Professional Documents
Culture Documents
sekali). Sedangkan polisi Inggris dr tahun 60-an sdh berpikir bahwa sukses hanya bisa diraih dengan
cara memanusiakan manusia, dan memiliki kemampuan umum yg orang lain juga rata2 bisa
melakukannya, bisa mengetik.
Back topik,
Pertanyaan2 tsb bukan pertanyaan standar dan, sangat jelas terlihat pertanyaan2 tersebut dirancang
dengan konsep keilmuan yg baik dengan tujuan agar bisa menemukan sebuah sosok polisi yg sejati
dr para pelamar. Dalam arti amrik menggunakan standar yg sangat tinggi sekali dalam memilih para
polisinya.
Pola rekrutmen calon anggota Polisi di AS sangat berbeda dengan pola rekrutmen di Polri. Mungkin
yg di AS bisa kita terapkan untuk para calon siswa PPSS, karena sudah Sarjana S1 ingin menjadi
anggota Polri. Dengan masa pendidikan yang relatif cepat, mereka sudah bisa jadi Perwira Polri yang
disejajarkan dengan lulusan Akpol yang dididik selama tiga atau empat tahun.
Yang jelas bahwa pendidikan yang kita alami di Akpol sangat berbeda, karena kita masih dianggap
tidak tahu apa-apa. Kita memulainya dari nol. Oleh karena itu, kalaupun ada calon yang pernah
berdinas sebagai anggota Polri atau TNI, dianggap tidak tahu apa-apa. Pertanyaan yang kita terima
dalam test wawancara Mental Ideologi juga berkisar seleksi tentang latar belakang ideologi kita.
Bukan mempertanyakan kemampuan kita tentang tugas kepolisian.
Sedikit saya mengutip tanggapa BJP Ronny F Sompie: Tulisan ini sangat bagus sekali untuk
wawasan kita. Apakah kita pernah bertanya kepada anak buah yang baru saja mutasi ke kantor kita
untuk berdinas bersama kita dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kemampuan yang
bersangkutan, apa yang bisa diandalkan dari ybs, aspek apa yang terpenting untuk menjadi seorang
Polisi, dsb dsb sebagaimana pertanyaan yang diberikan kepada calon Polisi di AS ? Mungkin saja,
pertanyaan-pertanyaan seperti itu bisa kita tanyakan untuk memastikan anak buah tersebut bisa kita
terima di kantor kita atau tidak. Atau untuk menentukan fungsi yang sesuai dengan kemampuan ybs.
Beberapa waktu yang lalu, saya menjadi penanggung jawab pelaksanaan seleksi pejabat "Policy
Coordinator" di kantor saya. Sebagai gambaran saya bekerja di Seksi SPDS (Strategic Policy
Development Section) yang didalamnya ada beberapa koordinator, seperti koordinator perencana,
koordinator bidang Kebijakan, Gender, Kebijakan FPU, Strategic Guidance Framework dsb.
Kebetulan koordinator bidang Policy kosong dan lamaran kami kirimkan kepada seluruh negara
anggota PBB. Para pelamar datang dari berbagai negara dengan jumlah total sebanyak 49 orang.
Dari sejumlah itu, hanya 5 orang saja yang layak untuk maju ketahap berikutnya diwawancarai oleh
panitia. Yang mencengangkan bahwa dari 49 pelamar, kebanyakan adalah orang-orang
berpengalaman dalam dunia internasional termasuk bertahun-tahun tugas di misi PBB dan bahkan
ada beberapa senior polisi dengan gelar PhD (doctor) tidak lolos masuk dalam seleksi berikutnya.
Mengapa banyak diantara mereka yang tidak lolos dalam seleksi berikutnya? Karena ada beberapa
Zealand.
Hal ini juga kami sampaikan untuk menepis rumor-rumor yang mengatakan bahwa untuk bekerja di
PBB harus ada pendekatan khusus atau karena ada faktor-faktor lain. Ini berarti bahwa kedepan Polri
harus menyiapkan para calon yang akan menduduki jabatan strategis di misi PBB sejak jauh-jauh hari
(saya sudah sharing isi rekaman wawancara dengan AKBP Tommy Aria Dwianto untuk dibawa ke
Indonesia dan menjadi alat pembelajaran rekan-rekan di Indonesia)
Dalam kaitan dengan konteks Polri, sebenarnya proses "lelang jabatan" bisa kita lakukan dengan
cara lokal.
Misalnya ketika ada musim mutasi Kapolsek di sebuah Polda, maka para polisi yang sudah waktunya
promosi ataupun sudah waktunya diputar dimasukkan namanya dalam list calon kapolsek.
Selanjutnya Polda bisa membuat panitia seleksi Polda yang melibatkan unsur Kapolres yang
polseknya masuk dalam putaran.
Panitia mendesain beberapa persyaratan yang sederhana dan tidak menyulitkan anggota, misalnya:
1. Meminta para calon membuat surat lamaran dengan form yang telah ditentukan dan menuliskan
beberapa pengalaman dan kemampuan serta latar belakang pendidikan yang dia miliki
2. Persyaratan administrasi dibuat, misalnya: stratifikasi kepangkatan, stratifikasi kemampuan dasar,
berapa lama minimal dia di lemdik, berapa lama minimal dia di staf, berapa lama minimal dia di
opsnal dsb
3. Membuat tulisan tentang apa "action plan" kalau dia jadi kapolsek (maksimal 5 halaman)
4. Melakukan wawancara dengan sampel pertanyaan yang didesain dengan pertimbangan matang
sehingga bisa mengeksplore kemampuan yang bersangkutan.
5. Panitia pewawancara untuk tiap Polsek harus minimal 4 orang, dan tidak boleh ada conflict of
interest karena unsur apapun..
Apa yang saya tuliskan diatas hanyalah sebuah usulan sederhana dan sebagai masukan saja. Pada
saat saya menjabat Wakapolres Depok dengan arahan Kapolres KBP Firman Santa Budhi pernah
melaksanakan proses demikian pada saat wanjak pemilihan Kapospol (saat itu kami
mengembangkan pemekaran Pospol dari 13 Pospol dan berkembang menjadi 67 Pospol hanya
dalam jangka waktu 6 bulan).
Menurut saya: Kalau saya Kapolres, pasti saya ingin punya anak buah yang baik, kalau saya
Kapolda, pasti saya juga ingin punya anak buah para Dir, Kapolres dsb yang baik, dan ini hanya bisa
didapat ketika kita melakukan fit and propper test terhadap orang-orang yang akan bekerja dengan
kita. Dan bahkan Kapolri pun di fit and propper test oleh DPR RI, kenapa kita alergi dengan sistem
ini??
Saya pernah ditanya oleh seseorang seperti ini:
Bagaimana sih Polda menentukan seseorang layak untuk jabatan Kapolsek, Kasat, Kabag dsb???
Apa dasarnya? apakah sudah baku? siapa menjabat di polsek mana dan siapa menjabat di kasat
mana? dsb...
Belum lagi menentukan siapa yang tugas di Lantas, siapa di Serse, siapa di Samapta, siapa di Intel,
siapa di Bimmas, siapa di Log siapa si Regident.
Semuanya masih belum baku dan dalam banyak kesatuan semua terserah mau-maunya Kabagmin
atau Kapolres saja..
Urusan SDM memang sangat pelik, karena apapun yang dilakukan oleh pimpinan belum tentu
memuaskan semua pihak. Saya yakin Mabes Polri selama ini sudah memiliki mekanisme fit and
propper test serta sistem assesment dalam rangka memilih pejabat-pejabat tertentu. Problemnya
selalu saja ada ketidak puasan yang muncul disana sini.
Saya berharap, sepanjang kita-kita memberikan masukan dengan obyektif dan demi kebaikan
bersama, Insya Allah hal ini akan berdampak kepada kebaikan organisasi Polri, karena pada
akhirnya; kita semua adalah para user dari SDM tersebut..
Ditulis dengan tambahan tanggapa dari AKP Wahyu Bram dan BJP Ronnye F Sompie