You are on page 1of 12

Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 1

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

DESAIN ENCODER-DECODER BERBASIS ANGKA SEMBILAN


UNTUK TRANSMISI INFORMASI DIGITAL

Abstract. The development of information and communication technology is


growing rapidly, particularly in the transmission of digital information. The
process of transmitting digital information through the communication channel
will be interference by noise, distortion and multipath fading. So that the
information is likely to be have an error or incorrect detection at the receiver,
which can decrease the performance of the system. This study proposes a design
encoder-decoder based on the number nine for transmission of digital information,
which can work in a reliable and precise. The goal of this research is to introduce
a new coding scheme of digital information transmission in correcting errors and
reduce bit error rate that occurs during the process of transmission of digital
information. The method used is the design and computer simulation, where the
encoder-decoder is modeled by mathematically and then the process of information
transmission is designed to the encoder-decoder. The transmission of information
via the encoder-decoder based on the number nine is simulated. The result shows
that the proposed encoder-decoder can detect the errors transmission and
corrected the errors at receiver.
Keywords: Digital information, encoder-decoder, coding scheme, and transmission
information.
Abstrak. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini sangat pesat,
khususnya dalam teknologi transmisi informasi digital. Proses transmisi informasi
digital melalui kanal komunikasi akan mendapat gangguan seperti noise, distorsi,
interferensi dan multipath fading. Sehingga informasi yang dikirim kemungkinan
akan terjadi kesalahan atau salah deteksi pada penerima, yang menyebabkan
penurunan kinerja dari sistem. Penelitian ini mengusulkan suatu desain encoderdecoder berbasis angka sembilan untuk transmisi informasi digital, yang mampu
bekerja secara handal dan tepat. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kinerja transmisi informasi digital dalam mengoreksi kesalahan dan
mengurangi bit error rate yang terjadi pada saat proses transmisi informasi
digital. Metode penelitian yang digunakan adalah perancangan dan simulasi
komputer, dimana prosesnya adalah pemodelan secara matematis, perancangan
encoder-decoder, pembuatan simulasi, dan menganalisis kinerja transmisi
informasi melalui encoder-decoder berbasis angka sembilan. Hasil menunjukkan
bahwa encoder-decoder yang diusulkan dapat mendeteksi kesalahan transmisi dan
mengoreksi kesalahan pada penerima.
Kata Kunci: Informasi digital, encoder-decoder, pengkodean kanal, transmisi
informasi.
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini sangat pesat, khususnya dalam
teknologi transmisi informasi digital (Proakis, J., Salehi, M., 2007). Secara teknis, informasi
merupakan suatu variable ketidakpastian dari suatu pesan. Penerapan teori informasi telah
memungkinkan untuk mengukur dan menghitung ketidakpastian informasi berdasarkan nilai
probabilitasnya. Proses pentransmisian informasi digital melalui suatu kanal komunikasi akan

2 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91

92
93
94
95

mendapat gangguan seperti penambahan noise, distorsi sinyal informasi, interferensi dan juga
multipath fading pada kanal nirkabel. Sehingga informasi yang dikirim kemungkinan akan
terjadi kesalahan atau salah deteksi pada penerima, yang menyebabkan penurunan kinerja dari
sistem. Salah satu teknik untuk mengurangi kesalahan pada saat pengiriman informasi adalah
menggunakan pengkodean kanal atau teknik koreksi kesalahan untuk meningkatkan kinerja dari
sistem. Kesalahan yang terjadi atau salah deteksi pada saat transmisi informasi tersebut dapat
menurunkan kinerja sistem. Untuk itu diperkenalkan teknik koreksi kesalahan (Moon, T. K.,
2005). Teknik ini sangat ditentukan oleh encoder-decodernya. Sehingga eksplorasi ide atau
desain encoder-decoder dengan metode yang baru tetap penting dan diperlukan.
Pengkodean kanal telah banyak diperkenalkan pada penelitian-penelitian sebelumnya,
diantaranya Hamming code yang digunakan untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan bit
tunggal dan Reed Solomon (RS) code memperkenalkan teknik error dan erasure correction.
Pada penelitian ini, encoder-decoder berbasis angka sembilan digunakan pada pengkodean
kanal atau teknik koreksi kesalahan pada sistem transmisi informasi digital. Encoder-decoder
berbasis angka sembilan telah dilakukan penelitian awal pada model transformasi digital dengan
metode encoder-decoder perkalian angka sembilan (Yuhanda, B. dan Nasaruddin, 2013), dalam
bentuk model transmisi informasi digital. Ide atau penelitian awal tersebut akan dikembangkan
lebih lanjut dalam bentuk simulasi encoder-decoder dan evaluasi kinerja transmisinya. Untuk
itu, penelitian ini akan merancang dan simulasi transmisi informasi digital melalui encoderdecoder berbasis angka sembilan. Sejauh ini, perancangan encoder-decoder berbasis angka
sembilan ini belum pernah diperkenalkan sebagai teknik pendeteksi dan pengkoreksi kesalahan
untuk transmisi informasi digital.
2. Tinjauan Pustaka
Relevansi dari skema pengkodean yang diusulkan pada penelitian ini bisa masuk dalam
kategori keluarga Hamming code dan Reed Solomon. Hamming code banyak diperkenalkan
sebagai pengkoreksi kesalahan bit tunggal (single error correcting code) (Xiong W. and
Matolak D.W., 2005). Kode Hamming merupakan salah satu bentuk kode Forward Error
Correcting (FEC). Sistem yang menggunakan kode Hamming akan mempunyai kemampuan
untuk mendeteksi dan mengoreksi kesalahan 1 bit data yang diterima oleh penerima. Kode
Hamming dikenal sebagai parity code, dimana pada encoder-nya, bit-bit informasi
ditambahkan dengan bit pariti
sebagai suatu codeword
yang akan ditransmisikan.
Sedangkan pada sisi penerima dilakukan pengecekan dengan decoder yang sama dengan
pembangkitan bit pariti. Kode Hamming yang umum digunakan dinotasikan dengan kode
Hamming
dimana
adalah panjang codeword dan
adalah bit-bit informasi. Kode
Hamming yang populer digunakan adalah kode Hamming
.

Gambar 1 Encoder-decoder untuk parity check Hamming code

Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 3

96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120

Gambar 1 menunjukkan encoder-decoder dari kode Hamming


cara menghitung bit paritas (Cotti, A., 2011) pada transmisi, yaitu:
1. Modul aritmatika generator encoder:

dan dapat diketahui

Dari modul aritmatika generator encoder, dapat diketahui bahwa generator encoder
diperoleh dari dataword. Dimana, untuk , didapatkan dari penjumlahan
.
Sedangkan untuk , didapatkan dari penjumlahan
. Begitupula halnya ,
didapatkan dari penjumlahan
.
2. Menghitung sindrom pada penerima:

Sedangkan untuk menghitung sindrom, diperoleh dari codeword. Dimana, untuk ,


didapatkan dari penjumlahan
. Sedangkan untuk
, didapatkan dari
penjumlahan
. Begitupula halnya
, didapatkan dari penjumlahan
. Seperti yang terlihat pada tabel 1.
Tabel 1 Syndrome
Syndrome

121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144
145
146
147
148
149

Pada penelitian lain, kode Reed Solomon (Immink, K.A.S., 1994) telah diperkenalkan
sejak 1960 oleh David Irving Reed dan Gus Solomon. RS disebut juga kode linear
(menjumlahkan dua codeword), dan cyclic (menggeser sebuah codeword secara cyclic), yang
menghasilkan codeword yang lain. Pengkodean RS termasuk dalam keluarga Bose Choundhuri
Hocquenghem (BCH) non-biner. Pada encoder RS, sejumlah bit-bit informasi
akan
menghasilkan blok kode sebanyak bit. Sehingga kode RS dapat dinotasikan
, dimana,
dengan
adalah jumlah bit pada setiap bit. Kemampuan pendeteksi dan
pengkoreksi kesalahan RS adalah
.
Pengkodean kanal yang menggunakan encoder-decoder berbasis angka sembilan seperti
yang diusulkan pada penelitian ini merupakan hasil pendekatan secara matematis untuk
mendapatkan kode-kode biner. Kode yang diusulkan dapat menjadi salah satu kode yang baru
dari keluarga kode Hamming dan kode Reed Solomon. Namun demikian, proses pembangkitan
kode dan pengkodean serta pendekodean kode berbasis angka Sembilan berbeda dengan kodekode tersebut. Kode angka Sembilan dimulai dari pendekatan matematis kemudian dirancang
kedalam model encoder-decoder untuk sistem transmisi informasi digital. Usulan ini merupakan
salah satu alternatif baru untuk encoder-decoder pada sistem komunikasi digital. Model
rancangan encoder-decoder tersebut akan divisualisakan menggunakan bahasa pemograman
Microsoft Visual Basic 6.0 Enterprise.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah perancangan dan simulasi komputer. Adapun
alur penelitian ini adalah seperti pada gambar 2. Penjelasan masing-masing dari bagian tahapan
penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penelitian Pendahuluan
Memuat uraian sistematis tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh oleh peneliti
terdahulu yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Sejauh ini, fakta-fakta
yang dikemukakan diambil dari sumber aslinya. Sumber yang diperoleh berupa karya

4 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

150
151
152
153
154

2.

155
156
157
158
159
160

3.

161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173

174
175
176
177
178
179
180
181
182

4.

5.

ilmiah yang tercantum dalam laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, jurnal, prosiding,
dan hasil download dari Internet.
Model Kode Matematis
Encoder-decoder dimodelkan dengan pendekatan matematis berdasarkan penurunan
variabel-variabel dari persamaan hasil perkalian sembilan. Pada encoder (
),
dimana merupakan (
) dan hasil dua digit dari perkalian sembilan. Begitu pula
sebaliknya, pada decoder (
), dimana merupakan (
) dan hasil
dari dua digit perkalian sembilan. Hasil dua digit perkalian sembilan dirubah ke dalam
kode biner.
Desain Encoder-Decoder
Sejumlah bit-bit informasi , akan menghasilkan blok kode sebanyak
bit. Sehingga
encoder-decoder dirancang dengan mengacu kepada kode (
). Pada encoder-decoder,
panjang codeword
, dengan
adalah panjang codeword,
adalah
panjang kode redudansi pertama, adaah bit informasi, dan
adalah kode redudansi
kedua.
Simulasi Komputer (Kinerja Transmisi)
Memvisualisasikan kinerja transmisi informasi digital dengan menggunakan aplikasi
Microsoft Visual Basic 6.0 Enterprise.
Analisis Transmisi
Analisa transmisi encoder-decoder berbasis angka Sembilan dimaksudkan untuk
mendapatkan data sesuai hasil perhitungan. Sehingga hasil dari perhitungan ini dapat dijadikan
acuan dalam pengujian program, yang meliputi perhitungan encoding, decoding, dan deteksi
kesalahan serta analisa dari pengujian yang telah dilakukan.

Gambar 2 Tahapan penelitian

4. Hasil Dan Pembahasan


4.1 Model Kode Matematis
Di dalam model kode matematis encoder-decoder berbasis angka sembilan
menggunakan bilangan integer yang terdiri dari
dan bilangan biner dan . Bilangan
integer digunakan untuk variabel persamaan matematis encoder-decoder. Sedangkan bilangan
biner digunakan untuk pengkonversian bilangan integer, yang digunakan sebagai bit redudansi

Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 5

183
184
185
186
187

dan bit sindrom. Bit redudansi dan bit sindrom di peroleh dari digit hasil perkalian sembilan
yang telah di ubah menjadi bilangan biner.
Sebagai salah satu contohnya adalah
(bilangan integer
dikonversikan ke
dalam bilangan biner bit. Sehingga didapatkan bilangan binernya
. Untuk lebih rinci,
dapat dijelaskan sebagai berikut:

188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202

Maka, bilangan biner dari adalah


. Jika
bit, maka hasil yang diperoleh tidak sampai .

Encoder-decoder tersebut dapat dijabarkan berdasarkan persamaan matematis sebagai berikut:


1. Encoder
Pada encoder, persamaan matematis berikut digunakan sebagai bit redudansi.
(1)
dimana:
adalah digit pertama dari hasil perkalian sembilan
adalah digit kedua dari hasil perkalian sembilan
adalah bilangan integer

203
204
205
206

Sebagai contoh pada

207
208
209
210
211
212
213
214
215
216
217
218
219

220
221
222
223
224
225
226
227
228
229

dikonversikan kedalam bilangan biner dengan

dari persamaan (1) adalah:

Hasil perkalian tersebut harus terdiri dari digit, maka untuk


ada perlakuan khusus,
dimana diasumsikan
, sehingga diperoleh hasil perkalian sembilan tersebut menjadi
digit yaitu
dan
. Dari sini, digit pertama dan kedua dari hasil perkalian
sembilan dikonversikan kedalam bilangan biner. Pengkonversian dari bilangan tersebut
menggunakan binary
bit. Setelah
dikonversikan ke biner, maka didapatkan
redudansi pertama
. Kemudian
, didapatkan hasil konversinya terhadap
redudansi kedua
. Selanjutnya untuk menentukan nilai redudansi yang lain
terhadap bisa dilakukan dengan persamaan matematis (1), sesuai yang tertera pada tabel
2.
Tabel 2 Redudansi pada encoder

2.

Decoder
Begitu pula sebaliknya, pada decoder, persamaan matematis ini disebut sebagai sindrom.
(2)
dimana:
adalah digit pertama dari hasil perkalian sembilan
adalah digit kedua dari hasil perkalian sembilan
adalah bilangan integer

6 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

230
231

Sebagai contoh pada

232
233
234

Sama halnya seperti encoder,


diperoleh dari digit hasil perkalian sembilan yaitu
dan
. Kemudian, kedua digit dari hasil perkalian tersebut dikonversikan
kedalam bilangan biner. Pengkonversian dari bilangan tersebut menggunakan binary bit.
Disini, nilai
yang dikalikan dengan sembilan. Sehingga hasil yang
diperoleh untuk sindrom adalah kebalikan dari redudansi,
dikonversikan ke biner,
sehingga didapatkan sindrom pertama
. Kemudian
, didapatkan hasil
konversinya terhadap sindrom kedua
. Selanjutnya, untuk menentukan nilai
sindrom yang lain terhadap bisa dilakukan dengan persamaan matematis (2), sesuai yang
tertera pada tabel 3.

235
236
237
238
239
240
241
242
243
244

245
246
247
248
249
250
251
252
253
254
255
256

Tabel 3 Sindrom pada decoder

4.2 Desain Encoder-Decoder


Dari persamaan matematis diatas, maka dapat di desain suatu encoder-decoder
diantaranya sebagai berikut:
1. Encoder
Seperti terlihat pada gambar 3, informasi yang dikirimkan si pengirim berupa bit informasi,
. Bit informasi akan dilindungi oleh kode redudansi pertama,
, dan kode redudansi kedua,
, pada encoder.
Panjang keseluruhan dari bit-bit tersebut dinyatakan sebagai panjang codeword ( ).

257
258
259
260
261
262
263

Gambar 3 Desain encoder

(3)
dimana:
adalah panjang codeword
adalah panjang kode redudansi pertama
adalah panjang bit informasi
adalah panjang kode redudansi kedua

264
265
266
267
268

dari persamaan (2) adalah:

2.

Decoder

Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 7

Begitu pula halnya pada decoder, panjang codeword ( ) yang akan dihasilkan akan
dipastikan keberadaan noise-nya dengan menggunakan bit sindrom pertama,
, dan bit sindrom kedua,
, pada
decoder. Setelah bit-bit sindrom yang diperoleh sesuai dengan bit-bit redudansi, maka bitbit sindrom akan memisahkan bit informasi ( ) dan di ubah menjadi informasi yang
diinginkan oleh si penerima, seperti yang terlihat pada gambar 4.

269
270
271
272
273
274

275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291

Gambar 4 Desain decoder

(4)
dimana:
adalah panjang codeword
adalah panjang kode sindrom pertama
adalah panjang bit informasi
adalah panjang kode sindrom kedua
3.

Proses transmisi Encoder-Decoder


Proses tansmisi encoder-decoder merupakan proses pentransmisian informasi digital
yang dikirimkan oleh si pengirim melalui kanal. Selanjutnya informasi digital tersebut di terima
oleh si penerima sesuai dengan informasi aslinya. Proses transmisi encoder-decoder tersebut
dapat dilihat pada gambar 5.

8 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316

Gambar 5 Desain encoder-decoder berbasis angka sembilan

Dapat dijelaskan, dalam transmisi informasi digital, pengaruh noise yang terjadi selama
proses pengiriman informasi sangat mungkin terjadi, baik dari sisi pengirim, kanal transmisi
maupun penerima dan merupakan hal yang pasti terjadi di samping pengaruh lainnya. Akibat
dari adanya noise tersebut maka terjadi kesalahan informasi. Untuk mengetahui kesalahan
informasi yang terjadi, diperlukannya pendeteksian dalam proses pentransmisian danrangkaian
logika untuk pembetulan kesalahan dengan menggunakan encoder-decoder berbasis angka
sembilan. Pengontrol kesalahan ini disebut dengan bit redudansi (pelindung). Prinsip kerjanya,
bit informasi yang dikirimkan ditambahi dengan bit redudansi. Apabila bit redudansi tidak ada,
maka bit informasi yang dikirimkan sangat rentan terhadap kesalahan. Selanjutnya, sebelum bit
informasi diterima, rangkaian logika (sindrom) akan mengenali posisi bit yang salah dan
mengoreksi bit informasi yang diterima. Setelah bit informasi yang di peroleh sesuai dengan
yang dikirmkan, maka bit sindrom akan memisahkan bit informasi untuk di ubah menjadi
informasi yang diinginkan oleh si penerima.
4.3 Simulasi Encoder-Decoder
Untuk memvisualisasikan simulasi encoder-decoder berbasis angka sembilan ini,
digunakan aplikasi Microsoft Visual Basic 6.0 Enterprise.
Simulasi kinerja encoder-decoder berbasis angka sembilan ini di desain untuk
mendeteksi dan mengoreksi kesalahan bit yang timbul, seperti yang terlihat pada gambar 6.

Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 9

317
318
319
320
321
322
323
324
325

Gambar 6 Visualisasi simulasi encoder-decoder menggunakan VB


sebelum di input informasi yang akan ditransmisikan
Prinsip kerja simulasi encoder-decoder berbasis angka sembilan yaitu:

1.

326
327
328
329
330

b. Redudansi
Redudansi merupakan hasil digit dari perkalian yang dimodelkan menjadi dan
yang diperoleh dari persamaan matematis (1). Kemudian, dan di ubah ke dalam
bilangan biner yang juga terdiri dari bit. Selanjutnya, dan digunakan sebagai
codebook encoder.

331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352

Encoder
a. Data Input
Pada simulasi ini, data ( ) di input secara manual dalam bentuk bilangan integer
(
). Selanjutnya data ( ) yang masuk di ubah kedalam bilangan biner yang
terdiri dari bit.

c. Codeword Encoder
Lalu dibentuk codeword encoder dengan cara
ditambahkan dengan
dan
ditambahkan dengan
sehingga jumlah bit seluruhnya menjadi sebanyak
bit.
Dengan demikian, pola bit yang dihasilkan diberi nama dengan codeword encoder.
Codeword yang terbentuk merupakan codeword yang sistematik, yang merupakan
codeword encoder berbasis angka sembilan.
2.

Transmisi
Setelah codeword encoder terbentuk dan ditransmisikan melalui kanal transmisi,
informasi yang ditransmisikan menjadi redudansi digabungkan dengan data informasi. pada
kanal transmisi akan dibangkitkan noise yang akan mempengaruhi codeword encoder. Dimana,
noise pada kanal transmisi dibangkitkan secara random (acak) melalui noise generator secara
otomatis. Sehingga, noise yang dibangkitkan pada kanal transmisi tidak diketahui. Namun
demikian, noise generator dibatasi hanya membangkitkan noise sebanyak bit pada simulasi
untuk melihat atau menguji kesalahan codeword yang dikirim melalui encoder. Pada sistem
yang riil, jumlah bit noise memang tidak tertentu tetapi untuk mensimulasikan noise generator
perlu ditentukan jumlah bit noise yang dibangkitkan sebagai proses penyederhanaan sistem
transmisi.

10 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364

3.

Decoder
a. Codeword yang diterima
Codeword yang diterima merupakan codeword yang sudah dipengaruhi oleh noise.
b. Deteksi Noise
Mengacu ke konsep sistem komunikasi digital yang paling sederhana, maka secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut :
(5)
dimana:
merupakan informasi yang diterima
merupakan informasi yang dikirim
merupakan kesalahan yang terjadi

365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404

Pendeteksian noise
dilakukan dengan cara, informasi yang diterima
dikurang codeword encoder
. Sehingga modifikasi persamaan matematis (5)
dapat dituliskan sebagai berikut:
(6)
c.

Recovery data (memperbaiki kesalahan)


Recovery data
diperoleh dengan cara merupakan codeword yang diterima
dikurang noise
. Sehingga dapat dituliskan persamaannya:
(7)

d.

Pendekodean
Selanjutnya, digunakan sindrom
dan yang diperoleh dari persamaan matematis
(2). dan merupakan codebook decoder. Dimana, ditambahkan dengan dan
ditambahkan dengan . Jika
dan
, maka informasi yang
diterima adalah benar. Akan tetapi jika
dan
, maka
informasi yang diterima adalah salah. Kemudian, hasil
dikurangi
dengan dan
dikurangi dengan . Dengan demikian, informasi yang
dikirimkan sama dengan informasi yang diterima.

Sebagai salah contoh proses simulasi adalah pada gambar 7 dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Encoder
a. Data Input
Pada simulasi ini, data yang di input secara manual adalah . Selanjutnya data yang
masuk di ubah kedalam bilangan biner menjadi
.
b.

Redudansi
Redudansi yang digunakan adalah dan yang diperoleh dari persamaan matematis
(1). Kemudian, di ubah ke dalam bilangan biner
dan
.

c.

Codeword Encoder
Selanjutnya, codeword encoder dibentuk dengan cara
ditambahkan dengan
dan ditambahkan dengan
sehingga jumlah bit seluruhnya menjadi
bit
yang terdiri dari
sebagai
. Dengan demikian, pola bit yang
dihasilkan diberi nama dengan codeword encoder. Codeword yang terbentuk

Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital 11

merupakan codeword yang sistematik, yang merupakan codeword encoder berbasis


angka sembilan.

405
406
407

408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423
424
425

Gambar 7 Visualisasi simulasi encoder-decoder menggunakan VB


setelah di input informasi yang akan ditransmisikan

2.

Transmisi
Setelah
ditransmisikan melalui kanal transmisi, informasi yang di
transmisikan menjadi tidak ideal. Hal ini dikarenakan pada kanal transmisi akan dibangkitkan
noise yang akan mempengaruhi codeword encoder. Dimana, noise pada kanal transmisi
dibangkitkan secara random (acak). Sehingga, codeword menjadi
.
3.

Decoder
a. Codeword yang diterima
Codeword yang diterima merupakan codeword yang sudah dipengaruhi oleh noise
yaitu
sebagai
.
b.

Deteksi Noise
Sebagai contoh dari persamaan (6) adalah:

c.

Recovery data (memperbaiki kesalahan)


Sebagai contoh dari persamaan (7) adalah:

426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
439
440

e.Pendekodean
Selanjutnya, digunakan sindrom
dan
yang diperoleh dari persamaan
matematis (2).
dan
merupakan codebook decoder. Dimana,
ditambahkan dengan
dan
ditambahkan dengan
. Maka
dan
, maka informasi yang diterima
adalah benar. Akan tetapi jika
dan
, maka informasi yang

12 Yuhanda, Desain Encoder-Decoder Berbasis Angka Sembilan Untuk Transmisi Informasi Digital

441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467

diterima

adalah

salah.

Kemudian,

hasil

dan

. Dengan demikian, informasi yang dikirimkan sama dengan

informasi yang diterima yaitu

5. Kesimpulan
Penelitian ini telah merancang encoder-decoder berbasis angka sembilan dengan
menggunakan pendekatan matematis perkalian sembilan dan menghasilkan kode-kode berbasis
angka sembilan pada encoder-decoder (code book). Pendekatan matematis tersebut telah
didesain dalam bentuk informasi digital yang akan dikirim oleh encoder melalui kanal transmisi
dan diterima oleh decoder. Kemudian, encoder-decoder yang telah di rancang disimulasikan
dengan menggunakan aplikasi Visual Basic 6.0 Enterprise. Simulasi ini telah didemonstrasikan
untuk input data pada encoder dan telah dilihat pengaruh dari noise serta dapat di koreksi
kesalahan pada decoder dan penerima.
Referensi
Proakis, J., Salehi, M., 2007. Digital Communications, Mc Graw Hill Education.
Moon, T. K., 2005. Error Correction Coding, ISBN978-0-471-64800-0, New Jersey.
Yuhanda, B., dan Nasaruddin, 2013. Model transformasi digital dengan metode encoderdecoder perkalian angka sembilan, Seminar Nasional Teknik Elektro (SNETE), ISSN :
2088-9984.
Xiong, W., and Matolak, D.W., 2005. Performance of Hamming Codes in Systems Employing
Different Code Symbol Energies, IEEE Communications Society, pp. 1055-1058.
Cotti, A., 2011. Hamming code with parity check PHP implementation,
San Jos State University, Spring.
Immink, K.A.S., 1994. ReedSolomon Codes and the Compact Disc, in Wicker, Bhargava, S.B.,
Vijay, K., ReedSolomon Codes and Their Applications, IEEE Press, ISBN 978-07803-1025-4.

You might also like