You are on page 1of 82

A.

Skenario B Blok 15 Tahun 2014


Mr. Y, 48 years old, comes to MH hospital with chief complaint of severe shortness of
breath since yesterday. One week ago, he felt very tired and slept in semi-fowlers
position. Since a month ago, he felt shortness of breath while doing daily activity, fatique
and nausea. Three month ago, he felt pain on his left chest and was hospitalized for three
days. Then he discharged early before completing the treatment. Past Medical History:
heavy-smoker, his father had sudden death at 52 years old (+)
Physical Exam:
General examination: orthopnoe, height 165 cm, weight 90 kg, BP 100/60 mmHg, HR
130 bpm. PR: 130 bpm, regular, equal. RR: 26 x/m
Head and neck: pale, JVP <5+2> cmH2O
Thorax: basal rale (+), wheezing (-)
Abdomen: liver is palpable 4 fingers below the costal arch
Extremities: minimal ankle edema
Laboratory result:
Hemoglobin: 15 g/dl, WBC: 7.000/mm3, Diff. count: 0/2/10/60/22/6, ESR 20/mm3,
Platelet: 250.000/mm3.
Total cholesterol 300 mg/dl, LDL 165 mg/dl, HDL 35 mg, trigliseride 280 mg/dl
Fasting blood glucose : 110 mg/dl, urine glucose (-), sediment: normal finding.
CK NAC 125 U/L, CK MB 22 U/L, Troponin I: 0,1 ng/ml.
Additional exam:
Chest X-ray: CTR 50%, signs of cephalization.
ECG: sinus rhythm, left axis deviation, HR 130 x/m, QS pattern in V1-4 with ST
elevation.
Echo: normal chamber, LVH (-), LV regional wall motion abnormality (anteroseptal
wall), thrombus attached to LV apex, LV ejection fraction 35%.

B. Klarifikasi Istilah
1. Semi-fowlers position : posisi pasien yang berbaring di tempat tidur dalam posisi
supinasi dengan sudut kepala 30o.
2. Orthopnoe : dispnea yang mereda pada posisi tegak.
3. Basal rale : ronki yang dapat didengar pada dasar paru.
4. Wheezing : jenis bunyi kontinue seperti bersiul.
5. Edema : pengumpulan cairan secara abnormal di ruang
interseluler tubuh.
6. Cephalization : adanya distribusi aliran darah pulmonal dari basis paru
ke apex karena edema pulmonal.
7. Left axis deviation : penyimpangan sumbu jantung jantung sebelah kiri.
8. LVH : Left Ventricular Hypertrophy, penebalan dinding
miokardium ventrikel kiri jantung.

C. Identifikasi Masalah

1
1. Three month ago, he felt pain on his left chest and was hospitalized for three days.
Then he discharged early before completing the treatment. (main problem)
2. Since a month ago, he felt shortness of breath while doing daily activity, fatique and
nausea.
3. One week ago, he felt very tired and slept in semi-fowlers position.
4. Mr. Y, 48 years old, comes to MH hospital with chief complaint of severe shortness
of breath since yesterday. (chief complain)
5. Past Medical History: heavy-smoker, his father had sudden death at 52 years old (+)
6. Physical Exam:
General examination: orthopnoe, height 165 cm, weight 90 kg, BP 100/60 mmHg,
HR 130 bpm. PR: 130 bpm, regular, equal. RR: 26 x/m
Head and neck: pale, JVP <5+2> cmH2O
Thorax: basal rale (+), wheezing (-)
Abdomen: liver is palpable 4 fingers below the costal arch
Extremities: minimal ankle edema
7. Laboratory result:
Hemoglobin: 15 g/dl, WBC: 7.000/mm3, Diff. count: 0/2/10/60/22/6, ESR 20/mm3,
Platelet: 250.000/mm3.
Total cholesterol 300 mg/dl, LDL 165 mg/dl, HDL 35 mg, trigliseride 280 mg/dl
Fasting blood glucose : 110 mg/dl, urine glucose (-), sediment: normal finding.
CK NAC 125 U/L, CK MB 22 U/L, Troponin I: 0,1 ng/ml.
8. Additional exam:
Chest X-ray: CTR 50%, signs of cephalization.
ECG: sinus rhythm, left axis deviation, HR 130 x/m, QS pattern in V1-4 with ST
elevation.
Echo: normal chamber, LVH (-), LV regional wall motion abnormality (anteroseptal
wall), thrombus attached to LV apex, LV ejection fraction 35%.

D. Analisis Masalah
1. Three month ago, he felt pain on his left chest and was hospitalized for three days.
Then he discharged early before completing the treatment.
a. Apa penyebab nyeri dada kiri?
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk
melakukan metabolisme anaerob, sehingga menghasilkan asam laktat dan juga
merangsang pengeluaran zat-zat iritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau
enzim proteolitik seluler yang merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di
otot jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat saraf aferen simpatis,
kemudian dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan
dipersepsikan nyeri dada.
Nyeri diperkirakan disebabkan oleh penimbunan metabolit dan
defisiensi oksigen, yang merangsang ujung-ujung saraf sensorik di
miokardium. Serat-serat saraf aferen naik ke SSP melalui cabang-cabang

2
kardiak trunkus simpatikus dan masuk ke medulla spinalis melalui akar
dorsalis lima saraf torakalis paling atas (T1-T5). Nyeri jantung tidak dirasakan
di jantung tapi beralih ke bagian kulit (dermatom) yang dipersarafi oleh saraf
spinalis (somatik) yang sesuai. Oleh karena itu, daerah kulit yang dipersarafi
oleh lima saraf interkostalis teratas dan saraf brakhialis intercostal (T2) akan
terkena.
Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom (daerah kulit) yang
dipersarafi oleh segmen medulla spinalis yang sama dengan viskus nyeri
tersebut. Apabila dialihkan ke permukaan tubuh, maka nyeri visera umumnya
terbatas di segmen dermatom tempat organ visera tersebut berasal pada masa
mudigah, tidak harus di tempat organ tersebut pada masa dewasa.
Pada kasus ini, pada 3 bulan yang lalu Tn.Y merasakan nyeri di dada
kiri (letak jantung) yang tidak menjalar. Penjalaran bisa terjadi dan bisa juga
tidak. Apabila menjalar, maka distribusi nyeri sesuai dengan dermatom dimana
organ tersebut berasal saat embrio yakni C3-T5. Sehingga nyeri dari jantung
akan dialihkan ke permukaan tubuh bagian yang dipersarafinya (dada,
punggung, lengan, rahang bawah, epigastrium).

b. Apa diagnosis banding dari nyeri dada kiri?


1. Kardial
a. Iskemik miokard, akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral tidak
dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan
saraf melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya
rangsangan saraf sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik
miokard terjadi bila kebutuhan O2 miokard tidak dapat dipenuhi oleh
aliran darah koroner. Pada penyakit jantung koroner aliran darah ke
jantung akan berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah
koroner. Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang
timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang

3
dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada
udara yang dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini
dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada
yang timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
- Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke
bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri
dada tidak ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati
berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea,
palpitasi dan berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan
pemeriksa enzym jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya
murmur akhir sistolik dan mid sistolik dengan gambaran
echokardiogram dapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
2. Perikardial
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardia lokasinya di daerah sternal dan area prekordinal,
tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri
bisanya seperti ditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam,
menelan, miring atau bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan
berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa nyeri yang
membedakannya dengan rasa nyeri angina. Radang perikardial diafragma
lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrium dan punggung seperti pada
pankreasitis atau kolesistesis.
3. Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan
resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri dada
depan yang hebat timbul tiba-tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri dada dapat
menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih sering menjalar
ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung lokasi dan luasnya
pendesakan.
4. Gastrointestinal

4
Refluks geofagitis, kegansan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan
nyeri esofageal. Nyeri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga sangat menyerupai nyeri angina. Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akut distensi gaster kadang kadang dapat menyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti
terbakar yang sering bersama sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas
untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial, esofagogram, test
perfusi asam, esofagoskapi dan pemeriksaan gerakan esofageal dapat
membantu menegakan diagnosa.
5. Muskuloskeletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkan nyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeri angina yang terjadi sewaktu aktivitas fisik.
Seperti halnya nyeri pleuritik. Nyeri dada dapat bertambah waktu bernafas
dalam. Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berputar sedangkan nyeri
pleuritik biasanya tidak demikian.
6. Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernal atau prekordinal, rasa
tidak enak di dada, palpitasi, dispnea, pusing dan rasa takut mati. Gangguan
emosi tanpa adanya kelainan objektif dari organ jantung dapat membedakan
nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti pada penderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan substernal.
Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik. Pada hipertensi
pulmoral primer lebih dari 50% penderita mengeluh nyeri prekordial yang
terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan keluhan utama pada
kanker paru yang menyebar ke pleura, organ medianal atau dinding dada.

c. Apa akibat dari penghentian pengobatan sebelum waktunya?


Penghentian pengobatan sebelum waktunya menyebabkan progresifitas
gangguan jantung semakin meningkat dan penurunan kapasitas pompa jantung.
Akibat terjadi penurunan kapasitas ini, berbagai mekanisme kompensasi terjadi.
Dalam jangka pendek, sistem ini dapat mengembalikan fungsi kardiovaskuler ke

5
derajat yang normal. Namun seiring dengan waktu, kompensasi yang
berkepanjangan menyebabkan kerusakan pada ventrikel, disertai dengan
remodelling ventrikel kiri yang memburuk dan pada akhirnya terjadilah gagal
jantung.

d. Berapa hari umumnya pasien dirawat dan apa tatalaksana awalnya?


1. Segera baringkan ke tempat tidur, dengan posisi duduk
2. Berikan O2 3-6 liter/menit
3. Digitalisasi misalkan dengan
a. cedilanid IV 1,2-1,6 mg/24 jam,
b. digoxin IV 0,75 1mg dalam 4 dosis/24 jam atau oral 0,5-2mg dalam 4
dosis/24 jam dilanjut 2x0,5mg selama 2-4 hari
4. Pasang infus Dextrose 5% atau NaCl 0,9% dapat ditambahkan aminofilin 1-
2 ampul. Aminofilin dapat juga diberikan bolus 1 ampul IV pelan
5. Dapat diberikan lasix 1-2 ampul IV (40-80mg) dosis penunjang rata-rata
20mg
6. Beri tablet Kalium (Aspar K atau KSR)
7. Untuk NYHA kelas III dan IV dirawat di ICU

2. Since a month ago, he felt shortness of breath while doing daily activity, fatique and
nausea.
a. Bagaimana patofisiologi dari shortness of breath?
Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dispnea, atau perasaan
kehabisan napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan compliance paru
akibat edema dan kongesti paru dan oleh peningkatan aktivitas reseptor regang
otonom di dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu aktivitas fisik (dyspneu
deffort). Dispnea juga jelas saat pasien berbaring (ortopnea) karena
meningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks dari ekstremitas bawah
dan karena pada posisi ini diafragma terangkat. Dispnea nokturnal paroksismal
adalah bentuk dispnea yang dramatik; pada keadaan tersebut pasien terbangun
dengan sesak napas hebat mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan mengi.

b. Bagaimana patofisiologi dari fatique?


Gagal jantung pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi
ke organ-organ. Kurangnya perfusi pada otot rangka menyebabkan kelemahan
dan keletihan. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit atau anoreksia.

c. Bagaimana patofisiologi nausea?


Nausea merupakan efek yang dihasilkan oleh respon neuromuscular. Pada
kasus ini, terjadi ST Elevasi Miocard Infarction dimana sekitar seperempat kasus

6
STEMI bermanifestasi hiperaktivitas saraf simpatis. Stimulasi saraf simpatis
akan menurunkan gerak lambung dan sekresi asam lambung. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya nausea.
Disebabkan oleh edema dan kongesti pada hati dan usus yang disebabkan oleh
gagal jantung kanan (dibuktikan lewat pengukuran JVP yang meningkat)
sehingga menyebabkan timbulnya anoreksia, rasa penuh, dan mual (nausea).

d. Bagaimana keterkaitan antar keluhan?


Keterkaitan antarkeluhan tersebut adalah keluhan-keluhan tersebut adalah gejala
dari penyakit yang sama, yaitu Gagal Jantung Kongestif yang disebabkan Infark
Miokard.

e. Bagaimana hubungan keluhan dengan riwayat penyakit yang diderita tiga bulan
yang lalu dan pengobatan yang tidak tuntas?
Sebagai pompa jantung bekerja tidak hanya atas kemampuan sendiri, tetapi
bergantung pula pada berbagai faktor , sehingga ia dapat bekerja secara optimal.
Faktor- faktor tersebut adalah kontraktilitas miokard, denyut jantung (irama dan
kecepatan / menit), beban awal ( preload) dan beban akhir (afterload).
Jika terkena infark dan tidak diobati secara adekuat lama kelamaan jantung
tidak dapat lagi mengkompensasi dan akhirnya terjadi gagal jantung.
3. One week ago, he felt very tired and slept in semi-fowlers position.
a. Apa saja jenis-jenis posisi tidur fowler?

- Fowlers position

7
Pada posisi ini pasien tidur dalam posisi duduk penuh. hal ini dilakukan
pengembangan dada dan ventilasi lebih baik.
- Semi fowlers position
Pada posisi ini pasien tidur dalam posisi duduk
sekitar 300.
Posisi ini memungkinkan terjadinya
pengembangan paru dan menurunkan
tekanan pada otot abdomen.
- Orthopnoeis position
Pada posisi ini pasien meletakkan
tangan di atas meja di sisi tempat tidur.

b. Apa perbedaan posisi tidur semi-fowler dengan posisi tidur biasa?


Mengapa Mr. Y merasa lebih nyaman tidur dengan posisi semi- fowler?
Pada pasien gagal jantung, orthopneu merupakan
gejala yang sering terjadi. Pada posisi
berbaring terlentang, aliran balik vena sistemik ke
jantung kanan akan meningkat sehingga aliran darah ke paru juga meningkat.
Akibat dari hal ini ialah timbulnya rasa sesak. Rasa sesak ini dapat dikurangi
dengan merubah posisi tidur dengan posisi Fowler (kepala terangkat beberapa
derajat). Biasanya dilakukan dengan meninggikan bantal saat tidur.
Pemberian posisi semi-fowler akan mengakibatkan peningkatan aliran balik ke
jantung tidak terjadi secara cepat (Sudoyo, et al, 2006; Smeltzer, 2005;
Tjokronegoro,1998). Aliran balik yang lambat maka peningkatan jumlah cairan
yang masuk ke paru berkurang, sehingga udara di alveoli mampu mengabsorbsi
oksigen atmosfer. Pengaturan posisi tidur dengan meninggikan punggung bahu
dan kepala memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan
pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen
membaik sehingga proses respirasi kembali normal.
Untuk memfasilitasi pernafasan dan mengurangi dyspnea. Karena diafragma
yang bisa mendatar, pengembagan dada maksimal dan resiko kongesti paru
berkurang.

c. Mengapa Mr. Y merasa sangat lelah?


Pada pasien gagal jantung terjadi ketidakmampuan kontraksi jantung untuk
memompa darah sehingga stroke volume menurun. Akibat stroke volume yang
menurun ini ialah penurunan suplai oksigen ke jaringan yang menyebabkan
penurunan metabolisme aerob di tubuh dan peningkatan metabolisme anaerob.

8
Metabolisme anaerob ini akan membuat ATP yang diproduksi sedikit dan
penumpukan asam laktat sehingga timbullah rasa lelah/ fatigue.

4. Mr. Y, 48 years old, comes to MH hospital with chief complaint of severe shortness
of breath since yesterday.
a. Mengapa sesak nafasnya bertambah berat sejak kemarin?
Karena penanganan yang tidak adekuat membuat gejala semakin berat setiap
harinya.

b. Bagaimana pengaruh umur dan jenis kelamin terhadap penyakit yang diderita
Mr.Y?
Menurut Lingamanaicker (2007) semakin tua usia seseorang
kemungkinan terhadap serangan jantung lebih besar, juga faktor jenis kelamin,
tetapi belum diketahui jelas ras atau golongan mana serta jenis kelamin apa
yang banyak terserang serangan gagal jantung tersebut. Demikian juga
menurut pendapat mursito, dkk (2004), dengan meningkatnya umur seseorang
akan semakin tinggi kemungkinan terjadi penyakit jantung. Peningkatan umur
berkaitan dengan pertambahan waktu yang digunakan untuk proses
pengendapan lemak pada dinding pembuluh nadi. Disamping itu proses
kerapuhan tersebut semakin panjang sehingga semakin tua seseorang semakin
besar kemungkinan serangan penyakit jantung.

5. Past Medical History: heavy-smoker, his father had sudden death at 52 years old (+)
a. Bagaimana hubungan past medical history dengan penyakit yang dialami
Mr.Y?
Merokok (terkena asap rokok)
Merokok secara langsung bertanggung jawab atas kira-kira 20 persen dari
semua kematian karena penyakit jantung dan hampir 50 persen dari
serangan jantung pada wanita berusia di bawah 55 tahun. Merokok
meningkatkan tekanan darah dan memasukkan zat-zat kimia beracun,
seperti nikotin dan karbon monoksida, ke dalam aliran darah. Selanjutnya,
zat-zat kimia ini akan merusak arteri. Para perokok juga membuat mereka
yang ikut menghirup asapnya beresiko mengalami masalah pada jantung.
Penelitian menyingkapkan bahwa orang-orang yang tidak merokok yang
tinggal dengan para perokok memiliki tambahan resiko serangan jantung.
Oleh karena itu, dengan berhenti merokok seseorang dapat mengurangi

9
resikonya sendiri dan bahkan dapat menyelamatkan kehidupan orang-
orang tercinta yang tidak merokok.
Keturunan dari keluarga
Penelitian menunjukkan bahwa jika terdapat riwayat gangguan jantung
dalam keluarga, keturunan mereka lebih cenderung mengembangkan
problem yang serupa.

6. Physical Exam:
General examination: orthopnoe, height 165 cm, weight 90 kg, BP 100/60 mmHg,
HR 130 bpm. PR: 130 bpm, regular, equal. RR: 26 x/m
Head and neck: pale, JVP <5+2> cmH2O
Thorax: basal rale (+), wheezing (-)
Abdomen: liver is palpable 4 fingers below the costal arch
Extremities: minimal ankle edema
a. Bagaimana interpretasi dari physical exam?
No Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi
.
1. General examination:
- orthopnoe Tidak normal
(-)
- height 165 cm, weight 18,5-22,9 Obesitas Tingkat II
90 kg
BMI: 33,06
- BP 100/60 mmHg 120/80 mmHg Hipotensi
- HR 130 bpm 60-100 bpm Tachicardi
- PR: 130 bpm, 60-100 bpm Tachicardi
- regular, equal Regular, equal Normal
- RR: 26 x/m 12-20 x/m Tinggi
2. Head and neck:
- pale Tidak pucat Tidak normal

- JVP <5+2> cmH2O <5-2> Tinggi


3. Thorax:
(-) Tidak Normal
- basal rale (+),
- wheezing (-) (-) Normal
4. Abdomen:
(-) Tidak Normal
liver is palpable 4 fingers
below the costal arch
5. Extremities:
(-) Tidak Normal
minimal ankle edema

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari physical exam?


o Orthopneu

10
saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat posisi
tegak) redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas inferior ke
sirkulasi utama menambah aliran balik pembuluh darah dan meningkatkan
tekanan kapiler paru-paru sesak (orthopnoe)
o Obesitas tingkat II: BMI = 33,06

BMI (kg/m2) Klasifikasi


< 18,5 Berat Badan Kurang
18,5-24,9 Normal
25-29,9 Berat Badan Lebih
30-34,9 Obesitas Tingkat I
35-39,9 Obesitas Tingkat II
>39,9 Obesitas Tingkat III
< 18,5 Berat Badan Kurang

o BP 100/60 mmHg
Interpretasi : hipotensi
Mekanisme:
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun
biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan
nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke
volume. Stroke volume yang tidak mencukupi menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan dinding arteri. Penurunan ini dideteksi oleh baroreseptor
yang selanjutnya memicu saraf simpatis. Terjadi vasokontriksi. Vasokontriksi
ini kemudian memicu sistem RAA.

o PR = 130 bpm
Terdapat aritmia jantung yang disebabkan oleh atrial fibrilasi sehingga terdapat
keadaan pulsus deficit yang menyebabkan perbedaan antara HR dan PR .

o RR = (Dyspnea) 26 x/m
Makna dari meningkatnya RR , pasien mengalami sesak nafas (dyspnea) yang
disebabkan karena adanya cairan/eksudat yang memenuhi rongga perikardium dan
paru-paru sehingga terjadi gangguan pertukaran O 2 dan menyebabkan jaringan
kekurangan O2 yang harus dikompensasi dengan peningkatan heart rate.
Hal ini juga disebabkan oleh gagal jantung yang dialam Mr Y, sehingga
berkurangnya cardiak output dan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan jaringan
kekurangan O2.

o Pale
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya
curah jantung; vasokontriksi dan anemia.

11
o JVP (5+2) cmH2O
Akibat dari gagal jantung kiri tekanan vaskuler paru meningkat darah
dari ventrikel kanan sulit masuk ke paru peningkatan kontraktilitas
ventrikel kanan (agar darah bisa masuk ke dalam paru) peningkatan
tekanan pada vena sistemik dan peningkatan tekanan vena cava superior
peningkatan JVP

o Rales
Kongesti paru tekanan arteri dan vena pulmonal meningkat dimana tekanan
vena yang meningkat keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik
terganggu sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke rongga alveolar hal inilah
yang menyebabkan bunyi ronkhi dan mengi terjadi.

o Palpable Liver
Gagal jantung kanan, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompa
darah tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi tekanan di
atrium kanan meninggi bendungan v. cava superior, v.cava inferior, dan
seluruh system vena bendungan di v. jugularis dan v. hepatica
(hepatomegali)

o Ankle Edema
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial
Berhubungan dengan edema paru yang dapat menyebabkan ortophneu, rales
dan wheezing.

c. Apa tujuan dari pemeriksaan physical exam?


1. Ortophneu : Sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi
dengan sikap duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan pada saat berdiri terjadi
penimbunan cairan di kaki dan perut. Pada waktu berbaring maka cairan ini
kembali ke pembuluh darah dan menambah darah balik, sehingga terjadi
sesak nafas. Pemeriksaan ini dilakukan karena biasanya ini khas pada
penderita gagal jantung
2. Tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui indeks masa tubuh, untuk
mengaitkan dengan kejadian pembentukan atherosclerosis akibat obesitas
3. Tekanan darah untuk melihat bagaimana sistem kompensasi yang terjadi pada
saat gagal jantung.
4. Heart rate dilakukan pengukurannya juga untuk melihat sistem kompensasi
dari jantungnya, ketika perfusi menurun, maka kompensasinya adalah

12
meningkatkan heart rate untuk meningkatkan curah jantung, peningkatan
curah jantung yang iregular atau regular bermanfaat untuk pertanda apabila
terdapat disritmia pada jantung.
5. Pemeriksaan pulse rate dilakukan untuk melihat apakah ada pulsus defisit
atau tidak, dan bagaimana irama nadinya, tujuannya untuk mengetahui jenis
aritmia apa yang terdapat di jantung
6. Respiration rate dihitung tujuannya untuk mengetahui bagaimana kerja sistem
pernafasannya, apakah ada sesak atau tidak. Sesak merupakan salah satu
tanda dari gagal jantung
7. Pucat, untuk mengetahui adanya mekanisme kompensasi yang menyebabkan
vasokonstriksi perifer, akhirnya perpindahan darah ke kulit terganggu
8. Pemeriksaan JVP tujuannya untuk melihat adanya bendungan di vena kava
superior. Pada gagal jantung kanan, bendungan di ventrikel kanan diteruskan
ke atrium kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena jugularis
meninggi
9. Rales adalah ronkhi basah, tujuannya untuk menilai apakah ada transudasi
atau edema pada paru
10. Wheezing. Ketika terjadi peningkatan tekanan arteri bronchialis maka terjadi
pula transudasi pada jaringan interstitial bronkus. Jaringan ini akan
mengalami edema dan hal ini akan mengurangi lumen bronkus, sehingga
saluran nafas menjadi sempit dan aliran udara menjadi terganggu. Pada
keadaan ini suara pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar
bising ekspirasi dan fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Jadi, suara
wheezing atau mengi terjadi karena penyempitan saluran nafas. Tujuannya
untuk mengetahui sejauh apa gagal jantungnya
11. Pemeriksaan hepar adalah untuk mengetahui adanya congestive hepatopathy
yang disebabkan oleh dekompensasi ventrikel kanan jantung atau gagal
jantung biventrikular. Dimana terjadi peningkatan tekanan atrium kanan ke
hati melalui vena kava inferior dan vena hepatik. Ini merupakan komplikasi
umum dari gagal jantung kongestif, dimana akibat anatomi yang berdekatan
terjadi peningkatan tekanan vena sentral secara langsung dari atrium kanan ke
vena hepatic.
Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah
sinusoid ke venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi
karena usaha hepar mengatasi perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha
mengakomodasi aliran balik darah (backflow), sinusoid hati membesar,

13
mengakibatkan hepar menjadi besar. Stasis sinusoid menyebabkan akumulasi
deoksigenasi darah, atrofi parenkim hati, nekrosis, deposisi kolagen dan
fibrosis.
Hepatosit mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski
dalam jangka waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai
kondisi, seperti arterial hypoxia, acute left sided heart failure, central venous
hypertension. Stasis kemudian menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis
sinusoid memperburuk stasis, dimana trombosis menambah aktivasi
fibroblast dan deposisi kolagen. Dalam kondisi yang parah menyebabkan
nekrosis berlanjut menyebabkan hilangnya parenkim hati, dan dapat
menyebabkan trombosis pada vena hepatik. Proses ini sering diperparah oleh
trombosis lokal vena porta
Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di
area perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular,
akhirnya menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang
berdekatan. Hal ini menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu
tidak tepat disebut sebagai cardiac cirrhosis karena berbeda dengan sirosis
hati dimana jembatan fibrosis cenderung untuk berdekatan dengan daerah
portal. Regenerasi hepatosit periportal pada kondisi ini dapat mengakibatkan
regenerasi hiperplasia nodular. Nodul cenderung kurang bulat dan sering
menunjukkan koneksi antar nodul
12. Ankle edema adalah pemeriksaan yang menunjukkan adanya edema paru,
terutama untuk menandai adanya orthopneu, karena pada saat berdiri akan
terjadi penimbunan cairan di kaki, sedangkan pada waktu berbaring maka
cairan ini kembali ke pembuluh darah balik, sehingga terjadi sesak nafas

d. Bagaimana edema ankle bisa dikatakan minimal?


Derajat edema
1+ : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat
2+ : menekan lebih dalam (4mm) dan akan kembali dalam waktu 10-15 detik
3+ : menekan lebih dalam (6mm) akan kemabli dalam waktu >1 menit, tampak
bengkak
4+ : menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu 2-5
menit, tampak sangat bengkak yang nyata.

7. Laboratory result:

14
Hemoglobin: 15 g/dl, WBC: 7.000/mm3, Diff. count: 0/2/10/60/22/6, ESR 20/mm3,
Platelet: 250.000/mm3.
Total cholesterol 300 mg/dl, LDL 165 mg/dl, HDL 35 mg, trigliseride 280 mg/dl
Fasting blood glucose : 110 mg/dl, urine glucose (-), sediment: normal finding.
CK NAC 125 U/L, CK MB 22 U/L, Troponin I: 0,1 ng/ml.
a. Bagaimana interpretasi dari laboratory result?

Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

13 gr% - 18 gr% (Lk) 15 g/dl (normal)


Hemoglobin 12 gr% - 15,5 gr%
(Pr)
7000/mm3 (normal)
WBC 5000-10.000/mm3
0/2/10/60/22/6
0-1%/1-3%/2-6%/50-
Diff. Count (neutrofil batang lebih
70%/20-40%/2-8%
dari normal)
0-10 mm/jam (Lk) 20 /mm3
ESR
0-20 mm/jam (Pr) (lebih dari normal)
Platelet 200.000 - 500.000 250.000/mm3(normal)

Kolesterol total <200 mg/dL 300 mg/dl


(lebih dari normal)

LDL < 130 mg/dl 165 mg/dl (lebih dari


normla)
HDL Pria : >40mg/dl 35 mg/d (kurang dari
Wanita : >50 mg/dl normal)
Triglyseride < 150 mg/dl 280 mg/dl
(Lebih dari normal)

Fasting Blood < 100 mg/dl 110 mg/dl (lebih dari


Glucose normal)

Urine glucose (-) (-)


Sediment Unsur organik dan Normal Finding
anorganik dalam
jumlah tertentu
CK NAC LK: 30-180 IU/L 125 U/L (normal)
CK MB <24 U/L 22 U/L (normal)
(tinggi)
Troponin I <0,1 0,1 ng/mg (normal)

15
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari laboratory result?
- Diff. count: 0/2/10/60/22/6
Neutrofil batang lebih dari normal
- ESR 20/mm3 (lebih dari nromal)
- Total cholesterol 300 mg/dl, LDL 165 mg/dl, HDL 35 mg, trigliseride 280
mg/dl
Komponen di atas tidak ormal menunjukkan bahwa MR. Y menderita
dislipidemia.
- Fasting blood glucose : 110 mg/dl (lebih dari normal)
Peningkatan gula darah puasa dpata disebabkan oleh penurunan ambilan
dan metabolisme glukosa di otot rangka atau peningkatan produksi
glukosa hati. Pada kasus ini Mr. Y juga disertai dengan adanya
abnormalitas aterogenik yaitu peningkatan kadar trigliserida, penurunan
kadar HDL kolesterol dan hipertensi sehingga hal ini mungkin menandai
adanya resistensi insulin pada Mr. Y.
- CK NAC 125 U/L, CK MB 22 U/L, Troponin I: 0,1 ng/ml.
Ketiga petanda biokimia diagnosis infark miokard di atas normal. Namun
hal ini bukan berarti tidak terjadi infark miokard. Karena ketiga biomarker
di atas memiliki waktu untuk menjadi normal yang berbeda dan relatif
cepat. Contoh CK MB 48-72 jam dan Troponin I 5-10 hari kadarnya akan
menjadi normal kembali dalam darah.

c. Apa tujuan dari pemeriksaan laboratory result?


Kadar hemoglobin diperiksa untuk melihat apakah terjadi anemia atau tidak.
Pada kasus ini, kadar hemoglobin normal menandakan tidak terjadinya anemia
yang dapat memicu gagal jantung.
Kadar WBC diperiksa untuk melihat apakah ada infeksi atau tidak. Pada kasus
ini, kadar WBC yang normal menandakan tidak ada infeksi yang berarti
penyebab gagal jantung bukanlah akibat infeksi.
Kadar Diff Count yang sebagian besar normal menandakan tidak adanya infeksi
yang dapat memicu gagal jantung
Kadar ESR diperiksa untuk melihat apakah terjadi miokard infark atau tidak.
ESR yang meningkat menandakan terjadi miokard infark
Kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliseride yang diatas normal disebabkan
oleh obesitas yang dialami Mr.Y. Tak hanya itu, aktivitas merokok yang
dilakukan Mr.Y juga memicu peningkatan LDL dan penurunan HDL. Hal ini

16
akan mengakibatkan terbentuknya atherosklerosis sehingga memicu terjadinya
infark seperti yang dialami Mr.Y
Kadar gula darah puasa dan kadar glukosa di dalam urin dilakukan untuk menilai
apakah Mr.Y mengalami diabetes atau tidak, karena seperti yang diketahui
diabetes juga menjadi faktor penyebab terjadinya atherosklerosis.
Kadar troponin I yang meningkat menandakan terjadinya infark miokard.
Troponin I merupakan petanda infark yang lebih disukai karena bersifat lebih
spesifik. namun mengapa kadar CK MB dan CK NAC normal? Hal ini mungkin
dikarenakan kadar CK MB dan CK NAC yang dulunya meningkat sudah kembali
ke keadaan normal (sekitar 3-4 hari setelah peningkatan), sehingga biomarker
jantung yang terdeteksi hanyalah troponin I dimana kadar troponin I baru akan
menurun dalam 5-10 hari setelah peningkatan.

8. Additional exam:
Chest X-ray: CTR 50%, signs of cephalization.
ECG: sinus rhythm, left axis deviation, HR 130 x/m, QS pattern in V1-4 with ST
elevation.
Echo: normal chamber, LVH (-), LV regional wall motion abnormality (anteroseptal
wall), thrombus attached to LV apex, LV ejection fraction 35%.
a. Bagaimana interpretasi dari additional exam?
No Hasil Pemeriksaan Nilai Interpretasi
. Normal
1. Chest X-Ray
- CTR 50% CTR < Tidak normal
5
0
%
- Signs of cephalization - Tidak normal
2. ECG
- Sinus rhythm, left axis Sinus
deviation rhythm
- HR 130 x/m 60-100 Tidak normal
x/m
- QS pattern in V1-4 Tidak normal
with ST elevation.
3. Echo
- Normal chamber - Normal

17
- LVH (-) - Normal
- LV regional wall Tidak normal
motion abnormality
(anteroseptal wall)
- thrombus attached to Tidak normal
LV apex,
- LV ejection fraction Tidak normal
35%.

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari additional exam?


1. Chest X-Ray: CTR 50%
Secara radiologis, cara mudah untuk menentukan apakah cor membesar atau
tidak adalah dengan membandingkan lebar cor dan lebar cavum thoraces pada
foto toraks proyeksi posterior-anterior yang disebut Cardiothoracic Ratio (CTR)
diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar cor (a + b) dan lebar toraks (c1
+c2)
CTR = a + b
c1 + c2

Gambar pengukuran besar cor dengan Cardiothoracic Ratio (CTR)


Keterangan gambar :
a = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor dekstra
b = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor sinistra
c1 = Jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo dekstra
c2 = Jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo sinister

Jika CTR >0.5 (>50%) maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly

18
Pada orang dewasa, nilai CTR yang lebih besar dari 0.5 (50%)
mengindikasikan pembesaran jantung, meskipun masih ada variable lain seperti
bentuk dari rongga dada yang harus diperhitungkan.
Berdasarkan skenario, nilai CTR adalah lebih dari 50 % berarti pasien
memiliki kardiomegali. Kardiomegali ini disebabkan oleh kerja jantung yang sangat
berat atau output yang terlalu rendah. Kondisi ini mungkin dikarenakan banyak hal
salah satunya hipertensi dan gagal jantung.

2. Signs of Cephalization menunjukkan terjadinya hypertensi vena pulmonaris.


Aliran darah ke apex paru (bagian atas) menjadi sama bahkan lebih besar dari
aliran darah ke basis paru (bawah paru). Jadi ukuran pembuluh darah pada bagian
apex jadi sama bahkan lebih besar daripada pembuluh pada basis. Ini disebut
cephalization.
3. ECG:
Sinus rhytm
Sinus rythm adalah gambaran normal pada EKG, yang menunjukkan adanya
gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS.

Irama sinus memiliki ciri sebagai berikut:

1. Berasal dari SA node

2. Dalam satu lead harus mempunyai bentuk gelombang P yang sama.

3. Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu gelombang
T

HR: 130 x/m (Normal 60-100 x/m)


Takikardi

19
Sementara irama jantung diatur sepenuhnya oleh node sinoatrial dalam kondisi
normal , denyut jantung diatur oleh masukan simpatis dan parasimpatis ke node
sinoatrial . Adanya saraf simpatik memberikan rangsangan ke jantung dengan
melepaskan norepinefrin ke sel-sel dari simpul sinoatrial , dan saraf vagus
memberikan rangsangan parasimpatis ke jantung dengan melepaskan asetilkolin ke
sel-sel simpul sinoatrial . Oleh karena itu , stimulasi saraf simpatik meningkatkan
denyut jantung , sementara stimulasi saraf vagus menurun itu . Karena individu-
individu yang memiliki volume darah konstan. Salah satu cara fisiologis untuk
memberikan lebih banyak oksigen ke organ adalah untuk meningkatkan denyut
jantung untuk mengizinkan darah untuk melewati organ lebih sering.
Ada banyak kemungkinan penyebab kondisi takikardi ini antara lain hipoksia dan
cardiomiopati.

QS Pattern in V1-V4 with ST Elevation

QS Pattern dan ST Elevasi umumnya merujuk pada infark miokard.

Berikut lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG


Lokasi Perubahan gambaran EKG
Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan
inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
RV Infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.

20
Bisa dilihat bahwa pada kasus terjadi miokard infark pada daerah anterior
yang menjadi penyebab gagal jantung dari Mr. Y

4. ECHO
Regional Wall Abnormality

Ekokardiografi dapatmemperlihatkan gerakan abnormal segmen ventrikel


yang mengalami iskemia atau infark, disebut abnormalitas gerakan
dinding regional (regional wall motion abnormality, RWMA).

Menurut American Heart Association (AHA) penilaian RWMA ventrikel kiri


dibagi dalam 17 segmen sesuai dengan standar yang bisa dinilai dengan
ekokardiografi.Metode ini membagi ventrikel kiri ke dalam tiga bagian, yaitu : bagian
basal, mid-cavity, apical.
a. Pada bagian basal segmen dibagi menjadi 6 yaitu : basal anterior, basal
anteroseptal, basal inferoseptal, basal inferior, basal anterolateral, basal
inferolateral.
b. Pada bagian mid-cavity dibagi menjadi 6 segmen yaitu : mid anterior, mid
anteroseptal, mid inferoseptal, mid inferior, mid anterolateral dan mid
inferolateral.
c. Pada bagian apical dibagi menjadi 4 segmen, yaitu : apical anterior, apical
inferior, apical lateral, apical septal. Sedangkan apical-cup merupakan bagian
ujung dari ventrikel kiri yang disebut dengan apeks.

Basal Mid- Apikal


papilaris
Anterior 1 7 13 Anterior Septal Inferior
Anteroseptal 2 8 14 Lateral Apikal Cup
Inferoseptal 3 9 15
Inferior 4 10 16
Inferolateral 5 11 17
Anterolateral 6 12

21
Suplai LAD, LCx dan RCA pada ke tujuh belas segmen ventrikel kiri.

Analisis Segmental dengan Indeks Skor Gerakan Dinding (Wall Motion Score Index,
WMSI)
Analisis segmental merupakan dasar dalam menentukan fungsi ventrikel kiri.
Analisissegmental ini dapat dinilai di tiap-tiap segmen menggunakan sistem skor
segmen yang berdasarkan numerik (Anderson, 2000).

Nilai numerik skor segmen dinding yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1 = kontraktilitas segmen normal
2 = hipokinetik (terjadi pengurangan kontraktilitas segmen saat sistol)
3 = akinetik (hampir tidak terjadi kontraktilitas segmen saat sistol)
4 = diskinetik (gerakan berlawanan arah atau paradoks pada saat sistol)
5 = aneurysmal (gerakan segmen yang keluar dari sumbu jantung selama sistol dan
diastol)
Gerakan dinding dihitung dengan indeks skor gerakan dinding (wall motion
score index, WMSI) dengan rumus sebagai berikut:

WMSI = skor gerakan dinding


segmen yang diamati
Kontraksi segmen ventrikel kiri yang normal semua
mempunyai WMSI sebesar 1 (setiap segmen dari 17 segmen menerima skor gerakan
dinding sebesar 1, maka total skor adalah 17/17 = 1). Semakin tinggi nilai skor,
semakin luas abnormalitas segmen.

Tabel 2.3 Hubungan arteri koroner dengan segmen-segmen ventrikel kiri

22
Arterikorone Segme Segme Segme Apika Total % dari
r LV Region n n n l Cap segme semua
Basal Mid- Apikal n LV
cavity segme
n
Anterior 1 7 13 17
LAD Anteroseptal 2 8 14
Total 7 41
segmen
Inferoseptal 3 9
RCA Inferior 4 10 15
Total 5 29
segmen
Inferolateral 5 11
LCx Anterolatera 6 12 16
l 5 29
Total
segmen
Total Keseluruhan 17 100
(Sumber : American heart association, AHA 2000)

Thrombus attached to LV apex

Setelah infark luas , miokardium yang terkena mungkin menjadi tipis dan
fibrosis yang mengakibatkan penonjolan keluar dinding ventrikel selama sistol .
Aneurisma inilah yang menyebabkan adanya mural trombus dalam segmen
aneurisma. Aneurisma yang paling sering ditemukan di septum , apikal , dan daerah
lateral.

LV Ejection Fraction: 35% (Normal: 50%)

23
Untuk menilai fungsi ventrikel kiri dapat dilihat melalui kemampuan pompa
seluruh miokard jantung kiri. Fungsi ini dalam hemodinamika ekokardiografi dapat
diukur dari beberapa parameter salah satunya fraksi ejeksi atau Ejection Fraction
(EF).

Perhitungan fraksi ejeksi secara akurat digunakan rumus berikut:

EF = (EDV-ESV) / EDV x 100%

Dimana EDV adalah volume akhir diastolik dan ESV adalah volume akhir sistolik.

Fraksi ejeksi mewakili isi sekuncup sebagai persentase dari volume akhir
diastolik ventrikel kiri.

Persentase kekuatan pompa atau kontraksi jantung dibawah 50 %


menunjukkan fungsi jantungnya sudah menurun, dan diduga kuat mempunyai
penyakit jantung koroner yang berat dan dengan pronosis yang buruk.

c. Apa tujuan dari pemeriksaan additional exam? (diagnosis banding)


Foto Toraks
Untuk menilai derajat kongesti paru dan mengetahui adanya kelainan pada
jantung dan paru
- Analisa gas darah arterial
Untuk menilai menilai oksigenasi (pO2) fungsi respirasi (pCO2) dan
keseimbangan asam basa (pH). Asidosis pertanda perfusi jaringan yang
buruk.
- Pemeriksaan laboratorium
- Untuk mengukur elektrolit, urea, creatinin, gula darah, albumin, enzim hati
dan pemeriksaan darah lengkap pada gagal jantung yang sangat penting
bagi penderita.
Ekokardiografi
Untuk evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari jantung
- Angiografi Koroner
Untuk mengetahui apakah gagal jantung didasari oleh iskemia seperti
angina atau sindrom koroner akut.
- Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung harus dilakukan pada dugaan penyakit jantung
koroner, pada kasus kardiomiopati atau miokarditis yang jarang, yang
membutuhkan biopsi miokard, atau bila penilaian resistensi vaskular paru

24
dibutuhkan sebelum mempertimbangkan transplantasi jantung. Bila
kateterisasi jantung diindikasikan, biasanya dilakukan ventrikulografi
kontras dan juga memberikan pengukuran fungsi LV lain.
- Pencitraan radionuklida
Menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel (ventrikulograf)
dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit
diperoleh.
- Tes Latihan Fisik
Seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia miokard dan pada
beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2
maks). Ini adalah kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut tidak akan
meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO 2 maks
merepresentasikan batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada
gagal jantung.

9. Heart Failure (Congestive)


a. Bagaimana etiologi heart failure congestive?
Gagal jantung kongestif merupakan sebuah komplikasi dari penyakit-penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme yang dapat menimbulkan
terjadinya gagal jantung adalah :
1. Meningkatnya preload (beban awal)
Beban awal merupakan derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel atau pada fase diastolik. Meningkatnya beban awal
sampai pada titik tertentu dapat meningkatkan kontraksi jantung, seperti
yang dinyatakan dalam hukum starling, apabila serabut miokardium
meregang saat diastol, maka akan meningkatkan kontraksi saat sistol.
Lama-kelamaan ventrikel tidak dapat mengkompensasi preload yang
meningkat ini, akibatnya gagal jantung.
Kondisi yang dapat menyebabkan preload meningkat seperti regurgitasi
aorta, ventricular septal defect.
2. Menurunnya kekuatan kontraktilitas otot jantung
Menurunnya kontraktilitas otot jantung dapat disebabkan oleh infark
miokardium dan kardiomiopati.
Faktor yang dapat menurunkan kontraktilitas jantung bisa karena asidosis
dan hipoksia. Sedangkan, faktor yang dapat meningkatkan kontraktilitas
jantung adalah pemberian obat-obat inotropik positif seperti katekolamin
dan digoksin.
3. Meningkatnya afterload (beban akhir)

25
Beban akhir yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai
selama sistolik agar ventrikel dapat mengejeksikan darah.
Beban akhir dapat meningkat pada keadaan stenosis aorta serta hipertensi
sistemik.

Selain ketiga kelainan fisiologis di atas, gagal jantung juga dapat disebabkan
karena gangguan katup atrioventrikularis, perikarditis kosntriktif, dan
temponade jantung. Perikarditis konstriktif dan temponade jantung
menimbulkan gagal jantung karena mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi
ventrikel.

Faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung yaitu :

1. Disritmia
Disritmia akan mengubah rangsangan listrik, sehingga ritme jantung
menjadi tidak stabil akibatnya respon mekanis yang sinkron dan efektif
tidak dapat dihasilkan.
2. Infeksi sistemik dan Infeksi paru-paru
Infeksi paru dan sistemik membuat jantung harus bekerja lebih keras
mengalirkan darah ke tempat-tempat infeksi karena metabolisme yang
meningkat. Akibatnya jantung suatu saat akan mengalami penurunan
fungsi.
3. Emboli paru
Emboli paru dapat meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel
kanan, akibatnya ventrikel kanan harus memopa lebih keras. Namun,
karena struktur ventrikel kanan tidak begitu kuat dikarenakan lapisan otot
yang tidak terlalu tebal, maka lama kelamaan ventrikel kanan dapat
mengalami kegagalan

Penyebab gagal jantung kongestif

A. Kelainan mekanik
1. Peningkatan beban tekanan
a. Sentral : stenosis aorta
b. Perifer : hipertensi sistemik
2. Peningkatan beban volume : regurgitasi katup, peningkatan beban awal, pirau
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel : stenosis mitral , atau trikuspid
4. Tamponade perikardium
5. Aneurisma ventrikel
6. Dissinergi ventrikel
B. Kelainan mioardium

26
1. Primer
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Kelainan metabolik
d. Toksisitas (alkohol, kobalt)
e. Toksisitas (alkohol, kobalt)
f. Presbikardia
2. Kelainan disdinamik sekunder
a. Depriviasi oksigen : penyakit jantung kororner
b. Kelainan metabolik
c. Peradangan
d. Penyakit sistemik
e. Pemyakit paru obstrukstif kronis
C. Perubahan irama jantung atau gangguan hantaran
1. Fibrilasi
2. Takikardi atau bradikardi ekstrim
3. Asinkronitas listrik atau gangguan konduksi

b. Bagaimana epidemiologi heart failure congestive?


Berdasarkan penelitian American Heart Assiciation, angka penderita
gagal jantung di Amerika sebanyak 5,7 juta dari penduduknya menderita
penyakit tersebut, dan menjadi penyebab nomer 1 pasien rawat inap rumah
sakit. Data dari Indonesia sendiri pun belum ada.
Insiden dan prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada orang kulit
hitam , Hispanik , penduduk asli Amerika , dan imigran baru dari negara-
negara berkembang , Rusia , dan republik-republik Soviet , insiden dan
prevalensi lebih tinggi terjadi pada pasien dengan hipertensi dan diabetes.
Masalah tersebut juga diperburuk karena tidak ada atau jauhnya akses
perawatan preventif.
Pria dan wanita memiliki insiden dan prevalensi yang sama . Namun,
masih terdapat pertentangan bahwa pria dan wanita memiliki insiden dan
prevalensi berbeda terhadap gagal jantung, seperti :
Wanita lebih cenderung menderita gagal jantung di kemudian hari jika
dibandingkan dengan pria, wanita lebih sering mengalami daripada laki-laki,
wanita memiliki tanda dan gejala gagal jantung yang sama dengan laki-laki ,
tetapi mereka lebih jelas ,wanita dengan gagal jantung akan bertahan lebih
lama di bandingkan pria.
Prevalensi gagal jantung meningkat dengan usia . Prevalensinya 1-2 %
dari populasi yang lebih muda dari 55 tahun dan meningkat menjadi tingkat 10
% bagi orang-orang yang lebih tua dari 75 tahun . Meskipun demikian , gagal
jantung dapat terjadi pada usia berapa pun , tergantung pada penyebabnya .

27
c. Bagaimana patofisiologi heart failure congestive?

Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada


gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir sistolik ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri. Dengan meningkatnya tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri, karena
atrium dan ventrikel berhubungan secara langsung selama diastole.
Peningkatan LAP (Left Atrium Pressure) diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema
interstisial.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti
sistemik.
Regurgitasi fungsional katup-katup jantung dapat disebabkan oleh dilatasi
annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda
tendinae akibat dilatasi ruang.

Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat

Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis


Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron
Hipertrofi ventrikel
A. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons
simpatis kompensatorik. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat
untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer
untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi

28
aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit dan ginjal)
untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk
selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling. Namun
pada akhirnya, repsons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun,
katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
B. Peningkatan beban awal akibat RAAS
Aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air
oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban
awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum starling.
Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis adrenergic
pada reseptor beta di dalam apparatus jukstaglomerulus, respons reseptor macula
densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal, dan respons
baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi.

RAAS akan memulai serangkaian mekanisme yaitu :

i. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus


ii. Pelepasan rennin dari apparatus jukstaglomerulus
iii. Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin
I
iv. Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
v. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
vi. Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul

Saat ini sedang diselidiki adanya peran Faktor Natriuretik Atrium (ANF) dan Brain
Natriuretic Peptide (BNP) yang disekresikan masing-masing oleh atrium dan
ventrikel. Konsentrasi senyawa ini meningkat akibat pelepasannya dipicu oleh
peningkatan tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem RAAS. Konsentrasi
senyawa ini dalam plasma lebih tinggi dibandingkan dengan nilai normalnya pada
penderita gagal jantung dan pada penderita gangguan jantung yang asimtomatik.
Namun demikian, efek diuretic dan natriuretik dipengaruhi faktor kompensatorik yang
lebih kuat yang menyebabkan retensi garam dan air serta vasokonstriksi.

C. Hipertrofi Ventikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium. Sarkomer dapat
bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan
stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan dinding tanpa

29
penambahan ukuran ruang dalam (hipertrofi konsentris). Respons miokardium
terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan
bertambahnya ketebalan dinding (hipertrofi eksentris).

Efek Negatif Respons Kompensatorik

Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan.


Namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat menimbulkan gejala,
meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung. Retensi cairan
yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan kontraktilitas menyebabkan
terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan sistemik. Vasokonstriksi arteri dan
redistribusi aliran darah mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vascular yang
terkena, serta menimbulkan gejala dan tanda (seperti berkurangnya jumlah keluaran
urine dan kelemahan tubuh).

Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar resistensi


terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi ruang jantung.
Akibatnya, kerja jantung akan meningkat dan meningkatkan kebutuhan oksisgen
jantung. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis lebih lanjut akan
meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini tidak dapat dipenuhi
dengan meningkatkan suplai oksigen miokard, akan terjadi iskemia miokard dan
gangguan miokardium lainnya.

Disfungsi sistolik mencerminkan menurunnya kapasitas pengosongan normal yang


berkaitan dengan peningkatan kompensatorik volume diastolic. Disfungsi diastolic
terjadi bila terdapat gangguan pengisian satu atau kedua ventrikel sementara kapasitas
pengosongan normal. Disfungsi sistolik maupun gagal ke belakang berkaitan dengan
penurunan pengisian. Saat terjadi disfungsi sistolik, ventrikel seringkali menjadi
hipertrofi ekentris. Saat disfungsi diastolic, ventrikel seringkali berdinding tebal dan
hipertrofi konsentris. Perubahan bentuk ventrikel disebut sebagai remodeling jantung.

Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA :

Kelas I : Asimtomatik dengan aktifitas fisik biasa


Kelas II : Simtomatik dengan aktifitas fisik biasa
Kelas III : Simtomatik dengan aktifitas fisik yang ringan
Kelas IV : Simtomatik pada saat istirahat

30
d. Bagaimana manifestasi klinis heart failure congestive?
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
1. Dispnea : disebabkan karena peningkatan kerja pernapasan akibat
kongesti vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru. Dispnea saat
beraktivitas merupakan gejala awal dari gagal jantung kiri.
2. Orthopnea (dispnea saat berbaring) disebabkan oleh redistribusi dari
cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam
sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan
kapiler pulmoner.

3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)

PND merupakan sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya
terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya
1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-
batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada
arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan
edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi
saluran udara.

4. Hemoptisis
Disebabkan oleh terjadinya distensi vena sehingga menimbulkan
perdarahan bronkial.
5. Ronki
Ronki timbul karena adanya transudasi cairan paru. Pada awalnya
ronki ini terdengar dibagian bawah paru karena gravitasi. Gejala-gejala
di atas disebabkan karena gagal kebelakang dari gagal jantung kiri.
6. Disfagia
Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis akan menyebabkan kompresi
esofagus sehingga akan menyebabkan disfagia atau susah menelan.
7. Peningkatan vena sistemik
Gagal kebelakang oleh gagal jantung kanan akan mengakibatkan
meningkatnya tekanan vena sistemik, hal ini dapat terlihat dari nilai
JVP diatas normal (5-2)
8. Hepatomegali dan nyeri tekan hatu karena peregangan kapsular hati.
9. Edema perifer
Disebabkan penimbunan cairan dalam ruang interstitial.
10. Keluhan gastrointestinal.

31
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri
abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat
berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar.
11. Edema perifer
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema
mula-mula tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti
palpebra pada pagi hari. Siangnya edema akan tampak pada
ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.
12. Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu
berbaring.
13. Asites dan edem anasarka
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema
tubuh generalisata.
14. Hipoperfusi ke organ-organ nonvital
Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ
nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga
manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya
perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan ginjal.
15. Kulit pucat dan dingin
Disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
16. Demam ringan dan keringat yang berlebihan
Disebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat
kemampuan tubuh untuk melepaskan panas.
17. Kelemahan dan keletihan
Dikarenakan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat
diperberat oleh ketidakseimbangan elektrolit dan cairan atau anoreksia.
18. Anuria
Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
19. Pernapasan Cheyne-Stokes
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik,
pernapasan Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan
biasanya berkaitan dengan rendahnya cardiak ouput. Pernapasan
Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat
respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi
pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini
merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat
pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti
rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh

32
keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti
sementara.
20. Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral,
seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada
pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan
arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia
umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia
e. Bagaimana faktor risiko heart failure congestive?
Gagal jantung kongestif sering merupakan konsekuensi dari penyakit jantung
aterosklerotik oleh karena itu faktor risiko adalah sama tekanan darah yang
tidak terkontrol , kolesterol tinggi , diabetes , merokok , dan riwayat keluarga .
Penyebab lain gagal jantung yang juga merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit tersebut adalah, alkohol dan penyalahgunaan obat , infeksi , dan
gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosus sistemik , sarkoidosis , dan
amiloidosis.
Penderita yang memang sudah didiagnosa gagal jantung akan bertambah parah
apabila ia tidak membatasi jumlah cairan serta garam yang masuk, hal tersebut
akan membuat penyakit semakin parah karena beban awal akan meningkat
sehingga kerja jantung juga harus meningkat, serta pasien lupa
mengkonsumsi obat teratur.
Di dalam rokok mengandung nikotin, zat yang menyebabkan terjadinya
disfungsi endotel, ketika terjadi disfungsi endotel maka kolestrol akan masuk
ke dalam tunika intima, yang pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya
plak. Suatu ketika apabila plak ruptur, maka akan terjadi kaskade pembekuan
darah sehingga akan terbentuklah trombus. Trombus ini dapat menyebabkan
sumbatan, sehingga aliran darah yang mencapai jantung akan berkurang,
akibatnya jantung mengalami iskemia dan jika dalam waktu lama akhirnya
menjadi infark. Ketika terjadi infark, jantung tidak dapat berkontraksi dengan
baik, sehingga curah jantung pun akan menurun. Terjadi beberapa mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung, namun pada akhirnya
terjadi dekompensasi dan kegagalan jantung. Pada awalnya yang terjadi adalah
gagal jantung kiri, tetapi lama kelamaan jantung kanan juga mengalami
kegagalan, sehingga terjadi manifestasi klinis.

f. Bagaimana penegakan diagnosis heart failure congestive?

33
Diagnosis (minimal 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor)

EKG
Pemeriksaan EKG harus dilihat keberadaan elevasi atau depresi dari segmen
ST, gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi,
bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang, serta
disritmia harus diperhatikan.
Foto Toraks
Pada foto toraks harus diperkisa secepat mungkin saat masuk pada pasien
yang menderita GJA, untuk menilai adanya kongesti paru, efusi pleura,
infiltrate, kardiomegali, serta yang paling penting, edema paru.
Analisa Gas Darah Arterial
Memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi (pO2) fungsi respirasi (pCO2)
dan keseimbangan asam basa (pH). Asidosis pertanda perfusi jaringan yang
buruk atau retensi CO2 yang berat dikaitkan dengan prognosa yang buruk.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap meliputi elektrolit, urea, creatinin, gula darah,
albumin, enzim hati dan INR merupakan pemeriksaan awal pada semua
penderita GJA. Kadar sodium yang rendah dan urea serta kreatinin yang tinggi
memberikan prognosa buruk pada GJA. Peningkatan dari troponin yang
disertai dengan SKA memberikan prognosa yang buruk.
Natriuretic Peptide
B-type natriuretic peptides diperiksa pada fase akut digunakan sebagai
prediktif negative untuk meng-eklusi GJ.
Angiografi koroner
Pada pasien GJA yang didasari oleh suatu Sindroma Koroner Akut, perlu
dilakukan angiografi koroner kecuali ada kontraindikasi yang kuat. Opsi

34
revaskularisasi harus dipertimbangkan apabila secara teknis kemungkinan, dan
risiko tindakan masih bisa diterima.

Pemeriksaan Pada Seluruh Pasien Tujuan


Echocardiography Menilai struktur dan fungsi kardiak, menilai
fraction ejection
EKG Menentukan ritme jantung, Heart rate, bentuk
kompleks QRS, durasi kompleks QRS
Blood chemistry (sodium, potassium, calcium, Menentukan apakah sang penderita cocok
urea / BUN, kreatinin, GFR, enzim hati, untuk diberi diuretic, RAAS inhibitor,
bilirubin, ferritin / TIBC, fungsi tiroid antikoagulan
Hitung darah lengkap Mendeteksi adanya anemia
Pemeriksaan BNP dan ANP
Foto Thorax Meng-exclude penyebab penyakit lain seperti
kanker paru, melihat perkembangan edema
paru
Coronary angiography Untuk mengevaluasi arteri mana yang terkena
Alur diagnosis

g. Bagaimana diagnosis banding heart failure congestive?


Banyak gangguan yang mengakibatkan permintaan jantung (cardiac demand)
meningkat atau fungsi jantung terganggu. Penyebab cardiac termasuk aritmia
(takikardia atau bradikardia), penyakit jantung struktural, dan disfungsi

35
miokard (sistolik atau diastolik). Penyebab noncardiac mencakup proses yang
meningkatkan preload (volume berlebihan), meningkatkan afterload
(hipertensi), mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah (anemia), atau
meningkatkan permintaan (sepsis). Sebagai contoh, gagal ginjal dapat
menyebabkan gagal jantung akibat retensi cairan dan anemia. Obstruksi vena
dan obstruksi limfatik juga dapat menyebabkan edema, dan sindrom obesitas-
hipoventilasi (OHS) dapat menyebabkan gagal jantung kanan dan hipertrofi
ventrikel kanan.
Edema paru kardiogenik dan noncardiogenic
Gagal jantung juga harus dibedakan dari edema paru yang berhubungan
dengan cedera pada membran alveolar-kapiler yang disebabkan oleh beragam
etiologi (misalnya, edema paru noncardiogenic, Adult Respiratory Distress
Syndrome [ARDS]). Peningkatan permeabilitas kapiler diamati pada trauma,
syok hemoragik, sepsis, infeksi pernafasan, pemberian berbagai obat, dan
keracunan (misalnya, heroin, kokain, gas beracun). Tes natriuretik peptida
dapat membedakan edema paru karena kardiogenik maupun non kardiogenik.
Edema pulmonal kardiogenik pada pemeriksaan juga dapat menunjukkan
adanya kelainan jantung, seperti suara S3 , peningkatan JVP.
Pasien dengan edema paru noncardiogenic mungkin memiliki gambaran klinis
yang mirip dengan mereka dengan edema paru kardiogenik tetapi tanpa
gallop S3 dan distensi vena jugularis. Diferensiasi sering dibuat berdasarkan
tekanan baji kapiler paru (PCWP) pengukuran dari pemantauan hemodinamik
invasif. Tekanan pengisian ventrikel kiri diukur dengan PCWP adalah ukuran
hemodinamik yang paling dapat diandalkan tunggal yang memprediksi hasil
yang fatal pada pasien dengan gagal jantung akut. PCWP umumnya lebih dari
18 mm Hg pada gagal jantung dan kurang dari 18 mm Hg di edema paru
noncardiogenic.
Presentasi atipikal
Gagal jantung, khususnya gagal jantung sisi kanan, dapat hadir sebagai
sindrom perut dengan mual, muntah, nyeri perut sisi kanan (sebagai tanda
kemacetan hati), kembung, anoreksia, dan penurunan berat badan yang
signifikan. Dalam kasus lanjut, pasien dapat muncul kuning karena sirosis.
Sembelit adalah keluhan umum di antara pasien dengan gagal jantung, dan itu
bisa menjadi manifestasi dari penurunan perfusi. Dalam kasus yang sangat
parah syok kardiogenik, dapat terjadi dengan nyeri perut yang parah meniru

36
obstruksi usus, perforasi, perut akut, dan peritonitis sebagai manifestasi
iskemia usus parah dan kemungkinan infark.
Pada pasien usia lanjut, kelelahan dan kebingungan kadang-kadang bisa
menjadi gejala pertama dari gagal jantung, yang berhubungan dengan
penurunan curah jantung.
Diagnosis banding gagal jantung yaitu :
Acute Renal Failure Acute Respiratory Distress Syndrome
Chronic Obstructive Pulmonary Disease Cirrhosis
Emphysema Goodpasture Syndrome
Myocardial Infarction Nephrotic Syndrome
Pneumonia, Bacterial Pneumonia, Community-Acquired
Pneumonia, Viral Pneumothorax
Pulmonary Edema, Cardiogenic Pulmonary Edema, Neurogenic
Pulmonary Embolism Pulmonary Fibrosis, Idiopathic
Respiratory Failure Venous Insufficiency

h. Bagaimana penatalaksanaan heart failure congestive?


1. Oksigen
Diberikan secepat mungkin pada penderita hipoksemia untuk
memperoleh saturasi O2 arterial lebih dari sama dengan 95%
2. Ventilasi non invasive
Ventilasi non invasive merujuk ke semua upaya membantu pernapasan
tanpa memakai endotrakeal tube, tapi lebih jauh dari pemasangan masker
penutup wajah.
3. Morfin
Diberikan untuk stadium awal GJA, terutama jika pasien gelisah, sesak
nafas, nyeri dada. Diberikan bolus 2.5-5 mg IU dan dapat diulangi. Hati-
hati pada hipotensi, bradikardia akibat AV block lanjut, dan retensi CO2.
4. Loop Diuretika
Yang perlu diperhatikan pada pemberian loop diuretika :
Manfaat simptomatik diuretic sudah terbukti
Pasien dengan hipotensi (sistolik <90) hiponatremia berat dan asidosis tidak
sama responsive nya terhadap terapi diuretika.
Dosis tinggi diuretika dapat meningkatkan resiko hipoalbuminemia dan
hiponatremia, serta meningkatkan resiko hipertensi apabila bersamaan dengan
ACE Inhibitor atau ARB.
Opsi terapi alternative seperti pemakaian vasodilator IV dapat mengurangi
keluhan dan mengurangi pemakaian diuretic dosis tinggi

Pemberian diuretika pada GJA :

37
Dosis awal yang dianjurkan adalah 20-40 mg IV (0.5-1 mg bumetadine, 10-20
mg torasemide). Pada fase awal ini pasien harus diawasi terutama mengenai
produksi urine (bisa dipasangi kateter)
Pada pasien yang terbukti ada volume overload, dosis furosemide IV dapat
ditingkatkan. Pemakaian furosemide tidak boleh melebihi 100 mg untuk 6 jam
pertama, dan 240 mg pada 24 jam pertama.

Retensi Air Diuretika Dosis Harian Cara pemberian


Sedang Furosemide 20-40 mg Oral atau IV
Bumetamide 0.5-1 mg Dosis dititrasi
Torasemide 10-20 mg Monitor K, Na,
Creatinin, Tekanan
darah
Berat Furosemide 40-100 mg IV. ditinggikan
Furosemide Infus 5-40 mg/jam Lebih baik daripada
Bumetanide 1-4 mg bolus dosis tinggi
Torasemide 20-100 mg Oral atau Intravena
Oral
Refraktor terhadap Tambah HCT 50-100 mg Kombinasi lebih baik
diuretika Metolazone 2.5-10 mg daripada loob diuretic
Spironolaktone 25-50 mg dosis tinggi
Lebih poten bila CCT
<30 ml/menit
Terutama bila fungsi
renal baik
Dengan alkalosis Asetazolamid 0.5 mg IV
Refraktor terhadap Tambah dopamine
diuretika dan HCT atau dobutamine

5. Vasodilator
Vasodilator direkomendasikan jika tidak ada tanda hipotensi yang simptomatik.
Vasodilator dapat berupa nitroglycerine atau isosorbide dirutrate nitroprusside and
nesiritide. Pemberian IV nitrat atau nitroprusside direkomendasikan bila tekanan
sistolik >110 mmHg dan hati-hati bila tekanan sistolik antara 90 dan 110.

38
Vasodilator mengatasi kongesti paru tanpa mengurangi stroke volume atau
meningkatkan konsumsi oksigen pada miokard
Calcium antagonis tidak direkomendasikan pada GJA
Vasodilator jangan diberikan pada sistolik <90 mmHg
Hati-hati pada stenosis aorta
Sodium nitroprusside dan nesiritide biasanya diberikan dengan IV

6. Nesiritide
Nesiritide atau human BNP dapat menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri,
namun efek terhadap cardiac output produksi urin, ekskresi natrium, adalah
bervariasi.
7. Obat-obat inotropik
Dobutamine. Obat inotropik positif, bekerja melalui stimulasi B1- reseptor
untuk menginduksi efek inotropik positif dan efek kronotropik. Dosis awal 2-3
mikrogram/kg/menit secara infuse intravena tanpa didahului oleh bolus, atau
loading dose. Apabila sebelumnya mendapatkan beta blocker, maka dosis bisa
ditingkatkan jadi 20 mikrogram/kg/menit untuk memperbaiki efek
inotropiknya.
Dopamine. Menstimulasi reseptor B-adrenergik, secara langsung dan tidak
langsung, dengan akibat meningkatkan kontraktilitas miokardium dan kardiak
ouput, merupakan efek inotropik tambahan.
Infus dopamine dosis rendah (kurang dari 2-3 mikrogram/kg/menit) akan
menstimulasi reseptor dopaminergik. Dopamin dan dobutamin harus hati-hati
bila frekuensi denyut jantung >100 kali permenit.
Milrinone dan Exonimone. Penghambat phospodiesterase tipe III yang dipakai
dalam klinis sehari-hari. Obat ini mencegah pemecahan dari cyclic AMP dan
memiliki efek inotropik dan efek vasodilator perifer dengan meningkatkan
cardiac output dan volume sekuncup, bersamaan dengan penurunan tekanan
arteri pulmonalis.
Levosimendan. Salah satu calcium sensitizer yang dapat memperbaiki
kontrolisitas jantung secara berikatan dengan tropnin C di dalam kardiomiosit.
Levosimendan memiliki vasodilator yang signifikan yang dimediasi ATP
sensitive potassium channels dan juga mempunyai efek/kerja seperti PDEi
yang ringan. Levosimendan dapat diberikan bolus 3-12 mg/kg selama 10
menit, drip intravena (0.05-0.2 mg/kg/menit untuk 24 jam)

Alur penanganan :

39
i. Bagaimana prognosis heart failure congestive?
Pasien mungkin memiliki harapan hidup yang baik jika penyakitnya terkontrol
dan stabil. Namun, ketika keadaan bertambah buruk pasien diperlukan rawat
inap, dan risiko kematian 20% dalam waktu 1 tahun. Pasien dengan NYHA IV
memiliki risiko kematian 50%.
Berdasarkan penelitian Frimingham , seseorang dengan gagal jantung diastolik
memiliki prognosis yang lebih baih dibandingkan gagal sistolik. Namun,
menurut penelitian berbasis komunitas dari Olmsted County, Minnesota
prognosis pasien dengan gagal jantung sistolik dan diastolik akan sama jika
dilihat dalam kurun waktu lima tahun.
Prediktor independen kematian pada pasien dengan diastolik heart failure
dalam studi yang berbeda yaitu usia yang lebih tua , jenis kelamin laki-laki,
klasifikasi New York Heart Association ( NYHA ) , LVEF (left ventricular
ejection fraction) rendah <45% , luasnya penyakit arteri koroner , penyakit
arteri perifer , diabetes , gangguan fungsi ginjal , tingkat disfungsi diastolik
sebagaimana dinilai oleh Doppler echocardiography .

j. Bagaimana kompetensi dokter umum heart failure congestive?


Kompetensi Dokter Umum : 3B

40
Dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya
pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis.

E. Keterkaitan Antar Masalah

Usia, Jenis Kelamin, Perokok Berat, Genetic

Infark Anteroseptal
(kurang adekuat)

Nafas pendek ketika beraktivitas, fatique, nausea


Gagal Jantung Kiri

Nafas pendek semakin berat Edema Paru


Gagal Jantung Kongestif

Hipertensi Pulmona
F. Learning Issue
1. Anatomi sirkulasi jantung, paru, sistemik, dan fisiologi
a. Anatomi Sirkulasi Jantung Gagal Jantung Kanan
Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot
jantung melalui sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
epikardium jantung,
Hepar membawa
teraba oksigen dan nutrisiTungkai
Edema ke miokardium melalui
JVP cabang-
cabang intramiokardial yang kecil-kecil. Untuk dapat mengetahui akibat penyakit
jantung koroner, maka kita harus mengenal terlebih dahulu distribusi arteria koronaria
ke otot jantung dan sistem konduksi. Pengetahuan dinding arteri juga harus diketahui
untuk dapat memahami proses dan pengobatan aterosklerosis.
1. Distribusi Arteri Koronaria
Arteri koronaria adalah percabangan pertama sirkulasi sistemik. Muara
arteri koronaria ini terdapat di balik daun katup aorta kanan dan kiri di dalam
sinus valsalva.

41
Sirkulasi koroner terdiri dari: arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria
koronaria kiri, atau left main, mempunyai 2 cabang besar yaitu arteria
desendens kiri dan arteria sirkumfleksa kiri.

Arteria desendens anterior kiri mendarahi dinding anterior ventrikel


kiri, sedangkan arteria sirkumfleksa kiri mendarahi dinding lateral ventrikel
kiri. Arteria koronaria kanan mendarahi ventrikel dan atrium kanan. Pada 85%
populasi, arteria koronaria kanan mempercabangkan cabang arteria desendens
posterior dan ventrikular kanan posterior. Pembuluh darah ini mendarahi
dinding posterior dan inferior ventrikel kiri, secara berurutan. Sistem ini
disebut sistem dominan-kanan. Dari 15% populasi sisa, separuhnya memiliki
sistem dominan kiri atau dominan campuran. Pada orang yang memiliki sistem
dominan kiri, arteri sirkumfleksa kiri mempercabangkan arteria desendens
posterior dan ventrikular kiri posterior. Pada sistem dominan campuran, arteri

42
koronaria kanan mempercabangkan arteria desendens posterior, dan arteria
sirkumfleksa kiri mempercabangkan ventrikular kiri posterior.
Setiap pembuluh darah koroner besar memiliki cabang epikardium dan
intramiokardium yang khas. Arteria desendens anterior kiri mempercabangkan
cabang-cabang septal yang mendarahi dua per tiga anterior septum dan cabang
diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral ventrikel kiri. Cabang
marginal arteria sirkumfleksa kiri mendarahi permukaan lateral ventrikel kiri.
Daerah sistem hantaran juga disuplai oleh arteria koronaria yang
berbeda. Pada sekitar 60% populasi, nodus SA disuplai oleh arteria koronaria
kanan. Pada sekitar 40% populasi, arteria sirkumfleksa kiri mendarahi nodus
SA. Nodus AV disuplai oleh arteria koronaria kanan pada 90% populasi dan
oleh arteria sirkumfleksa kiri pada 10% populasi. Berkas cabang kanan dan
bagian posterior berkas cabang kiri disuplai oleh dua arteri-arteria desendens
anterior kiri dan arteria koronaria kanan. Bagian anterior berkas cabang kiri
menerima nutrisi dari cabang septum arteria desendens anterior kiri.
Pengetahuan mengenai suplai darah ke daerah-daerah tertentu pada
miokardium dan sistem hantaran bermanfaat secara klinis sebagai antisipasi
dan identifikasi dini akan adanya komplikasi klinis. Misalnya, penderita yang
mengalami iskemik di sadapan inferior dan posterior pada EKG 12-sadapan
akan dicurigai mengalami sumbatan arteria koronaria kanan. Hantaran pada
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan EKG sisi kanan diperlukan untuk
mengetahui adanya kegagalan ventrikel kanan. Gangguan hubungan AV juga
dapat diantisipasi. Penderita yang mengalami penyumbatan arteria desendens
anterior kiri kemungkinan mengalami masalah fungsi pemompaan ventrikel
kiri karena arteria desendens anterior kiri mendarahi dinding anterior ventrikel
kiri. Penyempitan arteria koronaria utama kiri selalu menimbulkan kecemasan,
namun memiliki makna klinis bagi orang yang memiliki sistem dominan kiri
karena mengancam seluruh ventrikel kiri.

2. Sirkulasi Kolateral

Terdapat anastomosis antara cabang arteria yang sangat kecil dalam


sirkulasi koronaria. Walaupun saluran antar-koroner tidak berfungsi dalam
sirkulasi normal, tetapi menjadi sangat penting sebagai rute alternatif atau
sirkulasi kolateral untuk mendukung miokardium melalui aliran darah.
Setelah terjadi oklusi mendadak, kolateral ini akan berfungsi dalam

43
beberapa hari atau lebih dari itu. Pada penyempitan pembuluh darah secara
bertahap (seperti pada aterosklerosis), akan terbentuk terbentuk pembuluh
darah fungsional secara terus-menerus di antara pembuluh darah yang
mengalami penyumbatan dan yang tidak. Pembuluh darah kolateral ini sering
berperan penting dalam mempertahankan fungsi miokardium saat terdapat
oklusi pembuluh darah.

3. Komponen Dinding Arteri Koroner

Dinding arteri terdiri dari 3 lapisan utama: intima, media, adventitia.


Semua tipe arteri memiliki tiga lapisan ini, dengan komponen yang serupa,
tetapi proporsi setiap komponennya bervariasi menurut fungsi arteri tertentu.

Intima

Intima adalah bagian terdalam dinding arteri yang mengalami kontak


langsung dengan suplai darah. Intima terdiri dari selapis sel endotel. Sel
endotel dulu dianggap sebagai sel inert, yang memungkinkan pergerakan zat
ke dalam dan ke luar dinding sel arteri. Pengertian terbaru adalah bahwa sel
endotel agak dinamis dan memiliki banyak fungsi. Fungsi sel endotel juga
berubah bila terjadi cedera endotel seperti pada aterosklerosis.

Salah satu fungsi utama endotel adalah sebagai sawar antara aliran
darah dan dinding pembuluh darah bagian dalam. Taut yang erat dan taut
selisih yang mengendalikan secara selektif pergerakan zat ke dalam dan ke
luar dinding pembuluh darah, menghubungkan sel-sel endotel. Zat-zat juga
dapat meningkatkan hubungan ke daerah subintima melalui proses endositosis
atau, jika larut lemak, melalui membran lipid.

Endotel juga memberikan permukaan nontrombotik, sehingga


mencegah oklusi pembuluh darah. Endotel melakukan fungsi ini dengan
menyekresi 2 zat: prostasiklin (PGI2) dan nitrogen oksida (NO). PGI2
menghambat agregasi trombosit, sedangkan NO menghambat adhesi maupun
agregasi trombosit. Selain itu, sel endotel bermuatan negatif sehingga secara
alami menolak partikel-partikel yang bermuatan sama. Heparin sulfat melapisi
permukaan sel endotel sehingga menghambat terbentuknya bekuan darah.

44
Sel-sel endotel juga menyekresi zat vasoaktif yang memengaruhi
vasodilatasi dan vasokonstriksi. PGI2 dan NO mencegah pembentukan bekuan
darah dan juga merupakan vasodilator kuat (NO merupakan vasodilator
terkuat sehingga ditemukan dalam waktu yang lama). Sel-sel endotel juga
menyekresi vasokonstriktor yang paling kuat: endothelin I. Zat-zat lain yang
disekresi oleh sel-sel endotel adalah vasokonstriktor, tromboksan A2,
prostaglandin H2, dan angiotensin-2, dan faktor pertumbuhan yang berasal
dari trombosit (platelet-derived growth factor, PDGF).

Sel-sel endotel mampu beregenerasi setelah cedera. Namun demikian,


hanya sel endotel di tepi cedera yang mampu berpartisipasi dalam proses
regenerasi. Gambaran ini terjadi pada daerah cabang arterial yang mengalami
cedera berulang. Sel-sel endotel yang terletak pada membran basalis berdifusi
dengan berbagai protein dan sebagian sel-sel otot polos. Daerah ini dikenal
sebagai lamina elastika interna dan membentuk ikatan sebelah luar lapisan
media.

Media

Lapisan media terletak di bagian tengah dinding arteri dan terdiri atas
jalinan lapisan sel otot polos. Setiap sel otot polos dikelilingi oleh membran
basalis yang tidak kontinu, serupa dengan yang terdapat pada sel endotel. Sel-
sel endotel memberikan integritas struktur pembuluh darah; sel ini juga
bertanggungjawab untuk mempertahankan tonus dinding arteri melalui
kontraksi yang lambat dan kontinu. Sel-sel otot polos berespons terhadap
berbagai zat vasoaktif dengan berdilatasi maupun berkontraksi, yang
menyebabkan vasodilatasi maupun vasokonstriksi.

Saat ini telah ditemukan sel-sel reseptor untuk berbagai zat (LDL,
insulin, stimulator pertumbuhan, dan inhibitor pertumbuhan), sehingga
pemahaman terbaru menyatakan bahwa sel-sel otot polos mungkin turut
terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Sel-sel otot polos juga dapat
berperan penting dalam proses aterosklerosis karena fungsi dan letaknya yang
terdapat pada perubahan dinding arteria.

Adventitia

45
Lapisan adventitia terletak di bagian terluar dinding arteria, yang
memberikan kekuatan utama pada pembuluh darah dan terdiri atas berkas
fibril kolagen, serabut elastis, fibroblast, dan beberapa sel-sel otot polos.
Lapisan adventitia juga mengandung serabut saraf dan pembuluh-pembuluh
darah.

4. Vena Jantung

Tiga pembagian sistem vena jantung meliputi sinus koronarius, vena


koronaria anterior, dan vena thebesia. Sinus koronarius dan cabang-cabangnya
merupakan sistem vena terbesar dan terpenting, yang berfungsi mengalirkan
sebagian besar darah vena melalui ostium sinus koronarius dan ke dalam
atrium kanan. Vena-vena jantung anterior mengalirkan sebagian besar darah
vena ventrikel kanan secara langsung ke dalam atrium kanan. Vena thebesia
mengalirkan sebagian kecil darah vena dari semua daerah miokardium secara
langsung ke dalam bilik jantung.

b. Anatomi Sirkulasi Paru


Suplai darah paru bersifat unik dalam beberapa hal. Pertama, paru mempunyai
dua sumber suplai darah, dari arteria bronkialis dan arteria pulmonalis. Sirkulasi
bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru. Arteria bronkialis berasal dari aorta
torakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialisyang besar
mengalirkan darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena
kava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih
kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis. Sirkulasi bronkial tidak berperan
pada pertukaran gas, sehingga darah yang tidak teroksigenasi yang mengalami pirau
(berwarna abu-abu) sekitar 2% sampai 3% curah jantung.
Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena
campuran ke paru, yaitu darah yang mengambil bagian dalam pertukaran gas.
Jaringan kapiler paru yang harus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak
erat yang diperlukan untuk prose pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah
teroksigenasi kemudian dikembalikan malalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri, yang
selanjutnya membagikannya kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.
Suatu sifat lain dari sirkulasi paru adalah bahwa sirkulasi paru ini adalah suatu
sistem tekanan rendah dan resistensi rendah dibandingkan dengan sirkulasi sistemik.

46
Tekana darah sistemik sekitar 120/80 mm Hg, sedangkan tekanan darah pulmonar
sekitar 25/10 mm Hg dengan tekanan rata-rata sekitar 15 mm Hg. Sifat ini
mempunyai beberapa konsekuensi penting. Distensibilitas yang besar dan resistensi
rendah pada jalinan vaskular pulmonar memungkinkan beban kerja ventrikel kanan
yang lebih kecil dibandingkan dengan beban kerja ventrikel kiri dan memungkinkan
kenaikan aliran darah pulmonar yang besar sewaktu melakukan kegiatan fisik tanpa
adanya kenaikan tekanan darahpulmonar yang berarti.

Pada gambar patogenesis edema paru di bawah, jika besar tekanan hidrostatik
paru orang normal yang umumnya sekitar 15 mm Hg melampaui tekanan osmotik
koloid darah yang besarnya sekitar 25 mm Hg, cairan akan meninggalkan kapiler paru
dan masuk ke dalam interstisial atau alveolus, sehingga mengakibatkan edema paru.
Edema paru akan mengganggu pertukaran gas karena memperpanjang jalur difusi
antara alveolus dan kapiler. Edema paru merupakan komplikasi yang sering terjadi
akibat gagal jantung kongestif, pneumonia, dan gangguan paru lainnya.

47
c. Anatomi Sirkulasi Sistemik

Sirkulasi sistemik menyuplai darah ke semua jaringan tubuh dengan


pengecualian pada paru. Sebanyak 84% volume darah total terdapat dalam sirkulasi
sistemik. Sebanyak 16% volume darah yeng tersisa terdapat dalam jantung dan paru.
Sirkulasi sistemik dapat dibagi menjadi 5 kategori berdasarkan anatomi dan
fungsinya: (1) arteria, (2) arteriola, (3) kapiler, (4) venula, (5) vena. Dengan
pengecualian pada kapiler dan venula, dinding pembuluh darah terdiri atas komponen
yang serupa: selapis sel endotel, jaringan elastis, sel otot polos, dan jaringan fibrosa.
Proporsi setiap komponen ini bervariasi sesuai fungsi setiap pembuluh darah.

1. Arteria
Dinding aorta dan arteria besar mengandung banyak jaringan elastis dan
sebagian otot polos. Ventrikel kiri memompa darah masuk ke dalam aorta dengan
tekanan tinggi. Dorongan darah secara mendadak ini meregangkan dinding arteria
yang elastis tersebut; pada saat ventrikel beristirahat maka dinding yang elastis
tersebut kembali pada keadaan semula dan memompa darah ke depan, ke seluruh
sistem sirkulasi. Di daerah perifer, cabang-cabang sistem arteria berproliferasi dan
terbagi lagi menjadi pembuluh darah kecil.
Jaringan arterial ini terisi sekitar 15% volume total darah. Oleh karena itu
sistem arteria ini dianggap merupakan sirkuit bervolume rendah tetapi bertekanan
tinggi. Cabang-cabang arterial disebut sirkuit resistensi karena memiliki sifat khas
volume-tekanan ini.
2. Arteriola
Dinding pembuluh darah arteriola terutama terdiri dari otot polos dengan
sedikit serabut elastis. Dinding otot arteriola ini sangat peka dan dapat berdilatasi
atau berkontraksi. Bila berkontraksi, arteriola merupakan tempat resistensi utama
aliran darah dalam cabang arterial. Saar berdilatasi penuh, arteriola hampir tidak
memberikan resistensi terhadap aliran darah. Pada persambungan antara arteriola
dan kapiler terdapat sfingter prakapiler yang berada di bawah pengaturan
fisiologis yang cukup rumit.
3. Kapiler
Pembuluh kapiler memiliki dinding tipis yang terdiri dari satu lapis sel
endotel. Nutrisi dan metabolit berdifusi dari daerah berkonsentrasi tinggi menuju
daerah berkonsentrasi rendah melalui membran yang tipis dan semipermeabel ini.
Dengan demikian, oksigen dan nutrisi akan meninggalkan pembuluh darah dan
masuk ke ruang interstisial dan sel. Karbondioksida dan metabolit berdifusi ke

48
arah yang berlawanan. Pergerakan cairan antara pembuluh darah dan ruangan
interstisial bergantung pada keseimbangan relatif antara tekanan hidrostatik dan
osmotik jaringan kapiler.
4. Venula
Venula berfungsi sebagai saluran pengumpul dan terdiri dari sel-sel endotel
dan jaringan fibrosa.
5. Vena
Vena adalah saluran yang berdinding relatif tipis dan berfungsi menyalurkan
darah dari jaringan kapiler melalui sistem vena, masuk ke atrium kanan. Aliran
vena ke jantung hanya searah karena katup-katupnya terletak strategis di dalam
vena. Vena merupakan pembuluh pada saluran sistemik yang paling dapat
meregang; pembuluh ini dapat menampung darah dalam jumlah banyak dengan
tekanan yang relatif rendah. Sifat aliran vena yang bertekanan rendah-bervolume
tinggi ini menyebabkan sistem vena ini disebut sistem kapasitas.
Sekitar 64% volume darah total terdapat dalam sistem vena. Kapasitas
jaringan vena dapat berubah. Venokonstriksi dapat menurunkan kapasitas jaringan
vena, memaksa darah bergerak maju menuju jantung seperlunya. Pergerakan
darah menuju jantung juga dipengaruhi oleh kompresi vena oleh otot rangka dan
perubahan tekanan rongga dada dan perut selama pernapasan. Sistem vena
berakhir pada vena kava superior dan inferior. Dari situ, semua aliran darah vena
mengalir ke dalam atrium. Tekanan dalam atrium kanan lazim disebut sebagai
tekanan vena sentralis (central venous pressure, CVP) atau tekanan atrium kanan
(right atrial pressure, RAP).

d. Fisiologi Jantung
Anulus fibrosus di antara atrium dan ventrikel memisahkan ruangan-ruangan
ini secara anatomis maupun elektris. Untuk memastikan rangsangan ritmik dan
sinkron, serta kontraksi otot jantung, terdapat jalur konduksi khusus dalam
miokardium. Jaringan konduksi ini memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Otomatisasi: kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
2. Ritmisasi: pembangkitan impuls secara teratur.
3. Konduktivitas: kemampuan menghantarkan implus.
4. Daya rangsang: kemampuan berespons terhadap stimulasi.

Jantung memiliki sifat-sifat ini sehingga mampu menghasilkan impuls secara


spontan dan ritmis yang disalurkan melalui sistem konduksi untuk merangsang
miokardium dan menstimulasi kontraksi otot.

49
Impuls jantung biasanya berasal dari nodus sinoatrialis (SA). Nosus SA ini
disebut sebagai pemacu alami jantung. Nodus SA terletak di dinding posterior
atrium kanan dekat muara vena kava superior.

Impuls jantung kemudian menyebar dari nodus SA menuju jalur konduksi


khusus atrium dan ke otot atrium. Suatu jalur antar-atrium (taitu berkas Bachmann)
mempermudah penyebaran impuls dari atrium kanan ke atrium kiri. Jalur internodal-
jalur anterior, tengah, dan poserior-menghubungkan nodus SA dengan nodus
atrioventrikularis.

Impuls listrik kemudian mencapai nodus atrioventrikularis (AV), yang terletak


di sebelah kanan interatrial dalam atrium kanan dekat muara sinus koronaria. Nodus
AV merupakan jalur normal transmisi impuls antara atrium dan ventrikel.

Penghantaran impuls terjadi relatif lambat melewati nodus AV karena tipisnya


serat di daerah ini dan konsentrasi taut selisih yang rendah. Taut selisih merupakan
mekanisme komunikasi antar sel yang mempermudah konduksi impuls. Hasilnya
adalah hambatan konduksi impuls selama 0,9 detik melalui nodus AV. Hambatan
hantaran melalui nodus AV menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrium sebelum
kontraksi ventrikel, sehingga pengisian ventrikel menjadi optimal. Hilangnya
sinkronisasi ini yang disertai dengan aritmia jantung (misal, fibrilasi atrium atau blok
jantung) dapat mengurangi curah jantung sebesar 25-30%. Hambatan AV juga
melindungi ventrikel dari banyaknya impuls atrial abnormal. Normalnya, tidak lebih
dari 180 impuls per menit yang dapat mencapai ventrikel. Hal ini penting sekali pada
kelainan irama jantung tertentu seperti fibrilasi atrium, yaitu ketika denyutan atrium
dapat mencapai 400 denyut per menit. Ringkasnya, nodus AV mempunyai dua fungsi
penting-pengoptimalan waktu pengisian ventrikel dan pembatasan jumlah impuls
yang dapat dihantarkan ke ventrikel.

Berkas His menyebar dari nodus AV, yang memasuki selubung fibrosa yang
memisahkan atrium dari ventrikel. Normalnya, nodus AV-berkas His adalah satu-
satunya rute penyebaran impuls dari atrium ke ventrikel dan biasanya hanya dalam
arah anterior-yaitu dari atrium ke ventrikel. Berkas His berjalan ke bawah di sisi
kanan septum interventrikularis sekitar 1 cm dan kemudian bercabang menjadi
serabut berkas kanan dan kiri. Serabut berkas kiri berjalan secara vertikal melalui
septum interventrikularis dan kemudian bercabang menjadi bagian anterior dan

50
bagian posterior yang lebih tebal. Berkas serabut kanan dan kiri kemudian menjadi
serabut Purkinje.

Hantaran impuls melalui serabut Purkinje berjalan cepat sekali. Serabut ini
berdiameter relatif besar dan memberikan sedikit resistensi terhadap penyebaran
hantaran. Serabut Purkinje juga memiliki potensial aksi yang dicirikan dengan
ledakan cepat pada fase nol yang berkaitan dengan kecepatan hantaran yang cepat.
Yang terakhir, serabut Purkinje mengandung taut selisih dalam konsentrasi besar yang
disesuaikan secara maksimal, sehingga menyebabkan hantaran impuls yang cepat.
Waktu hantaran melalui sistem Purkinje 150 kali lebih cepat dibandingkan dengan
hantaran melalui nodus AV

Penyebaran hantaran melalui serabut Purkinje dimulai dari permukaan


endokardium jantung sebelum berjalan ke sepertiga jalur menuju miokardium. Pada
miokardium ini, impuls dihantarkan ke serabut otot ventrikel. Impuls kemudian
berlanjut menyebar dengan cepat ke epikardium. Struktur ini menyebabkan aktivasi
segera dan kontraksi ventrikel yang terjadi hampir bersamaan.

Dengan demikian, urutan normal rangsangan melalui sistem konduksi adalah


nodus SA, jalur-jalur atrium, nodus AV, berkas His, cabang-cabang berkas, dan
serabut Purkinje.

2. Gagal jantung kongestif


Etiologi heart failure congestive
Gagal jantung kongestif merupakan sebuah komplikasi dari penyakit-penyakit jantung
kongenital maupun didapat. Mekanisme yang dapat menimbulkan terjadinya gagal
jantung adalah :
1. Meningkatnya preload (beban awal)
Beban awal merupakan derajat peregangan serabut miokardium pada akhir
pengisian ventrikel atau pada fase diastolik. Meningkatnya beban awal sampai
pada titik tertentu dapat meningkatkan kontraksi jantung, seperti yang dinyatakan
dalam hukum starling, apabila serabut miokardium meregang saat diastol, maka
akan meningkatkan kontraksi saat sistol. Lama-kelamaan ventrikel tidak dapat
mengkompensasi preload yang meningkat ini, akibatnya gagal jantung. Kondisi
yang dapat menyebabkan preload meningkat seperti regurgitasi aorta, ventricular
septal defect.
2. Menurunnya kekuatan kontraktilitas otot jantung

51
Menurunnya kontraktilitas otot jantung dapat disebabkan oleh infark miokardium
dan kardiomiopati. Faktor yang dapat menurunkan kontraktilitas jantung bisa
karena asidosis dan hipoksia. Sedangkan, faktor yang dapat meningkatkan
kontraktilitas jantung adalah pemberian obat-obat inotropik positif seperti
katekolamin dan digoksin.
3. Meningkatnya afterload (beban akhir)
Beban akhir yaitu besarnya tegangan dinding ventrikel yang harus dicapai selama
sistolik agar ventrikel dapat mengejeksikan darah. Beban akhir dapat meningkat
pada keadaan stenosis aorta serta hipertensi sistemik.
Selain ketiga kelainan fisiologis di atas, gagal jantung juga dapat disebabkan
karena gangguan katup atrioventrikularis, perikarditis kosntriktif, dan temponade
jantung. Perikarditis konstriktif dan temponade jantung menimbulkan gagal
jantung karena mengganggu pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel.
Faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung yaitu :
Disritmia
Disritmia akan mengubah rangsangan listrik, sehingga ritme jantung
menjadi tidak stabil akibatnya respon mekanis yang sinkron dan efektif
tidak dapat dihasilkan.
Infeksi sistemik dan Infeksi paru-paru
Infeksi paru dan sistemik membuat jantung harus bekerja lebih keras
mengalirkan darah ke tempat-tempat infeksi karena metabolisme yang
meningkat. Akibatnya jantung suatu saat akan mengalami penurunan
fungsi.
Emboli paru
Emboli paru dapat meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel
kanan, akibatnya ventrikel kanan harus memopa lebih keras. Namun,
karena struktur ventrikel kanan tidak begitu kuat dikarenakan lapisan otot
yang tidak terlalu tebal, maka lama kelamaan ventrikel kanan dapat
mengalami kegagalan

Penyebab gagal jantung kongestif

Kelainan mekanik
1. Peningkatan beban tekanan
c. Sentral : stenosis aorta
d. Perifer : hipertensi sistemik
2. Peningkatan beban volume : regurgitasi katup, peningkatan beban awal, pirau
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel : stenosis mitral , atau trikuspid
4. Tamponade perikardium
5. Aneurisma ventrikel

52
6. Dissinergi ventrikel
Kelainan mioardium
1. Primer
a. Kardiomiopati
b. Miokarditis
c. Kelainan metabolik
d. Toksisitas (alkohol, kobalt)
e. Toksisitas (alkohol, kobalt)
f. Presbikardia
2. Kelainan disdinamik sekunder
a. Depriviasi oksigen : penyakit jantung kororner
b. Kelainan metabolik
c. Peradangan
d. Penyakit sistemik
e. Pemyakit paru obstrukstif kronis
Perubahan irama jantung atau gangguan hantaran
1. Fibrilasi
2. Takikardi atau bradikardi ekstrim
3. Asinkronitas listrik atau gangguan konduksi

Epidemiologi heart failure congestive


Berdasarkan penelitian American Heart Assiciation, angka penderita gagal
jantung di Amerika sebanyak 5,7 juta dari penduduknya menderita penyakit tersebut,
dan menjadi penyebab nomer 1 pasien rawat inap rumah sakit. Data dari Indonesia
sendiri pun belum ada.
Insiden dan prevalensi gagal jantung lebih tinggi pada orang kulit hitam ,
Hispanik , penduduk asli Amerika , dan imigran baru dari negara-negara
berkembang , Rusia , dan republik-republik Soviet , insiden dan prevalensi lebih
tinggi terjadi pada pasien dengan hipertensi dan diabetes. Masalah tersebut juga
diperburuk karena tidak ada atau jauhnya akses perawatan preventif.
Pria dan wanita memiliki insiden dan prevalensi yang sama . Namun, masih
terdapat pertentangan bahwa pria dan wanita memiliki insiden dan prevalensi berbeda
terhadap gagal jantung, seperti :
Wanita lebih cenderung menderita gagal jantung di kemudian hari jika
dibandingkan dengan pria, wanita lebih sering mengalami daripada laki-laki, wanita
memiliki tanda dan gejala gagal jantung yang sama dengan laki-laki , tetapi mereka
lebih jelas ,wanita dengan gagal jantung akan bertahan lebih lama di bandingkan pria.
Prevalensi gagal jantung meningkat dengan usia . Prevalensinya 1-2 % dari
populasi yang lebih muda dari 55 tahun dan meningkat menjadi tingkat 10 % bagi
orang-orang yang lebih tua dari 75 tahun . Meskipun demikian , gagal jantung dapat
terjadi pada usia berapa pun , tergantung pada penyebabnya .

53
Patofisiologi heart failure congestive
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan
meningkatkan volume residu ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir sistolik ventrikel, terjadi peningkatan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri. Dengan meningkatnya tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri, terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri, karena
atrium dan ventrikel berhubungan secara langsung selama diastole.
Peningkatan LAP (Left Atrium Pressure) diteruskan ke belakang ke dalam
pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru.
Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik
pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial. Jika
kecepatan transudasi melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema
interstisial.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan
vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti
sistemik.
Regurgitasi fungsional katup-katup jantung dapat disebabkan oleh dilatasi
annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan korda
tendinae akibat dilatasi ruang.

Sebagai respons terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat

Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis


Meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron
Hipertrofi ventrikel
A. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis
Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan
respons simpatis kompensatorik. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan
meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi
arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah
(misal kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.

54
Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung,
untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum Starling.
Namun pada akhirnya, repsons miokardium terhadap rangsangan simpatis akan
menurun, katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel.
B. Peningkatan beban awal akibat RAAS
Aktivasi sistem rennin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium
dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.
Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas miokardium sesuai
dengan hukum starling. Namun diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti
rangsangan simpatis adrenergic pada reseptor beta di dalam apparatus
jukstaglomerulus, respons reseptor macula densa terhadap perubahan pelepasan
natrium ke tubulus distal, dan respons baroreseptor terhadap perubahan volume
dan tekanan darah sirkulasi.

RAAS akan memulai serangkaian mekanisme yaitu :

- Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus


- Pelepasan rennin dari apparatus jukstaglomerulus
- Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan
angiotensin I
- Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
- Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
- Retensi natrium dan air pada tubulus distal dan duktus pengumpul

Saat ini sedang diselidiki adanya peran Faktor Natriuretik Atrium (ANF)
dan Brain Natriuretic Peptide (BNP) yang disekresikan masing-masing oleh
atrium dan ventrikel. Konsentrasi senyawa ini meningkat akibat pelepasannya
dipicu oleh peningkatan tekanan atau volume intrakardia dan menekan sistem
RAAS. Konsentrasi senyawa ini dalam plasma lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai normalnya pada penderita gagal jantung dan pada penderita
gangguan jantung yang asimtomatik. Namun demikian, efek diuretic dan
natriuretik dipengaruhi faktor kompensatorik yang lebih kuat yang
menyebabkan retensi garam dan air serta vasokonstriksi.

C. Hipertrofi Ventikel
Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium.
Sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis
beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu

55
beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan
meningkatnya ketebalan dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam
(hipertrofi konsentris). Respons miokardium terhadap beban volume, seperti pada
regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding
(hipertrofi eksentris).

Efek Negatif Respons Kompensatorik

Awalnya, respons kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang


menguntungkan. Namun akhirnya mekanisme kompensatorik dapat
menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat
gagal jantung. Retensi cairan yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
kontraktilitas menyebabkan terbentuknya edema dan kongesti vena paru dan
sistemik. Vasokonstriksi arteri dan redistribusi aliran darah mengganggu perfusi
jaringan pada anyaman vascular yang terkena, serta menimbulkan gejala dan
tanda (seperti berkurangnya jumlah keluaran urine dan kelemahan tubuh).

Vasokonstriksi arteri juga meningkatkan beban akhir dengan memperbesar


resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat karena dilatasi
ruang jantung. Akibatnya, kerja jantung akan meningkat dan meningkatkan
kebutuhan oksisgen jantung. Hipertrofi miokardium dan rangsangan simpatis
lebih lanjut akan meningkatkan kebutuhan MVO2. Jika peningkatan MVO2 ini
tidak dapat dipenuhi dengan meningkatkan suplai oksigen miokard, akan terjadi
iskemia miokard dan gangguan miokardium lainnya.

Disfungsi sistolik mencerminkan menurunnya kapasitas pengosongan normal


yang berkaitan dengan peningkatan kompensatorik volume diastolic. Disfungsi
diastolic terjadi bila terdapat gangguan pengisian satu atau kedua ventrikel
sementara kapasitas pengosongan normal. Disfungsi sistolik maupun gagal ke
belakang berkaitan dengan penurunan pengisian. Saat terjadi disfungsi sistolik,
ventrikel seringkali menjadi hipertrofi ekentris. Saat disfungsi diastolic, ventrikel
seringkali berdinding tebal dan hipertrofi konsentris. Perubahan bentuk ventrikel
disebut sebagai remodeling jantung.

Klasifikasi gagal jantung menurut NYHA :

Kelas I : Asimtomatik dengan aktifitas fisik biasa

56
Kelas II : Simtomatik dengan aktifitas fisik biasa
Kelas III : Simtomatik dengan aktifitas fisik yang ringan
Kelas IV : Simtomatik pada saat istirahat

Manifestasi klinis heart failure congestive


Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
1. Dispnea : disebabkan karena peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskular
paru yang mengurangi kelenturan paru. Dispnea saat beraktivitas merupakan gejala
awal dari gagal jantung kiri.
2. Orthopnea (dispnea saat berbaring) disebabkan oleh redistribusi dari cairan dari
sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama berbaring,
disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
PND merupakan sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi pada malam
hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND
dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena
peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara,
disertai dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi
saluran udara.
4. Hemoptisis
Disebabkan oleh terjadinya distensi vena sehingga menimbulkan perdarahan bronkial.
5. Ronki
Ronki timbul karena adanya transudasi cairan paru. Pada awalnya ronki ini terdengar
dibagian bawah paru karena gravitasi. Gejala-gejala di atas disebabkan karena gagal
kebelakang dari gagal jantung kiri.
6. Disfagia
Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis akan menyebabkan kompresi esofagus
sehingga akan menyebabkan disfagia atau susah menelan.
7. Peningkatan vena sistemik
Gagal kebelakang oleh gagal jantung kanan akan mengakibatkan meningkatnya
tekanan vena sistemik, hal ini dapat terlihat dari nilai JVP diatas normal (5-2)
8. Hepatomegali dan nyeri tekan hatu karena peregangan kapsular hati.
9. Edema perifer
Disebabkan penimbunan cairan dalam ruang interstitial.
10. Keluhan gastrointestinal.
Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal
merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada
dinding usus dan/atau kongesti hepar.
11. Edema perifer

57
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak
pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari. Siangnya edema
akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi.
12. Nokturia (diuresis malam hari)
Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring.
13. Asites dan edem anasarka
Gagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh
generalisata.
14. Hipoperfusi ke organ-organ nonvital
Penurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ nonvital demi
mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari
gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan
ginjal.
15. Kulit pucat dan dingin
Disebabkan oleh vasokonstriksi perifer.
16. Demam ringan dan keringat yang berlebihan
Disebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh untuk
melepaskan panas.
17. Kelemahan dan keletihan
Dikarenakan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh
ketidakseimbangan elektrolit dan cairan atau anoreksia.
18. Anuria
Akibat kurangnya perfusi darah ke ginjal.
19. Pernapasan Cheyne-Stokes
Juga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-
Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan dengan
rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya
sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana
terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini
merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan,
mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea.
Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas
parah (berat) atau napas berhenti sementara.
20. Gejala serebral
Pasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti
disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan gagal
jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi
serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan
dalam insomnia

58
Faktor risiko heart failure congestive
Gagal jantung kongestif sering merupakan konsekuensi dari penyakit jantung
aterosklerotik oleh karena itu faktor risiko adalah sama tekanan darah yang tidak
terkontrol , kolesterol tinggi , diabetes , merokok , dan riwayat keluarga . Penyebab
lain gagal jantung yang juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit tersebut
adalah, alkohol dan penyalahgunaan obat , infeksi , dan gangguan jaringan ikat seperti
lupus eritematosus sistemik , sarkoidosis , dan amiloidosis.
Penderita yang memang sudah didiagnosa gagal jantung akan bertambah parah
apabila ia tidak membatasi jumlah cairan serta garam yang masuk, hal tersebut akan
membuat penyakit semakin parah karena beban awal akan meningkat sehingga kerja
jantung juga harus meningkat, serta pasien lupa mengkonsumsi obat teratur.
Di dalam rokok mengandung nikotin, zat yang menyebabkan terjadinya
disfungsi endotel, ketika terjadi disfungsi endotel maka kolestrol akan masuk ke
dalam tunika intima, yang pada akhirnya akan menimbulkan terjadinya plak. Suatu
ketika apabila plak ruptur, maka akan terjadi kaskade pembekuan darah sehingga akan
terbentuklah trombus. Trombus ini dapat menyebabkan sumbatan, sehingga aliran
darah yang mencapai jantung akan berkurang, akibatnya jantung mengalami iskemia
dan jika dalam waktu lama akhirnya menjadi infark. Ketika terjadi infark, jantung
tidak dapat berkontraksi dengan baik, sehingga curah jantung pun akan menurun.
Terjadi beberapa mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung,
namun pada akhirnya terjadi dekompensasi dan kegagalan jantung. Pada awalnya
yang terjadi adalah gagal jantung kiri, tetapi lama kelamaan jantung kanan juga
mengalami kegagalan, sehingga terjadi manifestasi klinis.

Penegakan diagnosis heart failure congestive


Diagnosis (minimal 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor)

59
EKG
Pemeriksaan EKG harus dilihat keberadaan elevasi atau depresi dari segmen
ST, gelombang Q pertanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertrofi,
bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang memanjang, serta
disritmia harus diperhatikan.
Foto Toraks
Pada foto toraks harus diperkisa secepat mungkin saat masuk pada pasien
yang menderita GJA, untuk menilai adanya kongesti paru, efusi pleura,
infiltrate, kardiomegali, serta yang paling penting, edema paru.
Analisa Gas Darah Arterial
Memungkinkan kita untuk menilai oksigenasi (pO2) fungsi respirasi (pCO2)
dan keseimbangan asam basa (pH). Asidosis pertanda perfusi jaringan yang
buruk atau retensi CO2 yang berat dikaitkan dengan prognosa yang buruk.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap meliputi elektrolit, urea, creatinin, gula darah,
albumin, enzim hati dan INR merupakan pemeriksaan awal pada semua
penderita GJA. Kadar sodium yang rendah dan urea serta kreatinin yang tinggi
memberikan prognosa buruk pada GJA. Peningkatan dari troponin yang
disertai dengan SKA memberikan prognosa yang buruk.
Natriuretic Peptide
B-type natriuretic peptides diperiksa pada fase akut digunakan sebagai
prediktif negative untuk meng-eklusi GJ.
Angiografi koroner
Pada pasien GJA yang didasari oleh suatu Sindroma Koroner Akut, perlu
dilakukan angiografi koroner kecuali ada kontraindikasi yang kuat. Opsi
revaskularisasi harus dipertimbangkan apabila secara teknis kemungkinan, dan
risiko tindakan masih bisa diterima.

Pemeriksaan Pada Seluruh Pasien Tujuan


Echocardiography Menilai struktur dan fungsi kardiak, menilai
fraction ejection
EKG Menentukan ritme jantung, Heart rate, bentuk
kompleks QRS, durasi kompleks QRS
Blood chemistry (sodium, potassium, calcium, Menentukan apakah sang penderita cocok
urea / BUN, kreatinin, GFR, enzim hati, untuk diberi diuretic, RAAS inhibitor,
bilirubin, ferritin / TIBC, fungsi tiroid antikoagulan
Hitung darah lengkap Mendeteksi adanya anemia
Pemeriksaan BNP dan ANP
Foto Thorax Meng-exclude penyebab penyakit lain seperti

60
kanker paru, melihat perkembangan edema
paru
Coronary angiography Untuk mengevaluasi arteri mana yang terkena

Alur diagnosis

Diagnosis banding heart failure congestive


o Banyak gangguan yang mengakibatkan permintaan jantung (cardiac demand)
meningkat atau fungsi jantung terganggu. Penyebab cardiac termasuk aritmia
(takikardia atau bradikardia), penyakit jantung struktural, dan disfungsi miokard
(sistolik atau diastolik). Penyebab noncardiac mencakup proses yang
meningkatkan preload (volume berlebihan), meningkatkan afterload (hipertensi),

61
mengurangi kapasitas pembawa oksigen darah (anemia), atau meningkatkan
permintaan (sepsis). Sebagai contoh, gagal ginjal dapat menyebabkan gagal
jantung akibat retensi cairan dan anemia. Obstruksi vena dan obstruksi limfatik
juga dapat menyebabkan edema, dan sindrom obesitas-hipoventilasi (OHS) dapat
menyebabkan gagal jantung kanan dan hipertrofi ventrikel kanan.
o Edema paru kardiogenik dan noncardiogenic
o Gagal jantung juga harus dibedakan dari edema paru yang berhubungan dengan
cedera pada membran alveolar-kapiler yang disebabkan oleh beragam etiologi
(misalnya, edema paru noncardiogenic, Adult Respiratory Distress Syndrome
[ARDS]). Peningkatan permeabilitas kapiler diamati pada trauma, syok
hemoragik, sepsis, infeksi pernafasan, pemberian berbagai obat, dan keracunan
(misalnya, heroin, kokain, gas beracun). Tes natriuretik peptida dapat
membedakan edema paru karena kardiogenik maupun non kardiogenik.
o Edema pulmonal kardiogenik pada pemeriksaan juga dapat menunjukkan adanya
kelainan jantung, seperti suara S3 , peningkatan JVP.
o Pasien dengan edema paru noncardiogenic mungkin memiliki gambaran klinis
yang mirip dengan mereka dengan edema paru kardiogenik tetapi tanpa gallop
S3 dan distensi vena jugularis. Diferensiasi sering dibuat berdasarkan tekanan
baji kapiler paru (PCWP) pengukuran dari pemantauan hemodinamik invasif.
Tekanan pengisian ventrikel kiri diukur dengan PCWP adalah ukuran
hemodinamik yang paling dapat diandalkan tunggal yang memprediksi hasil
yang fatal pada pasien dengan gagal jantung akut. PCWP umumnya lebih dari 18
mm Hg pada gagal jantung dan kurang dari 18 mm Hg di edema paru
noncardiogenic.
o Presentasi atipikal
o Gagal jantung, khususnya gagal jantung sisi kanan, dapat hadir sebagai sindrom
perut dengan mual, muntah, nyeri perut sisi kanan (sebagai tanda kemacetan
hati), kembung, anoreksia, dan penurunan berat badan yang signifikan. Dalam
kasus lanjut, pasien dapat muncul kuning karena sirosis. Sembelit adalah keluhan
umum di antara pasien dengan gagal jantung, dan itu bisa menjadi manifestasi
dari penurunan perfusi. Dalam kasus yang sangat parah syok kardiogenik, dapat
terjadi dengan nyeri perut yang parah meniru obstruksi usus, perforasi, perut
akut, dan peritonitis sebagai manifestasi iskemia usus parah dan kemungkinan
infark.

62
o Pada pasien usia lanjut, kelelahan dan kebingungan kadang-kadang bisa menjadi
gejala pertama dari gagal jantung, yang berhubungan dengan penurunan curah
jantung.
o Diagnosis banding gagal jantung yaitu :
Acute Renal Failure Acute Respiratory Distress Syndrome
Chronic Obstructive Pulmonary Disease Cirrhosis
Emphysema Goodpasture Syndrome
Myocardial Infarction Nephrotic Syndrome
Pneumonia, Bacterial Pneumonia, Community-Acquired
Pneumonia, Viral Pneumothorax
Pulmonary Edema, Cardiogenic Pulmonary Edema, Neurogenic
Pulmonary Embolism Pulmonary Fibrosis, Idiopathic
Respiratory Failure Venous Insufficiency
Penatalaksanaan heart failure congestive
1. Oksigen
Diberikan secepat mungkin pada penderita hipoksemia untuk memperoleh saturasi
O2 arterial lebih dari sama dengan 95%
2. Ventilasi non invasive
Ventilasi non invasive merujuk ke semua upaya membantu pernapasan tanpa
memakai endotrakeal tube, tapi lebih jauh dari pemasangan masker penutup
wajah.
3. Morfin
Diberikan untuk stadium awal GJA, terutama jika pasien gelisah, sesak nafas,
nyeri dada. Diberikan bolus 2.5-5 mg IU dan dapat diulangi. Hati-hati pada
hipotensi, bradikardia akibat AV block lanjut, dan retensi CO2.
4. Loop Diuretika
Yang perlu diperhatikan pada pemberian loop diuretika :
Manfaat simptomatik diuretic sudah terbukti
Pasien dengan hipotensi (sistolik <90) hiponatremia berat dan asidosis tidak
sama responsive nya terhadap terapi diuretika.
Dosis tinggi diuretika dapat meningkatkan resiko hipoalbuminemia dan
hiponatremia, serta meningkatkan resiko hipertensi apabila bersamaan dengan
ACE Inhibitor atau ARB.
Opsi terapi alternative seperti pemakaian vasodilator IV dapat mengurangi
keluhan dan mengurangi pemakaian diuretic dosis tinggi

Pemberian diuretika pada GJA :

Dosis awal yang dianjurkan adalah 20-40 mg IV (0.5-1 mg bumetadine, 10-20


mg torasemide). Pada fase awal ini pasien harus diawasi terutama mengenai
produksi urine (bisa dipasangi kateter)

63
Pada pasien yang terbukti ada volume overload, dosis furosemide IV dapat
ditingkatkan. Pemakaian furosemide tidak boleh melebihi 100 mg untuk 6 jam
pertama, dan 240 mg pada 24 jam pertama.

Retensi Air Diuretika Dosis Harian Cara pemberian


Sedang Furosemide 20-40 mg Oral atau IV
Bumetamide 0.5-1 mg Dosis dititrasi
Torasemide 10-20 mg Monitor K, Na,
Creatinin, Tekanan
darah
Berat Furosemide 40-100 mg IV. ditinggikan
Furosemide Infus 5-40 mg/jam Lebih baik daripada
Bumetanide 1-4 mg bolus dosis tinggi
Torasemide 20-100 mg Oral atau Intravena
Oral
Refraktor terhadap Tambah HCT 50-100 mg Kombinasi lebih baik
diuretika Metolazone 2.5-10 mg daripada loob diuretic
Spironolaktone 25-50 mg dosis tinggi
Lebih poten bila CCT
<30 ml/menit
Terutama bila fungsi
renal baik
Dengan alkalosis Asetazolamid 0.5 mg IV
Refraktor terhadap Tambah dopamine
diuretika dan HCT atau dobutamine

5. Vasodilator
Vasodilator direkomendasikan jika tidak ada tanda hipotensi yang simptomatik.
Vasodilator dapat berupa nitroglycerine atau isosorbide dirutrate nitroprusside and
nesiritide. Pemberian IV nitrat atau nitroprusside direkomendasikan bila tekanan
sistolik >110 mmHg dan hati-hati bila tekanan sistolik antara 90 dan 110.

Vasodilator mengatasi kongesti paru tanpa mengurangi stroke volume atau


meningkatkan konsumsi oksigen pada miokard
Calcium antagonis tidak direkomendasikan pada GJA
Vasodilator jangan diberikan pada sistolik <90 mmHg
Hati-hati pada stenosis aorta

64
Sodium nitroprusside dan nesiritide biasanya diberikan dengan IV

6. Nesiritide
Nesiritide atau human BNP dapat menurunkan tekanan pengisian ventrikel kiri,
namun efek terhadap cardiac output produksi urin, ekskresi natrium, adalah
bervariasi.
7. Obat-obat inotropik
Dobutamine. Obat inotropik positif, bekerja melalui stimulasi B1- reseptor
untuk menginduksi efek inotropik positif dan efek kronotropik. Dosis awal 2-3
mikrogram/kg/menit secara infuse intravena tanpa didahului oleh bolus, atau
loading dose. Apabila sebelumnya mendapatkan beta blocker, maka dosis bisa
ditingkatkan jadi 20 mikrogram/kg/menit untuk memperbaiki efek
inotropiknya.
Dopamine. Menstimulasi reseptor B-adrenergik, secara langsung dan tidak
langsung, dengan akibat meningkatkan kontraktilitas miokardium dan kardiak
ouput, merupakan efek inotropik tambahan.
Infus dopamine dosis rendah (kurang dari 2-3 mikrogram/kg/menit) akan
menstimulasi reseptor dopaminergik. Dopamin dan dobutamin harus hati-hati
bila frekuensi denyut jantung >100 kali permenit.
Milrinone dan Exonimone. Penghambat phospodiesterase tipe III yang dipakai
dalam klinis sehari-hari. Obat ini mencegah pemecahan dari cyclic AMP dan
memiliki efek inotropik dan efek vasodilator perifer dengan meningkatkan
cardiac output dan volume sekuncup, bersamaan dengan penurunan tekanan
arteri pulmonalis.
Levosimendan. Salah satu calcium sensitizer yang dapat memperbaiki
kontrolisitas jantung secara berikatan dengan tropnin C di dalam kardiomiosit.
Levosimendan memiliki vasodilator yang signifikan yang dimediasi ATP
sensitive potassium channels dan juga mempunyai efek/kerja seperti PDEi
yang ringan. Levosimendan dapat diberikan bolus 3-12 mg/kg selama 10
menit, drip intravena (0.05-0.2 mg/kg/menit untuk 24 jam)

Alur penanganan :

65
Prognosis heart failure congestive
Pasien mungkin memiliki harapan hidup yang baik jika penyakitnya terkontrol
dan stabil. Namun, ketika keadaan bertambah buruk pasien diperlukan rawat inap, dan
risiko kematian 20% dalam waktu 1 tahun. Pasien dengan NYHA IV memiliki risiko
kematian 50%.
Berdasarkan penelitian Frimingham , seseorang dengan gagal jantung diastolik
memiliki prognosis yang lebih baih dibandingkan gagal sistolik. Namun, menurut
penelitian berbasis komunitas dari Olmsted County, Minnesota prognosis pasien
dengan gagal jantung sistolik dan diastolik akan sama jika dilihat dalam kurun waktu
lima tahun.
Prediktor independen kematian pada pasien dengan diastolik heart failure
dalam studi yang berbeda yaitu usia yang lebih tua , jenis kelamin laki-laki, klasifikasi
New York Heart Association ( NYHA ) , LVEF (left ventricular ejection fraction)
rendah <45% , luasnya penyakit arteri koroner , penyakit arteri perifer , diabetes ,
gangguan fungsi ginjal , tingkat disfungsi diastolik sebagaimana dinilai oleh Doppler
echocardiography .

Kompetensi dokter umum heart failure congestive


Kompetensi Dokter Umum : 3B

66
Dokter umum mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya pemeriksaan lab atau x-ray.
Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke
spesialis.

4. Physical exam
No Hasil Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Interpretasi
.
1. General examination:
- orthopnoe Tidak normal
(-)
- height 165 cm, weight 18,5-22,9 Obesitas Tingkat II
90 kg
BMI: 33,06
- BP 100/60 mmHg 120/80 mmHg Hipotensi
- HR 130 bpm 60-100 bpm Tachicardi
- PR: 130 bpm, 60-100 bpm Tachicardi
- regular, equal Regular, equal Normal
- RR: 26 x/m 12-20 x/m Tinggi
2. Head and neck:
- pale Tidak pucat Tidak normal

- JVP <5+2> cmH2O <5-2> Tinggi


3. Thorax:
(-) Tidak Normal
- basal rale (+),
- wheezing (-) (-) Normal
4. Abdomen:
(-) Tidak Normal
liver is palpable 4 fingers
below the costal arch
5. Extremities:
(-) Tidak Normal
minimal ankle edema

Mekanisme abnormal dari physical exam


o Orthopneu
saat berbaring (posisi paru-paru lebih rendah dibandingkan pada saat posisi
tegak) redistribusi cairan dari sirkulasi viscera dan extermitas inferior ke
sirkulasi utama menambah aliran balik pembuluh darah dan meningkatkan
tekanan kapiler paru-paru sesak (orthopnoe)
o Obesitas tingkat II: BMI = 33,06

BMI (kg/m2) Klasifikasi

67
< 18,5 Berat Badan Kurang
18,5-24,9 Normal
25-29,9 Berat Badan Lebih
30-34,9 Obesitas Tingkat I
35-39,9 Obesitas Tingkat II
>39,9 Obesitas Tingkat III
< 18,5 Berat Badan Kurang

o BP 100/60 mmHg
Interpretasi : hipotensi
Mekanisme:
Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi pada HF ringan, namun
biasanya berkurang pada HF berat, karena adanya disfungsi LV berat. Tekanan
nadi dapat berkurang atau menghilang, menandakan adanya penurunan stroke
volume. Stroke volume yang tidak mencukupi menyebabkan terjadinya
penurunan tekanan dinding arteri. Penurunan ini dideteksi oleh baroreseptor
yang selanjutnya memicu saraf simpatis. Terjadi vasokontriksi. Vasokontriksi
ini kemudian memicu sistem RAA.

o PR = 130 bpm
Terdapat aritmia jantung yang disebabkan oleh atrial fibrilasi sehingga terdapat
keadaan pulsus deficit yang menyebabkan perbedaan antara HR dan PR .

o RR = (Dyspnea) 26 x/m
Makna dari meningkatnya RR , pasien mengalami sesak nafas (dyspnea) yang
disebabkan karena adanya cairan/eksudat yang memenuhi rongga perikardium dan
paru-paru sehingga terjadi gangguan pertukaran O 2 dan menyebabkan jaringan
kekurangan O2 yang harus dikompensasi dengan peningkatan heart rate.
Hal ini juga disebabkan oleh gagal jantung yang dialam Mr Y, sehingga
berkurangnya cardiak output dan berkurangnya aliran darah ke jaringan dan jaringan
kekurangan O2.

o Pale
Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya
curah jantung; vasokontriksi dan anemia.

o JVP (5+2) cmH2O


Akibat dari gagal jantung kiri tekanan vaskuler paru meningkat darah
dari ventrikel kanan sulit masuk ke paru peningkatan kontraktilitas
ventrikel kanan (agar darah bisa masuk ke dalam paru) peningkatan
tekanan pada vena sistemik dan peningkatan tekanan vena cava superior
peningkatan JVP

68
o Rales
Kongesti paru tekanan arteri dan vena pulmonal meningkat dimana tekanan
vena yang meningkat keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik
terganggu sehingga terjadi ekstravasasi cairan ke rongga alveolar hal inilah
yang menyebabkan bunyi ronkhi dan mengi terjadi.

o Palpable Liver
Gagal jantung kanan, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompa
darah tekanan akhir diastol ventrikel kanan akan meninggi tekanan di
atrium kanan meninggi bendungan v. cava superior, v.cava inferior, dan
seluruh system vena bendungan di v. jugularis dan v. hepatica
(hepatomegali)

o Ankle Edema
Penimbunan cairan dalam ruang interstisial
Berhubungan dengan edema paru yang dapat menyebabkan ortophneu, rales
dan wheezing.

Tujuan dari pemeriksaan physical exam


4. Ortophneu : Sesak nafas yang terjadi pada saat berbaring dan dapat dikurangi
dengan sikap duduk atau berdiri. Hal ini disebabkan pada saat berdiri terjadi
penimbunan cairan di kaki dan perut. Pada waktu berbaring maka cairan ini
kembali ke pembuluh darah dan menambah darah balik, sehingga terjadi sesak
nafas. Pemeriksaan ini dilakukan karena biasanya ini khas pada penderita gagal
jantung
5. Tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui indeks masa tubuh, untuk
mengaitkan dengan kejadian pembentukan atherosclerosis akibat obesitas
6. Tekanan darah untuk melihat bagaimana sistem kompensasi yang terjadi pada
saat gagal jantung.
7. Heart rate dilakukan pengukurannya juga untuk melihat sistem kompensasi dari
jantungnya, ketika perfusi menurun, maka kompensasinya adalah meningkatkan
heart rate untuk meningkatkan curah jantung, peningkatan curah jantung yang
iregular atau regular bermanfaat untuk pertanda apabila terdapat disritmia pada
jantung.
8. Pemeriksaan pulse rate dilakukan untuk melihat apakah ada pulsus defisit atau
tidak, dan bagaimana irama nadinya, tujuannya untuk mengetahui jenis aritmia
apa yang terdapat di jantung

69
9. Respiration rate dihitung tujuannya untuk mengetahui bagaimana kerja sistem
pernafasannya, apakah ada sesak atau tidak. Sesak merupakan salah satu tanda
dari gagal jantung
10. Pucat, untuk mengetahui adanya mekanisme kompensasi yang menyebabkan
vasokonstriksi perifer, akhirnya perpindahan darah ke kulit terganggu
11. Pemeriksaan JVP tujuannya untuk melihat adanya bendungan di vena kava
superior. Pada gagal jantung kanan, bendungan di ventrikel kanan diteruskan ke
atrium kanan dan vena kava superior sehingga tekanan vena jugularis meninggi
12. Rales adalah ronkhi basah, tujuannya untuk menilai apakah ada transudasi atau
edema pada paru
13. Wheezing. Ketika terjadi peningkatan tekanan arteri bronchialis maka terjadi
pula transudasi pada jaringan interstitial bronkus. Jaringan ini akan mengalami
edema dan hal ini akan mengurangi lumen bronkus, sehingga saluran nafas
menjadi sempit dan aliran udara menjadi terganggu. Pada keadaan ini suara
pernafasan menjadi berbunyi pada saat ekspirasi, terdengar bising ekspirasi dan
fase ekspirasi menjadi lebih panjang. Jadi, suara wheezing atau mengi terjadi
karena penyempitan saluran nafas. Tujuannya untuk mengetahui sejauh apa gagal
jantungnya
14. Pemeriksaan hepar adalah untuk mengetahui adanya congestive hepatopathy
yang disebabkan oleh dekompensasi ventrikel kanan jantung atau gagal jantung
biventrikular. Dimana terjadi peningkatan tekanan atrium kanan ke hati melalui
vena kava inferior dan vena hepatik. Ini merupakan komplikasi umum dari gagal
jantung kongestif, dimana akibat anatomi yang berdekatan terjadi peningkatan
tekanan vena sentral secara langsung dari atrium kanan ke vena hepatic.
Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah sinusoid ke
venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi karena usaha
hepar mengatasi perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha mengakomodasi
aliran balik darah (backflow), sinusoid hati membesar, mengakibatkan hepar
menjadi besar. Stasis sinusoid menyebabkan akumulasi deoksigenasi darah, atrofi
parenkim hati, nekrosis, deposisi kolagen dan fibrosis.
Hepatosit mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski dalam
jangka waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai kondisi, seperti
arterial hypoxia, acute left sided heart failure, central venous hypertension. Stasis
kemudian menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis sinusoid memperburuk
stasis, dimana trombosis menambah aktivasi fibroblast dan deposisi kolagen.
Dalam kondisi yang parah menyebabkan nekrosis berlanjut menyebabkan

70
hilangnya parenkim hati, dan dapat menyebabkan trombosis pada vena hepatik.
Proses ini sering diperparah oleh trombosis lokal vena porta
Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di area
perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular,
akhirnya menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang
berdekatan. Hal ini menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu tidak
tepat disebut sebagai cardiac cirrhosis karena berbeda dengan sirosis hati dimana
jembatan fibrosis cenderung untuk berdekatan dengan daerah portal. Regenerasi
hepatosit periportal pada kondisi ini dapat mengakibatkan regenerasi hiperplasia
nodular. Nodul cenderung kurang bulat dan sering menunjukkan koneksi antar
nodul
15. Ankle edema adalah pemeriksaan yang menunjukkan adanya edema paru,
terutama untuk menandai adanya orthopneu, karena pada saat berdiri akan terjadi
penimbunan cairan di kaki, sedangkan pada waktu berbaring maka cairan ini
kembali ke pembuluh darah balik, sehingga terjadi sesak nafas

5. Laboratory result
Interpretasi hasil laboratory

Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi

13 gr% - 18 gr% (Lk) 15 g/dl (normal)


Hemoglobin 12 gr% - 15,5 gr%
(Pr)
7000/mm3 (normal)
WBC 5000-10.000/mm3
0/2/10/60/22/6
0-1%/1-3%/2-6%/50-
Diff. Count (neutrofil batang lebih
70%/20-40%/2-8%
dari normal)
0-10 mm/jam (Lk) 20 /mm3
ESR
0-20 mm/jam (Pr) (lebih dari normal)
Platelet 200.000 - 500.000 250.000/mm3(normal)

Kolesterol total <200 mg/dL 300 mg/dl


(lebih dari normal)

LDL < 130 mg/dl 165 mg/dl (lebih dari


normla)
HDL Pria : >40mg/dl 35 mg/d (kurang dari
Wanita : >50 mg/dl normal)

71
Triglyseride < 150 mg/dl 280 mg/dl
(Lebih dari normal)

Fasting Blood < 100 mg/dl 110 mg/dl (lebih dari


Glucose normal)

Urine glucose (-) (-)


Sediment Unsur organik dan Normal Finding
anorganik dalam
jumlah tertentu
CK NAC LK: 30-180 IU/L 125 U/L (normal)
CK MB <24 U/L 22 U/L (normal)
(tinggi)
Troponin I <0,1 0,1 ng/mg (normal)

Mekanisme abnormal dari laboratory result


- Diff. count: 0/2/10/60/22/6
Neutrofil batang lebih dari normal
- ESR 20/mm3 (lebih dari nromal)
- Total cholesterol 300 mg/dl, LDL 165 mg/dl, HDL 35 mg, trigliseride 280
mg/dl
Komponen di atas tidak ormal menunjukkan bahwa MR. Y menderita
dislipidemia.
- Fasting blood glucose : 110 mg/dl (lebih dari normal)
Peningkatan gula darah puasa dpata disebabkan oleh penurunan ambilan
dan metabolisme glukosa di otot rangka atau peningkatan produksi
glukosa hati. Pada kasus ini Mr. Y juga disertai dengan adanya
abnormalitas aterogenik yaitu peningkatan kadar trigliserida, penurunan
kadar HDL kolesterol dan hipertensi sehingga hal ini mungkin menandai
adanya resistensi insulin pada Mr. Y.
- CK NAC 125 U/L, CK MB 22 U/L, Troponin I: 0,1 ng/ml.
Ketiga petanda biokimia diagnosis infark miokard di atas normal. Namun
hal ini bukan berarti tidak terjadi infark miokard. Karena ketiga biomarker
di atas memiliki waktu untuk menjadi normal yang berbeda dan relatif
cepat. Contoh CK MB 48-72 jam dan Troponin I 5-10 hari kadarnya akan
menjadi normal kembali dalam darah.

Tujuan dari pemeriksaan laboratory result

72
Kadar hemoglobin diperiksa untuk melihat apakah terjadi anemia atau tidak.
Pada kasus ini, kadar hemoglobin normal menandakan tidak terjadinya anemia
yang dapat memicu gagal jantung.
Kadar WBC diperiksa untuk melihat apakah ada infeksi atau tidak. Pada kasus
ini, kadar WBC yang normal menandakan tidak ada infeksi yang berarti
penyebab gagal jantung bukanlah akibat infeksi.
Kadar Diff Count yang sebagian besar normal menandakan tidak adanya infeksi
yang dapat memicu gagal jantung
Kadar ESR diperiksa untuk melihat apakah terjadi miokard infark atau tidak.
ESR yang meningkat menandakan terjadi miokard infark
Kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliseride yang diatas normal disebabkan
oleh obesitas yang dialami Mr.Y. Tak hanya itu, aktivitas merokok yang
dilakukan Mr.Y juga memicu peningkatan LDL dan penurunan HDL. Hal ini
akan mengakibatkan terbentuknya atherosklerosis sehingga memicu terjadinya
infark seperti yang dialami Mr.Y
Kadar gula darah puasa dan kadar glukosa di dalam urin dilakukan untuk menilai
apakah Mr.Y mengalami diabetes atau tidak, karena seperti yang diketahui
diabetes juga menjadi faktor penyebab terjadinya atherosklerosis.
Kadar troponin I yang meningkat menandakan terjadinya infark miokard.
Troponin I merupakan petanda infark yang lebih disukai karena bersifat lebih
spesifik. namun mengapa kadar CK MB dan CK NAC normal? Hal ini mungkin
dikarenakan kadar CK MB dan CK NAC yang dulunya meningkat sudah kembali
ke keadaan normal (sekitar 3-4 hari setelah peningkatan), sehingga biomarker
jantung yang terdeteksi hanyalah troponin I dimana kadar troponin I baru akan
menurun dalam 5-10 hari setelah peningkatan.

6. Additional exam
interpretasi dari additional exam
No Hasil Pemeriksaan Nilai Interpretasi
. Normal
1. Chest X-Ray
- CTR 50% CTR < Tidak normal
5
0
%
- Signs of cephalization - Tidak normal

73
2. ECG
- Sinus rhythm, left axis Sinus
deviation rhythm
- HR 130 x/m 60-100 Tidak normal
x/m
- QS pattern in V1-4 Tidak normal
with ST elevation.
3. Echo
- Normal chamber - Normal
- LVH (-) - Normal
- LV regional wall Tidak normal
motion abnormality
(anteroseptal wall)
- thrombus attached to Tidak normal
LV apex,
- LV ejection fraction Tidak normal
35%.
Mekanisme abnormal dari additional exam
1. Chest X-Ray: CTR 50%
Secara radiologis, cara mudah untuk menentukan apakah cor membesar atau
tidak adalah dengan membandingkan lebar cor dan lebar cavum thoraces pada
foto toraks proyeksi posterior-anterior yang disebut Cardiothoracic Ratio (CTR)
diperlihatkan garis-garis untuk mengukur lebar cor (a + b) dan lebar toraks (c1
+c2)
CTR = a + b
c1 + c2

74
Gambar pengukuran besar
cor dengan Cardiothoracic
Ratio (CTR)

Keterangan gambar :
a = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor dekstra
b = Jarak antara garis median dengan batas terluar cor sinistra
c1 = Jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo dekstra
c2 = Jarak antara garis median dengan batas terluar pulmo sinister

Jika CTR >0.5 (>50%) maka dikategorikan sebagai Cardiomegaly


Pada orang dewasa, nilai CTR yang lebih besar dari 0.5 (50%)
mengindikasikan pembesaran jantung, meskipun masih ada variable lain seperti
bentuk dari rongga dada yang harus diperhitungkan.
Berdasarkan skenario, nilai CTR adalah lebih dari 50 % berarti pasien
memiliki kardiomegali. Kardiomegali ini disebabkan oleh kerja jantung yang sangat
berat atau output yang terlalu rendah. Kondisi ini mungkin dikarenakan banyak hal
salah satunya hipertensi dan gagal jantung.

2. Signs of Cephalization menunjukkan terjadinya hypertensi vena pulmonaris.


Aliran darah ke apex paru (bagian atas) menjadi sama bahkan lebih besar dari
aliran darah ke basis paru (bawah paru). Jadi ukuran pembuluh darah pada bagian
apex jadi sama bahkan lebih besar daripada pembuluh pada basis. Ini disebut
cephalization.

75
3. ECG:
Sinus rhytm
Sinus rythm adalah gambaran normal pada EKG, yang menunjukkan adanya
gelombang P yang diikuti oleh kompleks QRS.

Irama sinus memiliki ciri sebagai berikut:

Berasal dari SA node

Dalam satu lead harus mempunyai bentuk gelombang P yang sama.

Selalu ada satu gelombang P yang diikuti oleh satu komplek QRS dan satu
gelombang T

HR: 130 x/m (Normal 60-100 x/m)

Takikardi
Sementara irama jantung diatur sepenuhnya oleh node sinoatrial dalam kondisi
normal , denyut jantung diatur oleh masukan simpatis dan parasimpatis ke node
sinoatrial . Adanya saraf simpatik memberikan rangsangan ke jantung dengan
melepaskan norepinefrin ke sel-sel dari simpul sinoatrial , dan saraf vagus
memberikan rangsangan parasimpatis ke jantung dengan melepaskan asetilkolin ke
sel-sel simpul sinoatrial . Oleh karena itu , stimulasi saraf simpatik meningkatkan
denyut jantung , sementara stimulasi saraf vagus menurun itu . Karena individu-
individu yang memiliki volume darah konstan. Salah satu cara fisiologis untuk

76
memberikan lebih banyak oksigen ke organ adalah untuk meningkatkan denyut
jantung untuk mengizinkan darah untuk melewati organ lebih sering.
Ada banyak kemungkinan penyebab kondisi takikardi ini antara lain hipoksia dan
cardiomiopati.

QS Pattern in V1-V4 with ST Elevation

QS Pattern dan ST Elevasi umumnya merujuk pada infark miokard.

Berikut lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG

Lokasi Perubahan gambaran EKG


Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I
dan aVL
Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan
inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL
Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan
aVF
Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF,
V1-V3
True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi
di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
RV Infarction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama
infark.

Bisa dilihat bahwa pada kasus terjadi miokard infark pada daerah anterior
yang menjadi penyebab gagal jantung dari Mr. Y

4. ECHO
Regional Wall Abnormality

77
Ekokardiografi dapatmemperlihatkan gerakan abnormal segmen ventrikel
yang mengalami iskemia atau infark, disebut abnormalitas gerakan
dinding regional (regional wall motion abnormality, RWMA).

Menurut American Heart Association (AHA) penilaian RWMA ventrikel kiri


dibagi dalam 17 segmen sesuai dengan standar yang bisa dinilai dengan
ekokardiografi.Metode ini membagi ventrikel kiri ke dalam tiga bagian, yaitu : bagian
basal, mid-cavity, apical.
a. Pada bagian basal segmen dibagi menjadi 6 yaitu : basal anterior, basal
anteroseptal, basal inferoseptal, basal inferior, basal anterolateral, basal inferolateral.
b. Pada bagian mid-cavity dibagi menjadi 6 segmen yaitu : mid anterior, mid
anteroseptal, mid inferoseptal, mid inferior, mid anterolateral dan mid inferolateral.
c. Pada bagian apical dibagi menjadi 4 segmen, yaitu : apical anterior, apical
inferior, apical lateral, apical septal. Sedangkan apical-cup merupakan bagian ujung
dari ventrikel kiri yang disebut dengan apeks.

Basal Mid- Apikal


papilaris
Anterior 1 7 13 Anterior Septal Inferior
Anteroseptal 2 8 14 Lateral Apikal Cup
Inferoseptal 3 9 15
Inferior 4 10 16
Inferolateral 5 11 17
Anterolateral 6 12

Suplai LAD, LCx dan RCA pada ke tujuh belas segmen ventrikel kiri.

Analisis Segmental dengan Indeks Skor Gerakan Dinding (Wall Motion Score Index,
WMSI)
Analisis segmental merupakan dasar dalam menentukan fungsi ventrikel kiri.
Analisissegmental ini dapat dinilai di tiap-tiap segmen menggunakan sistem skor
segmen yang berdasarkan numerik (Anderson, 2000).

Nilai numerik skor segmen dinding yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1 = kontraktilitas segmen normal
2 = hipokinetik (terjadi pengurangan kontraktilitas segmen saat sistol)

78
3 = akinetik (hampir tidak terjadi kontraktilitas segmen saat sistol)
4 = diskinetik (gerakan berlawanan arah atau paradoks pada saat sistol)
5 = aneurysmal (gerakan segmen yang keluar dari sumbu jantung selama sistol dan
diastol)
Gerakan dinding dihitung dengan indeks skor gerakan dinding (wall motion
score index, WMSI) dengan rumus sebagai berikut:

WMSI = skor gerakan dinding


segmen yang diamati
Kontraksi segmen ventrikel kiri yang normal semua
mempunyai WMSI sebesar 1 (setiap segmen dari 17 segmen menerima skor gerakan
dinding sebesar 1, maka total skor adalah 17/17 = 1). Semakin tinggi nilai skor,
semakin luas abnormalitas segmen.

Tabel 2.3 Hubungan arteri koroner dengan segmen-segmen ventrikel kiri


Arterikorone Segme Segme Segme Apika Total % dari
r LV Region n n n l Cap segme semua
Basal Mid- Apikal n LV
cavity segme
n
Anterior 1 7 13 17
LAD Anteroseptal 2 8 14
Total 7 41
segmen
Inferoseptal 3 9
RCA Inferior 4 10 15
Total 5 29
segmen
Inferolateral 5 11
LCx Anterolatera 6 12 16
l 5 29
Total
segmen
Total Keseluruhan 17 100
(Sumber : American heart association, AHA 2000)

79
Thrombus attached to LV apex

Setelah infark luas , miokardium yang terkena mungkin menjadi tipis dan
fibrosis yang mengakibatkan penonjolan keluar dinding ventrikel selama sistol .
Aneurisma inilah yang menyebabkan adanya mural trombus dalam segmen
aneurisma. Aneurisma yang paling sering ditemukan di septum , apikal , dan daerah
lateral.

LV Ejection Fraction: 35% (Normal: 50%)

Untuk menilai fungsi ventrikel kiri dapat dilihat melalui kemampuan pompa
seluruh miokard jantung kiri. Fungsi ini dalam hemodinamika ekokardiografi dapat
diukur dari beberapa parameter salah satunya fraksi ejeksi atau Ejection Fraction
(EF).

Perhitungan fraksi ejeksi secara akurat digunakan rumus berikut:

EF = (EDV-ESV) / EDV x 100%

Dimana EDV adalah volume akhir diastolik dan ESV adalah volume akhir sistolik.

Fraksi ejeksi mewakili isi sekuncup sebagai persentase dari volume akhir
diastolik ventrikel kiri.

Persentase kekuatan pompa atau kontraksi jantung dibawah 50 %


menunjukkan fungsi jantungnya sudah menurun, dan diduga kuat mempunyai
penyakit jantung koroner yang berat dan dengan pronosis yang buruk.

Tujuan dari pemeriksaan additional exam


Foto Toraks
Untuk menilai derajat kongesti paru dan mengetahui adanya kelainan pada
jantung dan paru

80
- Analisa gas darah arterial
Untuk menilai menilai oksigenasi (pO2) fungsi respirasi (pCO2) dan
keseimbangan asam basa (pH). Asidosis pertanda perfusi jaringan yang
buruk.
- Pemeriksaan laboratorium
- Untuk mengukur elektrolit, urea, creatinin, gula darah, albumin, enzim hati
dan pemeriksaan darah lengkap pada gagal jantung yang sangat penting
bagi penderita.
Ekokardiografi
Untuk evaluasi kelainan struktural dan fungsional dari jantung
- Angiografi Koroner
Untuk mengetahui apakah gagal jantung didasari oleh iskemia seperti
angina atau sindrom koroner akut.
- Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung harus dilakukan pada dugaan penyakit jantung
koroner, pada kasus kardiomiopati atau miokarditis yang jarang, yang
membutuhkan biopsi miokard,Gagal
atau bila penilaian resistensi vaskular paru
Jantung
dibutuhkan sebelum mempertimbangkan transplantasi jantung. Bila
kateterisasi jantung diindikasikan, biasanya dilakukan ventrikulografi
Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan
kontras dan juga memberikan pengukuran fungsi LV lain.
- Pencitraan radionuklida
Menyediakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel (ventrikulograf)
dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari ekokardiografi sulit
Forward failure Back failure
diperoleh.
- Tes Latihan Fisik
Seringkali dilakukan Bendungan
untuk menilai adanya iskemia atrium
miokard dan kanan
pada
LVED
Renal flowSuplai
darah jaringan
beberapa kasus untuk mengukur konsumsi oksigen maksimum (VO2
maks). Ini adalah kadar dimana konsumsi oksigen lebih lanjut tidak akan
RAA Tekanan v. pulmonalis Bendungan vena sistemik
meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan lebih lanjut. VO 2 maks
Metabolisme energi terganggu
Aldosteron
merepresentasikan batas toleransi latihan aerobik dan sering menurun pada
gagal jantung.
Tekanan kapiler paru superior
V. cava V. cava inferior Hepar
G.ADH Konsep
Kerangka
ATP

Retensi Na + H2O Hepatomegali


Fatique Retensi
JVP cairan pada ekstremitas bawah
Edema Paru
Nausea

Kelebihan volume cairan

Orthopnoe Basal rale Dyspneu


Ankle edeme

Edema 81
NYHA class IV PND
H. Kesimpulan
Mr. Y, 48 tahun, menderita gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh infark tanpa
penanganan yang adekuat.

82

You might also like