You are on page 1of 16

MEKANISME PASAR DALAM PERSPEKTIF ABU YUSUF;

RELEVANSINYA DENGAN KENAIKAN HARGA MENJELANG


LEBARAN
Muhammad Noor Sayuti1

Abstact
Market is the important entity in economic activity. The market price is formed by a
variety of factors which later formed the Supply and demand. market mechanism is
largely determined by supply and demand. But long time ago the classical moslem
scholars such as Abu Yusuf had voiced several factors that help forming a market
mechanism. This article tries to observe the past opinion classical moslem scholar
such as Abu Yusuf about market mechanism in accordance with the sharia and the
creation of price stability as well as its practice in current days, in the context of
rising prices ahead of Eid. and also about the government policy in order to market
intervention and price regulation. The article concluded that within Abu Yusuf
perspective, market has rules how the demand and supply influence each other. This then
implies the need to keep equilibrium of the market mechanism, which was part of
government duties. In the normal economic circumstances, the government is not
justified to interfere to determine prices and affect the market mechanism. But when the
monopoly practices (ihtikar), hoarding (iktinz), political dum - ping (siysah
alighrq), and various fraud committed by marketeer, the government is proposed to
control the prices in order to achieve the benefit of the people

Keywords: market mechanism, Abu Yusuf economic thought, price increases.

A. PENDAHULUAN
Islam sebagai agama yang universal, mengatur seluruh aspek kehidupan manusia,
baik yang bersifat ibadah maupun muamalah. Begitu pula ekonomi. Dalam Islam diatur
bagaimana perilaku konsumen dan produsen dalam menjalankan aktivitas ekonomi
mereka. Interaksi-interaksi mereka dalam pasar diatur agar tidak terjadi market power
yang menguntungkan satu pihak. Dalam struktur pasar Islami, memang ada kebebasan
dalam berekonomi, namun masih dibatasi dengan aturan-aturan tanpa mengabaikan
prinsip tanggung jawab dan keadilan.

Mahasiswa Magister Program Studi Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri Bandung Sunan Gunung
Djati, dan Alumni Mu'tah University Faculty of Syari'ah (Fiqh Wa Ushuluh). Al-Karak - Jordan, E-mail:
34198720@yahoo.com.

Pasar adalah tempat untuk beraktifitas ekonomi dimana kegiatan ekonomi


berlangsung secara alamiah sehingga aturan mainnya pun terjadi secara alamiah. dan
telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada
kedudukan yang penting dalam perekonomian. Karena kemaslahatan manusia dalam
kehidupan tidak akan terwujud tanpa adanya saling tukar-menukar. Pasar yang
merupakan sarana dalam mempertemukan pihak penjual dan pembeli untuk melakukan
transaksi mempunyai aturan tersendiri. Di pasar orang bisa mendapatkan kebutuhannya
dan tidak ada orang yang tidak memerlukan pasar2. Peran pasar dalam menggerakkan
roda kehidupan ekonomi menduduki posisi yang sangat penting, hal itu dapat dilihat dari
fluktuasi harga yang ada di dalamnya, menunjukkan adanya dinamika kehidupan
ekonomi yang pada akhirnya dapat dijadikan sandaran untuk mengambil keputusan. Pasar
merupakan elemen ekonomi yang dapat mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan
hidup manusia.
Dalam catatan sejarah memaparkan bagaimana Rasulullah menghargai
mekanisme pasar sebagai sebuah sunnatullah yang harus dihormati. Pandangan tentang
pasar dan harga menggelitik para pemikir ekonom islam untuk memberikan kontribusi
pemikirannya, salah satunya adalah Abu Yusuf. Pemikirannya mengenai mekanisme
pasar ternyata sangat canggih dan tergolong futuristik jika dipandang pada masanya.
Pemikirannya itu tentu saja merupakan kekayaan khazanah intelektual yang sangat
berguna pada masa kini dan masa depan. Selanjutnya dipaparkan bagaimana mekanisme
kerja pasar serta faktor-faktor yang memengaruhinya..
Secara umum saat ini banyak terjadi kelangkaan dan mahalnya harga pangan dunia yang
terasa berdampak bagi masyarakat luas terutama bagi masyarakat miskin. Akibatnya,
inflasi akan menggerus ekonomi dan telah dikeluhkan banyak negara saat ini. Dalam
konteks ekonomi dalam negeri juga tidak sunyi dari imbasnya, misalnya terjadi kenaikan
harga menjelang Ramadhan dan Lebaran Iedul Fitri (Lebaran Effect) adalah fenomena
berulang yang seolah tak terhindarkan bagi rakyat Indonesia, seakan menjadi sebuah
tradisi dan suatu kewajaran.

Jaribah ibn Ahmad al-Haritsi, al-Fiqh al-Iqtishd Li Amr al-Muminn Umar Ibn al-Khattb (Jeddah: Dr
al-Andalus al-Khadr, 2003), hlm 534

Dari latar belakang di atas yakni pentingnya peran pasar dalam menggerakkan roda
kehidupan ekonomi khususnya dalam proses penentuan harga. Tulisan ini dapat
dirumuskan dalam memberikan jawaban dari beberapa pertanyaan berikut :
1. Bagaimanakah Abu Yusuf menawarkan pemikirannya tentang mekanisme pasar,
khususnya dalam konteks Supply and Demand sebagai faktor penentu harga ?
2. Adakah relevansinya dari kedua konsep tersebut dalam konteks mekanisme pasar
di Indonesia dan fenomena kenaikan harga menjelang lebaran ?
Pada paper ini penulis mencoba menganalisis pemikiran ekonomi Yaqub ibn Ibrahim ibn
Saad ibn Husein al-Anshori atau yang lazim dikenal dengan Abu Yusuf khususnya
tentang permasalahan permintaan, penawaran dan regulasi tingkat harga. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep dan teori mekanisme pasar melalui
perpspektif ekonom Muslim dalam hal ini pemikiran ekonomi Abu Yusuf dan
relevansinya dengan perkembangan ekonomi di Indonesia dalam konteks kenaikan harga
menjelang Lebaran.
Tulisan yang merupakan penelitian sederhana ini adalah penelitian studi pustaka
atau studi literatur dengan menggunakan data-data sekunder berupa buku referensi,
artikel-artikel dan karya ilmiah lain. Tulisan ilmiah berupa paper ini pun mencoba
menggunakan metode pendekatan filosofis dan historis dalam mengeksplorasi pemikiran
ekonom Islam. Yaitu, Abu Yusuf.

B. MEKANISME PASAR DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM


Dalam Islam, umat muslim dianjurkan untuk berusaha apa saja selama masih
dalam koridor syariah, artinya selama usaha itu tidak melanggar ketentuan-ketentuan
yang di syariatkan Allah SWT. Demikian pula dalam hal melakukan kegiatan ekonomi,
semua boleh dilakukan asalkan tidak melanggar aturan-aturan tersebut. Salah satu
aktivitas ekonomi dapat terlihat dalam pasar. Berbicara mengenai mekanisme pasar
dalam perspektif ekonomi Islam, tentu tidak lepas dari sumber hukum Islam yaitu al
Quran. Sebagai dasar filosofi hidup manusia, al Quran tidak menggambarkan secara
jelas tentang apa itu mekanisme pasar dan aturan-aturan mengenainya. Namun demikian
sebagai manusia yang dilengkapi akal maka kita akan dapatkan aturan main tentang pasar
yaitu seperti apa yang tersebut dalam al Quran surat An-Nisa (4) ayat 29, sebagai berikut:
3








)(
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
M. Quraish Shihab dalam tafsirnya al-Misbah menafsirakan ayat tersebut dalam konteks
ekonomi, ayat tersebut menyebutkan beberapa prinsip penting dalam berekonomi.
Pertama adalah kata yang dimaksud adalah harta yang beredar dalam masyarakat.3
Kedua adalah
yakni pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang
disepakati. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad saw. Bersabda, Kaum muslimin sesuai
dengan (harus menepati) syarat-syarat yang mereka sepakati, selama tidak menghalalkan
yang haram atau mengharamkan yang halal.4 Dan selanjutnya adalah kata yang
mengharuskan adanya kerelaan kedua belah pihak yaitu prinsip antaradhin minkum.
Walaupun kerelaan adalah hal yang tersembunyi di dalam hati, tetapi indikator dan tandatandanya dapat terlihat. Ijab dan kabul, atau apa saja yang dikenal dalam adat kebiasaan
sebagai serah terima adalah bentuk bentuk yang digunakan hukum untuk menunjukkan
kerelaan.5 Dari tafsir ayat an-Nisa (4):29 tersebut jelas apa yang menjadi prinsip
dasar aktifitas pasar.

C. ABU YUSUF DALAM LINTAS SEJARAH


1. Biografi Singkat Abu Yusuf
Antara personalitas seorang penulis dan pemikiran-pemikirannya tidak dapat
dihindarkan, pasti saling berkaitan. Pentingnya pendekatan biografis dalam mengupas
sejarah, memberikan gambaran kepribadian seorang pelaku sejarah sehingga perubahan
pemikiran , pandangan, sikap, nilai, dan bahkan karakter dapat dipahami dalam suatu
totalitas, Ada banyak faktor (lingkungan, seting sosial, keluarga, pendidikan, dan

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm 412.
Ibid., hlm 413
5
Ibid
4

sebagainya) yang ikut mambantu personalitas, yang secara alamiah diikuti secara serius
oleh para peneliti yang mengkaji sosok Abu Yusuf. Karena itu, latar belakang Abu Yusuf
sangat penting dikaji.
Yaqub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Saad Al-Anshari Al-Jalbi Al-Kufi
Al-Baghdadi, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Yusuf , lahir di Kufah pada tahun 113
H (731 M) dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 182 H (798 M). 6 Abu Yusuf
berasal dari suku Bujailah, salah satu suku bangsa arab. Keluarganya disebut anshori
karena dari pihak ibu masih memiliki hubungan dengan kaum anshar. Dibesarkan di kota
kufah dan Baghdad yang pada masa itu merupakan pusat kegiatan pemikiran dan
intelektual islam paling dinamis. Beliau berguru pada salah seorang ulama besar
kenamaan yaitu numan bin tsabit yang dikenal dengan nama abu hanifah, pendiri
madzhab hanafi. Beliau belajar pada imam abu hanifah selama 17 tahun. Begitu
intensnya hubungan pribadi dan intelektual ini membuat Abu yusuf mengambil metode
dan cara berfikir gurunya itu dan turut menyebarkan paham fikihnya selama hidup. 7
Berkat bimbingan para gurunya serta ditunjang oleh ketekunan dan kecerdasannya, Abu
Yusuf tumbuh sebagai orang alim yang sangat dihormati oleh berbagai kalangan, baik
ulama, penguasa, maupun masyarakat umum. Tidak jarang berbagai pendapatnya
dijadikan acuan dalam kehidupan bermasyarakat. Beliau dikenal sebagai orang yang
memiliki ketajaman pikiran, cepat mengerti, dan sangat cepat menghafal hadits. Muridmuridnya yang sangat terkenal adalah Ahmad bin Hanbal (pendiri madzhab Hanbali),
Muhammad bin Al-Hasan Al-Syaibani, dan Yahya bin Adam Al-Qarasy (seorang ulama
yang menulis karya ilmiah kitab al-kharraj juga). Pada masa Dinasti Abbasiyah, oleh
Khalifah Harun ar-Rasyid beliau diangkat menjadi ketua Mahkamah Agung (Qadhi al
Qudhah) sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas keluasan ilmu
dan kontribusi pemikirannya yang sangat membantu pemerintahan saat itu.8
2. Landasan Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf

al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi, Manaqib al-Imam Abi Hanifah
wa sohibayhi Abi Yusuf wa Muhammad bin al-Hasan (Cairo: 1366) hlm 57
7
Ibid, Hal 58
8
Adiwarman Azim Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 231

Mengkaji pemikiran Abu Yusuf dalam kitab al-Kharaj, sekiranya dapat diketahui
landasan pemikirannya mengenai ekonomi, setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
baik intern maupun ekstern. Faktor intern lahir dari latar belakang pendidikannya yang
dipengaruhi dari beberapa gurunya. Hal ini Nampak dari seting sosial dalam penetapan
kebijakan yang direkomendasikannya, tidak keluar dari konteksnya. Ia berupaya lepas
dari belenggu pemikiran yang telah digariskan para pendahulunya, dengan cara
mengedepankan rasionalitas (Rayu) dengan menggunakan perangkat analisis (qiyas) dan
tidak bertaqlid dalam upaya mencapai kemaslahatan ammah sebagai tujuan akhir hukum.
Hal ini terlihat dari beberapa penyelesaian kasuistik yang terjadi pada masanya. Faktor
ekstern, adanya sistem pemerintahan yang absolute. Ia tumbuh dalam keadaan politik dan
ekonomi kenegaraan yang tidak stabil, dengan seting sosial seperti itulah Abu Yusuf
tampil dengan pemikiran ekonomi al-Kharaj.
3. Karya Abu Yusuf
Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah Kitab al-Kharraj
(buku tentang perpajakan). Kitab yang ditulis oleh Abu Yusuf ini bukanlah kitab pertama
yang membahas masalah al-Kharaj atau perpajakan. Para sejarahwan muslim sepakat
bahwa orang pertama yang menulis kitab dengan mengangkat tema al-Kharraj adalah
Muawiyah bin Ubaidillah bin Yasar (W. 170 H), seorang Yahudi yang memeluk agama
Islam dan menjadi sekertaris khalifah Abu Abdillah Muhammad al-Mahdi (158-169 H/
755-785 M). namun sayangnya, karya pertama di bidang perpajakan dalm islam tersebut
hilang ditelan zaman.9
Sekalipun berjudul al-Kharaj, kitab tersebut tidak hanya mengandung pembahasan
tentang al-Kharaj saja, melainkan juga meliputi berbagai sumber pendapatan Negara
lainnya, seperti Ghanimah, Fai, Kharraj, ushr, jizyah, dan shadaqah, yang dilengkapi
dengan cara-cara bagaimana mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta
tersebut sesuai dengan syariah Islam berdasarkan dalil-dalil naqliyah (al-Quran dan
Hadist). Tidak terbatas pada kajian ekonomi Makro yang mengkaji aktifitas ekonomi
suatu Negara, dalam kitabnya al-Kharaj Abu Yusuf juga menyentuh aspek-aspek
ekonomi Mikro yang mengkaji tentang aktifitas dan tingkah laku individual dalam

Ibid, Hal 233

ekonomi, salah satunya pemikiran beliau mengenai mekanisme pasar yang akan disorot
dalam tulisan ini.
D. MEKANISME PASAR DALAM PERSPEKTIF ABU YUSUF
Dalam sejarah pemikiran ekonomi islam catatan paling awal yang dapat ditemukan
mengenai mekanisme pasar dalam konteks penambahan dan pengurangan produksi
menjadi faktor perubahan harga adalah oleh Abu Yusuf.10 Dalam kitabnya al-Kharaj Abu
Yusuf mengatakan :
Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal, dan tidak ada ketetapan yang
pasti mengenai hal itu, karena yang demikian adalah perkara yang terjadi secara
alamiah, tidak diketahui persis bagaimana terjadinya. Murah bukan karena
melimpahnya suatu makanan/barang demikian juga mahal bukan dikarenakan
kelangkaannya, yang demikian itu adalah perkara dari Allah dan ketetapannya,
terkadang makanan/barang berlimpah harga tetap mahal, dan terkadang
makanan/barang sedikit harga tetap murah11
Dalam hukum penawaran terhadap barang dikatakan bahwa hubungan antara
harga dengan banyaknya komoditi yang ditawarkan mempunyai kemiringan positif.
Apabila harga komoditi naik maka akan direspon oleh penambahan jumlah komoditi yang
ditawarkan. Begitu juga sebaliknya, apabila harga komoditi turun maka akan direspon
oleh penurunan jumlah komoditi yang ditawarkan.12
Dari teori Abu Yusuf di atas mengenai supply and demand, tampak Abu Yusuf
membantah kesan umum dari hubungan negatif antara penawaran dan tingkat harga.
Adalah dalam kenyataannya benar bahwa tingkat harga tidak hanya bergantung pada
penawaran semata - di mana ada hal lain yang juga sangat penting yang menentukan
kekuatan permintaan. Oleh karena itu, kenaikan atau penurunan tingkat harga tidak harus
selalu berhubungan dengan melimpah atau langkanya suatu barang saja. Pendapat Abu
Yusuf ini merupakan hasil observasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ada
kemungkinan kelebihan hasil dapat berdampingan dengan harga yang tinggi dan

10

Adiwarman Azim Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 141
Abu Yusuf, al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Maarif, 1979), hlm. 48-49
12
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer (Depok:Gramata
Publishing), hlm. 132
11

kelangkaan dengan harga yang rendah. Namun disisi lain, abu Yusuf juga tidak menolak
peranan permintaan dan penawaran dalam penentuan harga. Bersikeras dengan hal ini,
Abu Yusuf mengatakan bahwa ada beberapa alasan lainnya, tetapi ia tidak menyatakan
secara rinci.13
Dapat disimpulkan bahwa bekerjanya hukum permintaan dan penawaran pasar
dalam menentukan tingkat harga, meskipun dalam kitab al-Kharaj kata permintaan dan
penawaran tidak ia katakan secara eksplisit, selain itu dalam kitabnya secara implisit juga
dijelaskan bahwa, harga bukan hanya ditentukan oleh penawaran saja, tetapi juga
permintaan terhadap barang tersebut. Bahkan, Abu Yusuf mengindikasikan adanya
variable-variabel lain yang juga turut mempengaruhi harga. Pernyataan tersebut didasari
dengan beberapa redaksi hadits yang termuat dalam kitabnya:

14

Abu Yusuf berkata : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdurrahman bin
Abi Laili dari Hikam bin Utaibah yang menceritakan bahwa pada masa Rasulullah SAW
harga pernah melambung tinggi, maka masyarakat mengadu kepada Rasulullah harga
menjadi mahal, maka mereka meminta Rasulullah membuat ketentuan untuk menetapkan
harga. Maka berkata Rasulullah: (Bahwasanya murah dan mahalnya suatu harga adalah
ketentuan Allah, tidaklah kita dapat mencampuri perkara Allah dan ketetapannya.)

.
15

Telah menceritakan kepadaku Abu Hamzah al-Yamani dari Salim bin Abi Jaad telah
mengakatakan bahwa masyarakat mengadu kepada Rasulullah SAW: wahai Rasulullah,
harga-harga telah melambung tinggi, maka tetapkanlah standar harga untuk kami,
13

Adiwarman Azim Karim, ibid


Abu Yusuf, al-Kharaj, (Beirut: Dar al-Maarif, 1979), hlm. 49
15
Ibid
14

beliau lalu berkata (Sesungguhnya tinggi dan rendahnya suatu harga ketentuan Allah,
dan aku ingin ketika berjumpa dengan Allah tidak ada seseorang yang meminta
pertanggungjawaban dariku karena kezaliman.
Dalam menanggapi hadits di atas Abu Yusuf tidak menolak adanya keterkaitan antara
supply dan demand. Namun dengan pernyataan tersebut memuat pemahaman bahwa
tingkat naik dan turunnya produksi tidak selalu berpengaruh pada harga, di sisi lain ada
kekuatan lain yang lebih menentukan.16 Karena Abu Yusuf tidak membahas lebih rinci
apa yang disebutkannya sebagai variable lain, ia tidak menghubungkan fenomena yang
diamatinya terhadap perubahan dalam penawaran uang. Namun, pernyataannya tidak
menyangkal pengaruh permintaan dan penawaran dalam penentuan harga17
Hal menarik lainnya dalam analisis ekonomi Abu Yusuf pada masalah
pengendalian Tasir (harga) Abu Yusuf menentang penguasa yang menetapkan harga.
Menurut Abu yusuf , pernyataan kontroversialnya ini dapat dilihat dari paparan hadits di
atas. Penting diketahui, Menurut Siddiqi sebagaimana yang telah dikutip oleh Adiwarman
bahwa para penguasa pada periode itu umumnya memecahkan masalah kenaikan harga
dengan menambah suplai bahan makanan dan mereka menghindari kontrol harga.
Kecendrungan yang ada dalam pemikiran ekonomi adalah membersihkan pasar dari
praktek penimbunan, monopoli, dan praktek korup lainnya dan kemudian membiarkan
penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Abu Yusuf tidak
dikecualikan dalam hal kecenderungan ini.

E. ANALISIS

MEKANISME

PASAR

DI

INDONESIA,

PENYEBAB

KENAIKAN HARGA MENJELANG LEBARAN


a. Kasus
Kenaikan harga menjelang Lebaran (Idul Fitri) adalah fenomena berulang, seolah
tak terhindarkan bagi rakyat Indonesia. Merujuk kembali pada pemikiran Abu Yusuf
mengenai variable yang mempengaruhi kenaikan harga komoditas, fenomena ini
sebenarnya wajar di mana ada peningkatan permintaan, maka harga pun melonjak.

16

M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf; Relefansinya dengan Ekonomi Kekinian, Cet.I
(Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI)-STIS, 2003), hlm 105
17
Adiwarman Azim Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hlm 252

Pedagang pun tak mau kehilangan kesempatan untuk mengambil untung lebih besar. Tapi
tak urung hal ini meresahkan masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan minim.
b. Faktor Terjadinya Kenaikan Harga Komoditas Menjelang Lebaran
1) Hukum Permintaan dan Penawaran
Apabila dikaitkan pemikiran Abu Yusuf dengan masalah kenaikan harga
komoditas menjelang lebaran, dapat dikatakan salah satu hal yang menyebabkan harga
barang terus merangkak naik adalah prinsip supply dan demand. Bahwa apabila
permintaan meningkat dan barang tidak ada maka cenderung terjadi kenaikan harga
barang. Banyak pandangan umum tentang hal itu disebabkan lalainya pemerintah dalam
penyediaan pasokan, langkanya barang komoditas. Namun kenaikan harga menjelang
lebaran polanya berulang-ulang setiap tahun. Muncul pertanyaan. Apakah pemerintah
tidak bisa mengantisipasi hal tersebut? Secara ringkas teori Abu Yusuf menjawab
pertanyaan tersebut. Tingkat harga tidak hanya bergantung pada penawaran semata,
dalam kasus ini variable yang sangat berpengaruh meningkatnya permintaan. Hal itu
dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang sering kali melakukan pembelian besarbesaran karena kekhawatiran langkanya pasokan pada bulan Ramadhan dan menjelang
Lebaran. Efek psikologis ini disambut pedagang dengan menaikkan harga barang.
Perilaku konsumtif menjelang lebaran didukung karena kemampuan daya beli
masyarakat. Tunjangan Hari Raya (THR), sebuah istilah popular yang berarti bonus
tambahan ke karyawan setiap menjelang lebaran. Adanya kenaikan permintaan
menyebabkan kenaikan harga pada harga ekuilibrium maupun kuantitas ekuilibrium.
Penurunan permintaan akan menyebabkan penurunan harga ekuilibrium maupun
kuantitas ekuilibrium.
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan
Pembangunan, Firmanzah sebagian besar harga komoditas pangan sebenarnya relatif
stabil. Bahkan pada beberapa komoditas hortikultura justru menunjukkan fenomena
penurunan harga akibat melimpahnya panen.18 Bahkan tiap tahun menjelang lebaran
pemerintah membuka keran impor daging sapi, bawang merah, dan cabai untuk
menstabilkan harga yang mulai merangkak. Namun, nyatanya mekanisme harga yang

18

www.infobanknews.com/2014/06/puasa-dan-lebaran-pemerintah-pastikan-pasokan-pangan-tersedia
[diakses 1 November 2014]

10

dilempar ke pasar tetap bergejolak naik. Pernyataan ini memperkuat teori Abu Yusuf
tentang supply and demand, bahwa tingkat harga tidak hanya bergantung pada penawaran
semata - di mana ada hal lain yang juga sangat penting yang menentukan.
Pada artikel ini mencoba menganalisa variable-variable lain yang turut
mempengaruhi kenaikan harga, yang tidak dinyatakan secara jelas oleh Abu Yusuf dalam
kitabnya al-Kharaj. Bisa jadi variable itu pergeseran permintaan, penimbunan barang,
proses distributor, atau kekuatan tersembunyi (Yadullah)19.
2) Penimbunan Barang (Ihtikar)
Faktor lain yang menyebabkan meroketnya harga dipasaran adanya praktek
penimbunan barang. Penimbunan barang adalah halangan terbesar dalam pengaturan
persaingan dalam pasar Islam. Hal tersebut dapat mempengaruhi terhadap jumlah barang
yang tersedia, dan memicu langkanya pasokan di tingkat masyarakat, dimana beberapa
produsen memilih untuk menahan sejumlah komoditas dan tidak menjualnya karena
menunggu naiknya harga. Perilaku ini mempunyai pengaruh negatif dalam fluktuasi
kemampuan persediaan dan permintaan barang. yang berimplikasi pada kenaikan harga
lebih cepat sehingga risiko inflasi lebih besar.20
Prilaku monopoli sangat bertentangan dengan mekanisme pasar yang sehat dan
sempurna. Monopoli adalah bentuk pasar dimana hak penguasaan terhadap perdagangan
hanya dipegang atau dimiliki oleh satu orang. Praktek bisnis ini menghambat manusia
untuk mendapatkan harga yang adil dan sesuai, maka jelas hal ini sangat bertentangan
dengan ajaran Islam, yang mengajarkan kemerdekaan kemerdekaan dan keadilan di
dalam perdagangan. Islam menginginkan agar harga yang adil dan fair. Oleh karena itulah
pengambilan metode ini yang hanya akan menimbulkan kebaikan harga sesaat. Ciri-ciri
pasar monopoli adalah sebagai berikut:

Di dalam pasar monopoli hanya terdapat satu penjual. Barang atau jasa yang
dihasilkan tidak tersedia ditempat lain

Jenis barang yang diproduksi atau dijual tidak ada barang penggantinya

19

Abu Yusuf, Ibid, hlm 48


Jaribah ibn Ahmad al-Haritsi, al-Fiqh al-Iqtishd Li Amr al-Muminn Umar Ibn al-Khattb (Jeddah: Dr
al-Andalus al-Khadr, 2003), hlm 537
20

11

Berkuasa menentukan harga21

Selain itu, masih dalam konteks ihtikar, Islam mengharamkan seseorang menimbun harta.
Islam mengancam mereka yang menimbunnya dengan siksa yang sangat pedih kelak di
hari kiamat. Ancaman tersebut tertera dalam nash Alquran surat at-Taubah ayat 34-35
sebagai berikut :

) (







)(
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orangorang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan
jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orangorang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
(34) pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada
mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu (35)
Larangan ihtikar ini terdapat dalam Sabda Nabi Saw,

( )
Tidak melakukan ihtikar kecuali orang yang bersalah (berdosa). 22
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda.

.
Barangsiapa yang menimbun makanan selama empat puluh hari, maka dia telah lepas
dari Allah Taala, dan Allah Ta'ala juga lep as darinya23

21

Muhammad Anas al-Zarqa, (2006). al-Aswaq Gayyara al-Tanafusiah al-Muasirah Baina al-Fiqh wa atTahlili al-Iqtisadi. Jurnal Al-Iqtisad al-Islami
22
Muhammad Abdur Rahman ibn Abdur Rahim Al-Mubarakafuri, Tuhfah al-Ahwazy bi Syarah Jami AtTirmizy, Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah, Nomor Hadits 1276, Juz 4, hlm, 404
23
Ahmad bin Hajar al-asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, Cairo, Maktabah Ibn Taymiyah, Juz
4, Hlm 348.

12

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, beliau sangat menentang dan
bersikap keras dalam menghadapi para penimbun, bahkan, mengeluarkan perintah untuk
melarang para penimbun barang untuk berjual beli di pasar Umat Islam.24
Dari sini jelas bahwasanya tidak dibenarkan adanya intervensi atau kontrol
manusia dalam penentuan harga itu, sehingga akan menghambat hukum alami yang
dikenal dengan istilah supply and demand.
3) Beberapa Faktor lainnya
Dari dua variable di atas yang pengaruhnya sangat dominan menentukan
keseimbangan mekanisme pasar, ada variable lain yang perlu untuk dicermati.
a)

Buruknya Infrastruktur

Melambungnya harga bahan kebutuhan pokok juga akibat buruknya infrastruktur.


Saluran distribusi terganggu karena banyak jalan yang berlobang dan tidak terawat serta
naiknya harga BBM sehingga biaya produksi naik. Urgensi infrastruktur adalah
disebabkan posisinya sebagai sarana yang memudahkan mobilisasi dan peredaran unsurunsur produksi25. Disinilah peran dan tugas pemerintah dalam menjaga kestabilan
ekonomi Negara. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Umar bin Khattab. Beberapa
referensi menyebutkan bagaimana perhatian Umar dalam mempermudah transportasi laut
antara Hijaz dan Mesir.26
b)

Importir Bahan Baku dan Nilai Tukar Rupiah

Sesungguhnya tidak ada larangan oleh syariat dalam hal Eksportir dan Importir.
Bahkan syariat Islam menempatkan hubungan ekonomi internasional pada posisi
penting. Sebab suatu Negara tidak akan mampu memproduksi seluruh kebutuhannya
sendiri. Dalam hadits yang diriwayatkan ibnu majah. Rasulullah SAW bersabdaOrang
yang mengimport mendapat rizki, dan orang yang menimbun mendapat laknat hadits
ini menunjukan impor justru bermanfaat bagi penduduk Negara tersebut, karena adanya
barang yang siap dijual tersebut lebih membuat hati mereka tenang daripada tidak ada.27

24

Jaribah ibn Ahmad al-Haritsi, Ibid, hlm 538


Ibid hlm 453
26
Ibid, hlm 454
27
Ibid 540
25

13

Namun, bukan berarti mengabaikan kemandirian ekonomi. Perlu juga memperhatikan


aspek kemaslahatan.
Dalam tataran penerapannya di Negara Indonesia importer pangan dari Negara
lain jurstru mengakibatkan inflasi sehingga harga pangan mahal ketika dihadapkan
dengan kondisi nilai tukar rupiah. Ketika pemerintah mengimport beras dengan kondisi
nilai tukar rupiah turun, maka akan berdampak pada harga beras yang lebih mahal.
Sesungguhnya

problemnya

kembali

kepada

beberapa

sebab,

mengabaikan

pengembangan sumber daya manusia (SDM), kemalasan manusia mengeksplorasi


sumber daya alam (SDA) yang ada, dan ketidak mampuan dalam melakukan apa yang
harus dipenuhi untuk pengembangan dan kemajuannya. Sebagai buktinya, bahwa
manusia tidak menggunakan kawasan bumi kering yang layak untuk pertanian melainkan
10 % saja. 28

F. PERAN PEMERINTAH DALAM STABILASISI HARGA


Peran pemerintah dalam menjamin keseimbangan mekanisme pasar disini
bukanlah intervensi terhadap harga. Melainkan, mengawasi kegiatan ekonomi untuk
mencegah orang-orang yang lemah sisi keimanannya dari penyimpangan dalam kegiatan
ekonomi dari jalan yang benar, praktek penimbunan, monopoli, praktek korup, dan
selanjutnya untuk pencegahan dari memakan harta orang lain dengan cara yang batil.
Sebagaimana pengawasan tersebut juga mencegah segala sesuatu yang mempengaruhi
kebebasan transaksi dan proses perdagangan, kegiatan jual-beli yang ilegal, dan
mencegah persaingan yang tidak sehat.
Dalam ekonomi islam kegiatan pengawasan control pasar dikenal dengan istilah hisbah,
sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Umar bin
Khattab memberikan perhatian khusus terhadap pengawasan pasar (Hisbah) dimana
beliau turun langsung ke pasar (blusukan) dan mengelilinginya untuk mengawasi
interaksi di dalamnya.29 Urgensi hisbah dalam menjalankan fungsinya menjaga stabilitas
pasar sangatlah jelas, jika kita lihat di Indonesia maka peran hisbah tidak akan kita lihat
28

Jaribah ibn Ahmad al-Haritsi, al-Fiqh al-Iqtishd Li Amr al-Muminn Umar Ibn al-Khattb (Jeddah: Dr
al-Andalus al-Khadr, 2003), 385
29
Jaribah ibn Ahmad al-Haritsi, al-Fiqh al-Iqtishd Li Amr al-Muminn Umar Ibn al-Khattb (Jeddah: Dr
al-Andalus al-Khadr, 2003), 534

14

secara nyata, karena di Indonesia lembaga hisbah tidak dibentuk secara independent.
Namun demikian, fungsi hisbah di Indonesia sebenarnya telah ada dengan adanya
LPPOM-MUI, dalam mengawasi kehalalan, kesehatan, dan kebersihan suatu produk, atau
lembaga-lembaga swasta lainnya seperti Lembaga Perlindungan Konsumen Nasional
Indonesia (LPKNI) sebagai pelaksana amanah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.30

PENUTUP
Pasar adalah tempat untuk beraktifitas ekonomi dimana kegiatan ekonomi
berlangsung secara alamiah sehingga aturan mainnya pun terjadi secara alamiah.
Sehingga menurut pandangan Abu Yusuf mekanisme pasar dapat terjadi secara alamiah
dari sisi penawaran dan permintaan sebagaimana mestinya. Selanjutnya dalam hal
mekanisme pasar perspektif Abu Yusuf pada prinsipnya adalah menolak adanya suatu
price intervention seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang
wajar. Namun, pasar di sini mengharuskan adanya moralitas, antara lain: Prilaku
konsumsi yang wajar, persaingan yang sehat (fair play), kejujuran (honesty),
keterbukaan (transparancy), dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini telah
ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar. Dan jika terjadi
penyimpangan maka kewajiban negara untuk mengaturnya demi kemaslahatan umat.
Dari variable-variable yang dipaparkan di atas, dapat kita simpulkan keberhasilan
penekanan angka inflasi di bulan Ramadhan hingga menjelang Lebaran tidak terlepas
adanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah. Di satu sisi, masyarakat diharapkan
mampu meminimalisir perilaku konsumtif dan menyusun rencana keuangan yang lebih
matang. Disisi lain, pemerintah selaku pemegang kebijakan seharusnya mampu
memberikan jaminan terciptanya persaingan pasar yang sehat, ketersidian pasokan yang
aman dan cukup, distribusi lancar dan terjamin, pengawasan lapangan terhadap hargaharga yang tidak wajar, serta menindak tegas penimbun barang yang merugikan
masyarakat.

30

http://www.perlindungankonsumen.id

15

IV. DAFTAR PUSTAKA


ab Ysuf. Kitab al-Kharj. Beirut: Dar al-Marifah, 1979.
Al-asqalani, Ahmad bin Hajar. Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari, Cairo: Maktabah
Ibn Taymiyah, 2008
al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi, Manaqib alImam Abi Hanifah wa sohibayhi Abi Yusuf wa Muhammad bin al-Hasan Cairo:
1366.
al-Zarqa, Muhammad Anas. al-Aswaq Gayyara al-Tanafusiah al-Muasirah Baina alFiqh wa at-Tahlili al-Iqtisadi. Jamiah al-Malik Abdul Aziz : Jurnal Al-Iqtisad alIslami. 2006.
Al-Mubarakafuri, Muhammad Abdur Rahman ibn Abdur Rahim. Tuhfah al-Ahwazy bi
Syarah Jami At-Tirmizy, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah.
Amalia, Euis. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam dari masa klasik hingga kontemporer
Depok:Gramata Publishing.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi hukum islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996.
Karim, H. Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.
Karim, H. Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007.
Majid, M. Nazori. Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf; Relefansinya dengan Ekonomi
Kekinian, Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI)-STIS. 2003.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. 2002.
http://www.perlindungankonsumen.id
www.infobanknews.com/2014/06/puasa-dan-lebaran-pemerintah-pastikan-pasokanpangan-tersedia [1 November 2014].

16

You might also like