You are on page 1of 14

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm.

346-359, Desember 2012

PEMBANGUNAN EKOWISATA DI KECAMATAN TANJUNG BALAI


ASAHAN, SUMATERA UTARA: FAKTOR EKOLOGIS HUTAN MANGROVE

ECOTOURISM DEVELOPMENT IN TANJUNG BALAI DISTRICT, NORTH


SUMATERA: MANGROVE FOREST ECOLOGICAL FACTORS

Fahriansyah dan Dessy Yoswaty


Department of Marine Sciences, Faculty of Fisheries and Marine Sciences, UNRI, Pekanbaru;
Email: arians89@yahoo.co.id, dyoswaty@yahoo.com

ABSTRACT
District of Tanjungbalai characterized by mangrove ecosystem with mud and sandy beaches has
the potential to be developed for marine ecotourism. One way to maintain the existence of
mangrove forests from destruction or extinction is to develop the Tanjungbalai district to be an
ecotourism area. The research objective was to determine the potential ecological mangrove
forest to be developed as an ecotourism area. The study was conducted in August-November
2011, using survey methods. Primary data were obtained through direct observation in the
village of Bagan Asahan, Asahan Mati and Sungai Apung on mangrove community structure
(density value) and ecological potential. Data analyses for suitability tourism index were based
on Yulianda (2007). The results showed that the mangrove forest in the Tanjungbalai District
had a good density in the category of very dense (the value of 1778 ind./Ha), mainly consisting
of Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus granatum, Rhizophora mucronata and Rhizophora
apiculata. Suitability tourism index in the Tanjungbalai District was very suitable (S1) for
mangrove tourism development including Village of Bagan Asahan (score 65, IKW 85.53%),
Asahan Mati (score 61, IKW 80.26%) and Asahan Apung (score of 61, IKW 80.26%).
Ecologically, mangrove forests in the district of Tanjungbalai is potential to serve as a
mangrove ecotourism area.

Keywords: mangrove forest, potential ecological, ecotourism development

ABSTRAK
Kecamatan Tanjungbalai memiliki potensi pariwisata pesisir dan laut dengan karakteristik yang
khas yaitu pantai berpasir lumpur dan ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Salah satu cara untuk
mempertahankan keberadaan hutan mangrove dari kerusakan atau kepunahan adalah dengan
menjadikan Kecamatan Tanjungbalai sebagai kawasan ekowisata mangrove. Tujuan penelitian
adalah mengetahui potensi ekologis hutan mangrove untuk dikembangkan sebagai kawasan
ekowisata. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus-Nopember 2011, dengan menggunakan
metode survei. Data primer dapat diperoleh melalui pengamatan langsung di Desa Bagan
Asahan, Desa Asahan Mati dan Desa Sungai Apung terhadap struktur komunitas mangrove
(nilai kerapatan) dan potensi ekologis. Analisis data untuk indeks kesesuaian wisata berdasarkan
Yulianda (2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan mangrove di Kecamatan
Tanjungbalai memiliki kerapatan yang baik dalam kategori sangat padat (nilai 1778 ind./ha),
dengan spesies Bruguiera gymnorrhiza, Xylocarpus granatum, Rhizophora mucronata dan
Rhizophora apiculata. Indeks kesesuaian wisata di Kecamatan Tanjungbalai yaitu sangat sesuai
(S1) untuk pengembangan ekowisata mangrove yang terdiri atas Desa Bagan Asahan (skor 65,
IKW 85,53%), Desa Asahan Mati (skor 61, IKW 80,26%) dan Desa Sungai Apung (skor 61,
IKW 80,26%). Secara ekologis, hutan mangrove di Kecamatan Asahan berpotensi untuk
dijadikan sebagai kawasan ekowisata mangrove.

Kata kunci: hutan mangrove, potensi ekologis, pembangunan ekowisata

Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


346 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB
Fahriansyah dan Yoswaty

I. PENDAHULUAN Oleh sebab itu, penataan dan


perencanaan yang baik sangat diperlukan
Wilayah pantai dan pesisir untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya
mempunyai sifat atau ciri yang unik; alam hutan mangrove di perairan pantai
merupakan wilayah peralihan antara Kecamatan Tanjungbalai Asahan.
ekosistem darat dan laut; dan mengandung Pembangunan ekowisata merupakan salah
kekayaan sumberdaya alam yang satu kegiatan yang dapat mendukung
beranekaragam seperti ekosistem hutan untuk memanfaatkan hutan mangrove,
mangrove. Ekosistem hutan mangrove termasuk meningkatkan kesejahteraan
memiliki fungsi yang sangat penting masyarakat lokal. Konsep ekowisata
secara ekologi dan ekonomi, baik untuk merupakan pariwisata yang memadukan
masyarakat lokal, regional, nasional antara kegiatan konservasi alam,
maupun global. Kusmana et al. (2003) pendidikan, rekreasi dan kegiatan
menyatakan bahwa ekosistem hutan perekonomian masyarakat lokal.
mangrove yaitu suatu sistem yang terdiri Ekowisata merupakan salah satu
atas berbagai organisme (seperti usaha yang memprioritaskan berbagai
tumbuhan dan hewan), berinteraksi produk-produk pariwisata berdasarkan
dengan faktor lingkungan dan dengan sumberdaya alam, pengelolaan ekowisata
sesamanya dalam habitat mangrove. untuk meminimalkan dampak terhadap
Potensi yang terdapat di perairan lingkungan hidup, pendidikan yang
pantai Kecamatan Tanjungbalai Asahan berasaskan lingkungan hidup, sumbangan
Propinsi Sumatera Utara, jika kepada upaya konservasi dan
pemanfaatannya tanpa memperhatikan meningkatkan kesejahteraan untuk
aspek pengelolaan lingkungan, maka akan masyarakat lokal (World Tourism
memberikan dampak terhadap perairan Organization, 2002). Wisata ekologis
pantai. Onrizal (2010) menyatakan bahwa merupakan suatu bentuk pemanfaatan
wilayah pantai timur Sumatera Utara pada sumberdaya alam yang mengandalkan jasa
Tahun 1977 terdapat 103.415 ha hutan alam untuk kepuasan manusia (Yulianda,
mangrove, Tahun 1989 tersisa menjadi 2007). Ekowisata pesisir dan laut tidak
88.931 ha, Tahun 1997 tersisa menjadi hanya menjual tujuan atau objek, tetapi
53.198 ha dan Tahun 2006 hanya tersisa juga menjual filosofi dan rasa sehingga
41.700 ha. tidak akan mengenal kejenuhan pasar
Disamping itu, pengembangan pariwisata (Tuwo, 2011). Pembangunan
kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat ekowisata berkelanjutan bertujuan untuk
di sekitar perairan pantai Kecamatan menyediakan kualitas pengalaman
Tanjungbalai Asahan mempunyai wisatawan dan meningkatkan kualitas
keterbatasan dan memunculkan konflik hidup masyarakat lokal (Fennell, 2008).
dalam pemanfaatan berbagai kepentingan Kabupaten Asahan mempunyai
secara optimal. Hutan mangrove akan potensi pariwisata pesisir dan laut yang
mendapatkan tekanan yang tinggi akibat sangat strategis yaitu memiliki dua buah
pembangunan infrastruktur, industri, pulau yang indah dengan disusun oleh
pemukiman, pertanian, dan perikanan. gugusan terumbu karang (coral reef) dan
Salah satu tekanan yang dapat bentangan lamun (seagrass). Pantai di
menyebabkan kerusakan terhadap hutan daratan adalah berpasir lumpur dan
mangrove adalah proyek reklamasi pantai ditumbuhi oleh vegetasi mangrove.
untuk pemenuhan kebutuhan manusia, Kebijakan pemerintah Kabupaten Asahan
dimana sebagian besar masyarakat lokal saat ini masih berpijak pada sektor
bermukim di wilayah pantai. pariwisata di daratan (terutama dari hasil

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 347
Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan

wisata arung jeram di hulu Sungai II. METODE PENELITIAN


Asahan), perkebunan kelapa sawit,
budidaya tanaman pangan dan 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
perindustrian. Sektor pariwisata pesisir Penelitian di-laksanakan pada
perlu mendapat perhatian dan bulan Agustus-Nopember 2011 di perairan
dikembangkan untuk meningkatkan pantai Kecamatan Tanjungbalai Asahan
pendapatan daerah, termasuk (Gambar 1). Lokasi ini dipilih karena
mempertahankan keberadaan hutan keunikan hutan mangrove yang dapat
mangrove dari pengikisan dan kepunahan. dikembangkan untuk pembangunan
Penelitian tentang pengembangan ekowisata yang berkelanjutan.
kawasan ekowisata pesisir di perairan Kecamatan Tanjungbalai Asahan
pantai Kecamatan Tanjungbalai Asahan merupakan salah satu dari 3 kecamatan
berdasarkan potensi ekologis hutan pesisir di Kabupaten Asahan seluas 60,20
mangrove belum dilakukan, sehingga km2. Secara geografis, Kecamatan
dipandang sangat perlu dilakukan untuk Tanjungbalai terletak antara 994537 s/d
mewujudkan pembangunan pariwisata 995149 LU dan 25849 s/d 3556
berkelanjutan. Tujuan penelitian untuk BT, ketinggian 0-1 m diatas permukaan
mengidentifikasi kondisi ekosistem hutan laut. Disebelah Utara berbatasan dengan
mangrove berdasarkan struktur komunitas Selat Malaka dan Kecamatan Silau Laut,
dan potensi ekologisnya di perairan pantai disebelah Selatan berbatasan dengan Kota
Kecamatan Tanjungbalai Asahan. Hasil Tanjungbalai dan Kecamatan Sungai
penelitian diharapkan dapat memberikan Kepayang Barat, di sebelah Barat
informasi yang berguna bagi berbatasan dengan Kecamatan Air Joman
pembangunan ekowisata sehingga dan Silau Laut dan disebelah Timur
menjaga kelestarian dan menambah berbatasan dengan Kecamatan Sungai
pengetahuan kepada masyarakat lokal dan Kepayang Timur dan Selat Malaka
wisatawan tentang ekosistem hutan (Kecamatan Tanjungbalai Dalam Angka,
mangrove. 2010).

SUMATERA

Gambar 1. Lokasi penelitian, titik merah merupakan stasiun pengamatan (BPS Kab.
Asahan, 2010).

348 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42
Fahriansyah dan Yoswaty

Data primer dapat diperoleh menilai lingkungan secara ekologi (Nilai


melalui pengamatan langsung di Desa Kerapatan Mangrove). Rumusan
Bagan Asahan (stasiun 1), Desa Asahan perhitungannya adalah sebagai berikut:
Mati (stasiun 2) dan Desa Sungai Apung
(stasiun 3) terhadap struktur komunitas Kerapatan (K) =
mangrove (nilai kerapatan) dan potensi
ekologis. Data sekunder diperoleh melalui Penentuan daerah wisata pada setiap
berbagai sumber seperti buku, artikel di kawasan mempunyai persyaratan
beberapa jurnal, koran atau majalah, sumberdaya dan lingkungan yang sesuai
internet, hasil laporan tahunan dan instansi dengan objek wisata yang akan
terkait yang berhubungan dengan tujuan dikembangkan. Setiap jenis kegiatan
penelitian. Metode yang digunakan dalam wisata memiliki parameter kesesuaian
penelitian adalah metode survei. yang berbeda-beda. Parameter kesesuaian
tersebut disusun ke dalam kelas
2.2. Bahan dan Alat kesesuaian untuk masing-masing jenis
Data primer berupa vegetasi/fauna kegiatan wisata. Rumus yang digunakan
hutan mangrove, sarana dan prasarana untuk menghitung Indeks Kesesuaian
pendukung pengembangan ekowisata, Wisata adalah sebagai berikut:
observasi dan wawancara. Peralatan lain
yang digunakan seperti kamera digital, IKW = [Ni/Nmaks] x 100%
GPS, hand refractometer, pH indicator
universal, soil tester, thermometer, buku Keterangan :
identifikasi mangrove dan alat tulis. IKW = Indeks Kesesuaian Wisata
Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x
2.3. Analisis Data skor)
Pengukuran vegetasi mangrove Nmaks = Nilai maksimum dari suatu
menggunakan Metode Transek Plot Garis kategori wisata (Yulianda,
(Bengen, 2001). Mekanismenya sebagai 2007)
berikut:
Setiap stasiun pengamatan ditetapkan Pada penelitian ini, kelas
transek garis dari arah laut ke arah kesesuaian untuk ekowisata mangrove
darat. dibagi dalam 4 (empat) kelas kesesuaian
Sepanjang garis diletakan petak contoh (Tabel 5), yaitu :
(10x10 m2) paling kurang tiga petak. Kategori S1
Setiap petak dideterminasi setiap jenis Kelas ini tergolong sangat sesuai
tumbuhan mangrove, dihitung jumlah (highly suitable), tidak mempunyai
individu setiap jenis kemudian faktor pembatas yang berat untuk
dibedakan antara pohon, anakan dan suatu penggunaan tertentu secara
semai. Pohon adalah vegetasi dengan lestari, atau hanya mempunyai
diameter batang > 4 cm pada setinggi pembatas yang kurang berarti dan
dada atau sekitar 1,3 m dari atas tanah. tidak berpengaruh secara nyata.
Anakan adalah vegetasi mangrove Kategori S2
dengan tinggi > 1 m dan diameter Daerah ini tergolong cukup sesuai
batang < 4 cm pada setinggi dada. (quite suitable), pada kelas
Semai adalah vegetasi dengan tinggi kesesuaian ini mempunyai faktor
kurang dari 1 m. pembatas yang agak berat untuk suatu
Data vegetasi mangrove yang penggunaan kegiatan tertentu secara
berhasil dikumpulkan, digunakan untuk lestari. Faktor pembatas tersebut akan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 349
Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan

mengurangi produktivitas lahan dan Kelas kesesuaian diperoleh dari


keuntungan yang diperoleh serta perkalian antara bobot dan skor dari
meningkatkan input untuk masing-masing parameter. Kesesuaian
mengusahakan lahan tersebut. ekowisata mangrove mempertimbangkan
Kategori S3 5 parameter dengan empat klasifikasi
Sesuai bersyarat, pada kelas ini penilaian meliputi: ketebalan, kerapatan
mempunyai faktor pembatas yang dan jenis mangrove, pasang surut serta
lebih banyak untuk dipenuhi. Faktor objek biota. Pemberian bobot berdasarkan
pembatas tersebut akan mengurangi tingkat kepentingan suatu parameter,
untuk melakukan kegiatan wisata, sedangkan pemberian skor berdasarkan
faktor pembatas tersebut harus benar- kualitas setiap parameter kesesuaian
benar lebih diperhatikan sehingga (Yulianda, 2007).
stabilitas ekosistem dapat Data yang diperoleh, ditabulasikan
dipertahankan. kedalam bentuk tabel dengan dianalisis
Kategori TS secara deskriptif. Data pengukuran
Daerah ini tergolong tidak sesuai (not vegetasi mangrove menggunakan metode
suitable), yakni mempunyai faktor transek plot garis (Bengen, 2001).
pembatas berat/permanen, sehingga Analisis data untuk indeks kesesuaian
tidak memungkinkan untuk wisata berdasarkan Yulianda (2007). Data
mengembangkan jenis kegiatan dianalisis menggunakan program SPSS
wisata secara lestari.' for Window version 15 (Statistical
Package Social Science). Data yang telah
dianalisis dibuat dalam bentuk tabel,
grafik dan diagram.

Tabel 1. Matriks kesesuaian ekowisata mangrove (Yulianda, 2007).


Skor

Skor

Skor

Skor
Kategori Kategori Kategori Kategori
Parameter Bobot
S1 S2 S3 S4
Ketebalan 5 >500 4 >200-500 3 50-200 2 <50 1
Mangrove(m)
Kerapatan 4 >15-25 4 >10-15 3 5-10 2 <5 1
Mangrove(100
m2)
Jenis
4 >5 4 3-5 3 1-2 2 0 1
Mangrove
Pasang Surut
3 0-1 4 >1-2 3 >2-5 2 >5 1
(m)
Objek Biota 3 Ikan, 4 Ikan, 3 Ikan, 2 Salah satu 1
Krustasea, Krustasea, Krustasea, biota air
Bivalva, Bivalva, Bivalva
Reptil, Mamalia
Aves,
Mamalia
Keterangan:
Jumlah = Skor x bobot, nilai maksimum = 76
S1 = Sangat sesuai, IKW= 80-100 % S3 = Sesuai bersyarat, IKW= 35-<60%
S2 = Cukup sesuai, IKW= 60-<80 % TS = Tidak sesuai, IKW= <35%

350 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42
Fahriansyah dan Yoswaty

III. HASIL DAN PEMBAHASAN muara Sungai Asahan yang banyak


membawa material organik dari daratan,
3.1. Ekosistem Hutan Mangrove sangat brmanfaat bagi kehidupan
Sumberdaya ekosistem mangrove ekosistem mangrove. Selain itu,
mempunyai beberapa peranan, baik secara Kecamatan Tanjungbalai berhadapan
fisik, kimia maupun biologi, sangat dengan Selat Malaka, berperan dalam
menunjang untuk pemenuhan kebutuhan aktivitas perikanan dan kelautan bagi
hidup manusia dan sebagai penyangga Kabupaten Asahan. Namun, sebagian dari
keseimbangan ekosistem di wilayah wilayah hutan mangrovenya sudah banyak
pesisir. Ekosistem mangrove berperan yang dialihfungsikan oleh masyarakat
sebagai pelindung dan penahan pantai; lokal menjadi areal perkebunan seperti
penghasil bahan organik; habitat fauna kelapa dan kelapa sawit.
mangrove; pengolah bahan-bahan limbah Hasil penelitian yang telah
hasil pencemaran industri dan kapal-kapal dilakukan sekitar perairan pantai
di lautan; sumber bahan baku industry dan Kecamatan Tanjungbalai Asahan
obat-obatan; kawasan pariwisata; menunjukkan bahwa ditemukan 23 jenis
pendidikan; penelitian; dan konservasi dari 16 famili mangrove, didominasi oleh
(Saparinto, 2007). family Rhizophoraceae, Avicenniacea,
Kecamatan Tanjungbalai Asahan Pteridaceae dan Malvaceaea, termasuk 11
merupakan kawasan yang paling strategis jenis dari 9 famili yang teridentifikasi
karena memiliki sebagian besar wilayah dalam plot-plot pengamatan (Tabel 2).

Tabel 2. Spesies mangrove yang ditemukan di perairan pantai Kecamatan Tanjungbalai.

Famili Nama Spesies Nama Lokal


Rhizophoraceae Rhizophora apiculata* Bakau putih
Rhizophora mucronat* Bakau hitam
Bruguiera gymnorrhiza* Tumu/tancang
Ceriops tagal Tengar
Meliaceae Xylocarpus granatum* Nyireh bunga
Avicenniaceae Avicennia alba* Api-api putih
Avicenia marina Api-api jambu
Arecaceae Nypa fruticans* Nipah
Pteridaceae Acrostichum aureum* Piai raya
Acrostichum speciosum Piai lasa
Combretaceae Lumnitzera littorea Teruntum merah
Lumnitzera racemosa* Teruntum putih
Rubiaceae Scyphiphora hydrophyllacea* Cingam
Sonneratiaceae Sonneratia alba* Perepat
Myrsinaceae Aegiceras corniculatum* Gedangan/teruntun
Euphorbiaceae Excoecaria agallocha Bebetak
Acanthaceae Achantus ilicifolius Jeruju
Verbenaceae Clerodendrum inerme Kayu tulang/keranji
Moraceae Ficus microcarpa Beringin
Flagellariaceae Flagellaria indica Rotan tikus
Malvaceae Hibiscus tiliaceus Waru
Thespesia populnea Waru laut
Convolvulaceae Ipomoea pescaprae Katang katang
Keterangan: * Spesies yang terdeterminasi dalam plot pengamatan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 351
Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan

Jarak antar stasiun penelitian apiculata; b) zona campuran (zona


antara 200-500 meter dengan karakteristik tengah) disusun oleh B. gymnorrhiza, R.
tanah endapan lumpur yang cukup dalam, mucronata, X. granatum, S.
anak sungai dan bersebelahan dengan hydrophyllacea, R. apiculata dan N.
perkebunan kelapa sawit. Jenis mangrove fruticans; dan c) zona belakang disusun
di stasiun 1 lebih banyak daripada stasiun oleh N. fruticans dan B. gymnorrhiza.
2 dan stasiun 3, jumlah spesiesnya sedikit.
Pada stasiun 1 ditemukan 11 jenis 3.2. Vegetasi Mangrove
mangrove, yang dominan adalah R. Nilai kerapatan pohon pada hutan
apiculata dan B. gymnorrhiza. Mangrove mangrove di Kecamatan Tanjungbalai
yang ditemukan pada stasiun 2 terdapat 4 yaitu 1778 ind./ha (Tabel 4). Pada stasiun
jenis, yang dominan adalah B. 1 ditemukan 10 spesies kategori pohon
gymnorrhiza, X. granatum dan N. dengan nilai kerapatan 1567 ind./ha
fruticans. Pada stasiun 3 ditemukan 5 dengan jenis yang mendominasi yaitu
jenis mangrove, yang dominan adalah R. family Rhizophoraceae. Stasiun 2
mucronata, B. gymnorrhiza dan S. didominasi oleh B. gymnorrhiza, X.
hydrophyllacea (Tabel 3). granatum dan N. fruticans dengan nilai
Secara umum, hutan mangrove di kerapatan pohon 1867 ind./ha. Pada
Kecamatan Tanjungbalai Asahan terdiri stasiun 3 diperoleh nilai kerapatan pohon
atas: a) zona pionir (zona depan) yang 1900 ind./ha dengan didominasi oleh R.
disusun oleh S. alba, A. alba dan R. mucronata dan B. gymnorrhiza.

Tabel 3. Jenis dan penyebaran spesies tiap stasiun penelitian.

No. Spesies Mangrove Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3


1 R. apiculata ++ + +
2 R. mucronata + - +++
3 B. gymnorrhiza ++ +++ +++
4 S. hydrophyllacea + - ++
5 X. granatum + +++ +
6 S. alba + - -
7 A. corniculatum + - -
8 A. alba + - -
9 N. fruticans + ++ -
10 A. aureum + - -
11 L. racemosa + - -
Keterangan:
- = Tidak ada; + = Ada, sedikit; ++ = Ada, sedang; +++ = Ada, banyak

352 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42
Fahriansyah dan Yoswaty

Tabel 4. Kerapatan pohon mangrove pada setiap stasiun penelitian (ind./ha).


No. Nama Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Rata-rata
1 R. apiculata 300 33 100 144
2 R. mucronata 100 0 733 278
3 B. gymnorrhiza 300 733 700 578
4 S. hydrophyllacea 33 0 267 100
5 X. granatum 167 667 100 311
6 S. alba 67 0 0 22
7 A. corniculatum 200 0 0 67
8 A. alba 133 0 0 44
9 N. fruticans 100 433 0 178
10 A. aureum 167 0 0 56
Total 1567 1867 1900 1778

Tabel 5. Kerapatan anakan mangrove pada setiap stasiun penelitian (ind./ha).


No. Nama Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Rata-rata
1 B. gymnorrhiza 0 3467 800 1422
2 S. hydrophyllacea 533 0 3600 1378
3 L. racemosa 133 0 0 44
4 X. granatum 0 133 0 44
Total 667 3600 4400 2889

Tabel 6. Kerapatan semai mangrove pada setiap stasiun penelitian (ind./ha).


No. Nama Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Rata-rata
1 R. mucronata 19167 0 20833 13333
2 B. gymnorrhiza 32500 58333 0 30278
Total 51667 58333 20833 43611

Tabel 7. Kriteria kerusakan mangrove (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2004).


Kriteria Kerapatan (ind./ha)
Baik Sangat padat 1500
Sedang 1000-1500
Rusak Jarang 1000

Tabel 8. Ketebalan mangrove pada setiap stasiun penelitian.


Stasiun Koordinat Nama Desa Ketebalan Kriteria *
mangrove (m)
1 N03.05609o E099.83728o B. Asahan 208 Sedang
2 N03.05661oE099.83438o A. Mati 315 Tebal
3 N03.05936oE099.82288o S. apung 428 Tebal
*Kriteria menurut Bappeda, Sumut dalam Ningsih (2008)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 353
Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan

Pada kelas anakan mangrove, distribusi mangrove. Berdasarkan Tabel 9


stasiun 1 terdapat S. hydrophyllaceae dan diperoleh pH tanah berkisar antara 6,5-7,
L. racemosa dengan nilai kerapatan 667 pH tanah bersifat asam sehingga baik
ind/ha. Stasiun 2 didominasi B. untuk pertumbuhan akar pohon mangrove.
gymnorrhiza dan X. granatum dengan Islami dan Utomo dalam Harisa (2010),
nilai kerapatan 3600 ind./ha. Pada stasiun menyatakan bahwa pH tanah berkisar
3 nilai kerapatan 4400 ind./ha yang antara 5,0-8,0 berpengaruh langsung pada
didominasi S. hydrophyllaceae dan B. tumbuhan akar dan diluar kisaran tersebut
gymnorrhiza (Tabel 5). Pada kelas semai, kebanyakan pohon mangrove tidak dapat
jumlah kerapatan pada stasiun 1 hidup.
berjumlah 51666 ind./ha, stasiun 2 58333 Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan
ind./ha dan stasiun 3 20833 ind./ha yang bahwa salinitas berkisar antara 29-30.
didominasi B. gymnorrhiza dan R. Menurut Begen (2001), spesies mangrove
mucronata (Tabel 6). Secara keseluruhan, dapat mentolerir air bersalinitas payau (2-
hutan mangrove di Kecamatan 22) hingga asin (38).
Tanjungbalai mempunyai kerapatan Selisih pasang tertinggi dan surut
pohon yang baik dengan kategori sangat terendah di wilayah Pantai Timur
padat (Tabel 7). Sumatera adalah 2,5 m (Bappeda-Sumut
Ketebalan mangrove adalah jarak dalam Ningsih, 2008). Pada pasang
dari bibir pantai menuju ke daratan yang purnama, kecepatan arus pasang adalah
masih terdapat vegetasi mangrove (surut 1,5 mil/jam dan surut lebih dari 3 mil/jam
terendah sampai ke pasang tertinggi) atau (Inaport1, 2011). Didaerah ini, tidak
disebut juga green belt. Dihitung dalam terjadi fluktuasi curah hujan dalam nilai
satuan meter (m). yang besar (Tabel 10) dan mendapatkan
Nilai ketebalan mangrove yang curah hujan yang cukup pada setiap
diukur dengan alat GPS (global tahunnya sehingga kawasan ini sangat
positioning system) menunjukkan bahwa cocok untuk perkembangan vegetasi
tertinggi pada stasiun 3 (428 m), stasiun 2 mangrove. Hasil perolehan citra satelit
(315 m) dan stasiun 1 (208 m) seperti tanggal 13 Juli 2000 menunjukkan bahwa
pada Tabel 8. Menurut Bappeda, Sumut kisaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di
dalam Ningsih (2008), ketebalan kawasan perairan Asahan berkisar antara
mangrove di wilayah pantai Timur 23 - 300C. Selanjutnya data citra satelit
Sumatera adalah minimal 325 m. tanggal 10 Oktober 2000 menunjukkan
suhu di sekitar kawasan perairan berkisar
3.3. Parameter Kualitas Perairan Laut antara 26 - 300C (Pemerintah Kabupaten
Parameter lingkungan perairan laut Asahan, 2005).
sangat mempengaruhi keberadaan dan

Tabel 9. Nilai parameter kualitas perairan laut di Kecamatan Tanjungbalai Asahan.

Stasiun Desa Parameter Kualitas Perairan Laut


pH air pH tanah Suhu air Suhu tanah Salinitas
(oC) (oC)
1 Bagan Asahan 6 6,5 29 29 29
2 Asahan Mati 7 7 28 27 29
3 Sungai Apung 6 6,5 32 26 30
Rata-rata 6,3 6,7 29,7 27,3 29,3

354 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42
Fahriansyah dan Yoswaty

Tabel 10. Curah hujan tahun 2005-2009 di Kabupaten Asahan. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Asahan (2010).

Tahun/Bulan Hari Hujan Curah Hujan (mm)


2005 106 1910
2006 126 2164
2007 132 2150
2008 125 1926
2009 120 1774
Rata-rata 122 1985

3.4. Indeks Kesesuaian Ekowisata Tanjungbalai Asahan memungkinkan


Pembangunan ekowisata di untuk dikembangkan sebagai kawasan
kawasan hutan mangrove dapat dikaji dari ekowisata mangrove. Kegiatan ekowisata
aspek ekologi hutan mangrove. Hal ini mangrove akan tercapai dengan baik
disebabkan hutan mangrove merupakan apabila ada ruang (space) yang cukup
objek yang utama dalam kegiatan besar dalam ekowistem mangrove
ekowisata. Yulianda (2007) menyatakan tersebut.
bahwa beberapa kriteria penilaian dapat Hasil penelitian juga menunjukkan
dijadikan pedoman dalam ekowisata bahwa keadaan mangrove yang masih
seperti ketebalan dan kerapatan pohon, rapat dan memiliki vegetasi flora yang
jenis flora atau fauna mangrove dan beragam seperti pada stasiun 1 (Tabel 2).
kisaran pasang surut. Keberagaman spesies di hutan mangrove
Hasil penelitian (Tabel 11, 12, dan Kecamatan Tanjungbalai Asahan masih
13) berdasarkan penilaian aspek ekologi sangat tinggi sehingga sesuai untuk
dan skor yang diberikan menunjukkan pengembangan ekowisata mangrove.
bahwa hutan mangrove di Kecamatan Pengamatan objek biota (Tabel 14)
Tanjungbalai Asahan termasuk dalam dilakukan secara langsung di masing-
kategori Sangat Sesuai (S1) untuk masing stasiun penelitian, wawancara
pengembangan ekowisata mangrove. Pada dengan masyarakat lokal dan studi
stasiun 1 total skor adalah 65 dari skor literatur terhadap spesies yang berkaki
maksimum 76 dan nilai IKW 85,53%. (mamalia), bersayap (aves) dan bersirip
Stasiun 2 total adalah skor 61 dan nilai (ikan). Penilaian pasang surut diperlukan
IKW 80,26%, sedangkan stasiun 3 total untuk kegiatan tracking. Apabila air
skor adalah 65 dan nilai IKW 80,26%. pasang, hutan mangrove akan sulit untuk
Nilai ketebalan mangrove pada dikunjungi wisatawan, tetapi berguna
masing-masing stasiun belum memenuhi untuk kegiatan memancing ikan dan
kriteria skor penilaian ketebalan boating. Sebaliknya apabila perairan
mangrove yang sangat sesuai (S1) versi surut, kegiatan tracking akan lebih
Yulianda (2007) yaitu > 500 m. Nilai memudahkan dan menyenangkan. Untuk
ketebalan mangrove menurut Bappeda, memudahkan kegiatan tracking, biasanya
Sumut rata-rata masih tergolong ketebalan dibangunan lintasan papan atau jalur
yang tebal. Oleh sebab itu, ketebalan pejalan kaki di kawasan hutan mangrove.
hutan mangrove di Kecamatan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 355
Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan

Tabel 11. Tingkat kesesuaian wisata di Stasiun 1 (Desa Bagan Asahan).

Parameter Bobot Stasiun 1 Ni (Bobot x


Hasil Skor skor
Ketebalan mangrove (m) 5 208 3 15
Kerapatan Mangrove (100 m2) 4 15 4 16
Jenis Mangrove 4 11 4 16
Pasang surut 3 2,5* 2 6
Objek biota 3 Ikan, kepiting, moluska, 4 12
reptil, mamalia, aves
Total IKW (%) 65
85,53 (S1)

Tabel 12. Tingkat kesesuaian wisata di Stasiun 2 (Desa Asahan Mati).

Parameter Bobot Stasiun 1 Ni (Bobot x


Hasil Skor skor
Ketebalan mangrove (m) 5 315 3 15
Kerapatan Mangrove (100 m2) 4 18 4 16
Jenis Mangrove 4 4 3 12
Pasang surut 3 2,5* 2 6
Objek biota 3 Ikan, kepiting, moluska, 4 12
reptil, mamalia, aves
Total IKW (%) 61
80,26 (S1)

Tabel 13. Tingkat kesesuaian wisata di Stasiun 3 (Desa Sungai Apung).

Parameter Bobot Stasiun 1 Ni (Bobot x


Hasil Skor skor
Ketebalan mangrove (m) 5 428 3 15
Kerapatan Mangrove (100 m2) 4 19 4 16
Jenis Mangrove 4 5 3 12
Pasang surut 3 2,5* 2 6
Objek biota 3 Ikan, kepiting, moluska, 4 12
reptil, mamalia, aves
Total IKW (%) 61
80,26 (S1)
Keterangan: *Berdasarkan Bappeda, Sumut dalam Ningsih (2008)

Pengelolaan ekowisata akan dapat lingkungan hidup, pengelolaan ekosistem


berjalan dengan baik di Kecamatan dan pembangunan ekowisata mangrove.
Tanjungbalai apabila bertujuan untuk Pengelolaan dilakukan sebelum terjadinya
mendukung pembangunan pariwisata kerusakan sumberdaya alam dan
yang berkelanjutan dengan berasaskan menurunnya kualitas hidup masyarakat
kepada prinsip ekowisata yaitu lokal.
menyelaraskan antara pengelolaan

356 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42
Fahriansyah dan Yoswaty

Tabel 14. Jenis fauna mangrove di lokasi penelitian.

No. Nama Ilmiah Nama fauna


1 Maccaca fascicularis Monyet ekor panjang
2 Cynopterus brachyotis Kelelawar
3 Prionailurus viverrinus Kucing hutan
4 Paradoxurus hermaphrodites Musang
5 Panthera tigris Harimau
6 Haliaetus leucogaster Elang laut
7 Corvus enca unicolor Gagak
8 Passer montanus Burung gereja
9 Varanus salvator Biawak
10 Myron richarsonii Ular bakau
11 Periopthalmus sp. Ikan tembakul
12 Stromateus sp. Ikan bawal
13 Scylla sp. Kepiting bakau
14 Nerita sp. Moluska
15 Common mime Kupu-kupu

Tabel 15. Aktivitas ekowisata mangrove yang dapat dibangun di Kecamatan


Tanjungbalai.

Aktivitas Pembangunan ekowisata


Lingkungan alam
- Berkemah x
- Fotografi x
- Menyusuri pantai x
- Memancing ikan x
- Mengamati flora fauna hutan mangrove x
- Pengembaraan x
- Penelitian x
Budaya lokal
- Mengamati budaya lokal x
- Melihat pembuatan arang bakau x
- Melihat aktivitias nelayan x
- Menikmati dan belajar masakan lokal x
- Mengunjungi rumah tradisional dan musium -
Olahraga
- Arung jeram x
- Berenang x
- Joging x
Keterangan : x = ada; - = tidak ada

Pembangunan ekowisata ekonomi dan organisasi sosial dalam


berperanan untuk konservasi sumberdaya masyarakat lokal. Pender and Sharpley
alam (hutan mangrove) dan membantu (2005) menyatakan bahwa masyarakat
masyarakat lokal dalam memenuhi lokal dapat memutuskan jika masyarakat
kesejahteraan hidup. Pembangunan ingin atau tidak ingin untuk terlibat dalam
ekowisata memberikan perubahan pembangunan pariwisata. Masyarakat
terhadap kualitas hidup, struktur sosio- lokal yang terlibat dalam pengelolaan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 357
Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan

ekowisata adalah dengan cara instansi terkait yang telah memberikan


menyediakan berbagai fasilitas untuk bantuan dan fasilitas untuk penelitian
wisatawan, meningkatkan jumlah tentang pembangunan ekowisata di
wisatawan dan mengendalikan dampak Kecamatan Tanjungbalai Asahan
terhadap lingkungan hidup. berdasarkan aspek ekologis hutan. Ucapan
Pengelolaan ekowisata laut yang terima kasih juga diucapkan kepada
berhasil apabila dapat menarik minat Dekan Faperika Universitas Riau yang
wisatawan untuk berkunjung ke kawasan telah memberikan bantuan berbagai
hutan mangrove. Aktivitas ekowisata yang kemudahan selama penelitian.
dapat dibangun di sekitar perairan pantai
Kecamatan Tanjungbalai dapat dilihat DAFTAR PUSTAKA
pada Tabel 15.
Berdasarkan potensi sumberdaya Bengen, D.G. 2001. Pengenalan dan
alam yang terdapat di sekitar perairan pengelolaan ekosistem mangrove.
pantai Kecamatan Tanjungbalai Asahan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir
berdasarkan potensi ekologis hutan dan Lautan. IPB, Bogor.
mangrove, maka dapat dikembangkan Fennell, D.A. 2008. Ecotourism: an
sebagai kawasan ekowisata yang introduction. Edisi ketiga.
berkelanjutan untuk memelihara Routledge. New York.
ekosistem hutan mangrove dan Harisa, R. 2010. Struktur komunitas
meningkatkan kesejahteraan masyarakat vegetasi mangrove di Kecamatan
lokal. Bukit Batu Kabupaten Bengkalis.
Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA
IV. KESIMPULAN Universitas Riau, Pekanbaru. 40
hal.
Hasil penelitian mengenai Kecamatan Tanjungbalai dalam Angka
pembangunan ekowisata di Kecamatan 2010. Pemerintah Kecamatan
Tanjungbalai Asahan berdasarkan aspek Tanjungbalai Asahan
ekologis hutan mangrove dapat Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P.
disimpulkan bahwa sangat sesuai dan Pamoengkas, C. Wibowo, T.
sangat mendukung untuk pembangunan Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi,
ekowisata yang berkelanjutan. Kawasan dan Hamzah. 2003. Teknik
hutan mangrove di Kecamatan rehabilitasi mangrove. Fakultas
Tanjungbalai Asahan mempunyai Kehutanan Institut Pertanian
karakteristik kerapatan yang baik dengan Bogor. Bogor.
kategori sangat padat dan Ningsih. 2008. Inventarisasi hutan
keanekaragaman flora dan fauna yang mangrove sebagai bagian dari
cukup tinggi. Selain memiliki potensi upaya pengelolaan wilayah pesisir
ekologis hutan mangrove yang penting, Kabupaten Deli Serdang. Tesis.
perlu juga peranan masyarakat lokal Pascasarjana Universitas Sumatera
dalam pembangunan ekowisata yang Utara. Online www.repository-
berkelanjutan. usu.ac.id. Diakses 12 Agustus
2011.
UCAPAN TERIMA KASIH Nursal, Fauziah, dan Ismiati. 2005.
Struktur dan komposisi vegetasi
Penulis mengucapkan terima kasih mangrove Tanjung Sekodi
kepada Pemerintah Kabupaten Asahan
Kabupaten Bengkalis Riau. J.
Propinsi Sumatera Utara, Bappeda dan
Biogenesis, 2(1):1-7

358 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt42
Fahriansyah dan Yoswaty

Onrizal. 2010. Perubahan tutupan hutan


mangrove di pantai Timur
Sumatera Utara Periode 1977-
2006. J. Biologi Indonesia,
6(2):163-172.
Pender, L. and R. Sharpley. 2005. The
management of tourism. SAGE
Publications Ltd. London.
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan
ekosistem mangrove. Dahara
Prize. Semarang. 236 hal.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan ekowisata
pesisir dan laut: pendekatan
ekologi, social ekonomi dan sarana
wilayah. Brilian Internasional.
Surabaya. 412 hal.
WTO. 2002. Enhancing the economic
benefits of tourism for local
communities and poverty
alleviation. WTO. Madrid.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari
sebagai alternatif pemanfaatan
sumberdaya pesisir berbasis
konservasi. Makalah Sains
Departemen MSP. IPB, Bogor.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Desember 2012 359

You might also like