasil dengan mengadakan sedikit perubahan pada proses yang dipakai
untuk kaldu. Aroma anggur akan berubah jika dididihkan. Jadi, untuk membunuh sebagian
besar mikroba tanpa mengubah aromanya anggur, dia panaskan secukupnya. Pendinginan
membuat sisa mikroba tidak bisa berkembang biak. (Seperti dengan kaldu, perlu dijaga agar
tidak ada mikroba baru yang masuk dariudara.)

Pasteur sangat gembira karena ternyata proses ini, selain mencegah susu menjadi asam, juga
bisa mengawetkan banyak jenis makanan lain.

Seandainya Pasteur meminta hak paten untuk temuannya, dia pasti sudah kaya. Namun, dia
membiarkan temuannya dimanfaatkan siapa saja. Proses ini dinamai "pasteurisasi" dan inilah
satu-satunya penghargaan yang dia terima.

MEMBANTU INDUSTRI SUTRA

Pasteur kemudian diundang untuk membantu kelompok petani Prancis lain ketika industri
sutra menghadapi krisis karena telur-telur ulat sutra terjangkit penyakit. Dia menunjukkan
kepada para petani cara penggunaan mikroskop untuk mendeteksi telur-telur yang sakit.
Telur-telur ini kemudian dimusnahkan sehingga tidak ada lagi penyakit di dalam pesemaian
ulat sutra. Para petani sangat berterima kasih kepada Pasteur karena mata pencaharian mereka
terselamatkan.
Sambil menyelesaikan masalah praktis ini, Pasteur terus berpikir untuk meletakkan dasar bagi
teorinya yang berikut, yaitu gagasan bahwa banyak penyakit hewan dan manusia disebabkan
kuman (mikroba yang berbahaya) yang masuk dan berkembang biak di dalam tubuh.

TEORI KUMAN

Teori kuman Pasteur disambut hangat oleh ahli bedah Inggris ternama, Joseph Lister. Lister
mulai memakai metode bedah antiseptik tahun 1865. Dia menggunakan asam karbol untuk
mencuci tangan, peralatan, dan pembalut yang dipakai dalam pembedahan. Dia juga
menyemprot udara dalam ruangan dengan asam karbol untuk membunuh kuman-kuman di
udara. Asam ini cukup kuat untuk membunuh kuman, tapi tidak merusak badan. Sebelum
prosedur ini dipakai, kuman berkembang biak di dalam luka, dan menyebabkan banyak
pasien bedah meninggal.

Dalam surat kepada Pasteur pada Februari 1874, Lister menyampaikan, "terima kasih karena
hasil penelitian Anda yang cemerlang telah membuktikan kebenaran teori kuman. Anda telah
melengkapi saya dengan asas yang bisa menjadi dasar penerapan sistem antiseptik. Ilmu
bedah sangat berhutang kepada Anda."[3]

IMUNISASI

Selain mengilhami karya Lister, Pasteur juga memperluas karya seorang ilmuwan lain. Ahli
fisika Inggris, Edward Jenner, menemukan bahwa orang yang terkena penyakit "cacar sapi"
yang tidak berbahaya, ternyata kebal terhadap "cacar" yang mematikan. Kemudian dia
mencoba memasukkan cacar yang ringan ke dalam tubuh manusia untuk melindunginya dari
cacar yang mematikan itu. Proses ini disebutnya vaksinasi. Percobaan ini dilakukan Jenner
dengan memanfaatkan vaksin yang terjadi secara alami. Dengan pengetahuannya tentang
mikroba, Pasteur berupaya mengembangkan karya Jenner untuk menghasilkan vaksin buatan
dengan cara melemahkan kuman penyakit yang mematikan itu.

Masalah ini sangat rumit, dan menuntut kesabaran, ketekunan serta kecermatan yang luar
biasa. Ternyata Pasteur berhasil membuat vaksin untuk kolera ayam dan penyakit anthrax
pada domba serta ternak. Namun, temuan ini harus lebih dulu didemonstrasikan di depan
umum secara besar-besaran, sebelum kalangan dokter hewan yang skeptis mau menerimanya.

DIBERI KEHORMATAN TERTINGGI

Meskipun pemerintah Prancis memberikan kepada Pasteur penghormatan tertinggi -- Legion


of Honour -- sebagian besar kalangan kedokteran tetap menentang gagasannya. Beberapa
dokter tua tak dapat menerima kemajuan pemikiran Pasteur mengenai kuman dan vaksinasi.
Yang lain merasa dilecehkan karena penelitian kedokteran dilakukan oleh orang dari bidang
ilmu kimia, bukan kedokteran. Ilmuwan terkemuka masa kini, yang juga mengakui teori
penciptaan, Dr. Henry Morris, menulis bahwa penentangan itu muncul karena "Pasteur
menentang pemunculan spontan dan Darwinisme."[4] Bagaimanapun, penolakan para ahli itu
sukar dimengerti karena Pasteur telah diakui sebagai "pemberi sumbangan terbesar dalam
upaya menyelamatkan jiwa manusia."[5]

KEMENANGAN ATAS RABIES


Tanpa menghiraukan penentangnya, Pasteur terus melangkah ke bidang berikutnya --
mungkin ini langkah yang terbesar, yaitu penyakit-penyakit manusia. Tahun 1882, dia mulai
mempelajari rabies. Penyakit yang mematikan ini ditularkan melalui gigitan hewan yang
terinfeksi, biasanya anjing atau serigala.

Pasteur memulai eksperimennya dengan menggunakan hewan. Dia mengikuti prosedur yang
sama seperti sebelumnya, tapi dengan waktu yang lebih lama (beberapa minggu), yaitu
jangka waktu antara tergigitnya hewan dan sampainya kuman di otak hewan tersebut.
Meskipun membutuhkan waktu lebih lama, namun dari penelitian itulah diketahui perlunya
penanganan yang berbeda untuk penyakit rabies. Sebelumnya, vaksinasi harus diberikan
sebelum terkena penyakit. Namun, lamanya kuman mencapai otak memungkinkan vaksin
rabies diberikan setelah terjadinya gigitan. Jadi, hanya mereka yang telah digigit oleh hewan
gila saja yang perlu mendapat vaksinasi rabies.

Tahun 1885, seorang anak kecil yang digigit anjing gila dibawa kepada Pasteur. Meskipun
belum yakin apakah akan berhasil pada manusia, Pasteur tahu bahwa anak itu akan mati jika
tidak diberi vaksin rabies. Setelah beberapa puluh hari diobati, ternyata anak itu sembuh. Ini
bukti yang jelas bahwa vaksin rabies berhasil.

Tabun 1888, Institut Pasteur didirikan di Paris untuk melanjutkan perang terhadap penyakit.
Waktu itu Pasteur mendekati usia 66 tahun dan kesehatannya mulai memburuk. Sekarang dia
hanya memberi petunjuk saja, sementara anak-anak didiknya mengambil alih tanggung jawab
untuk melanjutkan penelitiannya.

IMAN KRISTIANI

Kehidupan pribadi Pasteur ditandai dengan penyakit dan tragedi. Tiga dari lima anaknya
meninggal karena penyakit anak-anak. Dia juga dibesarkan bersama saudara perempuannya
yang cacat mental karena penyakit anak-anak. Tragedi ini tidak mematahkan semangatnya,
justru memacunya untuk menyelamatkan orang lain dari kepedihan kehilangan anak karena
penyakit. Dia sendiri pernah mengalami pendarahan otak dan beberapa kali stroke yang
mengakibatkan separo badannya lumpuh. Kesehatannya seringkali diperburuk oleh kerja
yang berlebihan.

Pasteur bekerja demi orang lain, tidak untuk mendapatkan pujian atau keuntungan materi.
Namun, dia tidak menghindari publikasi, karena ini merupakan faktor penting untuk
memperoleh pengakuan atas karyanya.

Dia digambarkan sebagai "orang sederhana dan rendah hati, meskipun memperoleh banyak
medali dan penghargaan."[6]

Ketekunan dan kecermatannya memungkinkan dia membuat banyak temuan besar. Dia
berani merintis lahan baru dan tidak toleran terhadap mereka yang menolak karyanya tanpa
lebih dulu menilainya secara layak.

Pasteur tidak melihat pertentangan antara ilmu dan kekristenan. Dia percaya bahwa "ilmu
membawa manusia lebih dekat kepada Allah."[7] Dalam pekerjaannya sebagai ilmuwan, dia
melihat bukti adanya kearifan dan rancangan Sang Pencipta, bukan keacakan atau kekacauan.
Pasteur menyatakan, "Semakin saya mempelajari alam, semakin saya mengagumi karya Sang
Pencipta."[8]

Louis Pasteur meninggal tanggal 28 September 1895, setelah hidup yang panjang dan penuh
dengan buah yang baik. Sumbangannya bagi ilmu sangat penting. Iman kristianinya
memberikan kekuatan kepadanya dalam menghadapi cobaan. Keyakinannya mengenai
Penciptaan sangat kukuh dan dia menentang keras teori Darwin tentang evolusi karena ini
tidak cocok dengan bukti ilmiah yang dia lihat sendir

Alexis Carrel

Alexis Carrel (28 Juni 1873-1944) ialah dokter bedah inovatif yang penelitiannya dengan
transplantasi dan perbaikan organ tubuh menimbulkan perkembangan bidang pembedahan
dan seni biakan jaringan. Pemikir orisinal dan kreatif, Carrel merupakan orang pertama yang
mengembangkan teknik sukses menjahit pembuluh darah bersama. Untuk karyanya dalam
penjahitan pembuluh darah dan transplantasi organ pada hewan, ia menerima Hadiah Nobel
Fisiologi atau Kedokteran 1912. Karya Carrel dengan biakan jaringan juga memberi
sumbangan berarti pada pengertian virus dan preparat vaksin. Anggota Institut Rockefeller
untuk Riset Medis selama 33 tahun, Carrel merupakan ilmuwan pertama yang bekerja di
Amerika Serikat menerima Penghargaan Nobel dalam Fisiologi atau Kedokteran.

[sunting] Sumbangan pada kedokteran dan karya utama

Pada 1894, Presiden Prancis berdarah hingga mati setelah terluka parah oleh seorang
pembunuh di Lyon. Jika dokter sudah tau bagaimana membetulkan pembuluh nadinya yang
rusak, hidupnya mungkin tertolong, namun perbaikan pembedahan pembuluh darah seperti
itu tak pernah dilakukan sukses. Konon peristiwa tragis ini merebut perhatian Carrel dan
mendorongnya mencoba dan menemukan cara menjahit punggung pembuluh darah yang
terputus bersama. Pertama kali Carrel mengajar diri sendiri bagaimana menjahit dengan
jarum kecil dan benang sutra yang amat baik. Ia mempraktekkan di kertas sampai ia puas
dengan keahliannya, kemudian mengembangkan langkah mengurangi risiko infeksi dan
mengatur aliran darah melalui pembuluh yang diperbaiki. Melalui pilihannya yang hati-hati
pada bahan dan praktek yang lama dengan bermacam teknik, Carrel menemukan cara
menjahit pembuluh darah. Pertama ia terbitkan deskripsi kesuksesannya dalam harian medis
Prancis pada 1902.

Walau reputasinya sedang berkembang sebagai dokter bedah, Carrel gagal memperoleh
kedudukan staf pengajar di universitas. Rupanya koleganya tak tertarik pada penelitiannya,
dan Carrel, dalam perubahan, selalu mencela pembentukan medis Prancis. Perpecahan akhir
antara Carrel dan kawan sebayanya datang saat Carrel menulis laporan yang meyakinkan
pada keajaiban yang rupanya dilihatnya di Lourdes, kota kecil yang terkenal sejak 1858 untuk
tempat keramat Katolik Romanya dan sering dikunjungi peziarah keagamaan. Dalam
artikelnya, Carrel mengatakan bahwa mungkin ada obat medis yang tak dapat dijelaskan
sains sendiri, dan bahwa pengamatan lebih lanjut dalam fenomena supernatural seperti
keajaiban diperlukan. Kesimpulan ini tak menolong ilmuwan maupun agamawan saat itu.

Pada Juni 1904, Carrel meninggalkan Prancis ke Montreal, Kanada, kota yang penduduknya
merupakan penutur Prancis; pertemuan dengan misionaris Prancis yang telah bekerja di
Kanada telah memercikkan perhatian Carrel di negara itu selama beberapa tahun lebih awal.
Segera setelah kedatangannya, Carrel menerima jabatan asisten dalam fisiologi dari
Laboratorium Fisiologi Hull di Universitas Chicago, di mana ia tinggal antara 1904 sampai
1906. Perguruan tinggi itu menyediakannya kesempatan melanjutkan percobaan yang telah
dimulainya di Prancis.

Transfusi darah dan transplantasi organ kelihatannya dalam jangkauan Carrel, yang ia telah
menguasai kemampuan menjahit pembuluh darah. Dalam percobaan dengan anjing, ia
menunjukkan pencangkoqan ginjal yang berhasil. Pengamatannya yang berani mulai menarik
perhatian tak hanya dari ilmuwan medis lainnya namun juga dari publik. Karyanya ditinjau
kembali dalam jurnal medis dan surat kabar terkenal seperti New York Herald. Di era Ford,
Edison, dan Wright Bersaudara, dengan mudah publik bisa membayangkan bagaimana karya
dalam laboratorium ilmiah dapat menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan sehari-hari.
Transplantasi organ manusia dan revolusi lain dalam pembedahan tak terlihat jauh.

Pada 1906, kesempatan kerja dalam laboratorium kelas dunia datang pada Carrel. Institut
Rockefeller untuk Riset Medis yang baru (kini Universitas Rockefeller) di New York City
menawarinya posisi. Dicintai seluruhnya pada riset medis, daripada mengajar atau merawat
pasien, Rockefeller Institute merupakan institut pertama dari jenis itu di Amerika Serikat.
Carrel akan tetap di institut itu sampai 1939. Di Institut Rockefeller, Carrel terus
memperbaiki metodenya pada pembedahan pembuluh darah. Ia tau bahwa menguasai teknik-
teknik itu akan memungkinkan perkembangan besar dalam perawatan kekacauan sistem
peredaran darah dan luka. Itu juga membuat transfusi darah langsung yang mungkin saat itu
ilmuwan tak tau bagaimana mencegah darah dari pembekuan. Tanpa pengetahuan ini, darah
tak bisa disimpan atau diangkut. Dalam Journal of the American Medical Association pada
1910, Carrel mendeskripsikan dengan menghubungkan arteri dari lengan ayah ke kaki bayi
untuk mengobati pendarahan usus bayi. Walau percobaan ini berhasil, penemuan
antikoagulan segera membuat transfer langsung yang tak diperlukan seperti itu. Untuk usaha
pionernya, Carrel memenangkan Hadiah Nobel pada 1912.

You might also like