Professional Documents
Culture Documents
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I: PENDAHULUAN .............................................................................
1
1
2
2.1 Definisi.................................................................................................
10
11
11
11
11
12
15
15
15
16
16
16
17
17
18
18
18
iii
19
21
3.1 Kesimpulan..........................................................................................
21
22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara atau gas dalam rongga
pleura, yaitu, di ruang potensial antara pleura viseral dan parietal paru-paru. Hasilnya
adalah kolaps dari paru-paru pada sisi yang terkena. Udara bisa masuk ruang intrapleural
melalui komunikasi dari dinding dada (yaitu, trauma) atau melalui parenkim paru-paru di
pleura viceralis.
Hasil dari terapi pada 480 penderita dengan fraktur multiple costa dan
dihubungkan pada trauma dada yang telah dianalisa. Berdasarkan dari trauma; 55 (25,5%)
pasien pneumotoraks yang berkembang menjadi 71 (32,8%)-hemathorax, 90(41,7%)hemopneumotoraks. Terapi konservatif dari pneumo dan hemotoraks dalam beberapa
kasus kebanyakan (biasanya dilakukan tusukan pada rongga pleura, jarang dilakukan
drainage). Pada 47 penderita yang berkaitan dengan trauma yang dengan forced position
(posisi setengah duduk), Bertujuan untuk kateterisasi pada cavum pleura dengan
menggunakan stiletto trocar melengkung dibawah sudut 60 derajat. Pada terapi clotting
hematothoraks digunakan streptokinase yang tercatat berefek positif pada 6 dari 7 pasien.
Indikasi untuk torakotomi dibatasi pada pasien dengan trauma dada yang berhubungan
dengan shock dan kehilangan darah akut (Rebecca B, 2011).
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa etiologi pneumotoraks?
2. Bagaimana cara menegakkan diagnlosa pneumotoraks?
3. Bagaimana penatalaksanaan pneumotoraks?
4. Apa saja saja komplikasi yang dapat terjadi pada pneumotoraks?
1. 3
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui etiologi pneumotoraks.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Pneumotoraks adalah penumpukan udara yang bebas dalam dada diluar paru
yang menyebabkan paru kolaps.
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum
pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat
leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkan oleh :
1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumotoraks jenis ini disebut
sebagai closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura viseralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumotoraks.
2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan
antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih
besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati
lubang tersebut dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat
inspirasi, tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar
masuk ke kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada
paru ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya
udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini
disebut sebagai open pneumotoraks (Berck, 2010).
2.2 Epidemiologi
pada laki-laki 1,2-6 kasus per 100.000 orang per tahun pada perempuan
Pneumotoraks spontan sekunder
Umur : Puncak kejadian di usia 60-65 tahun insidensi 6,3 kasus per
100.000 orang per tahun pada laki-laki 2,0 kasus per 100.000 orang per
tahun pada perempuan 26 per 100.000 pasien dengan penyakit paru
Antara Tahun 1991 dan 1995 tingkat MRS di UK Hospital baik untuk
pneumotoraks spontan primer dan sekunder adalah 16,7 per 100.000 orang per
2.3
PSP umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh penderitanya karena tidak
adanya penyakit paru-paru yang mendasari (Heffner and Huggins, 2004). Pada sebagian
besar kasus PSP, gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam.
Kecepatan absorpsi spontan udara dari rongga pleura sekitar 1,25-1,8% dari volume
hemitoraks per hari, dan suplementasi oksigen sebesar 10 lpm akan meningkatkan
kecepatan absorpsi sampai dengan empat kali lipat (Mackenzie and Gray, 2007).
Beberapa macam terapi yang dapat dilakukan pada pasien PSP antara lain observasi,
drainase interkostal dengan atau tanpa pleurodesis, dan video-assisted thoracoscopic
surgery (VATS) (Heffner and Huggins, 2004).
Panduan terapi untuk PSP dikeluarkan oleh British Thoracic Society (BTS)
dan American College of Chest Physician (ACCP). Terdapat perbedaan untuk besarkecilnya pneumotoraks dan jenis terapi untuk PSP kecil simtomatik dan PSP simtomatik
yang stabil di antara keduanya (Mackenzie and Gray, 2007). Berikut adalah ringkasan
gabungan panduan terapi menurut BTS dan ACCP (Mackenzie and Gray, 2007).
a. Clinically stable small pneumotoraks
Kedua panduan menyatakan terapi untuk pasien stabil dengan
pneumotoraks kecil (<2 cm, BTS; <3 cm, ACCP) dan gejala minimal
adalah dengan melakukan observasi dan di-KRS-kan. Panduan ACCP
menyarankan dilakukannya observasi sekitar 3-6 jam, foto rontgen paruparu, diKRSkan dengan instruksi lengkap, dan pasien diminta untuk
kontrol dalam dua hari berikutnya.
b. Large pneumotoraks and symptomatic small pneumotoraks
Pasien yang tergolong dalam PSP ini membutuhkan intervensi. BTS
merekomendasikan aspirasi sederhana sebagai terapi lini pertama pada
PSP luas dengan kondisi stabil dan pneumotoraks kecil simtomatis. CXR
dilakukan setelah aspirasi untuk menentukan apakah terdapat perbaikan.
Apabila tidak ada perbaikan atau pasien masih simtomatis dan jumlah
aspirasi awal kurang dari 2,5 liter aspirasi ulangan dapat dilakukan.
Apabila aspirasi pertama sudah lebih dari 2,5 liter atau aspirasi ulangan
tidak berhasil maka pemasangan drain interkostal harus dilakukan.
c. Clinically unstable patients with a large pneumotoraks
Pada pasien yang termasuk dalam kategori ini sebaiknya dilakukan
pemasangan drain interkostal dan di-MRS-kan. Paru-paru harus dapat
mengembang sepenuhnya 24 jam sebelum drain dilepas. CXR dilakukan
setiap 24 jam.
d. Surgical intervention
Terapi pembedahan harus mulai dipikirkan apabila terdapat kebocoran
udara persisten atau paru-paru gagal melakukan re-ekspansi setelah 3-5
hari.Indikasi dilakukannya operasi meliputi terjadinya pneumotoraks
ipsilateral yang kedua, pneumotoraks kontralateral yang pertama, dan
adanya resiko pekerjaan seperti penyelam atau pilot. Pasien dengan
profesi tersebut sebaiknya menjalani tindakan operasi bilateral. Pilihan
terapi pembedahan yang dapat dilakukan seperti VATS, pleural abrasion,
surgical
talc
pleurodesis,
pleurectomy,
dan
open
thoracostomy
rekurensi. Indikasi penjepitan drainase adalah apabila terdapat kebocoran udara terus
menerus karena berpotensi menyebabkan tension pneumotoraks.
2.3.2
Pneumotoraks Traumatik
Fallen lung sign/peptic lung sign di mana hilus paru terletak lebih rendah dari normal
atau terdapat pneumotoraks persisten dengan chest tube terpasang dan berfungsi dengan
baik (Sharma, 2009).
Pneumotoraks traumatik noniatrogenik juga dapat terjadi akibat barotrauma.
Pada suhu konstan, volume massa udara berbanding terbalik dengan tekanannya,
sehingga apabila ditempatkan pada ketinggian 3050 m, volume udara yang tersaturasi
pada tubuh meningkat 1,5 kali lipat daripada saat di ketinggian permukaan laut. Pada
peningkatan tekanan tersebut, udara yang terjebak dalam bleb dapat mengalami ruptur
dan menyebabkan pneumotoraks. Hal ini biasanya terjadi pada kru pesawat terbang.
Sedangkan pada penyelam, udara yang terkompresi dialirkan ke paru-paru harus melalui
regulator dan sewaktu naik ke permukaan barotrauma dapat terjadi seiring dengan
penurunan tekanan secara cepat sehingga udara yang terdapat di paru-paru dapat
menyebabkan pneumotoraks (Sharma, 2009)
10
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh
gerakan pernapasan.Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif.Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound) (Alsagaff, 2009).
2.4.3 Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks ventil adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.
Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya
tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan
atmosfer.Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas (Alsagaff, 2009).
2.5 Patofisiologi Pneumotoraks
Pneumotoraks diklasifikasikan atas pneumotoraks spontan, traumatik,
iatrogenik. Pneumotoraks spontan dibagi lagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan
sekunder. Pneumotoraks traumatik disebabkan oleh trauma pada organ paru dan
pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari intervensi diagnostik ataupun
terapeutik.
Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural
ditemukan pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan videoassisted thoracoscopic surgery dan torakotomi. Kasus pneumotoraks spontan primer
sering dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari pembentukan bula
subpleural, namun pada sebuah penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan)
11
menunjukkan bahwa 89% kasus dengan bula subpleural adalah perokok berbanding
dengan 81% kasus adalah bukan perokok.
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah
teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok
yang kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan
protease-antiprotease
dan
sistem
oksidan-antioksidan
serta
menginduksi terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan
meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial
paru menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan
meningkat dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh
udara akibat rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya
keseimbangan tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan
bertambah kecil dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini
adalah timbulnya sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2.
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam
patogenesis terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks
spontan primer ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan,
homosisteinuria, serta sindrom Birt-Hogg-Dube.
Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/penyakit paru yang
sudah ada sebelumnya. Mekanisme terjadinya adalah akibat peningkatan tekanan alveolar
yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus akan berpindah ke interstitial
menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. Selanjutnya udara akan berpindah
melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga pleura dan menimbulkan
pneumotoraks. Beberapa penyebab terjadinya pneumotoraks spontan sekunder adalah:
12
COPD
Kistik fibrosis
Asma bronkial
Sarkoidosis
Limfangioleimiomatous
Sklerosis tuberus
Artritis rheumatoid
Spondilitis ankilosing
Sleroderma
Sindrom Marfan
Sindrom Ethers-Danlos
Kanker
o
Sarkoma
Kanker paru
Endometriosis toraksis
13
Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun nonpenetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi
tarikan ke luar dinding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti
dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali.
Tekanan pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan
ventilasi pada bagian yang mengalami pneumotoraks.
Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau
bedah. Salah satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic
needle aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif
(positive pressure mechanical ventilation).Angka kejadian kasus pneumotoraks
meningkat apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak berpengalaman.
Pneumotoraks ventil (tension pneumotoraks) terjadi akibat cedera pada
parenkim paru atau bronkus yang berperan sebagai katup searah. Katup ini
mengakibatkan udara bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran
balik dari udara tersebut. Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang
dapat menyebabkan terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif)
di rongga pleura tanpa adanya aliran udara balik.
Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura
sehingga menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral.
Hal ini menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung
turun karena venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat
gangguan pertukaran udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi
kontralateral. Hipoksia dan turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan
hemodinamik yang akan berakibat fatal jika tidak ditangani secara tepat.
14
2.6.1
Keluhan
a) Nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru terkena khususnya pada
b)
2.6.2
2.6.3
15
Pada pemeriksaan jalan nafas yaitu membuka jalan nafas dengan jaw thrust (bila
dicurigai terdapat cedera servikal pada pasien tidak sadar)
dilanjutkan dengan membersihkan rongga mulut dengan swab mengunakan jari telunjuk,
mempertahankan jalan nafas agar tetap terbuka. Pada pasien tidak sadar dilakukan
pemasangan orofaringeal tube untuk mencegah lidah jatuh dan menutup jalan nafas
(Boon, 2008).
Pemeriksaan pernafasan yaitu melihat, mendengar, dan merasakan dilakukan
secara bersamaan. Pada pasien dengan pneumotoraks perkembangan dinding dada
asimetris, deviasi trakea ke paru yang sehat,
bahkan menghilang dan pada perkusi didapatkan hipersonor. Bila didapatkan tanda-tanda
tersebut, langsung dilakukan tindakan needle thoracostomy (Boon, 2008).
Pemeriksaan nadi karotis dan radialis didapatkan takikardi, akral dan memeriksa
capillary refill time. Dilakukan pemasangan intravenous line, bila terjadi perdarahan
masif dilakukan pemasangan double line dengan cairan kristaloid (Boon, 2008).
2.7.2 Penatalaksanaan Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Kebanyakan kasus simple pneumothoraces akan membutuhkan pemasangan
intercostal chest drain sebagai terapi definitif. Pneumothoraces kecil, khususnya yang
hanya terlihat dengan menggunakan gambaran tomografi komputer. Pemasangan chest
tube cocok pada kasus yang terdapat multiple injury, pasien yang menjalani anestesia
yang berkepanjangan, atau pasien yang akan ditransfer dengan jarak yang jauh dimana
deteksi peningkatan atau tension pneumothorax mungkin sulit atau tertunda (Brohi,
2004).
16
Bila chest drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa
melakukan terapi definitif perban dapat diletakkan di atas luka dan diplester pada tiga
sisinya. Secara teori, hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk memungkinkan
udara keluar dari pneumotoraks selama ekspirasi, namun tidak masuk selama inspirasi.
Hal ini mungkin sulit bila dilakukan pada luka yang luas dan efeknya sangat bervariasi.
Sesegera mungkin chest drain harus dipasang dan luka ditutup (Brohi, 2004).
Manuver
ini
mengubah
tension
pnemothorax
menjadi
simple
(diseksi tumpul), tekanan akan didekompresi dan pemasangan chest tube dapat dilakukan
tanpa terburu-buru. Hal ini terutama berlaku bagi pasien yang terventilasi manual dengan
tekanan positif (Brohi, 2004).
17
18
ini dapat memperparah keadaan pasien dengan pneumotoraks akibat kompresi jalan
napas. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan apabila terjadi distres adalah insisi kulit
dengan pisau pada daerah kulit yang mengalami pembengkakan (Paramasivam, 2008).
BAB III
19
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada kavum pleura
akibat robeknya pleura viseralis atau robeknya dinding dada dan pleura parietalis.
2. Pneumotoraks diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kejadian yakni spontan dan
primer, jenis fistel menjadi simple dan tension pneumotoraks, dan lokalisasinya.
3. Diagnosa pneumotoraks ditegakkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta
ditunjang oleh pemeriksaan radiologis.
4. Penatalaksanaan awal pneumotoraks dilakukan berdasarkan pemeriksaan Airway,
Breathing, dan Circulation sedangkan penatalaksanaan lanjutan seperti pemasangan
chest tube, thoracotomy, dan pleurodesis, dilakukan berdasarkan jenis pneumotoraks
dan perkembangan keadaan klinis pasien.
5. Komplikasi yang dapat berkembang dari kejadian pneumotoraks antara lain emfisema
subkutis dan pneumomediastinum dapat berlanjut menjadi depresi saluran napas
gangguan kontraksi jantung dan berujung pada kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff H, Mukty HA. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.
20
Arief
N,
Syahruddin
E.
ui.com/tesis/pratamaAD.pdf.
@008.
Pneumotoraks.
Bascom
R.
http://www.pulmo-
2006.
Pneumotoraks.
http://www.emedicine.com/med/fulltopic/topic1855.htm
Bascom, R. 2011. Peumothorax. http://emedicine.medscape.com/article/424547.
Berck,
M.
2010.
Pneumothorax.
http://nefrologyners.wordpress.com/2010/11/03/pneumothorax-2/.
Boowan
JG.
2006
Pneumotoraks,
Tension
and
Traumatic.
Brohi
http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC470.HTM.
K.
2004.
Chest
Trauma:
Brohi
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTpneumo.html.
K.
2004.
Chest
Trauma:
Pneumothorax-Tension.
Pneumothorax-Simple.
http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTtension.html.
Carolan, PL. 2010. Pneumomediastinum. Medscape Reference.
Emedicine.
Spontaneous
and
Pneumomediastinum.
http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM.
Heffner, JE and Huggins, JT. 2004. Management of Secondary Spontaneous
Korom
http://www.patient.co.uk/doctor/Pneumothorax.htm.
Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007. Primary Spontaneous Pneumothorax: why all the
confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of
Edinburgh; 37:335-338
McCool
FD,
Rochester
DF,
et
al.
2008.
Pneumothorax.
http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons
%20Practice/141278/all/Pneumothorax.
Paramasivam, E. 2008. Air Leaks, Pneumothorax, and Chest Drains: Subcutaneous
Emphysema, Pneumomediastinum, and Pneumopericardium. Cont edu Anaesth
Crit Care & Pain. 8(6): 204-209. Oxford University Press
Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous Pneumothorax. N Eng J Med 2000; 342: 868-74
Ylmaz, A, Bayramgrler, B, Yazcolu, O, nver, M, Erturul, M, Gngr, N, Baran,
R. 2002. Iatrogenic Pneumothorax: Incidence and Evaluation of the Therapy.
Turkish Respiratory Journal, August 2002, Vol.3, No.2
21