Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 5 Ekologi Laut Tropis (Lokal A)
Kelompok 5 Ekologi Laut Tropis (Lokal A)
Oleh :
Ajeng Tri Purnani
NIM. M 0404020
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
PERSETUJUAN
Naskah Publikasi
Surakarta,
Pebruari 2009
Menyetujui
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Sunarto,M.S
NIP. 131 947 766
Mengetahui
Ketua Jurusan Biologi
PENDAHULUAN
Waduk Cengklik merupakan salah satu bentuk daerah perairan tawar
multifungsi, baik sebagai sarana irigasi, sarana rekreasi, budidaya ikan, sarana
pengendalian banjir, reservoir, juga sebagai habitat bagi ikan, plankton, nekton,
dan bentos. Pengembangan kegiatan terutama wisata, perikanan dan pertanian di
kawasan Waduk Cengklik merupakan sumber limbah utama bahan organik dan
nutrien ke lingkungan perairan. Menurut Barg (1992) limbah tersebut dapat
menyebabkan hipernutrifikasi yang diikuti oleh peningkatan sedimentasi, siltasi,
hipoksia, perubahan produktivitas, dan struktur komunitas bentos.
Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di
permukaan sedimen dasar perairan. Peran organisme tersebut di dalam ekosistem
akuatik adalah: melakukan proses mineralisasi dan daur ulang bahan organik,
sebagai bagian dalam rantai makanan detritus dalam sumber daya perikanan, dan
sebagai bioindikator perubahan lingkungan. Bentos memiliki sifat kepekaan
terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan
memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam
keseimbangan suatu ekosistem perairan dapat menjadi indikator kondisi ekologi
terkini pada kawasan tertentu (Petrus dan Andi, 2006).
Selain limbah dari sisa pakan dan faeces, penggunaan pestisida dan pupuk
anorganik serta cemaran dari aktivitas masyarakat akan berdampak pada
penurunan keragaman jenis bentos. Ekosistem dengan tingkat keragaman jenis
yang tinggi akan lebih stabil dan kurang terpengaruh oleh tekanan dari luar
dibandingkan dengan ekosistem dengan keragaman yang rendah (Boyd, 1999).
Keragaman jenis merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui
tingkat kestabilan yang mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan suatu
komunitas. Menurut Widodo (1997), faktor utama yang mempengaruhi jumlah
bentos, keragaman jenis, dan dominasi, antara lain adanya kerusakan habitat
alami, pencemaran kimiawi, dan perubahan iklim. Levinton (1982) dalam Petrus
dan Andi (2006) menyatakan bahwa karakteristik sedimen mempengaruhi
distribusi, morfologi fungsional, dan tingkah laku bentos. Perbedaan tipe substrat
yang dicirikan oleh ukuran partikel merupakan faktor utama yang menentukan
adaptasi dan distribusi bentos.
Penurunan mutu lingkungan yang tidak terkendali dan diiringi oleh
berkembangnya organisme patogen akan bermuara pada penurunan kesejahteraan
masyarakat. Pengelolaan
lingkungan
yang
dapat
memacu kesejahteraan
No.
Parameter
1.
Suhu (C)
2.
Stasiun
I
II
III
IV
VI
25,0
32,0
30,7
28,3
29,3
28,7
Kejernihan (cm)
33
43
34
37
41,5
42
3.
pH
7,93
7,97
8,49
8,12
7,45
8,03
4.
DO (ppm)
6,53
5,13
5,65
5,87
6,33
7,33
5.
440,67
190,92
521,75 1941,88
700,54
6.
Phospat (ppm)
0,07
0,27
0,11
0,07
0,10
0,23
7.
Kalsium (ppm)
236,90
156,63
279,01
260,02
168,78
155,52
8.
Magnesium (ppm)
143,91
523,33
106,31
157,96
444,33
472,43
pukul 10.30 WIB melebihi 30C, yakni 32C. Hasil pengukuran suhu tersebut
menurut Wiryanto dan Pitoyo (2002), masih dipandang baik bagi kehidupan
organisme akuatik. Suhu perairan Waduk Cengklik, berarti masih berada di dalam
ambang batas yang ditentukan dalam Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas II. Permana
(2003) menyatakan bahwa pada daerah tropik secara umum suhu maksimal 30C
masih mungkin untuk kehidupan akuatik, amplitudo suhu harian optimal bagi
kelangsungan hidup biota perairan adalah lebih kecil atau sama dengan 5C.
Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran suhu air tersebut di atas,
berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup
baik.
Pengukuran kejernihan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan cahaya matahari dapat menembus kedalaman perairan. Kejernihan
perairan menurut Asdak (2001) dapat dianggap sebagai indikator kemampuan air
dalam meloloskan cahaya yang jatuh di atas badan air, apakah cahaya tersebut
kemudian disebarkan atau diserap oleh air tersebut. Besarnya cahaya matahari
yang masuk ke perairan juga dapat meningkatkan suhu perairan tersebut, sehingga
dapat mempengaruhi kehidupan akuatik seperti yang diungkapkan sebelumnya.
Tingkat kejernihan tidak tercantum, di dalam Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air karena
dianggap tidak atau kurang memadai untuk digunakan sebagai indikator kualitas
air.
Parameter kimia (pH) air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan
indeks pencemaran. pH pada perairan Waduk Cengklik berkisar antara 7,45-8,49 ,
berdasarkan pada Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas dua, kisaran pH tersebut masih
aman bagi perikanan dan pertanian yakni berada diantara 6-9. Berdasarkan
penjelasan mengenai hasil pengukuran pH air, berarti perairan Waduk Cengklik,
Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup baik.
Pengukuran DO menurut Odum (1993) dipengaruhi oleh faktor fisika,
kimia, dan biologi, besarnya oksigen terlarut dalam air umumnya tidak melebihi
ppm. Hal ini mungkin disebabkan oleh besarnya masuknya limbah baik dari
pemukiman maupun limbah pertanian dan perikanan yang ada di kawasan
perairan Waduk Cengklik, Boyolali dan tidak dapat lagi ditolerir oleh daya lenting
alami ekosistem. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran kandungan
magnesium, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan
yang kurang baik.
Tekstur tanah sedimen merupakan perbandingan komposisi fraksi-fraksi
penyusun tanah sedimen. Perbandingan tersebut terdiri dari fraksi pasir, debu, dan
liat yang didasarkan pada ukuran partikel tanah. Tekstur tanah sedimen Waduk
Cengklik, Boyolali seperti ditunjukkan pada tabel 2. Berdasarkan sampel sedimen
yang telah ditentukan persent komposisi partikel penyusunnya, tekstur tanah
sebagai substrat tempat hidup bentos di perairan Waduk Cengklik umumnya
bertipe lempung berliat.
Beberapa studi dalam Ponk-Masak (2006) menunjukkan bahwa
organisme bentos dapat menyesuaikan kehidupannya dalam perairan dengan
adanya perubahan karakteristik substrat. Perbedaan karakteristik tekstur (pasir,
liat, dan debu) berhubungan erat dengan dinamika erosi dan endapan. Selanjutnya
tekstur tanah berhubungan dengan pertumbuhan pakan alami termasuk bentos
yang hidup di dasar perairan
Gambar 1. Histogram Tekstur Tanah Sedimen di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
Grafik Tekstur Tanah Sedimen di Perairan Waduk Cengklik,
Boyolali
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Pasir (%)
Liat (%)
Debu (%)
komunitasnya.
B. Struktur Komunitas Bentos
Struktur komunitas bentos dapat dicirikan oleh indeks biologi yang berupa
indeks keanekaragaman. Keanekaragaman atau diversitas Bentos pada suatu
perairan, mempunyai karakteristik komunitas dengan indikator jumlah dan dapat
digunakan untuk menganalisa derajat pencemaran air secara biologis. Sifat fauna
bentos di suatu tempat dikendalikan oleh sifat fisik dan substratnya.
Jenis
Tubifex sp**
Pheritima sp (Cacing
tanah)**
Schistosoma haematobium
(Cacing darah)**
Phylum
Stasiun
III
IV
VI
II
Annelida
189
121
115
55
Annelida
105
78
97
20
Platyhelmintes
56
27
15
Acanthomacrostamum sp**
Platyhelmintes
Molusca
Molusca
17
24
32
Molusca
Arthropoda
28
11
14
Arthropoda
6
7
8
9
Bellamy javanica
(Tutut)***
Pila scutata (keong
sawah)***
Cambarus virilis
(udang)***
Parathelpusa maculata
(yuyu)***
10
Spesies x*
Arthropoda
27
18
14
12
58
11
Stentor sp*
Protozoa
399
26
248
291
136
111
1,42 0,99
1,26
1,53
1,76
0,87
Jumlah
indeks keanekaragaman (ID)
Keterangan :
*
: golongan mikrobentos
**
: golongan mesobentos
***
: golongan makrobentos
kondisi perairan, dan sistem pengelolaan yang beragam diduga dapat menjadikan
indeks diversitas yang bervariasi. Variasi indeks diversitas yang ada pada perairan
Waduk Cengklik nampak pada gambar 2.
Nilai indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik,
Boyolali menurut penggolongan nilai tolak ukur keanekaragaman Restu (2002)
dalam Fitriana (2006) termasuk dalam golongan keanekaragaman rendah sampai
sedang. Keanekaragaman yang ada di suatu ekosistem mungkin disebabkan oleh
perbedaan kondisi atau karakter habitat yang berbeda dari wilayah perairan
Waduk Cengklik dan membentuk iklim mikro serta keberadaan faktor pendukung
kehidupan yang berbeda.
Nilai Indeks Keane karagaman (ID) Bentos di
Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
2
1,8
1,6
1,4
1,2
1
0,8
0,6
0,4
0,2
0
ID
Stasiun I merupakan daerah aliran masuk atau mulut sungai yang berasal
dari Sungai Centhing. Keanekaragaman bentos di stasiun I sebesar 1,42. Menurut
nilai tolak ukur keanekaragaman Restu (2002) dalam Fitriana (2006), nilai indeks
tersebut termasuk memiliki keanekaragaman bentos sedang. Hal ini karena stasiun
I telah mengalami pemulihan kualitas perairan setelah dilakukan pengerukan atau
pengurangan jumlah sedimen. Seperti diungkapkan oleh Raharjo (2005), bahwa
habitat yang memiliki kondisi yang baik, maka jenis organisme yang mampu
bertoleransi dan beradaptasi lebih besar dengan ketersediaan faktor fisik dan
kimia yang mendukung kehidupan organisme di dalamnya, sebaliknya habitat
II,
merupakan
daerah
perairan
Waduk
Cengklik
yang
III,
merupakan
daerah
tengah
waduk.
Nilai
indeks
keanekaragaman bentos di stasiun ini sebesar 1,26. Menurut nilai tolak ukur
keanekaragaman Restu (2002) dalam Fitriana (2006), stasiun III termasuk
memiliki keanekaragaman bentos sedang. Hal ini karena pada daerah tengah
waduk belum dimanfaatkan secara keseluruhan, sehingga daerah ini dapat
dikatakan daerah alami waduk yang belum banyak mendapatkan dampak dari
aktifitas manusia.
Stasiun
IV,
merupakan
daerah
air
terperangkap.
Nilai
indeks
stasiun
I
II
III
IV
V
VI
II
III
IV
62,5
77,78
90
100
53,33
16,67
71,43
62,5
66,67
62,5
77,78
36,36
90
61,54
53,33
VI
Dari hasil analisa indeks similaritas komunitas bentos yang disajikan pada
tabel 4 di atas terlihat bahwa perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki
perbedaan yang sangat besar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai IS yang tertinggi
yakni antara stasiun I dan V sebesar 100% dan nilai IS yang terendah yakni antara
stasiun II dan III sebesar 16,67%.
karena
stasiun-stasiun
tersebut
mendapat
pengelolaan
dan
pemanfaatan yang berbeda, yakni stasiun I sebagai daerah in let, stasiun II sebagai
kawasan Karamba, stasiun III sebagai daerah tengah waduk yang belum mendapat
banyak perlakuan dari penduduk sekitar, stasiun IV yang merupakan daerah
dengan air terperangkap yang belum banyak mengalami perubahan karena
pencemaran/kerusakan habitat, stasiun V merupakan daerah litoral/daerah dengan
penetrasi cahaya mampu mencapai dasar perairan serta stasiun VI sebagai daerah
aliran air keluar atau out let.
D. Hubungan Komunitas Bentos dengan Faktor Lingkungan Abiotik
Keanekaragaman Bentos di perairan Waduk Cengklik dengan faktor
lingkungan abiotik cenderung membentuk pola hubungan regresi nonlinier atau
pola regresi tertentu. Gambar di bawah ini menunjukkan pola hubungan tersebut.
1,5
V
IV
III
VI
II
0,5
0
0
10
15
20
25
30
35
Stasiun
Suhu
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Suhu dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos
di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
perairan
yang
lebih
tinggi
cenderung
mengurangi
jumlah
dan
keanekaragaman jenis organisme, seperti yang terjadi pada stasiun II. Pada suhu
di atas 30C terjadi penurunan keanekaragaman jenis bentos.
Grafik Hubungan Antara Kejernihan dengan Indeks
Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk
Cengklik, Boyolali
2
Indeks
Keanekaragaman (ID)
V
IV
1,5
III
II
VI
0,5
0
0
10
15
20
25
Kejernihan (cm)
30
35
40
45
Stasiun
Berdasarkan
grafik
hubungan
antara
kejernihan
dan
indeks
Indeks
Keanekaragaman (ID)
V
1,5
IV
III
II
VI
0,5
0
0
5
pH
9
Stasiun
V
IV
III
1,5
1
II
I
VI
0,5
0
0
4
DO (ppm)
8
stasiun
2
V
IV
1,5
III
1
II
VI
0,5
0
0
500
1000
1500
Nitrat (ppm)
2000
2500
Stasiun
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Nitrat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos
di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
V
1,5
IV
III
II
VI
1
0,5
0
0
50
100
150
200
Kalsium (ppm)
250
300
Stasiun
dalam
perairan
kurang
dari
200
ppm
dapat
meningkatkan
Indeks
Keanekaragaman (ID)
IV
VI
II
0,5
0
0
100
200
300
400
500
600
Magnesium (ppm)
Stasiun
bahwa
terdapat
keterkaitan
diantara
kaduanya.
Grafik
Indeks
Keanekaragaman (ID)
V
1,5
IV
III
II
VI
0,5
0
0
10
15
20
25
30
35
Stasiun
Pasir (%)
Gambar 10. Grafik Hubungan antara Pasir dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos
di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
V
IV
1,5
III
II
VI
1
0,5
0
0
10
20
Liat (%)
30
40
Stasiun
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Liat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos
di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
Indeks
Keanekaragaman (ID)
V
IV
1,5
III
II
I
VI
0,5
0
0
10
15
20
25
Debu (%)
30
35
40
45
Stasiun
Gambar 12. Grafik Hubungan antara Liat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos
di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
ID
Suhu (C)
Kejernihan (cm)
pH
DO (ppm)
Nitrat (NO3) (ppm)
Phospat (ppm)
Kalsium (ppm)
Magnesium (ppm)
Pasir (%)
Liat (%)
Debu (%)
Hubungan yang paling kuat dan signifikan pada penelitian ini nampak
pada tabel 5. Korelasi antara indeks keanekaragaman dengan phospat yakni
sebesar 0,815 yang bersifat negatif (-). Hal ini menjelaskan bahwa kandungan
phospat pada sediment mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan indeks
keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik, Boyolali. Kenaikan
kandungan phospat akan menjadikan indeks keanekaragaman bentos menurun.
Sebaliknya penurunan phospat akan meningkatkan indeks keanekaragaman
bentos.
Hubungan antara kandungan nitrat dengan indeks keanekaragaman bentos
bersifat positif (0,637). Hal ini menjelaskan bahwa kandungan total nitrat
berpengaruh terhadap besarnya indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk
Cengklik, Boyolali. Menurut Sastrawijaya (1991), sumber persenyawaan nitrogen
dalam air berasal dari limbah dengan substansi nitrogen yang dapat berupa bahan
organik protein dan senyawa organik seperti pupuk nitrogen.
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Antara Variabel indeks keanekaragaman (ID) dengan
Variabel Parameter Lingkungan Abiotik
Model
1
Variabel entered
Phospat (ppm)
R
R Square df
0,815
0,664
5
Sig.
0,048
0,60
0,40
0,20
0,00
0
10
15
20
25
30
Phospat ( g/g)
Gambar 13. Grafik Hubungan antara Phospat dengan Indeks Keanekaragaman (ID)
Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan studi dan analisis struktur komunitas bentos di perairan
Waduk Cengklik, Boyolali dapat ditarik kesimpulan, sebagai beikut :
1. Kualitas air dan sedimen di perairan
DAFTAR PUSTAKA
Barg, U. C. 1992. Guildelines of the promotion of enviromental management of
coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328
FAO, Rome.
Boyd, C. E. 1999. Code of practice for responsible shrimp farming. Global
Aquaculture Alliance, St. Louis, MO USA.
Clesceri, L. S., A. E. Greenberg and A. D. Eaton. 1998. Standart Methods for the
Examination of Water and Waste Water, 2nd edition. Washington DC :
American Public Health Association.