You are on page 1of 16

PUSTAKA

1. Furniss, Bs; et al, 1989. Vogels Text Book of Pratical Organic Chemistry, 5 th ed., Longman
Scientific & Technical, New york, 916-918

2. Vishnoi N.K. 1979. Advanced Practical Organic Chemistry, 1st ed. Vikas Publishing
house, PVT Ltd, New Delhi, page 330-331

3. Mc Murry J. 2000. Organic Chemistry 5 th edition. Brooks/Cole Publishing Company


Pasific Grove USA. 1002

PROSEDUR

1
Preparation1. Actanilide, C6H5NH.CO.CH3

Method1- Chemicals required: (i) Aniline 10 ml (Redistilled to get almost colourless


product), (ii) Acetic anhydride 13 ml, (iii) Sodium acetate (crystalline) 16,5 gm, (iv) Conc.
HCl 9 ml.

Procedure. In a 500 ml beaker take 10 ml aniline, 9 ml conc. HCl and add about 250
ml water. Stir to dissolve aniline complately when a colourless solution should be obtained. In
case the aniline used is coloured then the resulting solution will also be coloured. Decolourise
it by adding 2 gm activated animal charcoal when a colourless filtrate will be obtained.
Meanwhile prepare a solution of 16,5 gm sodium acetate in 50 ml water in another 500 ml
beaker.

To the colourless solution of aniline in HCl add 13 ml of acetic anhydride with stirring
until a homogeneous solution is obtained. Almost immediately pour this solution in the
solution of sodium acetate in water. Immerse the beaker in an ice bath and stir the solution
vigorously when colourless crystals of acetanilide separate out. Filter it in the buchner funnel
with suction, wash with cold water, drain well and dry by pressing it between filter papers or
in an air ven maintained at 100oC. The yiels of pure acetanilide 114oC is about 12 gms.
Recrystallise it from about 2% solution of hot rectified spirit. On cooling almost snow white
crystals of acetanilide are obtained.

Reaction:

Method 2- Chemicals required. (i) Aniline 10 ml (ii) Acetic anhydride 10 ml (iii)


Glacial acetic acid 0 ml (iv) zinc dust 0,5 gm.

Procedure. Place 10 ml aniline, 10 ml glacial acid, 10 ml acetic anhydride and 0,5 gm


zinc dust in a 250 ml round bottom flask fitted with a reflux condenser. Heat the reaction
mixtureto boiling for about 40 minutes, detach the condenser and pour the hot contents slowly
so as to prevent any residual zinc dust from esaping the flask, into a 500 ml beaker containing
about 250 ml of cold water whilst stirring vigorously the resultant solution. Cool the beaker in
ice bath when crude acetanilide seperates. Filter it in a buchner funnel using suction , wash

2
with cols water, drain well with the help of an inverted glass stopper and dry on the filter
papers in air. The yiels of crude acetanilide, m.p. 113 oC, is about 15 gm. Recrystallise it from
hot water containing 2% rectified spirit. The pure recrystallised product has the m.p 114oC.

DASAR TEORI

Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul


C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 serta tergolong senyawa amida primer.Asetinilida
berbentuk butiran berwarna putih, tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air
dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Craft pada
tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethophenon dengan NH2OH sehingga terbentuk
asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida.
Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H 2O
dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam
asetat.

Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu;


Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad direfluk
dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.
2C6H5NH2 + ( CH2CO )2O 2C6H5NHCOCH3 + H2O
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan
pendinginan, sdan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetatanhidrad dapat
diganti dengan asetil klorida.
Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin
Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin
dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan
pengaduk.
C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O
Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC 160oC. Produk dalam keadaan panas
dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.
Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin
Ketene ( gas ) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan
menghasilkan asetanilida.
C6H5NH2 + H2C=C=O C6H5NHCOCH3
Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin

3
Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan
asetanilida dengan membebaskan H2S.
C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S

Pertimbangan dari pemilihan proses sintesis asetanilida adalah :


1. Reaksinya sederhana
2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan
tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya
produksi lebih murah.

Sifat-sifat Asetanilida
Sifat sifat fisis:
Rumus molekul : C6H5NHCOCH3
Berat molekul : 135,16 g/gmol
Titik didih normal : 305 oC
Titik leleh : 114,16 oC
Berat jenis : 1,21 gr/ml
Suhu kritis : 843,5 oC
Titik beku : 114 oC
Wujud : padat
Warna : putih
Bentuk : butiran / kristal

Sifat sifat kimia:


Pirolysis dari asetanilida menghasilkan N diphenil urea, anilin, benzene dan hydrocyanic
acid.
Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, hydrolisa dengan
alkali cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan panas akan kembali ke
bentuk semula.
Adisi sodium dalam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan N-Sodium
derivative.
C6H5NHCOCH3 + HOH C6H5NH2 + CH3COOH
Bila dipanaskan dengan phospor pentasulfida menghasilkan thio Asetanilida
(C6H5NHC5CH3).
Bila di treatmen dengan HCl, Asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan 2 garam
(2 C6H5NHCOCH3).
Dalam larutan yang memgandung pottasium bicarbonat menghasilkan N- bromo
asetanilida.
Nitrasi asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan p-nitro Asetanilida.

Amina

4
Amina adalah nukleofili nitrogen. Ikatan N-H dalam amina primer dan sekunder dapat
di asetilasi atau diasilasi oleh turunan asam. Amina tersier tidak memiliki ikatan N-H
sehingga tidak dapat diasetilasi, tetapi amina tersier dapat bersifat sebagai basa, sehingga
dapat menetralkan asam.

Elektron bebas dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzene dan
meningkatkan rapat elektron di dalam cincin terutama pada posisi orto dan para. Struktur
resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH 2 itu bersifat melepas elektron secara
resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi anilina
ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk.
Semua posisi (o-, m- dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik.
Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang
dipaparkan di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif
parsial sedangkan posisi m- tidak.

Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis
dapat berupa substitusi pada cincin benzena atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina
aromatis primer atau sekunder benyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa
atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrida. Anilin primer bereaksi dengan
asetat anhidrida panas menghasilkan turunan monoasetat (amida). Persamaan reaksi antara
aniline dan asetat anhidrida menghasilkan asetanilida. Jika asetat anhidrida yang digunakan
berlebihan dan pemanasan dilakukan pada waktu yang lama, maka sejumlah turunan diasetil
akan terbentuk. Namun demikian, turunan deasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan
mengalami hidrolisis menghasilkan senyawa monoasetil. Amida dapat mengalami reaksi
hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amina, sedangkan
dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan amina.

Anilin merupakan cairan seperti minyak, tidak berwarna bila baru disuling, tetapi bila
kena pengaruh cahaya segera akan menjadi kuning hingga coklat. Anilin merupakan racun
kuat yang berbau busuk, tidak dapat terbakar dan bersifat basa. Anilin sukar larut dalam air,
tapi dapat bercampur dengan alkohol, eter dan kloroform dalam segala perbandingan. Anilin
memiliki rumus struktur C6H5NH2 dengan berat jenis 1,022 gr/ml, berat molekul 93,1 gr/mol
dengan titik didih 182oC. Anilin banyak dipergunakan dalam industri cat celup, obat-obatan
dan karet sintetik. Di laboratorium dipergunakan untuk menghitamkan meja kerja (ditambah

5
HCl dan K2Cr2O3). Anilin dapat dibuat dengan cara mereduksi nitrobenzene menggunakan
besi dan asam klorida, dinetralkan dengan kapur, kemudian disulingkan dengan uap.

Turunan asam karboksilat

Asam karboksilat dan turunannya semua bersifat dapat diubah satu menjadi yang lain
secara sintetik. Namun di antara turunan dari asam karboksilat tersebut, halida asam dan
anhidrida asam merupakan turunan yang paling banyak digunakan (serbaguna) sebab dapat
mensintesis ester yang terintangi dan ester fenil yang tidak dapat dibuat dengan rendemen
yang baik dengan pemanasan RCOOH dan ROH dengan katalis asam karena kesetimbangan
tidak menguntungkan.

Salah satu anhidrida asam yang paling sederhana adalah anhidrida asetat (etanoil
etanoat) atau biasa disingkay Ac2O. Rumus kimianya adalah (CH3CO)2O. Senyawa ini
merupakan reagen yang penting dalam sintesis organik, contohnya adalh sintesis asetanilida.
Senyawa ini tidak berwarna dan berbau cuka sebab reaksinya dengan kelembapan udara
menghasilkan asam asetat. Anhidrida asetat merupakan senyawa korosif, iritan dan mudah
terbakar.

Reflux

Refluks merupakan salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu
senyawa, baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-
senyawa yang mudah menguapa atau volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa
maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode
refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan
didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan
tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N 2 diberikan agar tidak ada uap air
atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa
anorganik karena sifatnya reaktif. Kondensor yang digunakan adalah pendingin bola, bukan
pendingin Liebig, tujuannya agar uap pelarut tetap ada, sebab jika menggunkan Liebig, dapat
berakibat senyawa yang akan disintesis tidak ada hasilnya karena semuanya sudah menguap.

Rekristalisasi

6
Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat murni atau
kristal yang lebih teratur/murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu
reaksi biasanya tidak murni. Mereka masih terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang
terjadi selama reaksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkristalan kembali dengan
mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa
dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara
rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai.

Langkah penentuan pelarut dalam rekristalisasi merupakan langkah penentu


keberhasilan pemisahan. Jika senyawa larut dalam keadaan panas maka penyaringan harus
dilakukan dalam keadaan panas.

Norit (Karbon aktif)

Senyawa organik sering mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat


dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna seperti norit.Karbon aktif
adalah sejenis adsorbent (penyerap). Berwarna hitam, berbentuk granule, bulat, pellet ataupun
bubuk. Karbon aktif dipakai dalam proses pemurnian udara, gas dan larutan atau
cairan, dalam proses recovery suatu logam dari biji logamnya dan juga dipakai sebagai
support katalis.Karbon aktif biasanya dibuat dari petroleum coke, serbuk gergaji, lignite,
batu bara, peat, kayu, tempurung kelapa dan biji buah-buahan. Semua sumber karbon aktif ini
ada kalanya dapat langsung diproses sebagai karbon aktif dan ada pula yang melalui proses
aktivasi. Karbon aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan lignite mempunyai struktur yang
rapuh dan berbentuk bubuk. Sedangkan karbon aktif yang berbentuk granule, keras dan
dipakai sebagai pengadsorb vapor biasanya berasal dari tempurung kelapa, biji buah-buahan,
atau briket batubara.

Karbon aktif atau sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis karbon
yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Sifat fisik yang paling penting adalah luas
permukaannya. Pengaktifan karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya.Banyak
cara untuk mengaktifkan karbon. Yang paling umum adalah dengan memakai gas
pengoksidasi seperti udara, steam, atau karbon dioksida (CO 2) dan karbonasi bahan baku
dengan memakai chemical agent seperti seng klorida atau asam fosfor. Setelah karbon aktif
terpakai dan telah jenuh (dengan vapor atau warna), maka zat-zat penyebab jenuh tersebut
dapat disteaming, dikondensasi, direcovery (bila diperlukan), dan dihilangkan (bila tidak
diinginkan), sehingga karbon aktif siap digunakan kembali. Perlakuan ini disebut regenerasi.

7
TUJUAN
1. Mampu menjelaskan reaksi pembentukan anilida
2. Mampu menjelaskan arti reflux, tujuan, dan manfaatnya
3. Terampil dalam menggunakan karbon aktif dalam proses pemurnian melalui
rekristalisasi
4. Mampu menghasilkan bentuk kristal yang homogen

ALAT
- Labu alas bulat leher panjang
- Beaker glass
- Kaca arloji
- Pendingin balik/reflux
- Gelas ukur
- Corong bucner dan labu hisap
- Pompa hisap

BAHAN

- Anilina 5 ml
- Anhidrida asetat 5 ml
- Asam asetat glasial 5 ml
- Serbuk Zn 250 mg
- Etanol 2,5 ml

REAKSi

8
O

HN CH3
NH2 CH3 O CH 3COOH

+ O O CH3

Anilin Anhidrida asetat Asetanilida

Mekanisme Reaksi

+
CH3 OH CH3 OH
CH3 O

O O O O CH3
O O CH3

Anhidrida asetat

NH2 CH3 OH
+
CH3 OH
+ O O CH3
O O CH3 N
H
Anilin

Hidrolisis

CH3 OH CH3 OH

O O CH3 O O CH3
N N

H H

OH
CH3 OH HO
CH 3COOH HN CH3
O OH CH3 NH CH3
N
H

+
H O

HN CH3

Asetanilida

9
SKEMA

250 mg Zn ditambah 5 ml anilin, ditambah 5 ml asam asetat glasial,


ditambah 5 ml anhidrida asetat, dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher
panjang

Dimasukkan batu didih ke dalam labu alas bulat yang sudah berisi
campuran larutan di atas

Direflux dalam penangas air selama 40-60 menit (diberi corong dan
kapas) dan digoyang

Dituang ke dalam 125 ml air dingin, aduk


10 menit

Didinginkan sampai terbentuk kristal abu-abu


keunguan

Disaring dengan corong buchner dan labu


hisap

Rekristalisa
si

Kristal yang telah terbentuk dimasukkan ke


dalam beaker glass

Ditambahkan 125 ml air panas dan ditambahkan 2,5 ml etanol, dipanaskan terus
sampai semuanya larut

Bila larutan berwarna, ditambahkan norit 75 mg dan


dididihkan lagi

Disaring panas dengan corong


panas

Hasil penyaringan didinginkan di dalam ice bath sambil diaduk sampai


terbentuk kristal

Disaring dengan corong buchner dan


labu hisap

Kristal dikeringkan di oven, lalu ditimbang hasilnya dan


ditentukkan titik lelehya

10
GAMBAR PEMASANGAN ALAT

11
HASIL PRAKTIKUM

Hasil teoritis : 7,5 g

Hasil praktis : 2,50 g

Persen hasil/rendemen : 33,33 %

Titik leleh teoritis : 1140 C

PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan untuk membuat asetanilida dengan cara mereaksikan anilin
dengan asam asetat kemudian direfluks dan dikristalisasi. Mula-mula dimasukkan 250 mg Zn,
5 mL anilin,5 mL asam asetatdan 5 mL anhidrida asetat ke dalam labu alas bulat. Dalam hal
ini, sebaiknya serbuk Zn dimasukkan terlebih dahulu ke dalam labu alas bulat, sebab serbuk
Zn berupa padatan sehingga pada saat dimasukkan dapat menempel pada dinding labu alas
bulat. Oleh karena itu larutan yang akan dimasukkan sesudahnya berfungsi untuk
membersihkan dinding labu dari serbuk Zn. Serbuk Zn berfungsi untuk mencegah terjadinya
oksidasi dari anilin menjadi nitrobenzena. Anilin berfungsi sebagai reaktan (pereaksi),
sedangkan asam asetat berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H +/H3O+)
yang juga sangat mempengaruhi reaksi agar terbentuk suatu garam amina, selain itu asam
asetat berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida sehingga asetanilida
yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Anhidrida asetat digunakan
sebagai pengering yang reversible yang dapat mengikat air. Reaksi antara anilin dengan asam
asetat glasial merupakan reaksi eksotermis karena reaksi ini menghasilkan panas sehingga
panas dilepas ke lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan labu alas bulat menjadi panas
ketika anilin dicampur dengan asam asetat. Campuran antara anilin dan asam asetat berwarna
kuning kecoklatan, reaksi ini berlangsung sangat lambat sehingga perlu dilakukan suatu
metode yang dapat mempercepat reaksi, yaitu dengan cara pemanasan. Asam asetat dan
anhidrida asetat memiliki sifat yang mudah menguap, sehingga pemanasan disini tidak
sembarangan dilakukan karena kalau digunakan pemanasan biasa maka akan terbentuk uap
yang akan mengurangi hasil kuantitatif dari suatu reaksi. Oleh karena itu, pemanasan yang
dilakukan pada pembuatan asetanilida ini adalah dengan menggunakanmetode refluks.

12
Sebelum melakukan pemanasan, beberapa batu didih dimasukkan ke dalam labu alas bulat.
Penambahan batu didih diatas berfungsi untuk:
1. Meratakan panas sehingga panas menjadi homogen pada seluruh bagian larutan.
2. Mengatur suhu didih sehingga sirkulasi udara menjadi teratur.
Pori-pori dalam batu didih akan membantu penangkapan udara pada larutan dan
melepaskannya ke permukaan larutan (ini akan menyebabkan timbulnya gelembung-
gelembung kecil pada batu didih). Tanpa batu didih, maka larutan yang dipanaskan akan
menjadi superheated pada bagian tertentu, lalu tiba-tiba akan mengeluarkan uap panas yang
bisa menimbulkan letupan/ledakan (bumping).
Batu didih tidak boleh dimasukkan pada saat larutan akan mencapai titik didihnya. Jika
batu didih dimasukkan pada larutan yang sudah hampir mendidih, maka akan terbentuk uap
panas dalam jumlah yang besar secara tiba-tiba. Hal ini bisa menyebabkan ledakan ataupun
kebakaran. Jadi, batu didih harus dimasukkan ke dalam cairan sebelum cairan itu mulai
dipanaskan. Jika batu didih akan dimasukkan di tengah-tengah pemanasan (mungkin karena
lupa), maka suhu cairan harus diturunkan terlebih dahulu. Selain itu, sebaiknya batu didih
tidah digunakan secara berulang-ulang karena pori-pori dalam batu didih bisa tersumbat zat-
zat pengotor dalam cairan.
Perhitungan waktu dihitung setelah ada tetesan hasil refluks yang telah terkondensasi,
hal tersebut dikarenakan pada saat itu pelarut berupa asam asetat sudah mulai menguap dan
terkondensasi sehingga dapat dikatakan bahwa saat itu juga proses refluks sudah berlangsung.
Proses refluks disini memiliki dua fungsi, yaitu untuk mempercepat reaksi karena
adanya proses pemanasan, pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga
tumbukan antar molekul akan lebih banyak dan cepat sehingga akan mempercepat reaksi atau
dengan kata lain pada proses ini kita mengontrol reaksi secara kinetik. Fungsi yang kedua
adalah untuk menyempurnakan reaksi. Pada saat pelarut yang digunakan mulai menguap
maka konsentrasi larutan di dalam labu akan meningkat. Setelah proses refluks selesai
kemudian larutan dituangkan ke dalam air dan diaduk hingga terbentuk asetanilida yang
berbentuk padatan kristal. Penggunaan air disini dimaksudkan sebagai pelarut yang akan
menghidrolisis asam asetat yang masih tersisa dalam larutansedangkan tujuan pendinginan
dengan air adalah agar diperoleh kristal asetanilida. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal
yang berwarna kekuning-kuningan yang berarti masih ada pengotor didalamnya, yaitu sisa
reaktan ataupun hasil samping reaksi (abu zink, sisa garam anilium asetat, dll). Oleh karena
itu perlu dilakukan pemurnian kembali. Larutan tersebut kemudian disaring dengan penyaring
buchner. Proses penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi dan dibantu menggunakan
vakum pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan
cepat selesai.

13
Rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan cara menambahkan air panas sebanyak 125
mL, sebab jika penambahan air panas diberikan dalam jumlah yang berlebih, maka kristal
akan sulit terbentuk. Kristal asetanilida merupakan kristal yang sangat mudah terbentuk di
atas larutan. Oleh karena itu, dalam proses rekristalisasi ini, selain penambahan air panas, juga
dilakukan penambahan etanol, dimana etanol berfungsi untuk meningkatkan kelarutan
asetanilida.
Jika dalam proses rekristalisasi menghasilkan larutan yang berwarna, maka perlu
dilakuakan penambahan norit/karbon aktif pada suhu 50oC. Fungsi dari karbon aktif ini adalah
untuk menyerap zat warna dan pengotor-pengotor yang berukuran besar karena karbon aktif
memiliki pori-pori yang besar. Dengan penambahan karbon aktif ini diharapkan diperoleh
kristal yang lebih bersih dan murni daripada sebelumnya. Penambahan norit dilakuakan pada
suhu 50oC sebab pada suhu 50oC adalah suhu yang optimum dimana zat warna tersebut dapat
ditarik oleh karbon aktif. Jika penambahan dilakukan pada waktu mendidih, maka norit akan
terurai. Selain itu, norit juga tidak dapat diletakkan dalam udara bebas, karena norit dapat
mengadsorbsi udara sehingga dapat menjadi karbon yang inaktif. Penambahan norit harus
dengan jumlah tertentu, sebab jika norit ditambahkan berlebih, maka norit dapat menyerap
asetanilidanya juga.
Ketika ditambahkan norit, sebagian kristal asetanilida sudah mulai terbentuk, sehingga
perlu dipanaskan lagi sampai mendidih agar semua kristalnya larut. Setelah larutan mendidih,
maka larutan disaring kembali menggunakan corong panas dalam keadaan panas. Penyaringan
ini dilakukan sewaktu panas karena bila larutan dingin maka maka larutan sudah mengkristal
(asetanilida) dan akan tertinggal di kertas saring dengan karbon aktif dan penggotor lainnya
sehingga hasil akhir asetanilida yang diperoleh akan semakin sedikit. Filtrat hasil penyaringan
ditampung dalam gelas kimia kemudian didinginkan untuk mempercepat terjadinya
rekristalisasi. Lalu, kristal yang terbentuk kemudian disaring dengan corong buchner.
Namun, apabila dalam proses rekristalisasi di atas tidak menghasilkan larutan yang
berwarna (larutan bersih, tidak terdapat kotoran), maka larutan tersebut tidak perlu
ditambahkan norit dan tidak perlu di saring dengan corong panas. Larutan tersebut cukup
didinginkan, lalu disaring dengan corong buchner.
Kristal yang di dapat selanjutnya dikeringkan dengan oven untuk menghilangkan uap
air yang masih terkandung dalam kristal. Selanjutnya kristal asetanilida yang diperoleh
ditimbang untuk mengetahui beratnya. Hasil akhir didapat, berat sampel sebesar 2,1 g. Hasil
ini kurang sesuai dengan hasil teoritis yang sebenarnya, yaitu 7,5 g. Hal itu disebabkan karena
mungkun terjadi kesalahan atau kurang terampilnya kami melakukan praktikum ini.
Kesalahan yang terjadi pada percobaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Larutan yang akan disaring dengan corong panas belum benar-benar panas/mendidih.

14
2. Pada proses pemindahan campuran dari labu alas bulat ke dalam gelas kimia
membutuhkan waktu terlalu lama. Padahal pemindahan campuran harus dalam keadaan
panas agar pembentukan kristal asetanilida menjadi lebih sempurna karena terjadi
penurunan suhu dari suhu panas ke suhu dingin.
3. Pada saat rekristalisasi dalam proses penyaringan, proses penyaringan tidak sempurna
karena larutan lebih tinggi daripada kertas saring sehingga larutan merembes disamping
kertas saring.

TANDA TANGAN PRAKTIKAN

15
EMILIANA SURYATI ERNITA DWI SEPTIANI

(110115296) (110115291)

16

You might also like