Professional Documents
Culture Documents
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
2 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
mendapat gangguan seperti penambahan noise, distorsi sinyal informasi, interferensi dan juga
multipath fading pada kanal nirkabel. Sehingga informasi yang dikirim kemungkinan akan
terjadi kesalahan atau salah deteksi pada penerima, yang menyebabkan penurunan kinerja dari
sistem. Salah satu teknik untuk mengurangi kesalahan pada saat pengiriman informasi adalah
menggunakan pengkodean kanal atau teknik koreksi kesalahan untuk meningkatkan kinerja dari
sistem. Kesalahan yang terjadi atau salah deteksi pada saat transmisi informasi tersebut dapat
menurunkan kinerja sistem. Untuk itu diperkenalkan teknik koreksi kesalahan (Moon, T. K.,
2005). Teknik ini sangat ditentukan oleh encoder-decodernya. Sehingga eksplorasi ide atau
desain encoder-decoder dengan metode yang baru tetap penting dan diperlukan.
Pengkodean kanal telah banyak diperkenalkan pada penelitian-penelitian sebelumnya,
diantaranya Hamming code yang digunakan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan bit
tunggal dan Reed Solomon (RS) code memperkenalkan teknik error dan erasure correction.
Pada penelitian ini, encoder-decoder berbasis angka sembilan digunakan pada pengkodean
kanal atau teknik koreksi kesalahan pada sistem transmisi informasi digital. Encoder-decoder
berbasis angka sembilan telah dilakukan penelitian awal pada model transformasi digital dengan
metode encoder-decoder perkalian angka sembilan (Yuhanda, B. dan Nasaruddin, 2013), dalam
bentuk model transmisi informasi digital. Ide atau penelitian awal tersebut akan dikembangkan
lebih lanjut dalam bentuk simulasi encoder-decoder dan evaluasi kinerja transmisinya. Untuk
itu, penelitian ini akan merancang dan simulasi transmisi informasi digital melalui encoderdecoder berbasis angka sembilan. Sejauh ini, perancangan encoder-decoder berbasis angka
sembilan ini belum pernah diperkenalkan sebagai teknik pendeteksi dan pengkoreksi kesalahan
untuk transmisi informasi digital.
2. Tinjauan Pustaka
Relevansi dari skema pengkodean yang diusulkan pada penelitian ini bisa masuk dalam
kategori keluarga Hamming code dan Reed Solomon. Hamming code banyak diperkenalkan
sebagai pengkoreksi kesalahan bit tunggal (single error correcting code) (Xiong W. and
Matolak D.W., 2005). Kode Hamming merupakan salah satu bentuk kode Forward Error
Correcting (FEC). Sistem yang menggunakan kode Hamming akan mempunyai kemampuan
untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan 1 bit data yang diterima oleh penerima. Kode
Hamming dikenal sebagai parity code, dimana pada encoder-nya, bit-bit informasi
ditambahkan dengan bit pariti
sebagai suatu codeword
yang akan ditransmisikan.
Sedangkan pada sisi penerima dilakukan pengecekan dengan decoder yang sama dengan
pembangkitan bit pariti. Kode Hamming yang umum digunakan dinotasikan dengan kode
Hamming
dimana
adalah panjang codeword dan
adalah bit-bit informasi. Kode
Hamming yang populer digunakan adalah kode Hamming
.
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
Dari modul aritmatika generator encoder, dapat diketahui bahwa generator encoder
diperoleh dari dataword. Dimana, untuk , didapatkan dari penjumlahan
.
Sedangkan untuk , didapatkan dari penjumlahan
. Begitupula halnya ,
didapatkan dari penjumlahan
.
2. Menghitung sindrom pada penerima:
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149
Pada penelitian lain, kode Reed Solomon (Immink, K.A.S., 1994) telah diperkenalkan
sejak 1960 oleh David Irving Reed dan Gus Solomon. RS disebut juga kode linear
(menjumlahkan dua codeword), dan cyclic (menggeser sebuah codeword secara cyclic), yang
menghasilkan codeword yang lain. Pengkodean RS termasuk dalam keluarga Bose Choundhuri
Hocquenghem (BCH) non-biner. Pada encoder RS, sejumlah bit-bit informasi
akan
menghasilkan blok kode sebanyak bit. Sehingga kode RS dapat dinotasikan
, dimana,
dengan
adalah jumlah bit pada setiap bit. Kemampuan pendeteksi dan
pengkoreksi kesalahan RS adalah
.
Pengkodean kanal yang menggunakan encoder-decoder berbasis angka sembilan seperti
yang diusulkan pada penelitian ini merupakan hasil pendekatan secara matematis untuk
mendapatkan kode-kode biner. Kode yang diusulkan dapat menjadi salah satu kode yang baru
dari keluarga kode Hamming dan kode Reed Solomon. Namun demikian, proses pembangkitan
kode dan pengkodean serta pendekodean kode berbasis angka Sembilan berbeda dengan kodekode tersebut. Kode angka Sembilan dimulai dari pendekatan matematis kemudian dirancang
kedalam model encoder-decoder untuk sistem transmisi informasi digital. Usulan ini merupakan
salah satu alternatif baru untuk encoder-decoder pada sistem komunikasi digital. Model
rancangan encoder-decoder tersebut akan divisualisakan menggunakan bahasa pemograman
Microsoft Visual Basic 6.0 Enterprise.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah perancangan dan simulasi komputer. Adapun
alur penelitian ini adalah seperti pada gambar 2. Penjelasan masing-masing dari bagian tahapan
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penelitian Pendahuluan
Memuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti
terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Sejauh ini, fakta-fakta
yang dikemukakan diambil dari sumber aslinya. Sumber yang diperoleh berupa karya
4 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital
150
151
152
153
154
2.
155
156
157
158
159
160
3.
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
176
177
178
179
180
181
182
4.
5.
ilmiah yang tercantum dalam laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, prosiding,
dan hasil download dari Internet.
Model Kode Matematis
Encoder-decoder dimodelkan dengan pendekatan matematis berdasarkan penurunan
variabel-variabel dari persamaan hasil perkalian sembilan. Pada encoder (
),
dimana merupakan (
) dan hasil dua digit dari perkalian sembilan. Begitu pula
sebaliknya, pada decoder (
), dimana merupakan (
) dan hasil
dari dua digit perkalian sembilan. Hasil dua digit perkalian sembilan dirubah ke dalam
kode biner.
Desain Encoder-Decoder
Sejumlah bit-bit informasi , akan menghasilkan blok kode sebanyak
bit. Sehingga
encoder-decoder dirancang dengan mengacu kepada kode (
). Pada encoder-decoder,
panjang codeword
, dengan
adalah panjang codeword,
adalah
panjang kode redudansi pertama, adaah bit informasi, dan
adalah kode redudansi
kedua.
Simulasi Komputer (Kinerja Transmisi)
Memvisualisasikan kinerja transmisi informasi digital dengan menggunakan aplikasi
Microsoft Visual Basic 6.0 Enterprise.
Analisis Transmisi
Analisa transmisi encoder-decoder berbasis angka Sembilan dimaksudkan untuk
mendapatkan data sesuai hasil perhitungan. Sehingga hasil dari perhitungan ini dapat dijadikan
acuan dalam pengujian program, yang meliputi perhitungan encoding, decoding, dan deteksi
kesalahan serta analisa dari pengujian yang telah dilakukan.
183
184
185
186
187
dan bit sindrom. Bit redudansi dan bit sindrom di peroleh dari digit hasil perkalian sembilan
yang telah di ubah menjadi bilangan biner.
Sebagai salah satu contohnya adalah
(bilangan integer
dikonversikan ke
dalam bilangan biner bit. Sehingga didapatkan bilangan binernya
. Untuk lebih rinci,
dapat dijelaskan sebagai berikut:
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
2.
Decoder
Begitu pula sebaliknya, pada decoder, persamaan matematis ini disebut sebagai sindrom.
(2)
dimana:
adalah digit pertama dari hasil perkalian sembilan
adalah digit kedua dari hasil perkalian sembilan
adalah bilangan integer
6 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
244
245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
(3)
dimana:
adalah panjang codeword
adalah panjang kode redudansi pertama
adalah panjang bit informasi
adalah panjang kode redudansi kedua
264
265
266
267
268
2.
Decoder
Begitu pula halnya pada decoder, panjang codeword ( ) yang akan dihasilkan akan
dipastikan keberadaan noise-nya dengan menggunakan bit sindrom pertama,
, dan bit sindrom kedua,
, pada
decoder. Setelah bit-bit sindrom yang diperoleh sesuai dengan bit-bit redudansi, maka bitbit sindrom akan memisahkan bit informasi ( ) dan di ubah menjadi informasi yang
diinginkan oleh si penerima, seperti yang terlihat pada gambar 4.
269
270
271
272
273
274
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
(4)
dimana:
adalah panjang codeword
adalah panjang kode sindrom pertama
adalah panjang bit informasi
adalah panjang kode sindrom kedua
3.
8 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
Dapat dijelaskan, dalam transmisi informasi digital, pengaruh noise yang terjadi selama
proses pengiriman informasi sangat mungkin terjadi, baik dari sisi pengirim, kanal transmisi
maupun penerima dan merupakan hal yang pasti terjadi di samping pengaruh lainnya. Akibat
dari adanya noise tersebut maka terjadi kesalahan informasi. Untuk mengetahui kesalahan
informasi yang terjadi, diperlukannya pendeteksian dalam proses pentransmisian danrangkaian
logika untuk pembetulan kesalahan dengan menggunakan encoder-decoder berbasis angka
sembilan. Pengontrol kesalahan ini disebut dengan bit redudansi (pelindung). Prinsip kerjanya,
bit informasi yang dikirimkan ditambahi dengan bit redudansi. Apabila bit redudansi tidak ada,
maka bit informasi yang dikirimkan sangat rentan terhadap kesalahan. Selanjutnya, sebelum bit
informasi diterima, rangkaian logika (sindrom) akan mengenali posisi bit yang salah dan
mengoreksi bit informasi yang diterima. Setelah bit informasi yang di peroleh sesuai dengan
yang dikirmkan, maka bit sindrom akan memisahkan bit informasi untuk di ubah menjadi
informasi yang diinginkan oleh si penerima.
4.3 Simulasi Encoder-Decoder
Untuk memvisualisasikan simulasi encoder-decoder berbasis angka sembilan ini,
digunakan aplikasi Microsoft Visual Basic 6.0 Enterprise.
Simulasi kinerja encoder-decoder berbasis angka sembilan ini di desain untuk
mendeteksi dan mengoreksi kesalahan bit yang timbul, seperti yang terlihat pada gambar 6.
317
318
319
320
321
322
323
324
325
1.
326
327
328
329
330
b. Redudansi
Redudansi merupakan hasil digit dari perkalian yang dimodelkan menjadi dan
yang diperoleh dari persamaan matematis (1). Kemudian, dan di ubah ke dalam
bilangan biner yang juga terdiri dari bit. Selanjutnya, dan digunakan sebagai
codebook encoder.
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
Encoder
a. Data Input
Pada simulasi ini, data ( ) di input secara manual dalam bentuk bilangan integer
(
). Selanjutnya data ( ) yang masuk di ubah kedalam bilangan biner yang
terdiri dari bit.
c. Codeword Encoder
Lalu dibentuk codeword encoder dengan cara
ditambahkan dengan
dan
ditambahkan dengan
sehingga jumlah bit seluruhnya menjadi sebanyak
bit.
Dengan demikian, pola bit yang dihasilkan diberi nama dengan codeword encoder.
Codeword yang terbentuk merupakan codeword yang sistematik, yang merupakan
codeword encoder berbasis angka sembilan.
2.
Transmisi
Setelah codeword encoder terbentuk dan ditransmisikan melalui kanal transmisi,
informasi yang ditransmisikan menjadi redudansi digabungkan dengan data informasi. pada
kanal transmisi akan dibangkitkan noise yang akan mempengaruhi codeword encoder. Dimana,
noise pada kanal transmisi dibangkitkan secara random (acak) melalui noise generator secara
otomatis. Sehingga, noise yang dibangkitkan pada kanal transmisi tidak diketahui. Namun
demikian, noise generator dibatasi hanya membangkitkan noise sebanyak bit pada simulasi
untuk melihat atau menguji kesalahan codeword yang dikirim melalui encoder. Pada sistem
yang riil, jumlah bit noise memang tidak tertentu tetapi untuk mensimulasikan noise generator
perlu ditentukan jumlah bit noise yang dibangkitkan sebagai proses penyederhanaan sistem
transmisi.
10 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
3.
Decoder
a. Codeword yang diterima
Codeword yang diterima merupakan codeword yang sudah dipengaruhi oleh noise.
b. Deteksi Noise
Mengacu ke konsep sistem komunikasi digital yang paling sederhana, maka secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
(5)
dimana:
merupakan informasi yang diterima
merupakan informasi yang dikirim
merupakan kesalahan yang terjadi
365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
Pendeteksian noise
dilakukan dengan cara, informasi yang diterima
dikurang codeword encoder
. Sehingga modifikasi persamaan matematis (5)
dapat dituliskan sebagai berikut:
(6)
c.
d.
Pendekodean
Selanjutnya, digunakan sindrom
dan yang diperoleh dari persamaan matematis
(2). dan merupakan codebook decoder. Dimana, ditambahkan dengan dan
ditambahkan dengan . Jika
dan
, maka informasi yang
diterima adalah benar. Akan tetapi jika
dan
, maka
informasi yang diterima adalah salah. Kemudian, hasil
dikurangi
dengan dan
dikurangi dengan . Dengan demikian, informasi yang
dikirimkan sama dengan informasi yang diterima.
Sebagai salah contoh proses simulasi adalah pada gambar 7 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Encoder
a. Data Input
Pada simulasi ini, data yang di input secara manual adalah . Selanjutnya data yang
masuk di ubah kedalam bilangan biner menjadi
.
b.
Redudansi
Redudansi yang digunakan adalah dan yang diperoleh dari persamaan matematis
(1). Kemudian, di ubah ke dalam bilangan biner
dan
.
c.
Codeword Encoder
Selanjutnya, codeword encoder dibentuk dengan cara
ditambahkan dengan
dan ditambahkan dengan
sehingga jumlah bit seluruhnya menjadi
bit
yang terdiri dari
sebagai
. Dengan demikian, pola bit yang
dihasilkan diberi nama dengan codeword encoder. Codeword yang terbentuk
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425
2.
Transmisi
Setelah
ditransmisikan melalui kanal transmisi, informasi yang di
transmisikan menjadi tidak ideal. Hal ini dikarenakan pada kanal transmisi akan dibangkitkan
noise yang akan mempengaruhi codeword encoder. Dimana, noise pada kanal transmisi
dibangkitkan secara random (acak). Sehingga, codeword menjadi
.
3.
Decoder
a. Codeword yang diterima
Codeword yang diterima merupakan codeword yang sudah dipengaruhi oleh noise
yaitu
sebagai
.
b.
Deteksi Noise
Sebagai contoh dari persamaan (6) adalah:
c.
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440
e.Pendekodean
Selanjutnya, digunakan sindrom
dan
yang diperoleh dari persamaan
matematis (2).
dan
merupakan codebook decoder. Dimana,
ditambahkan dengan
dan
ditambahkan dengan
. Maka
dan
, maka informasi yang diterima
adalah benar. Akan tetapi jika
dan
, maka informasi yang
12 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
diterima
adalah
salah.
Kemudian,
hasil
dan
5. Kesimpulan
Penelitian ini telah merancang encoder-decoder berbasis angka sembilan dengan
menggunakan pendekatan matematis perkalian sembilan dan menghasilkan kode-kode berbasis
angka sembilan pada encoder-decoder (code book). Pendekatan matematis tersebut telah
didesain dalam bentuk informasi digital yang akan dikirim oleh encoder melalui kanal transmisi
dan diterima oleh decoder. Kemudian, encoder-decoder yang telah di rancang disimulasikan
dengan menggunakan aplikasi Visual Basic 6.0 Enterprise. Simulasi ini telah didemonstrasikan
untuk input data pada encoder dan telah dilihat pengaruh dari noise serta dapat di koreksi
kesalahan pada decoder dan penerima.
Referensi
Proakis, J., Salehi, M., 2007. Digital Communications, Mc Graw Hill Education.
Moon, T. K., 2005. Error Correction Coding, ISBN978-0-471-64800-0, New Jersey.
Yuhanda, B., dan Nasaruddin, 2013. Model transformasi digital dengan metode encoderdecoder perkalian angka sembilan, Seminar Nasional Teknik Elektro (SNETE), ISSN :
2088-9984.
Xiong, W., and Matolak, D.W., 2005. Performance of Hamming Codes in Systems Employing
Different Code Symbol Energies, IEEE Communications Society, pp. 1055-1058.
Cotti, A., 2011. Hamming code with parity check PHP implementation,
San Jos State University, Spring.
Immink, K.A.S., 1994. ReedSolomon Codes and the Compact Disc, in Wicker, Bhargava, S.B.,
Vijay, K., ReedSolomon Codes and Their Applications, IEEE Press, ISBN 978-07803-1025-4.