You are on page 1of 11

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :23-33 (2013) ISSN : 2303-2960

PEMIJAHAN IKAN BETOK (Anabas testudineus) SEMI ALAMI


DENGAN SEX RATIO BERBEDA
Semi Natural Spawning of Climbing Perch (Anabas Testudineus)
With Different Sex Ratio
Burmansyah1 , Muslim2, Mirna Fitrani3
1
Mahasiswa Peneliti, 2Dosen Pembimbing I, 3Dosen Pembimbing II
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya, Indralaya, Ogan Ilir 30662

ABSTRACT
The aim of the research was to fiad out sex ratio proportion on ovulation time,
fecundity, fertilization, and hatching percentage of climbing perch eggs. The research used
Completely Randomized Design with four treatments and three replicates with P as
treatment code. The treatment used was ratio between female and male including P1(1:1),
P2(1:2), P3(1:3), and P4(1:4). Observed parameters were ovulation time, fecundity,
fertilization, hatching percentage, and water quality. Observed parameters were ovulation
time, fecundity, fertilization, hatching percentage, and water quality. The Results showed
that all treatment did not affected significantly affentedthe observed parameter (P<0,05). P2
treatment provided the fastest ovulation time with 137.33 minute, highest fecundity value
provided by P4 with 18.533 eggs grains. Eggs fertilization rates of eggs on each
treatmentwas 100%, and the highest hatching percentage was given by P1 treatment
withnumber 91.57%. Ranges of water quality parameters recorded on research
0
were temperature 28-29 C, pH 6.2-6.5, disollved oxygen 6.11-6.79 ppm and
amonia 0.010-0.038 ppm.
Keywords : Honey, masculinitation, dipping time, male percentage

PENDAHULUAN

Ikan betok (Anabas testudineus) waduk (Wargasasmita, 2002 dalam


adalah spesies ikan asli Indonesia yang Muslim et al.,2011), sehingga habitat
hidup di perairan rawa, sungai, danau dan alami betok akan semakin sedikit.
genangan air lainnya. Ikan betok dapat Menurut Muslim et al., (2011) di
memijah sekali dalam setahun pada saat Sumatera Selatan belum ada masyarakat
musim penghujan (Muhammad et al., yang membudidayakan ikan betok. Oleh
2003 dalam Suriansyah, 2011). karena itu, untuk mempertahankan
Kelangsungan hidup ikan betok biodiversitas ikan betok perlu dilakukan
dikhawatirkan terancam punah akibat upaya melalui sistem budidaya yang
kerusakan habitat, alih fungsi lahan, intensif (Ross et al., 2008 dalam Muslim
eksploitasi berlebih, dan pembangunan et al., 2011).

23
23
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

Saat ini beberapa penelitian telah pengganti hormon sintetik adalah madu
berhasil memijahkan ikan betok semi (Sukmara, 2007).
alami menggunakan rangsangan hormon,
Salmon Gonadotropin Releasing METODE PENELITIAN
Hormone (sGnRH), Leutinuezing Hormon Pelaksanaan Penelitian
Releasing Hormone (LHRHa) dan 10 g
Waktu dan Tempat
domperidon yaitu sejenis anti dopamin
(merk dagang ovaprim). Penyuntikan ikan Penelitian ini dilaksanakan pada

betok menggunakan ovaprim dengan bulan November 2012 di mini Hacthery

dosis 0,125 ml/kg menunjukkan waktu Budidaya Perairan, Program Studi

laten pemijahan yang relatif cepat yaitu 4 Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

jam 30 menit (Suriansyahet al., 2009). Universitas Sriwijaya Indralaya.

Sex ratio merupakan perbandingan Alat dan Bahan


ideal jumlah ikan jantan dengan ikan
betina dalam populasi untuk pembuahan Alat-alat yang digunakan pada

sel telur (Sperr, 1996 dalam Triajie dan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Haryono, 2007). Beberapa penelitian Timbangan analitik ketelitian 0,01g, spuit

mengenai sex ratio yang berbeda dalam suntik volume 1 ml, penggaris, pH meter,

pemijahan antara lain pada ikan beronang Saringan, Akuarium ukuran 40x40x40 m3,

(Siganus guttatus), penggunaan sex ratio termometer keteliatian 10C, beaker glass

terbaiknya adalah 2 jantan dan 1 betina volume 50ml, , DO meter ketelitian 0,01

(2:1) dengan daya tetas 61% (Lante dan ppm, mikro pipet 5-50 mikron dan

Palinggi, 2010). Pada ikan Bada (Rasbora aerator. Bahan yang digunakan adalah

argyrotaenia) sex ratio terbaik yaitu 3 Indukan ikan betok bobot 20-30 g dan

jantan dan 1 betina (3 : 1) dengan tingkat panjang 10-15 cm, ovaprim, pakan (pelet

pembuahan sebesar 98% sedangkan pada protein 28%), akuades.

perbandingan 1 jantan dan 1 betina (1 : 1) Metode Penelitian


menunjukkan tingkat pembuahan sebesar
Rancangan Percobaan
71% (Said dan Mayasari, 2010). Namun
untuk ikan betok sampai saat ini belum Rancangan yang digunakan pada
diketahui sex ratio yang terbaik untuk penelitian ini adalahrancangan acak
kegiatan yang berpotensi sebagai lengkap (RAL) dengan empat perlakuan

24
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

sex ratio. Perlakuan adalah 1 jantan dan 1 mencapai tingkat kematangan gonad
betina, 2 jantan dan 1 betina, 3 jantan dan akhir. Ciri-ciri induk jantan matang gonad
1 betina, 4 jantan dan 1 betina masing- yaitu tubuh ramping dan panjang,warna
masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali badan agak cerah,sirip punggung lebih
yaitu sebagai berikut : panjang,bagian bawah perut rata, dan jika
P1 = 1 jantan : 1 betina (1 : 1) perut di stripping keluar cairan sperma
P2 = 2 jantan : 1 betina (2 : 1) berwarna putih susu. Ciri-ciri induk betina
P3 = 3 jantan : 1 betina (3 : 1) matang gonad yaitu tubuh besar dan lebar
P4 = 4 jantan : 1 betina (4 : 1) kesamping,warna badan agak gelap,sirip
punggung lebih pendek,bagian bawah
Cara Kerja perut agak melengkung,jika matang
1. Persiapan Media gonad pada bagian perut di stripping
Persiapan media dimulai dengan keluar telur bewarna transparan,alat
pembersihan akuarium, menyusun kelamin berwarna kemerah-merahan.
akuarium di atas rak sesuai rancangan
4. Adaptasi dan Pemeliharaan Induk
penelitian dan diisi air sebanyak 25 liter.
Indukan ikan betok dari hasil
2. Persiapan Induk seleksi diadaptasikan dengan cara
Induk yang digunakan pada memasukkan secara perlahan ke dalam
penelitian ini merupakan hasil tangkapan akuarium dan dipelihara selama 1
nelayan yang berada di Kab. Ogan Ilir minggu. Sex ratio induk yang dimasukkan
Indralaya yang kemudian ke dalam akuariumsesuai dengan
didomestikasikan di kolam yang rancangan perlakuan. Pemeliharaan
terkontrol selama 5 bulan. selama adaptasi, induk betok diberi
pakan berupa pelet dengan frekuensi tiga
3. Seleksi Induk
kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore.
Seleksi induk dilakukan di kolam
pemeliharaan dengan cara memilih satu 5. Penyuntikan
persatu calon induk berdasarkan bobot Sebelum melaksanakan proses
tubuh. Ikan betok yang digunakan penyuntikan terlebih dahulu menyiapkan
sebanyak 30 ekor jantan dan 12 ekor alat dan bahan yang digunakan pada
betina. Berdasarkan kelengkapan anggota penelitian ini.Sebelum disuntik induk
tubuh, tidak cacat, tidak luka dan sudah terlebih dahulu ditimbang bobot tubuhnya

25
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

untuk menentukan dosis.Dosis yang 8. Fisika dan Kimia Air


digunakan yaitu 0,125 ml per kg Kualitas air yang diukur dalam
(Suriansyah et al.,2009). Padainduk penelitian ini adalah suhu, derajat
betina dilakukan dua kali penyuntikan keasaman (pH), dan Dissolved Oxygen
dimana penyuntikan pertama sebanyak (DO) dan amonia. Pengukuran parameter
1/3 bagian dan penyuntikan ke dua 2/3 dilakukan selama proses pemijahan.
bagian dengan selang waktu 6 jamsetelah
Parameter yang diamati
penyuntikkan pertama. Penyuntikan induk
jantan dilakukan pada saat bersamaan Waktu Laten
dengan penyuntikan kedua pada induk WL = Wp2 - Wo
betina.Penyuntikan pertama dilakukan Keterangan :
pada bagian punggung kiri dan ke dua WL = Waktu laten
pada bagian punggung kanan dengan Wp2 = Waktu setelah penyuntikan ke-2
kemiringan 30-40 0C. Wo = Waktu ovulasi

6. Pengamatan Waktu Laten Menghitung Jumlah Telur


Pengamatan waktu laten dilakukan Untuk menghitung jumlah telur
setelah proses penyuntikan kedua sampai dalam penelitian ini menggunakan metode
ikan mengalami ovulasi. Induk yang volumetri. (Affan, dan Muhammadar,
mengalami ovulasi langsung dipisahkan 2011) yaitu :
ke akuarium lain.
Jumlah telur
7. Menghitung JumlahTelur
( )
Teknik menghitung jumlah telur = x total air

dilakukan dengan cara pengadukan media


Persentase Pembuahan Telur
menggunakan aerasi sehingga telur
Persentase pembuahan dihitung
teraduk secara merata kemudian
dengan cara membandingkan telur yang
dilakukan sampling telur pada lima titik
terbuahi dengan jumlah total telur
menggunakan beaker glass 50 ml,
kemudian dinyatakan dalam persen.
kemudian dihitung dan dikonversi secara
(Winarsih, 1996 dalam Tishom, 2008)
volumetrik.

26
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

Persentase pembuahan Tabel 3. Rata-rata waktu laten ikan betok


Jumlah telur yang dibuahi (butir) selama penelitian
= X 100%
Jumlah total telur (butir)
Perlakuan Rata rata waktu
laten (menit)
Persentase Penetasan Telur P1 137,67
P2 137,33
Persentase penetasan adalah P3 146,33
jumlah telur yang menetas menjadi larva P4 143,67
dari total telur yang dikeluarkan.
(Slametet al., 1989)sebagai berikut : Dari hasil penelitian, waktu laten
ikan betok menunjukkan bahwa waktu
Persentase penetasan tercepat terdapat pada perlakuan P2
Jumlah telur yang menetas (butir) 137,33 menit, sedangkan yang paling
= X100%
Total telur yang dikeluarkan lama mengalami ovulasi terdapat pada

Analisis data perlakuan P3 yaitu 146,33 menit.

` Data yang diperoleh berupa waktu Berdasarkan hasil analisis sidik ragam

laten, fekunditas, persentase pembuahan menunjukkan bahwa penggunaan sex

dan persentase penetasan dianalisis secara ratio yang berbeda pada pemijahan ikan

statistik menggunakansidik ragam dengan betok tidak berpengaruh nyata terhadap

tingkat kepercayaan 95%. Apabila data waktu laten ikan betok. Cepat atau

menunjukkan berpengaruh nyata maka lambatnya waktu laten dipengaruhi oleh

dilakukan uji lanjut. Databerupa kualitas beberapa faktor yaitu hormonal dan

air dianalisis secara deskriptif. lingkungan (Najmiyati, 2009). Faktor


hormonal berupa rangsangan penyuntikan

HASIL DAN PEMBAHASAN ovaprim terhadap proses spermiasi


sementara faktor lingkungan berupa
Waktu Laten kuantitas dan kualitas air.
Waktu laten adalah waktu yang Cepatnya waktu laten pada
dibutuhkan ikan untuk memijah atau perlakuan P2 diduga disebabkan oleh
ovulasi setelah dilakukan penyuntikan ke- aktivitas pengeluaran feromon oleh induk
2. Hasil rata-rata waktu laten ikan betok jantan pada proses spermiasi. Jumlah
selama penelitian di sajikan pada Tabel 1. feromon yang dihasilkan oleh dua induk

27
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

jantan telah cukup efektif untuk menunjukkan bahwa dua ekor induk
merangsangan pemijahan induk betina jantan lebih efektif untuk merangsang
sehingga mempercepat proses ovulasi pada induk betina.
pengeluaran telur. Feromon dari induk
Fekunditas
jantan direspon oleh saraf yang terletak di
sisi saraf olfaktori pada induk betina dan Fekunditas adalah jumlah total

akan diteruskan ke hipotalamus telur yang dikeluarkan oleh induk ikan

(Meredith, 1984 dalam Zairin Jr et betok pada saat proses ovulasi. Hasil nilai

al.,2005). Menurut Syafei et al., (1991) rata-rata fekunditas ikan betok selama

dalam Zairin Jr et al., (2005), respon penelitian disajikan pada Tabel 2 sebagai

feromon menyebabkan terjadinya berikut :

peningkatan hormon neurofisa sehingga Tabel 2. Rata-rata fekunditas ikan betok


selama penelitian
bila kadarnya telah mencapai tingkat
tertentu mengakibatkan pengeluaran telur Perlakuan Rata-rata fekunditas
(butir)
oleh induk betina lebih cepat. P1 18.200
Lamanya waktu laten yang terjadi P2 18.400
P3 18.167
pada perlakuan P3 dan P4 diduga P4 18.533
dipengaruhi oleh jumlah induk jantan
Berdasarkan Tabel 4 diatas terlihat
lebih banyak dibandingkan dengan
bahwa fekunditas ikan betok tertinggi
perlakuan P1 dan P2, sehingga terjadi
dalam penelitian ini terdapat pada
kompetisi ruang gerak, kompetisi antar
perlakuan P4 yaitu 18533 butir dan
induk jantan untuk perebutan pasangan,
terendah pada perlakuan P3 yaitu 18167
dan oksigen, sehingga menimbulkan
butir. Namun demikian, dari hasil analisis
respon stres pada induk betina.
sidik ragam menunjukkan bahwa sex ratio
Respon stres akan menyebabkan
yang berbeda tidak berpengaruh nyata
respon normal ikan terganggu (Setyani,
terhadap nilai fekunditas ikan betok. Nilai
2002) dalam Kadarini et al., (2010)
fekunditas yang tidak berpengaruh pada
sehingga mempengaruhi proses
semua perlakuan, diduga disebabkan
ovulasinya. Dari hasil penelitian ini,
karena ikan betok tergolong ikan yang
waktu laten tercepat pada perlakuan P2
memiliki sifat total spawner.
yaitu sex ratio jantan dan betina 2:1

28
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

Nilai fekunditas ikan dipengaruhi Fertilisasi (pembuahan)


oleh beberapa faktor diantaranya Menurut Satyani (2007) dalam
lingkungan dan nutrisi. Lingkungan yang Sumiasari (2010) fertilisasi atau
optimal untuk kehidupan ikan akan pembuahan adalah masuknya
mengurangi pengalokasian energi yang spermatozoa kedalam sel telur melalui
berasal dari nutrisi pakan yang micropyle dan bergabungnya sel inti telur.
dikonsumsi untuk penyeimbangan proses Hasil rata-rata persentase pembuahan ikan
tubuh terhadap lingkungan sehingga betok disajikan pada Tabel 3.
energi tersebut difokuskan pada Tabel 3. Persentase pembuahan telur ikan
betok
pembentukan telur yang akan
Perlakuan Pembuahan (%)
meningkatkan nilai fekunditasnya
P1 100
(Susanti dan Mayudin, 2012). Sementara P2 100
P3 100
itu, Mulya, (2004) menyatakan bahwa
P4 100
kekurangan energi dapat menyebabkan
telur mengalami atresia. Persentase pembuahan telur ikan

Penelitian ini menggunakan induk betok yang didapatkan dalam penelitian

dengan kisaran bobot 20-30 gram dan ini pada P1,P2,P3 dan P4 masing-masing

panjang 10 - 15 cm menghasilkan nilai rerata 100%. Berdasarkan analisis sidik

fekunditasberkisar 18167-18533 butir. ragam menunjukkan bahwa masing-

Nilai kisaran fekunditas tersebut masih masing perlakuan tidak berpengaruh nyata

berada pada kisaran normal. Menurut terhadap persentase pembuahan telur ikan

Zalina et al., (2012),induk ikan betok betok. Menurut Subagjaet al.,(2003)

dengan kisaran bobot 9 - 53,1 gram faktor yang mempengaruhi persentase

menghasilkan nilai fekunditas berkisar pembuahan antara lain kualitas telur,

3.481-42.564 butir telur. Hal ini juga kualitas sperma dan sex ratio.

didukung oleh Suriansyah (2009), yang Sex ratio yang tepat, akan

menyatakan bahwa ikan betok dengan membuat proses fertilisasi terjadi optimal

kisaran bobot tubuh 15 - 110 gram karena jumlah sel telur mampu terbuahi

mempunyai nilai fekunditas 4.882-19.248 oleh sel sperma. Hal ini diduga karena

butir telur. dengan sex ratio yang tepat, jumlah sel


telur dan sperma berada pada kondisi

29
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

seimbang. Hasil penelitian menunjukkan persentase penetasan telur ikan betok


bahwa jumlah sperma satu induk jantan dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai
cukup untuk membuahi telur yang berikut :
dihasilkan satu induk betina dengan Tabel 4. Rata-rata persentase penetasan
telur ikan betook
ukuran bobot tubuh yang seragam.
Berdasarkan hasil pengamatan telur yang Perlakuan Persentase
penetasan (%)
terbuahi terlihat bening dan transparan.
P1 91,57
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan P2 89,68
P3 90,09
Rustidja (2004) dalam Arsianingtyas
P4 89,38
(2009),yaitu telur yang terbuahi memiliki
ciri transparan, sehingga mudah Tabel 4 menunjukkan bahwa
dibedakan dengan telur yang mati. persentase penetasan telur ikan betok
Perbandingan sex ratio 1:1 cukup tertinggi diperoleh dari perlakuan P1
untuk memaksimalkan persentase semantara itu, persentase penetasan
pembuahan ikan betok bahkan nilai terendah diperoleh pada perlakuan P4.
persentase pembuahan pada penelitian ini Namun, berdasarkan analisis sidik ragam
lebih tinggi dibandingkan hasil dari menunjukkan bahwa penggunaan sex
persentase pembuahan ikan betok yang ratio yang berbeda tidak berpengaruh
dilakukan oleh Zalina et al., (2012) yaitu nyata terhadap persentase penetasan telur
sebesar 93,90-98,47%. Sex ratio yang ikan betok (p<0,05). Tingginya nilai
optimal untuk ikan tertentu berbeda-beda. persentase penetasan diduga dipengaruhi
Menurut Said dan Mayasari (2010), oleh faktor suhu, volume kuning telur dan
penggunaan sex ratio tiga jantan dan satu hormon.
betina (3:1) pada ikan bada (Rasbora Menurut Prochazka (2009) dalam
argyrotaenia) menghasilkan nilai Nugraha et al., (2012) suhu yang rendah
persentase pembuahan terbaik yaitu akan menghasilkan waktu penetasan yang
sebesar 98%. lambat sedangkan suhu yang dalam
kisaran optimum akan mempercepat
Persentase Penetasan
proses penetasan. Menurut Nugraha et al.,
Persentase penetasan merupakan (2012) suhu yang rendah membuat enzim
kemampuan telur yang telah dibuahi oleh chorionase tidak bekerja dengan baik
sperma untuk menetas. Rata-rata pada proses pelunakan cangkang telur

30
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

sehingga telur akan lama dalam proses sebesar yaitu 70% sedangkan pada
penetasannya. Suhu juga mempengaruhi penyuntikan dosis yang lebih besar yaitu
aktivitas metabolisme pada embriogenesis 0,75 ml per kg menyebabkan penurunan
dan laju penyerapan kuning telur. persentase penetasan sebesar yaitu 25%.
Menurut Kamler (2002) dalam Budiardi
et al., (2005) aktivitas metabolisme yang Fisika dan Kimia Air
tinggi memerlukan energi yang besar
Fisika dan kimia air merupakan
sehingga menyebabkan laju penyerapan
bagian dari kualitas air. Nilai kisaran
volume kuning telur menjadi lebih
kualitas air yang didapatkan selama
cepat.Volume kuning telur yang besar
penelitian meliputi suhu, pH, DO dan
akan menghasilkan sumber energi yang
amonia disajikan pada tabel 5.
mencukupi bagi perkembangan embrio
Pada tabel 5 terlihat, secara
telur ikan sehingga telur cepat menetas.
umum kualitas air selama proses
Selain suhu dan volume kuning
pemijahan masih dalam kisaran yang
telur hormon juga berpengaruh terhadap
optimal untuk pemijahan ikan betok. Nilai
penetasan telur. Menurut Tishom, (2008)
suhu pada pemijahan ikan betok adalah
hormon akan bekerja normal (optimal)
28-29 oC. Menurut Suriansyah (2009),
pada dosis tertentu, penggunaan dosis
pada suhu kisaran 28oC sudah cukup
yang lebih rendah atau lebih tinggi akan
untuk proses pemijahan ikan betok. Nilai
menurunkan potensi biologis hormon
pH pada proses pemijahan adalah 6,3-6,5.
terhadap tergetnya. Hasil penelitian
Menurut Sutisna (1995) pH air 4-9 adalah
Zalina et al., (2012), menunjukkan bahwa
kisaran yang optimum pada pembenihan
persentase penetasan telur ikan betok
ikan air tawar.
yang diberikan perlakuan hormon
Nilai oksigen terlarut pada
LHRH-a sebanyak 20g/kg bobot tubuh
pemijahan ikan betok adalah 6,11-6, 79
menghasilkan persentase penetasan
ppm, nilai tersebut merupakan masih
tertinggi yaitu 68,57 - 73,11%. Penelitian
dalam kisaran optimal untuk proses
lain yang dilakukan oleh Tishom, (2008)
pemijahan ikan betok. Menurut
pada ikan baung (Mystus nemurus)
Suriansyah (2009), kisaran oksigen
dengan dosis penyuntikan ovaprim 0,5
terlarut 12,33-19,36 ppm masih cukup
ml/kg menghasilkan persentase penetasan
ideal untuk mendukung pemijahan ikan.

31
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

Tabel 5. Rata-rata kualitas air selama penelitian pada pemijahan ikan betok

Parameter Kualitas Air


Perlakuan
Suhu (oC) pH (unit pH) DO (ppm) Amonia (ppm)
1 28-29 6,3-6,4 6,32-6,79 0,023-0,035
2 28-29 6,2-6,4 6,21-6,74 0,021-0,038
3 28-29 6,3-6,4 6,11-6,79 0,010-0,012
4 28-29 6,3-6,5 6,19-6,73 0,012-0,027

Nilai amonia pada proses betina1:1 dan perlu dilakukan uji sex
pemijahan ikan betook selama penelitian ratio dengan pembanding induk
adalah 0,012-0,038 ppm. Nilai tersebut betina pada pemijahan ikan betok.
masih dalam kisaran optimal untuk proses
pemijahan ikan betok. Menurut Sutisna DAFTAR PUSTAKA
(1995),kandungan amonia yang optimal
Arsianingtyas, H. 2009. Pengaruh kejutan
untuk pembenihan ikan air tawar yaitu suhu panas dan lama waktu
kurang dari 1,5 ppm. setelah pembuahan terhadap
daya tetas dan abnormalitas larva
ikan nila (Oreochromisni
KESIMPULAN DAN SARAN loticus). Fakultas Perikanan dan
kelautan Universitas Airlangga.
Kesimpulan Skripsi. (Tidak dipublikasikan)

Berdasarkan hasil penelitian ini, Budiardi, T. W. Cahyaningrum dan I.


Effendi. 2005. Efisiensi
penggunaan sex ratio berbeda pada
pemanfaatan kuning telur embrio
pemijahan ikan betok tidak berpengaruh dan larva ikan mannvis
(Ptherophyllum scalare) pada
nyata terhadap waktu laten, fekunditas,
suhu inkubasi berbeda. Jurusan
persentase pembuahan dan persentase Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan
penetasan telur ikan betok. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Jurnal Akuakultur Indonesia 4
Saran (1) : 57-61
Mulya, B.M. Pelestarian, pemanfaatan
Disarankan untuk melakukan sumberdaya genetika mimi ranti
pemijahan ikan betok semi alami (carcinosscorpius rotundi
cauda,L) dan mimi bulan
menggunakan sex ratioantara jantan dan (Thacypleus gigas,M) Program
Studi Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu

32
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Burmansyah, et al (2013)

Pengetahuan Alam Universitas Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas


Sumatera Utara. Medan. Pertanian Universitas Trunojoyo.
Madura. Jurnal Kelautan vol 1
Muslim.,Yulisman., M. Syaifudin., M.
Fitrani, dan F.H. Taqwa. 2011. (1) 50-59.
Pembenihan ikan betok (Anabas Tishom, R.I. 2008. Pengaruh sGnRHa +
testudineus). Teknik kawin domperidon dengan dosis
suntik. Laporan Pengabdian pemberian yang berbeda
Masyarakat. Lembaga terhadap ovulasi ikan mas
Pengabdian Masyarakat Unsri. (Cyprinus carpioL) strain
Indralaya. punten. Departemen Biologi
Kedokteran Fakultas Kedokteran
Nugraha, D., M.N. Supardjo, dan
Subiyanto. 2012. Penagaruh Universitas Airlangga. Surabaya.
Berkala Ilmiah Perikanan 3 (1):
perbedaan suhu terhadap
perkembangan embrio, daya telur 9-16
tetas dan kecepatan penyerapan Sumiasari., W.E. 2010. Pengaruh dosis
kuning telurikan black ghost hipofisa ikan lele dumbo
(Apteronotus albifrons) pada (Clarias gariepinus) terhadap
skala Laboratorium. Semarang. kualitas sperma dan penetasan
Jurnal of Management of telur ikan baung (Hemibagrus
Aquatic Resources. 1 (1) : 1-6 nemurus). Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya.
Suriansyah., A.O. Sudrajat, dan M. Zairin
Jr. 2009. Studi pematangan (Tidak dipublikasikan)
gonad ikan betok (Anabas Zalina, I., C.R. Saad., Christianus,
Tesudineus Bloch) dengan danS.A. Harmin. 2012. Induced
rangsangan hormon. Institut breeding and embryonic
Pertanian Bogor. Bogor. Jurnal development of climbing perch
of Tropical Fisheries 4 (1) : 386- (Anabas testudineus).Department
396. of Aquaculture, Faculty Of
Suriansyah.,A.O. Sudrajat, dan M. Zairin Agriculture Universiti Putra
Jr.2011. Studi Perkembangan Malaysia. Selangor. Journal of
Fisheries and Acuatic Science
gonad ikan betok (Anabas
testudineus Bloch) dengan 7(5) : 291-306.
rangsangan hormon. Institut Zairin, Jr., K.R. Sari., dan M. Raswin.
Pertanian Bogor. Bogor. Berita 2005. Pemijahan ikan tawes
Biologi 10(4) : 511-520. dengan sistem imbas
memijahkan ikan mas sebagai
Said,D dan N. Mayasari. 2010.
Pertumbuhan dan pola pemicu. Jurusan Budidaya
Perairan Fakultas Perikanan dan
reproduksi ikan bada (Rasbora
argyrotaenia) pada rasio kelamin Ilmu Kelautan Institut Pertanian
yang berbeda. LIPI. Limnotek 17 Bogor. Bogor. Jurnal Akuakultur
Indonesia 4 (2) : 103-108
(2) : 201-209.
Triajie, H dan A. Haryono. 2007. Studi
aspek ikan manyung
( Ariesvenosus) di perairan Selat
Madura Kabupaten Bangkalan.

33

You might also like