You are on page 1of 19

1

Kinerja Sekolah (Guru dan Kepala Sekolah) SD/MI Negeri dan Swasta di
Kota Palu dalam Mengimplementasikan Standar Proses

The Public and Private Elementary Schools/Islamic Elementary Schools Performance


in Palu Municipality in Implementing the Process Standard

Adnan M. Baralemba
Widyaiswara LPMP Sulawesi Tengah

Abstract

This research aimed to find out: 1) School performance (teachers and


school headmasters) of public and private SD/MI in Palu Municipality in
implementing the Education National Standard, especially Process
Standard; and 2) Education National Standard (Process Standard) used as a
reference in the implementation of education in SD/MI in Palu Municipality,
the dimension that has lowest achievement (Planning, Implementing,
Evaluating, Monitoring and Evaluation). The objectives of this research were
1) to describe the school performance (teachers and school headmasters) of
SD/MI in implementing the Process Standard in Palu Municipality; and 2) to
determine the school achievement (teachers and school headmasters) of
SD/MI in Palu Municipality in implementing Process Standard as well as to
state the dimension with the lowest achievement in the implementation of
qualified education. The population in this research was all public and private
SD/MI in Palu Municipality spread out in 4 Districts, they were Palu Utara,
Palu Timur, Palu Selatan and Palu Barat Districts, with the total of 58 (fifty
eight) schools. Technique used in selecting sample was census method, that
was by taking all the population as the sample of the research. Techniques
used for collecting data was observation, interview, questionnaire and
documentation. The result of the research shows that the public and private
SD/MI in Palu Municipality have implemented Process Standard. The lowest
achievement was in planning dimension.

Key words: School performance, process standard, National Education


Standard.

PENDAHULUAN
Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 1
dinyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan yang
bermutu. Indikator penyelenggaraan pendidikan bermutu meliputi
kemampuan setiap satuan pendidikan dalam mengimplementasikan SNP
(Standar Nasional Pendidikan), salah satu diantaranya adalah Standar
2

Proses. Standar proses merupakan standar minimal yang harus dipenuhi


atau dilampaui oleh setiap satuan pendidikan dalam melaksanakan layaan
kepada peserta didik (PP 19 Tahun 2005 pasal 91).
Data Depdiknas (2008) menunjukkan permasalahan mutu pendidikan
di Indonesia antara lain, peringkat Internasional Indonesia adalah 12 dari 12
negara. Faktor penyebabnya antara lain 1) Kurangnya gairah siswa dalam
mengikuti serangkaian proses pendidikan di sekolah, karena mereka tidak
memahami kebermaknaan materi ajar yang diberikan oleh guru; dan 2)
Sebagian besar sekolah belum mampu mengimplementasikan standar
proses mulai dari perencanaan, pelaksanaan PBM, penilaian, monitoring dan
evaluasi, sehingga sukar terungkap bagaimana kualitas pendidikan yang
dilaksanakan oleh sekolah.
Data lain yang menunjukkan permasalahan rendahnya mutu
pendidikan adalah perolehan nilai Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional dan
Akreditasi Sekolah dicapai Sekolah Dasar/Madrasai Ibtidaiyah. Di Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah, hasil Ujian Akhir Sekolah Bertaraf Nasional Tahun
2008/2009 memperlihatkan bahwa dari 58 (Lima puluh delapan) sekolah
negeri dan swasta, nilai tertinggi mata pelajaran IPA adalah 8,32, terendah
3,71, dengan rata-rata nilai diperoleh adalah 5,51. Sedangkan mata
pelajaran matematika tertinggi 7,31 dan terendah 3,54, dengan nilai rata-rata
5,42. Perolehan nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa pembelajaran yang
dilaksanakan oleh guru Sekolah Dasar terhadap mata pelajaran IPA maupun
Matematika belum maksimal. Selanjutnya hasil akreditasi sekolah oleh BAN-
SM (Badan Akreditasi Nasional-Sekolah Menengah) tahun 2008/2009. dari
10 SD/MI yang diakreditasi di Kota Palu, terdapat 6 sekolah terakreditasi C
(Cukup), yakni mendapat skor berturut-turut 59,43; 60,22, 63,12, 65, 33,
65,39 dan 66,60, tiga sekolah terakreditasi B (baik) dengan skor diperoleh
berturut-turut 71,79; 72,94; dan 73,62. Satu sekolah terakreditasi A (Amat
Baik) dengan skor perolehan 86,61 (BAP, 2009). Hasil ini menunjukkan
bahwa penyelenggaraan pendidikan di Kota Palu belum memenuhi standar
minimal.
3

Hasil diskusi dengan para asesor Badan Akreditasi Sekolah-Provinsi,


dan pengawas Dinas Pendidikan dan Pengajaran di Kota Palu berkaitan
dengan perolehan nilai Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UAS-BN)
maupun hasil Akreditasi Sekolah, diperoleh penguatan bahwa implementasi
8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan di tingkat satuan pendidikan masih
bermasalah, salah satu diantaranya adalah Standar Proses.
Alasan pentingnya penelitian difokuskan pada pengungkapan
bagaimana implementasi Standar Proses adalah bahwa mutu layanan
pendidikan sangat ditentukan seberapa besar sekolah mengimplementasikan
standar proses. Jika standar proses diimplementasikan secara maksimal,
dengan sendirinya kualitas hasil belajar siswapun meningkat. Ini merupakan
indikator dari peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan
dapat diraih jika implementasi standar proses di sekolah mulai dari
bagaimana sekolah merencanakan, melaksanakan, menilai, serta
melaksanakan monitoring dan evaluasi. Kesemuanya merupakan konten dari
standar proses.
Pengungkapan seberapa besar implementasi standar proses
dilaksanakan di sekolah merupakan langkah maju dalam upaya
pememenuhan layanan pendidikan sesuai standar pendidikan. Sasaran
penelitian ini adalah 58 (lima puluh delapan) SD/MI negeri dan swasta yang
ada di Kota Palu dalam mengimplementasikan standar proses.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
diselidiki dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja sekolah (Guru dan Kepala Sekolah) SD/MI negeri dan
swasta di Kota Palu dalam mengimplementasikan Standar Nasional
Pendidikan khususnya standar proses?
2. Standar Nasional Pendidikan (standar proses) yang dijadikan acuan
dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah SD/MI di Kota Palu,
4

dimensi manakah (Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Monitoring dan


Evaluasi) yang paling rendah capaiannya?

TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan kinerja sekolah (Guru dan Kepala Sekolah) SD/MI
dalam mengimplementasikan Standar Proses di Kota Palu.
2. Menentukan capaian kinerja sekolah (Guru dan Kepala Sekolah) SD/MI
di Kota Palu dalam mengimplementasikan standar proses serta
menetapkan dimensi yang paling rendah capaiannya dalam
penyelenggaraan pendidikan bermutu.

MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terutama:
1. Melengkapi konsep-konsep kinerja sekolah dalam
mengimplementasikan Standar Nasional Pendidikan, khususnya Standar
Proses yang merupakan bagian integral dari pelaksanaan pendidikan
bermutu di sekolah.
2. Menjadi salah satu kontribusi akademis dalam mengembangkan konsep
kinerja sekolah, khususnya yang berkaitan dengan implementasi Standar
Nasional Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan bermutu di
sekolah.
3. Memberikan kontribusi praktis atau sebagai bahan masukan bagi
Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan
upaya serta langkah-langkah pemutuan pendidikan sehingga
penyelenggaraan pendidikan bermutu dapat terlaksana dan berjalan
secara efektif, efisien serta mencapai bahkan melebihi standar yang telah
ditetapkan.
5

TINJAUAN PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menjelaskan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan,
yakni: Standar isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar
pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar
Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian Pendidikan.
Dari 8 (delapan) standar Nasional Pendidikan tersebut, maka yang
menjadi fokus kajian pada uraian ini adalah standar proses. Standar proses
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
Secara implementatif, suatu sekolah dapat diketahui bahwa sekolah
tersebut telah mengimplementasikan standar ini dapat dilihat pada indikator-
indikator berikut ini: 1) Bagaimana sekolah mengembangkan silabus; 2)
Apakah setiap mata pelajaran memiliki Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP); 3) Dokumen RPP disusun oleh guru berdasarkan prinsip keterkaitan
dan keterpaduan antara Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Materi
Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran, Indikator pencapaian kompetensi,
penilaian dan sumber belajar; 4) Melaksanakan pembelajaran memenuhi
persyaratan beban kerja minimal 24 jam tatap muka per minggu; 5) Proses
pembelajaran dilaksanakan sesuai langkah-langkah pembelajaran; 6)
Melaksanakan penilaian hasil belajar untuk memperbaiki proses
pembelajaran; 7) Pemantauan proses pembelajaran oleh Kepala Sekolah
dilaksanakan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penilaian serta tindak
lanjut; 8) Teknik Kepala Sekolah melaksanakan supervisi; 9) Evaluasi proses
pembelajaran; 10) Pelaporan Kepala Sekolah mengenai pengawasan proses
pembelajaran kepada pemangku kepentingan; dan 11) Bentuk kegiatan
tindak lanjut terhadap hasil pengawasan proses pembelajaran.
Indikator-indikator yang telah dikemukakan di atas merupakan
indikator minimal yang wajib dilaksanakan oleh sekolah. Jika hal tersebut
6

telah terpenuhi berarti suatu sekolah telah melaksanakan standar proses


secara baik.
Kinerja merupakan istilah yang berasal dari job performance atau
aktual performance (Anwar, 2005). Bambang Kusriyanto dalam Anwar (2005)
mengemukakan bahwa kinerja adalah perbandingan hasil yang dicapai
dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu.
Faustino Cardosa Gomes dalam Anwar (2005) mengemukakan
bahwa kinerja sebagai ungkapan seperti output, efisiensi, serta efektivitas
sering dihubungkan dengan produktivitas.
Dari pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa kinerja sama dengan
prestasi kerja, yakni hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Ini berarti bahwa kinerja sekolah adalah
prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kuantitas maupun kualitas yang
dicapai oleh sekolah dalam waktu tertentu dalam melaksanakan tugas
kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
Bila kita telusuri lebih mendalam, kinerja sangat dipengaruhi oleh
faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara
psikologis, kemampuan (ability) meliputi kompetensi: pengetahuan,
keterampilan dan tingkat pendidikan. Sedangkan motivasi tertuju pada sikap
(attitude) baik kepala sekolah, guru, pegawai, siswa, serta stakeholders
terhadap situasi kerja di lingkungan organisasi sekolah. Mereka yang
bersikap positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya
akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud
antara lain mencakup hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan
kepala sekolah, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Menurut A. Dalle Timple dalam Anwar (2005) faktor yang
mempengaruhi kinerja ada 2, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal yakni faktor yang berhubungan dengan sifat seseorang misalnya
kinerja seseorang baik disebabkan karena mempunyai kemampuan tinggi,
7

pekerja keras. Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan seperti


perilaku, sikap, dan tindakan-tindakan rekan kerjanya, bawahaan atau
pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi.
Pada suatu sekolah, peningkatan kinerja akan diketahui jika dilakukan
penilaian. Menurut Malayu S.P. Hasibuan dalam Anwar (2005,) ada beberapa
aspek kinerja mencakup kesetiaan, hasil kerja, kejujuran, kedisiplinan,
kreativitas, kerja sama, kepemimpinan, kepribadian prakarsa, kecakapan
dan tanggung jawab. Sedangkan Husein Umar dalam Anwar (2005)
menyatakan aspek-aspek kinerja terdiri dari mutu pekerjaan, kejujuran
pegawai, inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, keandalan, pengetahuan
tentang pekerjaan, tanggung jawab dan pemanfaatan waktu kerja.
Anwar (2005) mengemukakan bahwa kinerja, bila kita lihat dari aspek
standar pekerjaan, dapat dibagi menjadi dua aspek, yakni:
1. Aspek kuantitatif, meliputi: proses kerja dan kondisi pekerjaan; Waktu
yang dipergunakan atau lamanya melakukan pekerjaan; Jumlah
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan; dan Jumlah dan jenis
pemberian pelayanan dalam bekerja.
2. Aspek kualitatif meliputi : Ketepatan kerja dan kualitas pekerjaan;
Tingkat kemampuan dalam bekerja; Kemampuan menganalisis
data/informasi, kemampuan/kegagalan menggunakan mesin/peralatan;
dan Kemampuan mengevaluasi (keluhan/keberatan konsumen).
Soeprihanto (2001:7) mengemukakan bahwa kinerja merupakan hasil
kerja seorang karyawan selama preriode tertentu dibandingkan dengan
berbagai kemungkinan misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama, atau
merupakan catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.
Sedangkan menurut Asad (1999:48) kinerja adalah hasil yang dicapai
seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang
bersangkutan, untuk dapat meraih keberhasilan dalam pekerjaan seseorang
8

perlu memiliki kemampuan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan baik


menyangkut pengetahuan dan keterampilan.
Untuk mengetahui seberapa besar kinerja seseorang, maka
Soeprihanto (2001) mengemukakan bahwa penilaian pekerjaan dapat
dilakukan dengan menetapkan angka 1 terendah dan 4 tertinggi. Cara ini
dapat mengurangi subyektifitas dalam penilaian kinerja. Adapun tingkat
kinerja yang menunjukkan prestasi adalah istimewa, artinya tingkat prestasi
di atas normal, sangat baik artinya tingkat prestasi agak di atas normal,
normal artinya tingkat prestasi sesuai dengan standar, kurang memuaskan
artinya tingkat prestasi agak di bawah normal/standar, dan tidak memuaskan
artinya tingkat prestasi di bawah persyaratan umum.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil satu pemahaman bahwa
secara umum kinerja sekolah merupakan segala sesuatu yang dilakukan
oleh sekolah (guru dan kepala sekolah) mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian berkaitan dengan tugas profesinya dalam rangka
upaya mencapai tujuan pendidikan. Tentu saja segala sesuatu itu semuanya
berbasis bukti. Ini yang penulis maksud dalam tulisan ini kinerja sekolah.
Berdasarkan teori, konsep dan definisi dikemukakan di atas, maka
peneliti berasumsi bahwa jika kinerja sekolah baik, berarti penyelenggaraan
pendidikan bermutu dapat diwujudkan. Penelitian ini diarahkan pada analisis
kinerja sekolah dalam mengimplementasikan standar proses.
Sebagai indikator kinerja guru dalam mengimplementasikan standar
proses, dapat dijadikan rujukan hasil penelitian Syahir (2004) bahwa hasil
kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sesuai tugas dan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya memiliki 4 (empat ) indikator yang dapat digunakan,
yakni 1) Pencapaian prestasi kerja; 2) Kualitas dan kuantitas; 3) Kesediaan
dan kerja sama; dan 4) Tanggung jawab tugas dan sistem tugas.
Kesemuanya dapat dilihat dari bukti fisik baik dalam bentuk administrasi
maupun hasil kerja.
9

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
survei. Menurut Arikunto (1980:87) bahwa survei bukan hanya bermaksud
mengetahui status gejala, tetapi juga bermaksud menentukan kesamaan
status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah dipilih
atau ditentukan. Peneliti berusaha mencari jawaban terhadap sesuatu
fenomena dari permasalahan yang diajukan, atau dapat dikatakan bahwa
peneliti akan menjelaskan kinerja guru dalam mengimplementasikan Standar
Proses sebagai wujud penyelenggaraan pendidikan bermutu di Kota Palu.
Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, yakni mulai 1
Juni 2010 sampai dengan 1 September 2010, dengan memilih lokasi, yakni
di sekolah-sekolah SD/MI di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.
Populasi dalam penelitian ini adalah SD/MI Negeri maupun Swasta
yang ada di Kota Palu tersebar di 4 Kecamatan, yakni kecamatan Palu
Utara, Palu Timur, Palu Selatan dan Palu Barat, berjumlah 58 (lima puluh
delapan) sekolah. Teknik yang digunakan dalam penarikan sampel adalah
metode sensus yaitu mengambil seluruh populasi untuk dijadikan sampel.
Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif maupun data kualitatif bersumber dari data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden meliputi semua dimensi yang membangun variabel kirnerja guru,
sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dan dihimpun dari
guru tentang bukti fisik mengenai implementasi standar proses, baik dalam
bentuk catatan, program kerja serta data-data lainnya yang relevan dengan
masalah yang diteliti.
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan beberapa teknik,
yaitu:
a. Teknik Observasi
b. Teknik Wawancara
c. Teknik Kuesioner
d Teknik Dokumentasi
10

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan penelitian dilakukan, diperoleh hasil bahwa
implementasi standar proses di SD/MI Negeri dan Swasta di Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2010 dapat dilihat secara berturut-turut
pada Tabel 1; 2; 3 dan 4 di bawah ini. Selanjutnya capaian implementasi
standar proses oleh sekolah pada mata pelajaran IPA dan Matematika
berdasarkan kategori dapat dilihat seperti pada Tabel 5.
Tabel 1: Implementasi Standar Proses Subyek Penelitian di Kecamatan
Palu Utara Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010
Nilai Tiap Dimensi Rata
Nomor Nilai
NA Kategori
Subyek Akreditasi
Penelitian Perencanaan Pelaksanaan KBM Penilaian M &E Impleme Kinerja
ntasi
1 - 91,67 100 100 92,31 95,99 AB
2 B 75,00 100 100 92,31 91,83 AB
3 C 75,00 100 100 69,23 86,08 AB
4 B 66,67 100 75,00 92,31 83,49 B
5 B 66,67 91,17 100 73,00 82,71 B
6 B 75,00 75,00 75,00 92,31 79,33 B
7 B 58,33 65,22 75,00 92,31 72,71 B
8 C 33,33 75,00 75,00 92,31 68,91 C
9 B 75,00 65,22 75,00 59,62 68,71 C
10 B 58,33 65,22 75,00 73,08 67,91 C
11 C 50,00 62,50 75,00 75,00 65,62 C
12 B 58,33 78,26 75,00 48,08 64,92 C
13 B 66,67 75,00 25,00 92,31 64,74 C
14 B 66,67 65,22 50,00 55,77 59,41 C
15 C 66,67 65,22 50,00 55,77 59,41 C
16 C 58,33 65,22 50,00 55,77 57,33 C
17 C 58,33 65,22 50,00 55,77 57,33 C
RERATA 64,70 77,26 72,06 74,54 72,14 BAIK

Tabel 2: Implementasi Standar Proses Subyek penelitian di Kecamatan


Palu Timur Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010
Nomor Nilai Nilai Tiap Dimensi NA
Kategori
Subyek Akreditasi Impleme
Penelitian Perencanaan Pelaksanaan KBM Penilaian M &E Kinerja
ntasi
1 C 83,33 100 100 80,77 91,02 AB
2 B 66,67 87,50 100 84,61 84,69 B
3 B 75,00 100 75,00 78,85 82,21 B
4 C 75,00 100 75,00 73,08 80,77 B
5 B 75,00 100 75,00 73,08 80,77 B
6 B 75,00 100 75,00 76,92 75,48 B
7 B 66,67 100 75,00 50,00 72,92 B
8 B 75,00 87,50 75,00 50,00 71,87 B
9 B 50,00 78,26 75,00 82,69 71,45 B
10 B 66,67 62,50 75,00 78,85 70,75 C
11 A 66,67 78,26 50,00 55,77 62,67 C
RERATA 70,45 90,36 77,27 71,33 76,78 BAIK
11

Tabel 3: Implementasi Standar Proses di Kecamatan Palu Selatan Kota


Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010
Nomor Nilai Nilai Tiap Dimensi NA
Subyek Kategori
Akreditasi Impleme
Penelitian Perencanaan Pelaksanaan KBM Penilaian M &E Kinerja
ntasi
1 A 91,67 100 100 100 97,91 AB
2 B 91,67 100 100 88,46 95,03 AB
3 B 83,33 100 100 90,38 93,43 AB
4 B 91,67 87,50 100 86,54 91,43 AB
5 B 100 100 75,00 86,54 90,38 AB
6 C 75,00 100 100 84,61 89,90 AB
7 B 58,33 100 100 73,08 82,85 B
8 - 83,33 87,50 100 55,77 81,65 B
9 B 66,67 87,50 75,00 92,31 80,37 B
10 A 66,67 75,00 75,00 73,08 72,44 B
11 B 66,67 87,50 75,00 86,54 78,93 B
12 B 58,33 75,00 50 46,15 72,03 B
13 B 58,33 87,50 75,00 67,31 72,03 B
14 B 66,67 87,50 75,00 57,69 71,71 B
15 C 58,33 62,50 75,00 86,54 70,59 C
16 C 41,67 75,00 75,00 69,23 65,22 C
17 B 50,00 100 100 90,38 60,09 C
RERATA 71,08 88,97 85,29 78,51 80,35 BAIK

Tabel 4: Implementasi Standar Proses di Kecamatan Palu Barat Kota Palu


Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010
Nilai Nilai Tiap Dimensi
Nomor
NA Kategori
Subyek Akreditasi
Penelitian Perencanaan Pelaksanaan KBM Penilaian M &E Impleme Kinerja
ntasi
1 A 91,67 100 100 80,77 93,11 AB
2 C 83,33 100 100 71,15 88,62 AB
3 C 75,00 100 100 78,85 88,46 AB
4 A 58,33 100 100 82,69 85,25 AB
5 B 83,33 100 100 69,23 88,14 AB
6 C 66,67 87,50 100 80,77 83,73 B
7 B 58,33 87,50 75,00 92,31 78,28 B
8 B 58,33 75,00 75,00 90,38 74,68 B
9 C 91,67 87,50 50,00 69,23 74,60 B
10 C 58,33 75,00 75,00 67,31 68,91 C
11 C 58,33 100 0,00 94,23 63,14 C
12 B 50,00 87,50 50,00 61,54 62,26 C
13 B 33,33 50,00 25,00 19,23 31,89 TL
RERATA 66,66 88,46 73,08 73,67 75,47 BAIK

Selanjutnya, dalam penetapan capaian kinerja sekolah digunakan


kriteria sebagai berikut 86 100 = Amat baik; 71 85 = Baik; 56 70 =
Cukup; dan kurang dari 56 = tidak layak (TL) sebagai sekolah penyelenggara
pendidikan bermutu. Adapun capaian kinerja sekolah dalam
mengimplementasikan standar proses seperti pada Tabel 5 di bawah ini.
12

Tabel 5: Capaian Kinerja SD/MI Negeri dan Swasta di Kota Palu Provinsi
Sulawesi Tengah dalam Mengimplementasikan Standar Proses
pada Mata Pelajaran IPA dan Matematika Tahun 2010
Capaian Kinerja Persentase Jumlah
No Kecamatan Tiap Dimensi Sekolah Tiap Kategori
Perencanaan KBM Penilaian M&E AB B C TL
1 Palu 64,70 77,26 72,06 74,54 17,65 23,53 58,82 0,00
Utara
2 Palu 70,45 90,36 77,27 71,33 9,09 72,72 18,18 0,00
Timur
3 Palu 71,08 88,97 85,29 78,51 35,29 47,06 17,65 0,00
Selatan
4 Palu 66,66 88,46 73,08 73,67 38,46 30,77 23,08 7,69
Barat
Rerata 68,22 86,26 76,92 74,51 25,12 43,52 29,43 1,92

Diketahui bahwa penetapan kriteria kinerja sekolah dalam


mengimplementasikan standar proses masing-masing dimensi perencanan
(X1), pelaksanaan PBM (X2), penilaian (X3) serta monitoring dan evaluasi (X 4)
dalah sebagai berikut: jika nilainya 86 sampai dengan 100 maka hasil hitung
dikatakan dalam kategori amat baik; 71 sampai dengan 85 kategori baik; 56
sampai dengan 70 kategori cukup, dan kurang dari 56 dinyatakan tidak layak
(TL) sebagai sekolah penyelenggara pendidikan bermutu.
Adapun kinerja sekolah dalam mengimplementasikan standar proses
diuraikan seperti di bawah ini.
1. Implementasi Dimensi Perencanaan (X1)
Pada dimensi perencanaan (X 1), terdapat tiga indikator yang diukur
melalui kuesioner. Ketiga indikator dimaksud disusun menjadi
pertanyaan/pernyataan meliputi 1) Sekolah/Madrasah mengembangkan
silabus secara mandiri atau cara lainnya berdasarkan standar isi, standar
kompetensi lulusan dan panduan penyusunan KTSP, 2) Setiap mata
pelajaran memiliki RPP yang dijabarkan dari silabus, 3) Dokumen RPP
disusun oleh guru berdasarkan prinsip keterkaitan dan keterpaduan antara
SK, KD materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi, penilaian dan sumber belajar. Responden diminta untuk
menjawab pertanyaan dengan memilih A=4, B=3, C=2, D=1 atau E=0.
Pada soal nomor 1 ditemukan bahwa SD/MI yang ada di Kota dalam
mengembangkan silabus, 8,62% yang mengembangkan silabus melalui
13

KKG di sekolahnya, 13,79% mengembangkan silabus secara mandiri,


56,89% mengembangkan silabus dari beberapa sekolah, serta 20,69%
mengembangkan silabus dengan mengadopsi contoh yang telah ada.
Hasil penelusuran lebih mendalam, ditemukan pula bahwa silabus
yang dikembangkan oleh KKG di sekolah, sendiri, maupun yang disusun
beberapa sekolah. Isinya sama dengan contoh silabus yang diedarkan oleh
pusat kurikulum, direktorat, Pendidikan Dasar dan Menengah bahkan ada
inisiatif dari kelompok tertentu untuk menyusun silabus guna dipasarkan, di
mana ditemukan SK/KD yang ada dalam silabus tersebut tidak sesuai
dengan SK/KD dalam standar isi. Diduga para guru benar-benar tidak
memahami dengan benar mekanisme penyusunan silabus. Silabus hanya
dijadikan sebagai dokumen yang dapat dipajang dan dapat ditunjukkan
kepada pihak yang berwenang jika silabus tersebut diminta. Kondisi ini
akan berpengaruh terhadap penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Hasil penelitian ditemukan bahwa hanya 13,79%
sekolah yang memiliki 10 (sepuluh) RPP yang dijabarkan dari silabus,
51,72% sekolah yang memiliki 7 (tujuh) sampai 9 (sembilan) mata pelajaran
memiliki RPP yang dijabarkan dari silabus, 29,31% sekolah yang memiliki 4
(empat) samai dengan 6 (enam) mata pelajaran yang memiliki RPP yang
dijabarkan dari silabus, 3,45% sekolah yang memiliki 1 (satu) sampai
dengan 3 (tiga) mata pelajaran memiliki RPP yang dijabarkan dari silabus,
dan masih terdapat 1,72% sekolah yang tidak memiliki RPP yang
dijabarkan dari silabus.
Indikasi lain yang ditemukan dari dokumen RPP, sebagian besar
tidak terlihat bahwa RPP tersebut disusun mengacu pada silabus. Ini
menunjukkan bahwa implementasi standar proses di SD/MI khususnya
dalam penyusunan persencanaan perlu mendapat perhatian yang serius
dalam penanganannya. Secara rata-rata capaiannya adalah 68,22 atau
barada dalam rentang 56 70, dengan kata lain, sesuai kriteria penilaian,
kinerja SD/MI Negeri/Swasra di Kota Palu dalam mengimlementasikan
standar proses khusus dimensi perencanan dalam kategori cukup.
14

Ada yang menarik dari hasil wawancara dengan para guru, di mana
mereka secara jujur manyampaikan bahwa silabus dan RPP yang disusun
hanya disiapkan sebagai bukti fisik kinerjanya kepada kepala sekolah dan
pengawas sekolah, bukan untuk diimplementasikan saat pembelajaran di
kelas.
2. Dimensi Pelaksanaan PBM (X2)
Pada dimensi pelaksanaan PBM (X 2), terdapat dua indikator yang
diukur melalui kuesioner. Kedua indikator dimaksud adalah 1) Sekolah/
Madrasah melaksanakan proses pembelajaran dengan memenuhi
persyaratan beban kerja minimal 24 jam tatap muka perminggu, 2) Proses
pembelajaran di Sekolah/Madrasah dilaksanakan sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran,
Terdapat 56,89% sekolah yang gurunya berada dalam rentang 76%-
100% memiliki beban kerja minimal 24 jam tatap muka perminggu, 27,59%
berada dalam rentang 51%-75% memiliki beban kerja minimal 24 jam tatap
muka perminggu, 15,52% berada dalam rentang 26%- 50% memiliki beban
kerja minimal 24 jam tatap muka. Walaupun demikian, tidak ada sekolah
yang di bawah 51% memiliki beban kerja minimal 24 jam tatap muka per
minggu.
Selanjutnya dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, sekolah
yang berada dalam rentang 76% - 100% guru melaksanakan proses
pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran adalah 51,72%,
dalam rentang 51% - 75% guru melaksanakan proses pembelajaran sesuai
dengan langkah-langkah pembelajaran adalah 41,38%, dalam rentang 26% -
50% guru melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan langkah-
langkah pembelajaran adalah 5,17% dan yang berada dalam 1% - 25% guru
melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran adalah 1,72%.
Dari aspek RPP, belum ditemukan bagaimana seorang guru
melaksanakan elaborasi, eksplorasi dan konfirmasi. Yang ada hanyalah
dominasi guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Masih ditemukan ada
15

tertulis kegiatan yang seharusnya bukan menjadi komponen RPP, seperti


berdoa dan mengabsensi.
Namun demikian, secara rata-rata capaian kinerja sekolah dalam
mengimplementasikan standar proses khususnya dimensi pelaksanaan
PBM adalah berada dalam rentang 86-100 dengan kriteria Amat baik, yaitu
86,26.

3. Dimensi Penilaian (X3)


Pada dimensi penilaian PBM (X 3), terdapat satu indikator yang diukur
melalui kuesioner. indikator dimaksud adalah Sekolah/Madrasah melakukan
penilaian hasil belajar untuk memperbaiki proses pembelajaran. Dari 58
sekolah dalam hal melaksanakan penilaian hasil belajar bagi keperluan
perbaikan proses pembelajaran, ditemukan bahwa sekolah di kota palu,
34,48% sekolah yang gurunya 76% - 100% melakukan penilaian hasil belajar
untuk memperbaiki proses pembelajaran, 50,00% sekolah gurunya
51% - 75% melakukan penilaian hasil belajar untuk memperbaiki proses
pembelajaran, 12,07% sekolah 26% - 50% melakukan penilaian hasil belajar
untuk memperbaiki proses pembelajaran, 1,72% sekolah 1% - 25% guru
melakukan penilaian hasil belajar untuk memperbaiki proses pembelajaran,
dan masih terdapat 1,72% sekolah yang tidak ada seorangpun guru
melakukan penilaian hasil belajar untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Temuan penelitian sebagaimana diuraikan di atas, merupakan
persoalan yang perlu menjadi perhatian seluruh pemangku kepentingan
terutama memberikan pemahaman kepada guru tentang pentingnya
penilaian bagi peserta didik dalam upaya memperbaiki pelaksanaan proses
belajar. Saat ini pemahaman guru dalam hal pelaksanaan penilaian hasil
belajar siswa hanya untuk keperluan perolehan angka yang dapat digunakan
dalam rangka pengambilan keputusan. Faktor penyebabnya adalah mereka
belum memahami secara simultan tentang konsep penilaian. Namun
demikian, capaian kinerja sekolah SD/MI di Kota Palu dalam
16

mengimplementasikan standar proses khusunya dimensi penilaian mencapai


76,92 dengan kategori baik.

4. Dimensi Monitoring dan Evaluasi (X4)


Monitoring dan evaluasi merupakan kegiatan yang mutlak dan wajib
dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah. Dalam hal
implementasi standar proses, monitoring dan evaluasi merupakan salah satu
dimensi dari standar proses.
Pada penelitian ini, dimensi Monitoring dan Evaluasi (X 4), terdapat
lima indikator yang diukur melalui kuesioner. indikator dimaksud adalah 1).
Pemantauan proses pembelajaran dilakukan oleh kepala sekolah/madrasah
mencakup tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap penilaian hasil
pembelajaran, 2). Supervisi proses pembelajaran dilakukan oleh kepala
sekolah/madrasah dengan cara memberikan contoh, diskusi, pelatihan dan
konsultasi, 3). Evaluasi proses pembelajaran dilakukan oleh kepala sekolah/
madrasah, 4). Kepala sekolah/madrasah melaporkan pengawasan proses
pembelajaran kepada pemangku kepentingan, dan ke 5). Kepala
sekolah/madrasah melakukan tindak lanjut terhadap hasil pengawasan
proses pembelajaran.
Kepala sekolah melakukan pemantauan proses pembelajaran mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran sekitar
77,58% kepala sekolah yang melakukan pemantauan mencakup 3 (tiga)
tahap pemantauan serta dilakukan diskusi hasil pemantauan, 12,07% kepala
sekolah yang melakukan pemantauan mencakup 3 (tiga) tahap pemantauan
tanpa dilakukan diskusi hasil pemantauan 12,07%, 6,89% kepala sekolah
melakukan pemantauan hanya mencakup 2 (dua) tahap pemantauan, 1,72%
yang melaksanakan hanya mencakup 1 (satu) tahap pemantauan 1,72, dan
masih terdapat 1,72% yang tidak pernah melakukan pemantauan.
Dari segi pelaksanaan supervisi proses pembelajaran dilakukan oleh
kepala Sekolah/Madrasah dengan cara memberikan contoh, diskusi,
pelatihan dan konsultasi, 13,79% yang melakukan supervisi dengan 4
17

(empat) cara, 43,10% yang melakukan dengan 3 (tiga) cara, 29,31% yang
melakukan dengan 2 (dua) cara, 10,34% yang melakukan dengan 1 (satu)
cara dan masih terdapat 3,45% yang tidak melakukan supervisi proses
pembelajaran.
Selanjutnya, terkait dengan pelaporan tentang hasil ke pengawas,
didapatkan variasi jawaban kepala sekolah. Namun demikian, mereka
memberikan pernyataan bahwa Kepala Sekolah/Madrasah melaporkan
pengawasan proses pembelajaran kepada pemangku kepentingan,
diantaranya 34,48% melaporkan kepada yang bersangkutan, dewan guru,
pengawas sekolah/madrasah dan komite sekolah, 8,62% melaporkan
kepada yang bersangkutan melaporkan kepada dewan guru, pengawas
sekolah/madrasah dan komite sekolah bersangkutan, dewan guru,
melaporkan kepada dewan guru, pengawas sekolah/madrasah dan komite
sekolah.dan pengawas sekolah/madrasah, 12,00% melaporkan kepada
yang bersangkutan melaporkan kepada dewan guru, pengawas
sekolah/madrasah dan komite sekolah dan dewan guru, 43,10% melaporkan
kepada yang bersangkutan saja, dan 1,72% tida melaporkan hasil
kepengawasannya kepada pemangku kepentingan.
Terkait dengan tindakan kepala sekolah dalam melakukan tindak
lanjut hasil kepengawasan. Hasil hitung diperoleh bahwa terdapat 8,62%
sekolah yang melaksanakan sekitar 76% - 100% hasil pengawasannya
selama satu tahun terakhir dilakukan tindak lanjut, 60,34% yang
melaksanakan sebanyak 51% - 75% hasil pengawasan selama satu tahun
terakhir dilakukan tindak lanjut, 17,24% yang melaksanakan sebanyak 26% -
50% hasil pengawasan selama satu tahun terakhir dilakukan tindak lanjut,
13,79% sekitar 1% - 25% hasil pengawasan selama satu tahun terakhir
dilakukan tindak lanjut 13,79%, walaupun demikian, tidak ditemukan adanya
hasil pengawasan yang tidak ditindaklanjuti.
Berdasarkan uraian dikemukakan di atas, ada dua hal pokok yang
menjadi fokus pembahasan hasil penelitian ini, Pertama: telah jelas
gambaran kinerja guru SD/MI di Kota Palu dalam mengimplementasikan
18

Standar Nasional Pendidikan khususnya standar proses, dan dari Standar


Nasional Pendidikan (standar proses) yang dijadikan acuan dalam
penyelenggaraan pendidikan bermutu oleh guru tersebut, dimensi manakah
(Perencanaan, Pelaksanaan, Evaluasi, Monitoring dan Evaluasi) yang paling
rendah capaiannya adalah dimensi perencanaan. Secara berturut-turut,
capaian kineja sekolah dalam mengimplementasikan standar proses secara
berturut-turut dari yang terkecil adalah sebagai berikut: dimensi perencanan
(X1) sebesar 68,22 atau dalam kategori cukup, monitoring dan evaluasi (X 4)
74,51 dengan kategori baik. penilaian (X 3) sebesar 76,92 dengan kategori
baik serta pelaksanaan PBM (X2) sebesar 86,26 dengan kategori amat baik.
Sebagai modal atau kekuatan dalam rangka memperbaiki
pelaksanaan standar proses di sekolah, adanya kesungguhan guru dalam
melaksanakan PBM yang encapai kategori amat baik. Kecilnya perolehan
dimensi perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta penilaian, disebabkan
oleh banyak hal, antara lain kurangnya pemahaman serta kemampuan guru
dalam memuat silabus dan RPP. Mereka masih memiliki pemikiran bahwa
silabus dan RPP hanya untuk pemenuhan persyaratan administrasi,
ditambah lagi kompetensi kepala sekolah dalam melaksanakan monitoring
dan evaluasi yang masih relatif rendah dan memungkinkan para guru
mendapat dampak buruk dari rendahnya kompetensi kepala sekolah dalam
melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi standar
proses di sekolah.

KESIMPULAN
1. Sekolah SD/MI Negeri dan Swasta di Kota Palu telah
mengimplementasikan Standar proses. Adapun pelaksanaan standar
proses tersebut meliputi dimensi perencanan (X1) mencapai 68,22 atau
dalam kategori cukup, monitoring dan evaluasi (X 4) 74,51 dengan
kategori baik. penilaian (X 3) sebesar 76,92 dengan kategori baik serta
pelaksanaan PBM (X2) sebesar 86,26 dengan kategori amat baik.
19

2. Dimensi yang paling kecil capaiannya dalam implementasi standar


proses adalah perencanaan, yakni mencapai 68,22 dengan kategori
cukup.

SARAN
1. Pelaksanaan standar proses di sekolah harus ditingkatkan, karena
sangat menentukan dan dominan terhadap pencapaian nilai kinerja
sekolah.
2. Dimensi pelaksanaan paling besar capaiannya, ini dapat dijadikan
modal dalam upaya peningkatan kinerja sekolah terhadap dimensi
lainnya, selanjutnya dimensi yang memperoleh kinerja rendah
hendaknya mendapatkan perhatian secara kontinyu dalam rangka
mewujudkan kinerja sekolah yang tinggi, serta mampu memberi
kepuasan pada pelanggan (layanan profesional).
3. Perlu kesadaran kepada sekolah tentang arti pentingnya kurikulum
sebagai unsur perencanaan, sehingga dengan hasil penelitian ini dapat
dikembangkan dengan melakukan pembinaan pentingnya memahami
kurikulum secara utuh bagi sekolah.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar Prabu, 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Revika Aditama.

Arikunto, Suharsimi, 1980. Metode Peneltian. Jakarta: Rineka Cipta.

Asad, M. 1997. Kepemimpinan dan Motivasi. Yogyakarta: Liberty.

BAN, 2008. Pedoman Pelaksanaan Akreditasi Sekolah. Jakarta: BAN.

Soeprihanto, 2001. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan.


Yogyakarta: BPPE.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan


Nasional. Jakarta: Depdiknas.

You might also like