You are on page 1of 6

Top of Form

Cetak
Gini Ratio Menurut Provinsi Tahun 1996, 1999, 2002, 2005, 20072013
1996

199 200
200
20 201 201
2005
2008 2009
2013
9
2
7
10 1
2

0.2
59
0.3
01
0.2
78
0.3
00
0.2
46
0,3
00
0,2
73
0,2
76

0,2
40
0,2
54
0,2
56
0,2
24
0,2
40
0,2
60
0,2
54
0,2
88

n.a

n.a

n.a

n.a n.a

0,3
63
0,3
56
0,2
91
0,3
53
0,3
11

0,3
17
0,2
86
0,2
64
0,3
37
0,2
91

n.a

n.a

0,3
09
Nusa Tenggara 0,2

0,2
70
0,2

Provinsi

Aceh
Sumatera
Utara
Sumatera
Barat
Riau
Jambi
Sumatera
Selatan
Bengkulu
Lampung
Kepulauan
Bangka
Belitung
Kepulauan
Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali

(1

0,29
9
0,32
7
0,30
3
0,28
3
0,31
1
0,31
1
0,35
3
0,37
5
(2

0,2
88
0,2
68
0,2
92
0,2
60
0,2
91
0,2
53
0,2
54

0,2
0,27
68
0,3
0,31
07
0,3
0,29
05
0,3
0,31
23
0,3
0,28
06
0,3
0,30
16
0,3
0,33
38
0,3
0,35
90

0,
30
0,
0,32
35
0,
0,30
33
0,
0,33
33
0,
0,27
30
0,
0,31
34
0,
0,30
37
0,
0,35
36
0,29

0,3 0,3
3 2
0,3 0,3
5 3
0,3 0,3
5 6
0,3 0,4
6 0
0,3 0,3
4 4
0,3 0,4
4 0
0,3 0,3
6 5
0,3 0,3
7 6

0,341
0,354
0,363
0,374
0,348
0,383
0,386
0,356

0,2 0,28 0,2


0, 0,3 0,2
0,26 0,29
0,313
47 1
59
30 0 9

0,3
22
0,2
89
0,2
84
0,3
67
0,3
11
0,3
30
0,2
98
0,2

0,27
4
0,26
9
0,33
6
0,30
6
0,41
5
0,35
6
0,35
6
0,33
0
0,31

0,3
0,30
02
0,3
0,33
36
0,3
0,35
44
0,3
0,31
26
0,3
0,36
66
0,3
0,33
37
0,3
0,34
65
0,3
0,30
33
0,3 0,33

0,
29
0,
0,36
36
0,
0,36
36
0,
0,32
34
0,
0,38
41
0,
0,33
34
0,
0,37
42
0,
0,31
37
0,35 0,
0,29

0,3 0,3
2 5
0,4 0,4
4 2
0,4 0,4
1 1
0,3 0,3
8 8
0,4 0,4
0 3
0,3 0,3
7 6
0,4 0,3
0 9
0,4 0,4
1 3
0,3 0,3

0,362
0,433
0,411
0,387
0,439
0,364
0,399
0,403
0,364

Barat
Nusa Tenggara
Timur
Kalimantan
Barat
Kalimantan
Tengah
Kalimantan
Selatan
Kalimantan
Timur

86
0,2
96
0,3
00
0,2
71
0,2
92
0,3
18
0,3
Sulawesi Utara
44
Sulawesi
0,3
Tengah
02
Sulawesi
0,3
Selatan
23
Sulawesi
0,3
Tenggara
11
Gorontalo

n.a

Sulawesi Barat n.a

61
0,2
67
0,2
71
0,2
37
0,2
64
0,2
77
0,2
72
0,2
86
0,2
96
0,2
76

66
0,2
92
0,3
01
0,2
45
0,2
92
0,3
04
0,2
70
0,2
83
0,3
01
0,2
70
0,2
n.a
41

8
0,35
1
0,31
0
0,28
3
0,27
9
0,31
8
0,32
3
0,30
1
0,35
3
0,36
4
0,35
5

n.a n.a n.a

Maluku

0,2
69

0,2
41

0,25
8
0,26
n.a n.a
1

Maluku Utara

n.a

Papua Barat

n.a

n.a n.a n.a

Papua

0,3
86

0,3
60

INDONESIA

0,3
55

0,3 0,3 0,3


08 29 63

(1

(1

0,38
9

Sumber : Indikator
Kesejahteraan Rakyat,
BPS
Catatan : Berdasarkan Susena
Maret
(1 : Hanya Dilakukan
pengumpulan data KOR di Ibukota

28
0,3
0,34
53
0,3
0,31
09
0,2
0,29
97
0,3
0,33
41
0,3
0,34
34
0,3
0,28
24
0,3
0,33
20
0,3
0,36
70
0,3
0,33
53
0,3
0,34
88
0,3
0,31
10
0,3
0,31
28
0,3
0,33
32
0,2
0,31
99
0,4
0,40
12
0,
0,3
36
5
4

40
0,
0,36
38
0,
0,32
37
0,
0,29
30
0,
0,35
37
0,
0,38
37
0,
0,31
37
0,
0,34
37
0,
0,39
40
0,
0,36
42
0,
0,35
43
0,
0,30
36
0,
0,31
33
0,
0,33
34
0,
0,35
38
0,
0,38
41

6 5
0,3 0,3
6 6
0,4 0,3
0 8
0,3 0,3
4 3
0,3 0,3
7 8
0,3 0,3
8 6
0,3 0,4
9 3
0,3 0,4
8 0
0,4 0,4
1 1
0,4 0,4
1 0
0,4 0,4
6 4
0,3 0,3
4 1
0,4 0,3
1 8
0,3 0,3
3 4
0,4 0,4
0 3
0,4 0,4
2 4

0,352
0,396
0,350
0,359
0,371
0,422
0,407
0,429
0,426
0,437
0,349
0,370
0,318
0,431
0,442

0,3 0, 0, 0,4 0,41


7
38 41 1 3

Propinsi
(2 : Tidak digunakan untuk
estimasi angka Indonesia

Dampak dari Perekonomian Terhadap Inflasi


Beberapa dampak inflasi terhadap pembangunan perekonomian, sebagai
berikut:
1. Investasi meningkat dan mengurangi produksi
Pada waktu inflasi, pemerintah dengan sengaja membuat kebijakan, bank
menaikkan tingkat suku bunga dengan tujuan untuk banyak orang yang akan
selamat, sehingga uang yang beredar dalam masyarakat akan menurun.
Di satu pihak, ini memang dapat menyelesaikan masalah, yaitu mengurangi
uang beredar dalam masyarakat, yang akan meredam inflasi. Tapi di sisi lainnya,
masyarakat akan berinvestasi lebih berbentuk deposit daripada bekerja. Sebagian
kalangan bahkan berpikir Kenapa harus repot membuka bisnis? Hanya dengan
menabung uang di bank saja sudah beruntung sebab bunga ditawarkan oleh bank
saat ini sangat besar.
2. Menurunnya Keinginan Menjalankan Bisnis
Inflasi mengakibatkan tidak ada kegembiraan di antara masyarakat bisnis. Mereka
sudah mengalami trauma oleh inflasi yang melanda ekonomi negara. Mereka
khawatir berspekulasi saat membuka bisnis, dan kerugian. Tentu tak satu pun dari
pengusaha yang mendambakan untuk menjadi bisnis bangkrut.
3. Meningkatnya Pengangguran
Inflasi menimbulkan sebagian besar baik perusahaan besar dan kecil ke dalam
kebangkrutan. Sebagai akibatnya, tentu, pekerja atau pegawai terkena PHK.
Mereka menjadi menganggur karena inflasi.
4. Gangguan Psikologis
Tingkat inflasi menimbulkan gangguan psikologis. Seorang pebisnis mengalami
kebangkrutan yang Mendadak dapat depresi yang akut dan semuanya karena
inflasi.
5. Prospek UKM di Tengah Tingkat Inflasi
Dengan banyaknya perusahaan besar yang lumpuh karena inflasi, ternyata
untuk sebuah kecil maupun lebih dikenal dengan nama UKM (Usaha Kecil
Menengah) pernah berjaya. UKM, tidak tergantung pada modal bank.
Secara umum mereka gunakan permodalan dari uang pribadi. Saat inflasi muncul,
mereka tidak memiliki kewajiban harus mengembalikan hutang yang sudah
berubah jadi tinggi karena dari bunga tinggi. UKM, tidak lumpuh seperti yang
Perusahaan Lainnya.

1.

Kebijakan Moneter
Menurut teori moneter klasik, inflasi terjadi karena penambahan jumlah uang
beredar. Dengan demikian, secara teoretis relatif mudah untuk mengatasi inflasi,
yaitu dengan mengendalikan jumlah uang beredar itu sendiri. Kebijakan moneter
adalah tindakan yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi atau
menambah jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang beredar terlalu berlebihan
sehingga inflasi meningkat tajam, Bank Indonesia akan segera menerapkan berbagai
kebijakan moneter untuk mengurangi peredaran uang.

2.

Kebijakan Fiskal
Bagaimana kebijakan fiskal dapat mengendalikan inflasi? Seperti Anda ketahui,
kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dilakukan pemerintah untuk mengurangi
inflasi adalah mengurangi pengeluaran pemerintah, menaikkan tarif pajak dan
mengadakan pinjaman pemerintah.

Efektivitas kebijakan moneter diukur dengan besarnya kenaikan pendapatan


masyarakat. Makin besar kenaikan pendapatan masyarakat berarti kebijakan
moneter makin efektif, dan sebaliknya makin kecil pendapatan masyarakat berarti
makin tidak efektif kebijakan moneter.
Efektivitas kebijakan moneter pada dasarnya ditentukan oleh dua hal, sebagai
berikut.
a. Elastisitas pengeluaran investasi terhadap tingkat bunga, artinya pengaruh
perubahan tingkat bunga terhadap tingkat investasi. Makin elastis pengeluaran
investasi terhadap tingkat bunga, maka kebijakan moneter makin efektif, sebab
turunnya tingkat bunga akan menambah investasi yang cukup besar. Sehingga

hubungan antara tingkat bunga dengan tingkat investasi dapat dikatakan


berbanding terbalik, maksudnya makin rendah tingkat bunga, akan semakin besar
tingkat investasinya dan makin tinggi tingkat bunga, akan semakin kecil tingkat
investasinya.
Pengaruh Kebijakan Moneter dalam Perekonomian
Kebijakan moneter di suatu negara sangat terbatas operasinya, terlebih di negaranegara yang sedang berkembang. Beberapa alasan dikemukakan untuk
menjelaskan keterbatasan operasi kebijakan moneter, antara lain sebagai berikut.
a. Sempitnya ruang lingkup pasar uang.
b. Berkembangnya lembaga-lembaga keuangan nonbank di negara sedang
berkembang.
c. Banyaknya bank-bank umum yang mempunyai kelebihan dana.
d. Banyaknya bank-bank asing yang mendapatkan kemudahan serta prioritas
untuk terhindar dari kebijakan moneter.
Akan tetapi kebijakan moneter mempunyai peranan penting dalam pengaturan
kegiatan ekonomi suatu negara terutama negara yang sedang berkembang,
khususnya pada saat masa inflasi.
Kebijakan moneter ketat terpaksa dilakukan karena pada periode itu ekspektasi
inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan jumlah uang beredar meningkat
sangat pesat. Di tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang
rupiah, upaya memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong
kenaikan suku bunga domestik secara tajam. Suku bunga yang tinggi diperlukan
agar masyarakat mau memegang rupiah dan tidak membelanjakannya untuk halhal yang tidak mendesak serta tidak menggunakannya untuk membeli valuta
asing. Upaya pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter
ketat yang dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada
perbankan nasional mulai memberikan hasil positif. Pertumbuhan uang beredar
yang melambat dan suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah
mengurangi peluang dan hasrat masyarakat dalam memegang mata uang asing
sehingga tekanan depresiasi rupiah berangsur surut. Inflasi mulai terkendali pada
tahun 1999.
Kelemahan dari tindakan moneter dalam mengatasi inflasi adalah semua sektor
dalam perekonomian akan ikut menderita walaupun sektor tersebut bukan
penyebab inflasi terjadi, sehingga dengan dijalankan kebijakan moneter ini akan
menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Teori ini didasarkan atas pengalaman di Negara-negara amerika latin.
Teori ini memberikan perhatian yang besar terhadap struktur perekonomian
Negara-negara sedang berkembang. Hal ini disebabkan inflasi dikaitkan dengan
faktor-faktor struktural dari perekonomian. Menurut teori ini, ada dua hal penting

dalam

perekonomian

Negara-negara

sedang

berkembang

yang

dapat

menimbulkan inflasi, yaitu sebagai berikut:


a) Ketidakjelasan penerimaan ekspor
Nilai ekspor tumbuh secara lamban di bandingkan dengan pertumbuhan
sektor-sektor lain. Adapun penyebab kelambanan tersebut adalah :

Di pasar dunia harga barang-barang ekspor tersebut semakin memburuk.

Produksi barang-barang ekspor tidak responsive terhadap kenaikan harga.

b) Ketidakelastisan penawaran atau produksi bahan makanan di dalam negeri.


Produksi bahan makanan di dalam negeri tidak tumbuh secepat
pertumbuhan penduduk dan pendapatan per kapita. Hal ini menyebabkan harga
bahan makanan di dalam negeri cenderung untuk naik, sehingga melebihi tuntutan
karyawan untuk mendapatkan kenaikan harga barang-barang lain. Dampak yang
ditimbulkan yaitu munculnya tuntutan karyawan untuk mendapatkan kenaikan
upah atau gaji. Naiknya upah karyawan menyebabkan kenaikan ongkos produksi.
Hal ini berarti akan menaikan harga barang-barang. Kenaikan harga barangbarang tersebut mengakibatkan munculnya kenaikan upah lagi. Adanya kenaikan
upah akan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang begitu seterusnya. Proses ini
akan berhenti apabila harga bahan makanan tidak terus naik. Namun karena faktor
strukturalis harga bahan makanan akan terus naik sehingga proses saling dorong
mendorong antara upah dan harga tersebut selalu mendapat umpan baru dan
tidak akan berhenti.

You might also like