You are on page 1of 10

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

ISSN: 0852-3581
E-ISSN: 9772443D76DD3
Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/

Pengaruh pemberian antibiotika saat budidaya terhadap


keberadaan residu pada daging dan hati ayam pedaging dari
peternakan rakyat
Nina Marlina A1, Elok Zubaidah2, Aji Sutrisno2
1
Direktorat Mutu dan Standardisasi, Ditjen. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian,
Kementerian Pertanian
2
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya

e-mail: marlinaadiyati@gmail.com

ABSTRACT : The use of antibiotics in animal husbandry cannot be avoided either as


an act of therapy, supportive or prevention. This study was aimed to determine the
existence of antibiotic residues in broiler chicken products which were produced by
poultry farm and to determine the safety level of residues in the product which was as-
sociated with a drug application and harvesting time. Thigh meat and liver samples of
broiler were taken when thinning and harvesting time in poultry farm at Pamijahan- Bo-
gor using purposive sampling method. Residue testing was conducted through bioassay
screening test. Positive results were followed by a confirmatory test using HPLC. Total
positive samples were detected residues reached 27.08% which included the macrolide
group reached 22.92% and tetracycline group reached 4.17%. These residues were
found in the liver, reaching 50% of the total sample of the liver. In addition, 53.85% of
the positive samples came from broiler chicken samples taken during thinning period.
Macrolide antibiotics in liver samples were detected in the form of erythromycin with
the level compounds between 0085 - 0702 ppm. Moreover, 90.9% of the samples had
levels exceeding MRL defined in SNI 01-6366-2000 and CAC/MRL-2-2012. Tetracy-
cline antibiotic was detected in the form of doxycycline with the level compounds
between 0-0067 ppm on thigh meat and 0-0085 ppm in the liver although these levels
were still below the MRL. The residues existence was closely related to the drug dose
and farmers knowledge about withdrawal time.

Keyword: antibiotic, residue, broiler, drug dose,harvesting time

PENDAHULUAN memiliki jumlah produksi daging ayam


Tingkat produksi dan konsumsi ras mencapai 16.198.116 kg dengan
ayam ras terutama pedaging sangat populasi ternak ayam ras pedaging
tinggi. Kabupaten Bogor merupakan sebanyak 3.362.000 ekor.
salah satu sentra produksi dan pemasok Peternakan broiler umumnya
produk ayam ras pedaging di Provinsi rawan serangan penyakit yang
Jawa Barat, salah satunya dipasok dari disebabkan oleh virus, bakteri, parasit,
Kecamatan Pamijahan. Menurut data jamur, lingkungan dan kekurangan
Dinas Peternakan dan Perikanan salah satu unsur nutrisi (Tamalluddin,
Kabupaten Bogor (2013), di lokasi ini 2012). Menurut Iyo (2015), peternak

10
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

memiliki kecenderungan lebih 2004; Vragovic et al., 2011). Donkor et


mengutamakan keselamatan ayam dari al (2011) melaporkan bahwa prevalensi
serangan penyakit dibandingkan residu obat hewan di Ghana sebanyak
pertimbangan residu obat antibiotika 21,1% dalam sampel produk asal
dan sulfa pada ayam. Rahayu (2014) hewan.
menyatakan bahwa residu dapat Konsumsi pangan asal hewan
ditemukan akibat penggunaan obat- seperti daging ayam yang mengandung
obatan, termasuk antibiotika, pemberian residu antibiotika akan menimbulkan
feed additive ataupun hormon pemacu gangguan kesehatan. Bahaya residu
pertumbuhan hewan. Senyawa obat obat hewan dapat berupa bahaya
yang masuk kedalam tubuh ternak tidak langsung dalam jangka pendek seperti
dapat seluruhnya diekskresi dari alergi, gangguan pencernaan, gangguan
jaringan dan akan tertahan dalam kulit, anafilaksis dan hipersensitifitas,
jaringan tubuh sebagai residu. Hasil serta bahaya tidak langsung yang
pengamatan Palupi dan Unang (2009) bersifat jangka panjang seperti
menunjukkan bahwa pemakaian obat resistensi mikrobiologi, karsinogenik,
dengan dosis berlebihan, pemberian mutagenik, teratogenik dan gangguan
dalam jangka waktu lama dan waktu reproduksi (Ruegg, 2013; Seri, 2013;
henti obat yang tidak tepat Singh et al., 2014).
menyebabkan adanya residu obat dalam Kehidupan ternak dan
karkas maupun organ visera. Dengan keamanan produk yang dihasilkan
demikian menurut Palupi dan Unang dipengaruhi beberapa faktor
(2009) serta Palupi (2012) menyatakan praproduksi seperti tanah, air, udara,
perlu perhatian lebih terhadap pakan, obat hewan, bahan kimia dan
penggunaan obat pada ayam melalui penyakit ternak (Bahri dkk., 2005).
sediaan obat dan pakan yang terjamin Salah satu upaya agar kegiatan
mutu dan jumlahnya. praproduksi mampu menghasilkan
Pemeriksaan residu secara produk ternak yang aman dan bermutu
kualitatif pada 6 provinsi di Indonesia maka harus mengikuti teknik
menunjukkan 4,1% sampel paha ayam budidaya ayam pedaging yang baik
dan 2,7% sampel hati dinyatakan positif (Good Farming Practices/ GFP)
golongan tetrasiklin (Werdiningsih sebagaimana tercantum dalam
dkk., 2013). Sampel daging ayam yang Peraturan Menteri Pertanian Nomor
berasal dari Kabupaten Bogor terdeteksi 31/Permentan/OT.140/2/2014 tentang
positif mengandung residu antibiotika Pedoman budi daya ayam pedaging
golongan aminoglikosida dan tetrasiklin dan ayam petelur yang baik
(BPMSPH, 2013). Kontaminasi residu (Kementerian Pertanian, 2014).
juga sering terjadi di luar negeri Deteksi keberadaan residu
diantaranya hasil survei di Nigeria antibiotika pada produk asal hewan
ditemukan residu obat hewan dalam perlu didukung dengan proses
jaringan ayam yaitu 59 dari 178 broiler penelusuran balik (traceability)
(33,1%) dan oksitetrasiklin merupakan terhadap proses budidaya (penerapan
obat yang paling banyak digunakan. good farming practices) yang
Studi di Kroasia, rata-rata kadar diterapkan peternak untuk mengetahui
streptomycin dalam daging 44,14 g/kg penyebab terjadinya residu tersebut
dan dalam susu 15,57 g/kg, kadar sehingga tindakan perbaikan yang akan
tetrasiklin dalam daging 1,62 g/kg dan dilakukan bisa tepat sasaran dan sesuai
dalam susu 1,5 g/kg (Kabir et al., harapan. Penelitian ini bertujuan untuk

11
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

mengetahui keberadaan residu sampling terhadap peternakan rakyat di


antibiotika pada produk ayam broiler kecamatan tersebut yang bermitra
yang dihasilkan peternakan rakyat dengan perusahaan yang sama sehingga
dikaitkan dengan aplikasi obat yang diperoleh 48 sampel daging paha dan
diberikan saat proses budidaya dan hati ayam dari 3 peternak rakyat yang
waktu panen yang dilakukan peternak diambil dalam 2 periode yaitu saat
serta tingkat keamanan dari pangan penjarangan dan saat panen. Pada saat
tersebut. budidaya, ternak mendapatkan imbuhan
Doxerin+ yang mengandung antibiotika
MATERI DAN METODE doksisiklin dan eritromisin serta
Moxacol Plus yang mengandung
Materi dan alat antibiotika amoksisiklin. Para peternak
Bahan yang digunakan yaitu mendapatkan imbuhan tersebut dari
sampel daging paha dan hati ayam, perusahaan mitra.
kuman uji (Bacillus stearothermophilus Pengujian residu dilakukan
ATCC 7953, Bacillus cereus ATCC melalui uji skrining dan uji konfirmasi.
11778, Bacillus subtillis ATCC 6633, Pada uji skrining digunakan kuman uji
Kocuria rizophila (MicrococcusIuteus) yang spesifik untuk masing-masing
ATCC 9341, pepton, bacto agar, yeast golongan antibiotika yaitu Bacillus
extract, dextrose, beef extract, glukosa, stearothermophilus ATCC 7953 untuk
larutan baku pembanding, TCA 20%, golongan penisilin, spora Bacillus
metanol, asam oksalat, ACN, dapar cereus ATCC 11778 untuk golongan
Mcllvaine, amonium asetat, heksan, air tetrasiklin, spora Bacillus subtillis
distilasi, deionized water, buffer kalium ATCC 6633 untuk golongan
phosfat dan buffer phosfat. Peralatan aminoglikosida, vegetatif Kocuria
yang digunakan meliputi peralatan rizophila (MicrococcusIuteus) ATCC
gelas, evaporator, sentrifuse, vortex, 9341 untuk golongan makrolida.
penangas air, timbangan analitik, pipet, Sebanyak 1 ml biakan kuman uji
mini kolom C-18, filter PTFE 0,45 m dicampur dengan 100 ml media yang
13 mm dan HPLC Agilent 1100 series. telah dicairkan, untuk media B.
stearothermophilus ATCC 7953
Metode ditambahkan 2,5% larutan dextrose 2%.
Metode yang digunakan dalam Selanjutnya dipipet 8 ml media yang
penelitian ini meliputi observasi lapang, telah mengandung kuman uji atau spora
pengambilan sampel dan pengujian dan dimasukkan kedalam setiap cawan
sampel di laboratorium. Penentuan petri sesuai dengan jenis golongan
lokasi sampling berdasarkan jumlah antibiotika dan dilakukan ulangan
populasi dan produksi ayam broiler triplo. Larutan sampel yang sudah
tertinggi di wilayah Kabupaten Bogor dihomogenkan diambil 75 l lalu
dan diperoleh Kecamatan Pamijahan diteteskan pada kertas cakram,
sebagai lokasi penelitian. Observasi kemudian dimasukkan kedalam media
lapang dilakukan melalui wawancara tersebut. Larutan baku pembanding
dan pengisian kuesioner terkait dengan diteteskan sebagai kontrol positif.
penerapan GFP, aplikasi pemberian Selanjutnya cawan tersebut diinkubasi
obat, waktu panen dan pemahaman selama 16 jam-18 jam, untuk golongan
peternak. makrolida dan aminoglikosida pada
Pengambilan sampel ayam temperatur 36C 1C, golongan
broiler dilakukan secara purposive tetrasiklin pada temperatur 30C 1C,

12
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

dan golongan penisilin pada temperatur larutan fase gerak lalu disaring.
55C 1C. Hasil uji dinyatakan positif Larutan lalu diinjeksikan kedalam
jika terbentuk daerah (zona) hambatan HPLC dengan kondisi kecepatan alir
dari tepi kertas cakram yang ditetesi 0,8 ml/menit, kolom C-18, detektor
sampel dan dinyatakan negatif jika tidak UV-Vis 280 nm dan menggunakan
terbentuk zona hambatan (Badan fase gerak berupa campuran
Standardisasi Nasional, 2008). amonium asetat 0,01 M dan ACN
Golongan antibiotika yang (20:80).
positif terdeteksi kemudian ditelusuri
jenis senyawa antibiotikanya HASIL DAN PEMBAHASAN
berdasarkan obat yang diberikan saat Sasaran utama dari studi ini
budidaya dan diuji secara kuantitatif yaitu untuk mengetahui dan menelusuri
melalui uji konfirmasi. Tahapan uji ini keberadaan residu dari obat antibiotika
yaitu ekstraksi, pemurnian, identifikasi yang diberikan selama proses budidaya
dan kuantifikasi sebagai berikut: pada daging paha dan hati ayam broiler
1) Golongan tetrasiklin yang dihasilkan serta tingkat keamanan
Sampel ditimbang 5 g, dari produk tersebut. Hasil pemeriksaan
dihomogenkan lalu ditambah 2 ml secara kualitatif menunjukkan bahwa 13
TCA 20% dan 15 ml dapar dari 48 sampel positif mengandung
Mcllvaine. Selanjutnya dikocok lalu residu dan golongan antibiotika yang
sentrifugasi selama 10 menit pada terdeteksi yaitu makrolida dan
kecepatan 4000 rpm. Ulangi tahapan tetrasiklin. Sampel hati yang positif
tersebut pada endapan hasil makrolida mencapai 45,83% (11 dari 24
sentrifugasi. Supernatan yang sampel hati). Sampel yang positif
diperoleh dimasukkan dalam mini tetrasiklin meliputi sampel hati 4,17%
kolom C-18 yang telah diaktifasi lalu (1 dari 24 sampel hati) dan sampel
dialirkan 3 ml metanol 5% dan 3 ml daging paha 4,17% (1 dari 24 sampel
metanol p.a. Eluet yang diperoleh daging paha). Sampel positif tersebut
dievaporasi lalu ditambah larutan 53,85% berasal dari sampel ayam
fase gerak dan disaring. Larutan lalu broiler yang diambil saat penjarangan.
diinjeksikan ke dalam HPLC dengan Keberadaan residu antibiotika
kondisi kecepatan alir 1.2 ml/menit, pada sampel daging paha dan hati ayam
kolom C-18, detektor UV-Vis 365 terkait erat dengan pemberian imbuhan
nm dan menggunakan fase gerak pada saat proses budidaya. Para
berupa asam oksalat 0,01 M dan peternak mendapatkan obat antibiotika
campuran ACN-metanol (70:30). dari pihak perusahaan mitra untuk
2) Golongan makrolida pencegahan dan pengobatan penyakit
Sampel ditimbang 2 g, ditambah 5 pada broiler yang terdiri dari Doxerin+
ml ACN lalu dihomogenkan. dan Moxacol Plus. Komposisi
Selanjutnya disentrifugasi pada suhu Doxerin+ terdiri dari doksisiklin 10%
5C selama 10 menit dengan dan eritromisin 20%, masing-masing
kecepatan 3000 rpm. Ulangi tahapan merupakan jenis antibiotika golongan
tersebut pada endapan hasil tetrasiklin dan makrolida. Moxacol Plus
sentrifugasi. Supernatan mengandung antibiotika amoksisilin
ditambahkan 5 ml heksan lalu vortex yang merupakan salah satu golongan
selama 10 menit. Lapisan atas penisilin. Berdasarkan uji skrining,
dibuang kemudian larutan sampel terdeteksi positif mengandung
dievaporasi. Ekstrak kering ditambah residu antibiotika golongan makrolida

13
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

dan tetrasiklin sedangkan golongan golongan tetrasiklin menunjukkan


penisilin terdeteksi negatif. bahwa jenis senyawa golongan
Terdeteksinya residu golongan tetrasiklin yang terdeteksi yaitu
tetrasiklin dan makrolida pada sampel doksisiklin. Residu doksisiklin pada
dipengaruhi oleh dosis dan waktu henti daging paha mencapai 0,067 ppm
obat yang diterapkan peternak. sedangkan pada hati mencapai 0,085
Berdasarkan hasil observasi dan ppm. Jumlah ini masih dibawah BMR
wawancara diketahui bahwa imbuhan yang diatur dalam SNI 01-6366:2000
Moxacol Plus diberikan pada saat ayam yaitu 0,1 ppm dan standar Codex
berumur antara 4-14 hari sedangkan CAC/MRL 2-2012 yaitu 0,2 ppm.
Doxerin+ diberikan pada saat ayam Residu doksisiklin dalam hati lebih
berumur antara 23-31 hari. Dengan tinggi dibandingkan dalam daging paha.
demikian jarak waktu antara pemberian Gambaran distribusi doksisiklin
Moxacol Plus dengan waktu panen baik menunjukkan seluruh sediaan
saat penjarangan maupun umur panen doksisiklin yang telah lulus uji potensi
cukup lama (13-18 hari) sehingga residu lebih banyak terdistibusi ke ginjal, paru
amoksisiklin kemungkinan besar sudah dan hati daripada otot paha
tereliminasi. Residu imbuhan Doxerin+ (Werdiningsih dkk., 2014). Hasil
masih tersisa pada produk dapat penelitian Anadon et al. (1994) menun-
dikarenakan waktu henti obat yang jukkan bahwa konsentrasi doksisiklin
cukup pendek yaitu 0-2 hari pada saat akan hilang perlahan dan akan berada
penjarangan dan 4-7 hari pada saat pada atau dibawah level toleransi obat
umur panen. dalam jaringan dalam waktu 5 hari
Residu antibiotika golongan setelah pemberian. Kromatogram uji
tetrasiklin terdeteksi pada sampel konfirmasi sampel daging paha dan hati
daging paha dan hati ayam dari peternak positif doksisiklin dapat dilihat pada
1 yang diambil pada saat penjarangan. Gambar 1 dan Gambar 2.
Hasil uji konfirmasi

Gambar 1. Kromatogram sampel daging paha positif residu Doksisiklin. Kromatogram


A: Standar Oksitetrasiklin (OTC) RT 4.011; Standar Tetrasiklin (TC) RT
4.389; Standar Klortetrasiklin (CTC) RT 9.258; Standar Doksisiklin
(DOTC) RT 16.887; Kromatogram B: Recovery; Kromatogram C: Sampel
daging paha positif mengandung residu Doksisiklin pada RT 16.789; Kro-
matogram D: Sampel daging negatif mengandung residu golongan Tetrasi-
klin.

14
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

Gambar 2. Kromatogram sampel hati positif residu Doksisiklin. Kromatogram A:


Standar Oksitetrasiklin (OTC) RT 4.011; Standar Tetrasiklin (TC) RT
4.389; Standar Klortetrasiklin (CTC) RT 9.258; Standar Doksisiklin
(DOTC) RT 16.887; Kromatogram B: Recovery; Kromatogram C: Sampel
hati positif mengandung residu Doksisiklin pada RT 16.832; Kromatogram
D: Sampel hati negatif mengandung residu golongan Tetrasiklin.

Hasil uji konfirmasi golongan waktu henti obat yang dilakukan


makrolida menunjukkan bahwa jenis masing-masing peternak. Peternak 1
senyawa golongan makrolida yang memberikan imbuhan Doxerin+ dengan
terdeteksi yaitu eritromisin. Residu ini dosis 250 g/300 L air minum selama 3
terdeteksi pada sampel hati ayam yang hari berturut-turut untuk 3500 ekor atau
berasal dari peternak 1 dan peternak 3. asupan per ekornya sekitar 0,714 ppm
Kadar residu ini pada sampel hati ayam sedangkan pada peternak 3 diberikan
peternak 1 yang diambil saat dosis 375 g/1000 L air minum selama 3
penjarangan yaitu 0-0,173 ppm, hari berturut-turut untuk 3500 ekor atau
sedangkan pada sampel hati ayam yang asupan per ekornya sekitar 0,321 ppm.
diambil saat umur panen yaitu antara Berdasarkan data tersebut terlihat
0,160-0,702 ppm. Pada peternak 3, bahwa residu eritromisin banyak
kadar eritromisin yang terdeteksi pada ditemukan di hati. Menurut Suarez dan
sampel hati ayam yang diambil pada Richard (2009), basa eritromisin diserap
saat penjarangan yaitu antara 0,121- baik oleh usus kecil bagian atas,
0,320 ppm, sedangkan yang diambil aktivitasnya menurun karena obat
saat umur panen memiliki kadar residu dirusak oleh asam lambung. Adanya
antara 0,085-0,127 ppm. Berdasarkan makanan juga menghambat penyerapan
data tersebut, 90,9% sampel memiliki eritromisin. Eritromisin mengalami
kadar residu melebihi BMR eritromisin pemekatan dalam jaringan hati.
pada produk asal hewan yang diatur Kromatogram uji konfirmasi sampel
dalam SNI 01-6366:2000 maupun hati positif eritromisin dapat dilihat
standar Codex CAC/MRL 2-2012 yaitu pada Gambar 3.
0,1 ppm. Berdasarkan data tersebut Berdasarkan Direktorat Jenderal
terlihat bahwa kadar residu eritromisin Peternakan dan Kesehatan Hewan
dalam sampel hati ayam yang diambil (2014) di dalam Indeks Obat Hewan
dari peternak 1 berbeda dengan sampel Indonesia 2014 disebutkan bahwa
yang diambil dari peternak 3. Hal ini waktu henti obat eritromisin dan
dapat disebabkan perbedaan dosis dan doksisiklin yaitu 5 hari. Menurut

15
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

Murdiati (1997), terlewatinya waktu peternakan dan kaitannya terhadap


henti obat pada saat ternak dipotong keberadaan residu antibiotika pada
diharapkan residu obat sudah tidak produk yang dihasilkan dapat dilihat
ditemui atau berada dibawah batas pada skema seperti Gambar 4.
maksimum residu yang diatur dalam Berdasarkan kondisi di
standar sehingga produk aman lapangan, sarana maupun teknik
dikonsumsi. Jika dibandingkan dengan budidaya yang diterapkan peternak
data yang diperoleh, kadar residu pada masih sederhana, manajemen
sampel yang diambil saat umur panen pengelolaan dan sumberdayanya pun
seharusnya mengalami penurunan masih terbatas. Selain masalah dosis
dibandingkan kadar residu pada sampel obat yang belum sesuai anjuran dan
yang diambil saat penjarangan seperti rendahnya kepatuhan terhadap waktu
halnya kadar residu eritromisin pada henti obat (withdrawal time),
sampel hati yang diambil dari peternak peternakan rakyat belum sepenuhnya
3 karena pada saat umur panen menerapkan cara budidaya ayam ras
memiliki waktu henti obat sudah sesuai pedaging yang baik terutama terkait 1)
dengan rekomendasi yaitu 5 hari. sanitasi, desinfeksi dan kebersihan
Namun pada peternak 1 justru lingkungan kurang berjalan baik; 2)
sebaliknya, hal ini dapat disebabkan teknik penyimpanan sarana produksi
dosis yang diberikan lebih tinggi dan belum sesuai; 3) pencatatan kegiatan
ada kemungkinan peternak 1 (recording) tidak berjalan; 4)
memberikan obat kembali pada saat minimnya penanganan fasilitas pekerja;
mendekati umur panen. Secara garis dan 5) kurangnya pembinaan dan
besar kondisi masing-masing pengawasan dari instansi terkait.

Gambar 3. Kromatogram sampel hati positif residu Eritromisin. Kromatogram A:


Standar Eritromisin RT 4.239; Kromatogram B: Recovery RT 4.245; Kro-
matogram C: Sampel hati positif mengandung residu Eritromisin pada RT
4.245; Kromatogram D: Sampel hati negatif mengandung residu
Eritromisin.

16
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

KONDISI LAPANG

KURANGNYA - Kandang lembab/kurang sinar


PEMBINAAN DAN matahari
PENGAWASAN - Sanitasi/desinfeksi tidak berjalan,
kotoran ayam menumpuk
- Musim penghujan
- Kontaminasi (air minum, pakan)
LEMAHNYA PEMAHAMAN
DAN PENGETAHUAN
PETERNAK

PENGGUNAAN OBAT KESEHATAN HEWAN


TAK TERKENDALI KURANG BAIK

OBAT RESIDU WAKTU PANEN


HEWAN ANTIBIOTIKA

Jenis: Saat penjarangan:


Vitagen, Masabro, Moxacol P1 = U 31 hari (WT 0 hari)
plus, Supralit, Piretamas, P2 = U 27 hari (WT 2 hari)
Doxerin+ P3 = U 28 hari (WT 1 hari)

Dosis obat antibiotika:


P1 = 833 ppm/3500 ekor
P2 = 500 ppm/4000 ekor
P3 = 375 ppm/3500 ekor Saat umur panen:
P1 = U 35 hari (WT 4 hari)
P2 = U 32 hari (WT 7 hari)
Jadwal pengobatan terakhir P3 = U 32 hari (WT 5 hari)
(Doxerin+):
P1 = U 29-31 hari
P2 = U 23-25 hari
P3 = U 25-27 hari

Keterangan:
P1 = Peternak 1; P2 = Peternak 2; P3 = Peternak 3; U = umur; WT = withdrawal time
(waktu henti obat). Dosis antibiotika diberikan 3 hari berturut-turut.

Gambar 4. Gambaran beberapa kondisi peternak yang mempengaruhi keberadaan residu


antibiotika

KESIMPULAN paha yang terdeteksi hanya 4,17% dari


Pemberian obat antibiotika saat total sampel daging paha (1 dari 24
budidaya masih meninggalkan residu sampel). Sampel yang terdeteksi
pada daging paha dan hati ayam broiler tersebut 53,85% berasal dari ayam
yaitu mencapai 27,08% dari total broiler yang diambil saat penjarangan.
sampel (13 dari 48 sampel). Residu Eritromisin merupakan antibiotika
antibiotika yang terdeteksi yaitu golongan makrolida yang terdeteksi
antibiotika golongan tetrasiklin dan dalam sampel hati dengan kadar residu
makrolida. Residu tersebut banyak berkisar 0,085-0,702 ppm. Sepuluh dari
terdeteksi pada organ hati yaitu 50% 11 sampel hati yang positif tersebut
dari total sampel hati (12 dari 24 memiliki kadar residu eritromisin
sampel), sedangkan sampel daging diatas BMR yang ditetapkan dalam

17
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

SNI 01-6366-2000 dan CAC/MRL-2- Dinas Peternakan dan Perikanan


2012 yaitu 0,1 ppm. Doksisiklin Kabupaten Bogor. 2013. Buku
merupakan antibiotika golongan data peternakan 2013.
tetrasiklin. Residu antibiotika ini Pemerintah Kabupaten Bogor.
terdeteksi dalam sampel daging paha Dinas Peternakan dan Perikanan.
dengan kadar antara 0-0,067 ppm Bogor.
sedangkan dalam sampel hati berkisar Direktorat Jenderal Peternakan dan
antara 0-0,085 ppm. Kadar tersebut Kesehatan Hewan. 2014. Indeks
masih dibawah standar BMR baik yang obat hewan Indonesia IOHI
diatur dalam SNI 01-6366-2000 Edisi IX 2014. Ditjen
maupun CAC/MRL-2-2012 yaitu Peternakan dan Kesehatan
masing-masing 0,1 ppm dan 0,2 ppm. Hewan. Kementerian Pertanian.
Berdasarkan hasil tersebut, sampel Jakarta.
daging paha dan hati ayam dari Donkor, E. S., Mercy, J. N., Sammy, C.
peternakan rakyat berpotensi tidak K. T., Nicholas T. K. D. D.,
aman untuk dikonsumsi sehingga perlu Elizabeth, B., dan Michael Olu-
ditingkatkan pembinaan dan Taiwo. 2011. Investigation into
pengawasan dari instansi terkait agar the risk of exposure to antibiotic
pemahaman peternak semakin baik. residue contaminating meat and
egg in Ghana. Food Control.
DAFTAR PUSTAKA 22:869-873.
Anadon, A., Martinez-Larranaga, M. R., Iyo. 2015. Peternak, penyakit bakteri
Diaz, M. J., Bringas P., dan antibiotika. Majalah Infovet
Fernandez, M. C., Fernandez- Online.
Cruz, M. L., Iturbe, J dan http://www.majalahinfovet.com/
Martinez, M. A. 1994. 2007/10/peternak-penyakit-
Pharmacokinetics of bakteri-dan.html. Diakses 27
doxyxycline in broiler chickens. Maret 2015.
Avian Pathology. 23:79-90. Kabir, J., V. J. Umoh., E. Audu-okoh.,
Bahri, S., E. Masbulan dan A. J. U. Umoh., dan J. K. P.
Kusumaningsih. 2005. Proses Kwaga. 2004. Veterinary drug
praproduksi sebagai faktor use in poultry farms and
penting dalam menghasilkan determination of antimicrobial
produk ternak yang aman untuk drug residues in commercial
manusia. Jurnal Litbang eggs and slaughtered chicken in
Pertanian. 24 (1). Kaduna State, Nigeria. Food
Badan Standardisasi Nasional. 2008. Control. 15:99-105.
SNI 7424:2008, Metode uji tapis Kementerian Pertanian. 2014. Peraturan
(screening test) residu Menteri Pertanian Nomor:
antibiotika pada daging, telur 31/Permentan/OT.140/2/2014
dan susu secara bioassay. tentang Pedoman Budi Daya
Jakarta. Ayam Pedaging dan Ayam Pete-
Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi lur yang Baik. Kementerian
Produk Hewan (BMPSPH). Pertanian. Jakarta.
2013. Statistik hasil pengujian Murdiati, T. B. 1997. Pemakaian
produk hewan Tahun 2012- antibiotika dalam usaha
2013. Ditjen Peternakan. peternakan. WARTAZOA 6 (1).
Kementerian Pertanian.

18
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 25 (2): 10 - 19

Palupi, M. F., Min, R., dan Unang, P. Singh, S., Sanjay, S., Neelam, T.,
2009. Farmakokinetik Nitesh, K., dan Ritu, P. 2014.
parasetamol dalam plasma ayam Antibiotic residues: a global
(Gallus domesticus). Balai Besar challenge. An International
Pengujian Mutu dan Sertifikasi Journal of Pharmaceutical
Obat Hewan. Bogor. Science. Pharma Science
Palupi, M. F. 2012. Pentingnya Monitor. 5 (3):184-197.
penilaian risiko (risk Tamalluddin, F. 2012. Ayam broiler, 22
assessment) dalam penggunaan hari panen lebih untung. Penebar
antibiotika pemacu pertumbuhan Swadaya. Jakarta.
(antibiotic growth promotor). Vragovic, N., Davorin, B., dan Bela, N.
Balai Besar Pengujian Mutu dan 2011. Risk assessment of
Sertifikasi Obat Hewan. Bogor. streptomycin and tetracycline
Ruegg, P. L. 2013. Antimicrobial resi- residues in meat and milk on
dues and resistance: Understand- Croatian market. Food and
ing and managing drug usage on Chemical Toxicology. 49:352-
dairy rarms. University of WI, 355.
Dept. of Dairy Science, Werdiningsih, S., Unang, P., Novida,
Madison. A., Ambarwati dan Eli, N. 2013.
Rahayu, I. 2014. Prinsip pengobatan. Pengkajian residu tetrasiklin
Husbandry Corner. dalam paha, hati dan telur ayam
http://imbang.staff.umm.ac.id/?p pada beberapa Provinsi di
=81. Diakses 6 September 2014. Indonesia. Buletin Pengujian
Suarez, A. F dan Richard, E. 2009. Mutu Obat Hewan No. 19 Tahun
Erythromycin. 2013. Balai Besar Pengujian
www.mhlw.go.jp/shingi/2009/04/ Mutu dan Sertifikasi Obat
dl/s0414-5i.pdf. Diakses 16 Hewan. Bogor.
Maret 2015. Werdiningsih, S., Nina, T. Y.,
Seri, H. I. 2013. Introduction to Nurhidayah dan Eli, N. 2014.
veterinary drug residues : Profil distribusi beberapa
hazards and risks. Workshop of sediaan doksisiklin pada
veterinary drug residues in food organ/jaringan ayam broiler.
derived from animal 26-27th May Buletin Pengujian Mutu Obat
2013. Department of Animal Hewan No. 21 Tahun 2014.
Health and Surgery. College of Balai Besar Pengujian Mutu dan
Veterinary Medicine. Sudan Sertifikasi Obat Hewan. Bogor.
University of Science and Tech-
nology.

19

You might also like