You are on page 1of 5

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

KEBERADAAN RESIDU ANTIBIOTIKA TILOSIN (GOLONGAN MAKROLIDA) DALAM DAGING AYAM ASAL DAERAH SUKABUMI, BOGOR DAN TANGERANG
(Status of Tylosin Antibiotic Ressidue in Chicken Meat Samples from Sukabumi, Bogor and Tangerang)
YUNINGSIH, T.B. MURDIATI dan S. JUARIAH
Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114

ABSTRACT Tylosin (maacrolide antibiotics) is commonly usedd in feed additives besidee in treaatment. Improper used of tylosin can cause residue, resistance and allergic reactions. In order to find out the extend of the residue content, so an improved method has been developed for determination of tylosin in tissue. The tissue were extracted with acetonitrile and isooctane and its filtrate was applied to SPE cartriddge (C-18), then were eluted with methanolic ammonium 0.1 M and detected by High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) wwith UV detection at 287 nm, C-18 Bondapak coloumb, mobile phase: 0.05 M NaHPO4; CH3CN = 65 : 35, pH 2.5. The validation improved method were repeatability precision (5 replicatee standars aat 1 concentration) calibration and linearity (replicate standars at 5 concentratious) and recovery (replicate spike samples with 3 concentration of standard). Its method applied to 36 tissue sample ffrom Sukabumi, Tangerang aand Bogor. The result of validation method were relaative standard deviation: 5,23%, linearity (correlation coeficient): 0.9975 aand mean of recovery 101.91, 86,66 and 94,74%. The validation result of improved method is quite significant 15 of 36 samples were positive tylosin, containing 0.0006-0.0845 ug/g which below the maximum ressidue limits (MRL tylosin in tisue 0.1 ug/g. Key Words: Tlosin Antibbiotic Residue, Chicken Meat, HPLC ABSTRAK Antibiotika tilosin (golongan makrolida) merupakan antibiotika yang sudah umum ditambahkan dalam pakan (feed additives), disamping untuk pengobatan. Pemakaian yang tidak beraturan akan menyebabkan residu dalam produk hewani, disamping mempunyai efek toksik langsung juga menyebabkan reaksi alergi dan resistensi. Untuk mengetahui sejauhmana residu tilosin dalam daging, maka dicoba pengembangan metoda analisis residu antibiotika tilosin, yaitu mengekstraksi daging dengan asetonitril dan isooctane kemudian hasil ekstrak dimurnikan melalui cartridge C18 (Sep-Pak C18) dan dielusi dengan campuran larutan amonium metanol dan deteksi dengan alat kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan kolom C18 Bondapak, fase gerak : 0,05M NaHPO4: CH3CN= 65: 35 pada p.H= 2,5, kecepatan alir 1,5 ml/menit dan panjang gelombang 287 nm, dengan detektor U.V. Uji validasi pengembangan metoda, yaitu dilakukan uji kesesuaian sistem, kalibrasi dan linearitas dan uji perolehan kembali (recovery). Kemudian metoda hasil pengembangan diaplikasikan terhadap sampel lapang, sebanyak 36 sampel daging ayam asal peternakan daerah Kabupaten Sukabumi, Bogor dan Tangerang, dan ampel asal pasar tradisional di Bogor. Hasil validasi metoda menunjukkan simpangan baku: 5,23%, linearitas: koefesien korelasi = 0,9975 dan rata- rata perolehan kembali dari penambahan larutan standar tilosin, masing-masing yaitu 2,0 ug (3 ulangan), 5,0 ug (2 ulangan) dan 10,0 ug (3 ulangan) adalah 101,91, 86,66 dan 94,74%. Nilai hasil uji validasi sesuai dengan nilai ketentuan dalam kriteria uji validasi, maka pengembangan metoda residu tilosin dalam daging cukup baik. Hasil analisis residu tilosin terhadap sampel lapang menunjukkan 15 dari 36 sampel positif, yaitu berkisar antara 0,00060,0845 ug/g tilosin yang masih dibawah ambang batas yang diperbolehkan.(ambang batas tilosin dalam daging: 0,1 ug/g) dan sampel lainnya negatif. Kata Kunci: Residu Antibiotika Tilosin, Daging Ayam, KCKT

921

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PENDAHULUAN Pemakaian obat-obatan antibiotika terutama dibidang peternakan yang terus menerus dan tidak memperhatikan waktu henti antibiotika (withdrawal time) dalam industri peternakan akan menyebabkan residu antibiotika dalam produk hewani, dapat menyebabkan reaksi alergi, resistensi dan kemungkinan keracunan. Adanya residu antibiotika golongan tetrasiklin dan penisilin telah banyak dilaporkan. Akan tetapi residu antibiotika golongan makrolida belum banyak dilaporkan, kecuali dari luar negeri (CHAN et al, 1994; OKA et al, 1995). Padahal antibiotika golongan makrolida dipakai secara luas dalam industri peternakan yang umumnya dipergunakan untuk pengobatan penyakit pernafasan disamping ditambahkan dalam campuran makanan sebagai perangsang pertumbuhan (growth promotor). (MELLOR, 2000; DELEPINE et al., 1996). Masih banyak peternak yang melakukan kesalahan dalam pemberian (pemakaian dosis) antibiotika pada ternaknya karena hanya untuk mengejar keuntungan atau target produksi yang diinginkan. Dilain pihak, kesalahan pemberian dosis (over dosis) dapat meninggalkan residu dalam jaringan organ ternak yang mungkin dapat mengakibatkan keracunan bagi konsumen. Dengan bahayanya residu ini, maka European Union menetapkan nilai Maksimum Residu Limit (MRL) untuk golongan makrolida tertentu dalam daging, misalnya untuk spiramisin adalah 100 ug/kg, 50 ug/kg untuk tilmikosin, 100ug/kg untuk tilosin dan 400 ug/kg untuk erithromisin (COMMITTE FOR VET. MEDICINAL PRODUCTS, 1995). Lebih lanjut, European Community (EC) Commission Decision 93/256/EEC menyatakan bahwa MRL dalam daging untuk tilmicosin 50 ug/kg, 100 ug/kg untuk tilosin, 200 ug/kg dan 300 ug/kg masing- masing untuk spiramisin dan neospiramisin. Antibiotika tilosin dan tilmikosin merupakan 2 dari 16 antibiotika golongan makrolida yang menunjukkan antimikroba paling aktif/kuat melawan bakteri gram positive dan mycoplasma spp. Begitu juga menurut UNANDAR (2000) menyatakan bahwa tilosin adalah salah satu dari golongan makrolida yang mempunyai bahan aktif yang

efektif dalam pencegahan dan pengobatan pada ayam termasuk meningkatkan produktivitas, sehingga paling banyak dipergunakan oleh peternak. Untuk mengetahui sejauhmana keberadaan residu antibiotika golongan makrolida tilosin dalam daging ayam, maka dicoba penelitian pengembangan metoda analisis residu tilosin. Pengembangan metoda dilakukan dengan cara modifikasi metoda menurut GAUGAIN dan ANGER (1999), sampel daging diekstraksi dengan bahan kimia organik asetonitril, kemudian hasil ekstraksi dimurnikan melalui catridge C18, dan hasil pemurnian dideteksi dengan alat KCKT. Selanjutnya metoda hasil pengembangan diaplikasikan terhadap sampel lapang. MATERI DAN METODE Penelitian dibagi dalam 2 tahap, yaitu: pengembangan metoda residu tilosin dalam daging dan analisis residu antibiotika tilosin dalam sampel lapang. Pengembangan metoda residu tilosin dalam daging Pengembangan metoda dilakukan dengan modifikasi metoda menurut GAUGAIN dan ANGER (1999). Timbang 5 g sampel daging dan tambahkan 25 ml asetonitril, homogenkan dengan alat homogeniser, kemudian dikocok selama 3 menit dengan alat vortex dan tambahkan 10 ml isooktan kemudian kocok perlahan-lahan. Untuk pemisahan lapisan yang sempurna dari hasil pengocokan, maka dilakukan sentrifus dengan kecepatan 3000rpm selama 10 menit. Kemudian lapisan atas dibuang dan lapisan bawah diambil untuk pemeriksaan. Lakukan pemurnian (clean up) dari lapisan bawah tersebut dengan memasukkan lapisan tersebut kedalam catridge C18 (Sep Pak C18) yang telah dikondisikan dengan 10 ml metanol dan 10 ml aquabides. Setelah itu catridge dielusi dengan 1,0 ml larutan 0,1 M ammoniummetanol, kemudian 0,5 ml larutan dipotasium hidrogen phosphate buffer (34,84 g dipotassium hidrogen fosfat dalam 1L aquabides). Hasil elusi dievaporasi dengan alat rotavapor dan hasil pengeringan siap untuk

922

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

diinjeksikan pada alat KCKT dengan mempergunakan kolom C-18 Bondapak dan fase gerak campuran larutan NaH2PO4 0,05M: CH3CN= 65: 35 pada p.H 2,5, kecepatan alir: 1,5 ml/menit, panjang gelombang 287 nm dengan UV detektor. Uji validasi 1. 2. 3. Uji kesesuaian sistem Kalibrasi dan linearitas Uji perolehan kembali (recovery) dengan penimbangan 5 g sampel daging yang masing-masing untuk blanko (tanpa penambahan standar) dan penimbangan untuk penambahan larutan standar tilosin masing- masing dengan konsentrasi 2,0 ug dengan pemeriksaan 3 ulangan, kemudian 5,0 ug pemeriksaan 2 ulangan dan 10,0 ug pemeriksaan 3 ulangan

10,0 ppm, diperoleh koefisien korelasi: r = 0,9975, maka ada hubungan linear antara konsentrasi dan luas area di bawah peak. Kemudian untuk uji perolehan kembali dengan penambahan 2,0 ug standar tilosin dengan 3 ulangan, 5,0 ug dengan 2 ulangan dan 10,0 ug dengan 3 ulangan pemeriksaan dan hasilnya menunjukkan nilai rata-rata recovery masingmasing adalah 101,91; 86,66; dan 94,74% tertera pada Tabel 2. Sementara itu, nilai recovery menurut ketentuan kriteria uji validasi untuk analisis residu obat adalah kisaran antara 70110% (CODEX, 1993), maka pengembangan metoda analisis residu antibiotika tilosin dalam daging cukup baik.
Tabel 1. Uji kesesuaian sistem dari KCKT untuk deteksi tilosin Ulangan injeksi pada KCKT 1 2 3 4 5 Rata-rata Simpangan baku Simpangan baku relatif Uji linearitas No. injeksi pada KCKT 1 2 3 4 5 Konsentrasi tilosin (ppm) 0,5 1,0 2,0 5,0 10,0 Luas area di bawah peak 4467 4364 20365 57621 120369 Luas area di bawah peak 99307 90586 115506 116313 119714 114241,8 10671 5,23%

Analisis residu antibiotika tilosin dalam sampel lapang Sebagai bahan pemeriksaan yaitu sampel lapang yang berupa daging ayam broiler asal dari beberapa peternakan ayam di daerah Jawa Barat, yaitu daerah Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor dan sampel asal pasar tradisional di Bogor. Kemudian dilakukan pemeriksaan residu tilosin dalam sampel lapang tersebut dengan mempergunakan metoda hasil pengembangan (tahap 1). HASIL DAN PEMBAHASAN Uji validasi untuk kesesuaian sistem dilakukan untuk mengetahui apakah alat, metoda dan sistem KCKT yang digunakan dapat memberikan hasil yang baik. Uji ini dilakukan penyuntikan ulang larutan standar tilosin dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 kali dan hasilnya simpangan baku relatif: 5,23%. Sementara itu, ketentuan simpangan baku maksimum 10% untuk sistem KCKT yang baik, maka sistem KCKT dalam analisis tilosin ini dapat dipergunakan. Kemudian kalibrasi dan linearitas diperoleh dengan injeksi konsentrasi mulai 0,5; 1,0; 2,0; 5,0 dan

Koefesien korelasi: r = 0,9975

Hasil pengembangan metoda analisis residu tilosin diaplikasikan terhadap sampel lapang yang jumlahnya masing-masing sebanyak 9 sampel asal Sukabumi, 7 sampel asal Kabupaten Tangerang, 8 sampel asal Kabupaten Bogor dan 10 sampel asal pasar tradisional di Bogor. Hasil analisis residu tilosin dalam sampel lapang tertera pada Tabel 2.

923

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Tabel 2. Hasil uji recovery pengembangan metoda analisis residu tilosin dalam daging Penambahan standar tilosin (ug) 2,0 2,0 2,0 5,0 5,0 10,0 10,0 10,0 Hasil recovery (ug) 2,02 2,02 2,07 5,28 3,38 7,31 11,67 9,45 Hasil recovery (%) 100,78 103,48 101,47 105,63 67,70 73,05 116,71 94,47 Rata-rata recovery (%)

101,91 86,66 94,74

Tabel 3. Hasil analisis residu tilosin dalam daging ayam asal Bogor, Subumi, Tangerang dan pasar tradisional di Bogor Kode sampel Bogor B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 Sukabumi S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 Tangerang T1 T2 T3 RPU T! RPU T2 RPU T3 RPU T4 RPU T5 RPU T6 Pasar tradisional Ps B1 Ps B2 Ps B3 Ps B4 Ps B5 Ps B6 Ps B7 Ps B8 Ps B9 Ps B10 Kandungan tilosin (ug/g) 0.0022 0,0845 0,0085 0,0011 0,0011 0,0042 0,0025 0,0008 0,0006 0,0042 0,0061 0,0013 0,0012 0,0094 0,0026

Berdasarkan hasil pemeriksaan residu dalam sampel lapang menunjukkan sampel daging ayam asal daerah Sukabumi sebanyak 4 dari 9 sampel (44,44%) mengandung tilosin yang berkisar antara 0,0011-0,0845 ug/g. Kemudian sampel asal dari daerah Tangerang sebanyak 6 dari 9 sampel (66,66%) mengandung tilosin yang berkisar antara 0,00060,0042 ug/g. Sementara itu, sampel asal daerah Bogor sebanyak 8 sampel tidak mengandung tilosin (tidak terdeteksi) dan 5 dari 10 sampel (50%) asal pasar tradisional di Bogor mengandung tilosin yang berkisar antara 0,00120,0094 ug/g. Berdasarkan pengamatan hasil pemeriksaan residu antibiotika tilosin terhadap keseluruhan sampel lapang menunjukkan bahwa 15 dari 36 sampel (41%) adalah positif tilosin dan yang lainnya negatif. Berdasarkan ketentuan batas maksimum residu (BMR) untuk tilosin dalam daging adalah 0,1ug/g (SNI, 2000), maka kandungan residu tilosin dalam keseluruhan sampel masih jauh dibawah nilai batas maksimum residu (BMR), dan semua sampel daging ayam tersebut aman untuk dikonsumsi. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian analisis residu antibiotika tilosin terhadap sampel daging ayam, maka dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Nilai hasil uji validasi pengembangan metoda sesuai dengan ketentuan dalam nilai kriteria uji validasi, maka analisis residu tilosin dalam daging cukup baik. Hasil pemeriksaan residu antibiotika tilosin terhadap sampel lapang: 15 dari 36 (41%) sampel daging ayam mengandung positif tilosin dan lainnya negatif.

2.

924

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

3.

Semua sampel daging ayam mengandung tilosin berkisar antara 0,0006 - 0,0845 ug/g yang masih dibawah nilai BMR, sehingga aman untuk dikonsumsi. Sebagai saran yaitu sebaiknya tetap harus diperhatikan waktu pengobatan antibiotika pada ternak sampai masa panen, sehingga dapat diketahui apakah sudah melewati atau masih dalam waktu henti antibiotika tersebut (terkontrol) untuk menghindarkan adanya residu.
DAFTAR PUSTAKA

DAMME, K. 1999. Natural enhancers could replace antibiotics in turkey feed. World Poult. 15: 2728. DELEPINE, B., D.H. PESSEL dan P. SANDERS. 1996. Multiresidue Method for Confirmation of Macrolide Abtibiotics in BovineMuscle by Liquid Chromatography/ Mass Spectrometry. J. AOAC. 79(2): 397404. GAUGAIN, M.J. dan ANGER, B. 1999. Multiresidue Chromatographic Method for the Determination of Macrolide Residues in Muscle by High Performance Liquid Chromatography with UV Detection. J. AOAC. 82(5): 10461053. MELLOR, S. (2000). Antibiotics are not only growth promotor. World Poult. 16: 1415. OKA, H, H. NAKAZAWA, K. HANADA dan J.D. MAC. NEIL. 1995. Chemical Analysis of Macrolide Antibiotics. Chemical Analysis for Agriculture. pp. 165205. STANDAR NASIONAL INDONESIA. No. 01-6366-2000. Badan Standar Nasional Jakarta. UNANDAR, T. 2000. Mengenal Aspek Ilmiah Tylosin. Infovet. Edisi 066.

4.

CHAN, W., G.C. GERHARDT dan C.D.C. SALISBURY. 1994. Determination of Tylosin and Tilmicosin Residues in Animal Tissues by Reversed Phase Liquid Chromatography. J. AOAC 77(2): 331333. CODEX ALIMENTARIUS. 1993. Residues of Veterinary Drugs in Foods. Foods and Agriculture Organization of the United Nations. Vol. 3, 2nd ed. Italy. COMMITTEE FOR VETERINARY MEDICINAL PRODUCTS. 1995. Reccord of the meeting of the working group on the safety residues. (Unpublished data).

925

You might also like