You are on page 1of 10

GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENGOBATAN TUBERKULOSIS PARU DI KOTA

MANADO TAHUN 2014

Gideon Abdi Tombokan*


Henry M.F. Palandeng, Margareth R. Sapulete

Abstract:
Pulmonary tuberculosis (TB) is an airborne disease caused by Mycobacterium tuberculosis which can infect
healthy individuals who breathe in infected air. In the diagnostic and therapeutic developments of
pulmonary tuberculosis, causes new problem that is the Multi-drugs Resistant Tuberculosis (MDR-TB). Data
of MDR-TB at Prof. Dr. R. D. Kandou Hospital Center in 2014 showed that there were eight pulmonary TB
patients who developed MDR-TB. Objective : The purpose of this research is to show the overview of
pulmonary TB patients' risk factors in developing MDR-TB in Manado in 2014. Method : This research is a
descriptive research. Both primary data from questionnaires and secondary data from MDR-TB Policlinic
were used as instruments for this research. The secondary data obtained during April-December 2014
showed tht there were eight MDR-TB patients who live in four different districts in Manado. Result : Results
of this research concluded that evaluation needed to be done in many aspects, but mainly focusing on the
educative, informative, and communicative aspects of the health officers in giving the patients a healthcare.
Patients must be given a clear understanding as well as motivation from the health officers to comply to the
treatment regimen.
Keywords : Pulmonary Tuberculosis, Risk Factors, MDR-TB

Abstrak
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobaterium tuberculosis.
Penularan penyakit berlangsung diudara dari individu yang sehat dengan paparan udara yang telah

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015
terkontaminasi oleh Mycobacterium tuberculosis. Dalam perkembangan diagnostik serta terapi tuberkulosis
paru timbul masalah baru yaitu Resistensi Obat Anti Tuberkulosis (Multi-Drugs Resistent Tuberculosis)..
Data dari poli MDR-TB RSUP Prof. R.D. Kandou, Manado tahun 2014 terdapat 8 penderita tuberkulosis paru
dengan resistensi obat. Tujuan: untuk mengetahui gambaran faktor risiko penderita MDR-TB di Kota
Manado tahun 2014. Metode Penelitian: penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Data penelitian
berjumlah 8 orang didapatkan dari data sekunder Poli MDR-TB RSUP Prof R.D. Kandou. Instrumen
penelitian menggunakan data primer berupa kuesioner dan data sekunder. Dari data sekunder pada
periode bulan april-desember 2014 terdapat 8 penderita MDR-TB yang tersebar di 4 kecamatan Kota
Manado. Hasil: disimpulkan bahwa evaluasi perlu dilakukan diberbagai aspek namun hasil penelitian
menekankan pada petugas kesehatan harus memiliki unsur edukatif, informatif dan komunikatif dalam
memberikan pelayanan kesehatan. Pasien harus diberikan pemahaman yang jelas serta dorongan dari
petugas kesehatan untuk menumbuhkan motivasi untuk berobat teratur.
Kata Kunci : Tuberkulosis paru, Faktor risiko, MDR-TB

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unversitas Sam Ratulangi Manado


Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

249
PENDAHULUAN yang menyebabkan penularan yang lebih
luas. 10
Tuberkulosis merupakan penyakit menular
yang disebabkan oleh basil Mycobaterium MDR-TB merupakan masalah terbesar
tuberculosis. Penularan penyakit terhadap pencegahan dan pemberantasan
berlangsung di udara dari individu yang TB dunia. 4 Hasil penelitian Sri Melati Munir,
sehat dengan paparan udara yang telah Arifin Nawas dan Dianiati K Soetoyo dari
terkontaminasi oleh Mycobacterium Departemen Pulmonologi dan Ilmu
tuberculosis. Hingga kini TB Paru Kedokteran Respirasi FKUI-RS
merupakan salah satu masalah kesehatan Persahabatan Jakarta mendapatkan
global.1 Menurut data WHO pada tahun kesimpulan bahwa resistensi OAT yang
2012, ada 8,6 juta jiwa yang terinfeksi terbanyak adalah resisten sekunder 77,2%
dengan jumlah kematian sebesar 1,3 juta dan didominasi resisten terhadap
jiwa. Angka ini cukup mencengangkan rifampisin dan isoniazid 50,5% sedangkan
dikarenakan mudahnya pencegahan TB resistensi primer 22,8%. Baik primer
Paru.2 maupun sekunder didaptkan resisten
terhadap rifampisin dan isoniazid 50,5%
Prevalensi tuberkulosis dapat ditekan terus
resisten terhadap rifampisin, isoniazid dan
menurun setiap tahun sejak statusnya
streptomisin 34,6%. 5 Tulang punggung
dinyatakan sebagai Global Emergency pada
pengobatan TB pada Rifampisin dan
tahun 1993, oleh karena inovasi dari WHO
Isoniazid paling banyak terjadi resistensi. 6
dengan program DOTS (Directly Observed
Therapy) yaitu sebuah strategi untuk Resistensi OAT terjadi karena mutasi dari
menanggulangi angka kesakitan akibat basil Mycobacterium tuberculosis dimana
tuberkulosis. Strategi ini berkembang dan resistensi biasanya meliputi jenis obat yang
diadopsi oleh negara-negara berkembang disebut first line drugs, yaitu; isoniazid,
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015

untuk terapi utama dalam tuberkulosis.3 rifampisin, pirazinamid dan etambutol.


Penyebab utamanya adalah akibat terapi
Dalam perkembangan diagnostik serta
OAT yang tidak adekuat karena penggunaan
terapi TB Paru timbul masalah baru yaitu
yang salah dari segi dosis, cara pemakaian
Resistensi Obat Anti Tuberkulosis (Multi-
dan tidak tepatnya lama waktu terapi yang
Drugs Resistent Tuberculosis). Pada akhir
kemudian menyebabkan berkembangnya
2012, WHO mencatat data dari 136 negara
kuman yang resisten. 7
(70% dari seluruh negara anggota)
diperkirakan terdapat 3,6% kasus baru dan Kasus TB dengan resistensi OAT merupakan
20,2% dari kasus-kasus yang sebelumnya kasus yang sulit ditangani terutama
pernah diobati. Pada 2012, total ada dinegara berkembang karena butuh tenaga
450.000 kasus baru tercatat, di Indonesia ahli khusus, selain itu membutuhkan biaya
sendiri berdasarkan data WHO pada tahun yang lebih besar, risiko terpapar dengan
2012 dilaporkan 824 kasus dengan toksik obat lebih besnar hasil pengobatan
Resistensi OAT terdiri dari 2% kasus baru pun kurang memuaskan. 2 Pada pasien yang
dan 10% dari penderita yang pernah memiliki riwayat pengobatan TB
mendapat pengobatan sebelumnya dan sebelumnya kemungkinan terjadi resistensi
hanya 428 yang dapat ditegakkan secara sebesar 4 kali lipat sedangkan terjadinya
pasti, jika ditotal dari kalkulasi WHO sudah MDR TB 10 kali lipat. 8
6900 jiwa yang terinfeksi Resistensi OAT. 2 Di tingkat global, Indonesia berada
MDR-TB pada dasarnya adalah suatu diperingkat 8 dari 27 negara dengan beban
fenomena buatan manusia, sebagai akibat MDR-TB terbanyak didunia dengan
dari pengobatan TB yang tidak adekuat perkiraan pasien MDR-TB di Indonesia

250
sebesar 6.900, yaitu 1,9% dari kasus baru HASIL PENELITIAN
dan 12% dari kasus pengobatan ulang. Kota Manado terletak di ujung jazirah utara
Sampai dengan bulan November 2013, telah pulau Sulawesi, pada posisi geografis
terjaring 1.947 pasien MDR-TB yang 12440 12450 BT dan 130 140 LU.
terkonfirmasi dari 7.310 suspek MDR-TB Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan
yang diperiksa. 1.496 diantaranya sudah suhu rata-rata 24 27 C.
menjalani pengobatan dengan angka
Batas wilayah Kota Manado adalah sebagai
keberhasilan pengobatan MDR-TB sebesar
berikut: Utara : Kabupaten Minahasa Utara
66%.30
dan Selat Mantehage. Selatan: Kabupaten
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 Minahasa. Barat : Teluk Manado. Timur :
menyatakan bahwa 0,3% dari penduduk Kabupaten Minahasa. Secara administratif
Provinsi Sulawesi Utara menderita TB Kota Manado terbagi kedalam 9 wilayah
Paru.9 Angka yang cukup tinggi jika kecamatan dan 87 kelurahan/desa, yaitu:
dibandingkan dari rata-rata yaitu 0,4%, Kecamatan Malalayang, Kecamatn
bukan tidak mungkin akan ada peningkatan Mapanget, Kecamatan Sario, Kecamatan
prevalensi TB Paru di Provinsi Sulawesi Singkil, Kecamatan Wanea, Kecamatan
Utara khususnya Kota Manado diikuti juga Tuminting, Kecamatan Wenang, Kecamatan
dengan peningkatan MDR-TB. Hal ini Bunaken, Kecamatan Tikala.
ditanggapi sangat serius oleh pemerintah
Adapun luas wilayah Kota Manado adalah
sehingga pemerintah mendirikan berbagai
157, 28 km2 yang merupakan 0,57% dari
pusat rujukan MDR-TB didaerah. Di Manado
wilayah Sulawesi Utara dengan jumlah
sejak April 2014 telah ada pusat rujukan
penduduk 395.515 jiwa atau 2431 jiwa per
MDR TB yang berpusat di RSUP Prof. R.D.
km2. Kota Manado memiliki topografi tanah

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015
Kandou. Oleh karena itu maka penulis
yang berbeda-beda untuk tiap
melakukan penelitian mengenai faktor
kecamatannya.
risiko MDR-TB untuk mencegah
peningkatan angka kejadian MDR-TB di
Kota Manado.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif memakai analisis
deskriptif sederhana.Pengambilan data
dilakukan di Poli MDR-TB RSUP Prof R.D.
Kandou. Penelitian dilakukan pada bulan
Oktober-Desember 2014. Populasi
penelitian yaitu 8 penderita TB Paru dengan
MDR di Poli MDR-TB RSUP Prof. R.D.
Kandou, Manado tahun 2014. Namun hanya
7 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
Instrumen penelitian ini adalah data primer
melalui kuesioner dan data sekunder Gambar 1. Peta Distribusi Responden
penderita MDR-TB dari Poli MDR-TB RSUP Berdasarkan Lokasi Penelitian
Prof R.D. Kandou.

251
tahun, 36 tahun, 41 tahun, 42 tahun, 43
Kecamatan tahun, 53 tahun, dan 57 tahun masing-
masing 1 pasien.
2
1.5 Pendidikan
1
0.5 14,3%
0 SLTP

57,1% 28,6% SLTA

Gambar 2. Distribusi Responden Berdasarkan Akademi/Sar


Lokasi jana

Karakteristik sampel dalam penelitian


Gambar 5. Diagram Frekuensi Pendidikan
digambarkan dalam diagram-diagram Pasien
berikut:
Diagram diatas menunjukkan bahwa
Jenis Kelamin tingkat pendidikan pasien diurutkan dari
tingkat pendidikan paling rendah, 1
14,3% Laki-laki
responden yang hanya tamat SLTP, 2
Perempuan
responden yang tamat SLTA, 4 responden
yang tamat Akademi/Sarjana dan tidak
didapatkan pasien yang tidak tamat SD dan
85,7% hanya tamat SD.
Status Pekerjaan
Gambar 3. Diagram Distribusi Frekuensi Jenis
Kelamin Pasien Berdasarkan karakteristik responden dari
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015

Diagram diatas menunjukkan bahwa pasien hasil penelitian tidak didapatkan responden
yang berjenis kelamin laki-laki merupakan yang tidak berkerja. Seluruh responden
yang terbanyak dengan jumlah 7 pasien memiliki pekerjaan tetap.
atau 85,7% sedangkan pasien yang berjenis Tempat dinyatakan Tuberkulosis
kelamin perempuan berjumlah 1 pasien
Rumah Sakit
atau 14,3%
42,9% 42,9% Puskesmas
Umur
Praktek
14,3% 14,3% 14,3% 14,3% Dokter
34 tahun
36 tahun 14,3%
41 tahun
Gambar 6. Diagram Frekuensi Tempat Pasien
42 tahun dinyatakan Tuberkulosis
43 tahun Berdasarkan diagram diatas menunjukkan
14,3% 14,3% 53 tahun bahwa 1 responden dinyatakan
14,3%
Tuberkulosis dipuskesmas, sedangkan yang
dinyatakan Tuberkulosis di Rumah Sakit
Gambar 4. Diagram Distribusi Frekuensi Umur.
dan Praktik Dokter masing-masing 3
Pasien Diagram diatas menunjukan sebaran responden.
data pasien berdasarkan usia pasien pada
saat dilakukan penelitian yaitu usia 34

252
Faktor Program dan Sistem Kesehatan bersikap ramah dalam memberikan
Diketahui responden yang mengaku pernah pelayanan selama terapi Tuberkulosis yaitu
mendapatkan penyuluhan tentang 57,1% responden. Sedangkan 42,9%
Tuberkulosis sebelumnya yaitu 28,6%. menjawab petugas kesehatan tidak ramah
Sedang responden yang menjawab tidak dalam memberikan pelayanan. 71,4%
pernah mendapatkan penyuluhan yaitu responden menjawab petugas kesehatan
71,4%. Responden yang menjawab pernah menjelaskan adanya kemungkinan
mendapatkan mendapatkan pengawasan efek samping yang ditimbulkan selama
petugas kesehatan selama responden mengkonsumsi obat Tuberkulosis.
menelan obat Tuberkulosis yaitu 28,6% Sedangkan 28,6% responden menjawab
sedangkan 71,4% pasien menjawab tidak tidak pernah mendapatkan informasi
mendapatkan pengawasan. Berdasarkan sebelumnya.
hasil penelitian untuk pendapat responden Responden yang mendapatkan dorongan
mengenai obat Tuberkulosis selalu tersedia dari petugas kesehatan untuk terus teratur
setiap jadwal pengambilan dan obat berobat adalah 28,6% responden.
Tuberkulosis yang dididapatkan selalu Sedangkan 71,4% responden menjawab
dalam keadaan baik, kemasan maupun tidak. Responden yang mengaku pernah
isinya seluruh responden menjawa Ya. mendapatkan teguran dari petugas
kesehatan, akibat tidak mau atau lalai
Faktor Petugas Kesehatan
minum obat Tuberkulosis adalah 28,6%
Diketahui responden yang menjawab responden, sedangkan 71.4% menjawab
petugas kesehatan menjelaskan mengenai tidak dan mengenai petugas kesehatan
penyakit Tuberkulosis lebih banyak yaitu telah menjelaskan pengobatan Tuberkulosis
71,4% Responden yang menjawab petugas

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015
harus dilakukan secara teratur, petugas
kesehatan pernah menjelaskan tentang kesehatan telah menjelaskan jadwal minum
merokok, minum alkohol dan pola makan obat tuberkulosis dan penjelasan setiap
yang tidak baik memperburuk penyakit pengambilan dahak oleh petugas kesehatan.
Tuberkulosis adalah 71,4% responden Seluruh responden menjawab Ya untuk
sedangkan 28,6% responden menjawab ketiga variabel tersebut.
tidak pernah mendapatkan penjelasan
sebelumnya. Faktor Pasien
Diketahui bahwa responden yang selalu Didapatkan bahwa 85,7% responden
diingatkan petugas kesehatan mengenai menjawab mengalami efek samping selama
jadwal pengambilan obat Tuberkulosis mengkonsumsi obat Tuberkulosis.
yaitu 85,7% sedangkan 14,3% responden Sedangkan 14,3% menjawab tidak pernah
menjawab tidak selalu diingatkan. mengalami efek samping obat. Responden
Didapatkan responden yang mengatakan yang menjawab pernah berhenti karena
selalu ditanyakan petugas kesehatan efek samping selama mengkonsumsi obat
mengenai kemajuan selama terapi Tuberkulosis yaitu 71,4%. Sedangkan
Tuberkulosis pada setiap kunjungan yaitu 28,6% responden menjawab tidak pernah
57,1% sedangkan 42,9% menjawab tidak. berhenti karena efek samping selama
Responden yang selalu mendapatkan mengkonsumsi obat Tuberkulosis.
tanggapan mengenai keluhan selama Responden yang menjawab pernah
mengkonsumsi obat Tuberkulosis yaitu merasakan jenuh selama dalam pengobatan
71,4% sedangkan 28,6% responden Tuberkulosis yaitu 85,7%. Sedangkan
menjawab tidak. Responden yang 14,3% responden mengaku tidak pernah
menjawab bahwa petugas kesehatan merasa jenuh. Didapatkan bahwa
253
responden yang mengaku mengalami memiliki pekerjaan tetap tetapi tidak
kesulitan dengan biaya yang harus ditanyakan lebih rinci mengenai pekerjaan
digunakan selama masa pengobatan responden, maka disimpulkan bahwa
Tuberkulosis adalah 57,1% responden. seluruh responden memiliki penghasilan
Sedangkan 42,9% responden mengaku sendiri. Pada kuesioner penelitian juga
tidak mengalami kesulitan dengan biaya. ditanyakan tempat responden dinyatakan
Diketahui bahwa 28,6% responden TB Paru untuk pertama kali, 1 responden
memiliki riwayat Diabetes Melitus. dinyatakan tuberkulosis dipuskesmas,
Sedangkan 71,4% mengaku tidak memiliki sedangkan yang dinyatakan tuberkulosis di
riwayat. Berdasarkan hasil penelitian dapat rumah sakit dan praktik dokter umum
dilihat bahwa seluruh responden mengaku masing-masing 3 responden. Tidak
pernah mendapat pengobatan tuberkulosis ditanyakan lebih rinci tetapi 3 responden
lebih dari satu kali sebelumnya. mengeluh akan jauhnya jarak dari rumah ke
pusat layanan kesehatan sehingga
PEMBAHASAN
cenderung berobat ke praktik dokter umum.
Dari hasil penelitian bisa dilihat bahwa
Berdasarkan hasil penelitian pada faktor
responden yang berjenis kelamin laki-laki
program dan sistem kesehatan didapatkan
adalah 85,7% lebih banyak dari responden
bahwa responden yang mengaku pernah
yang berjenis kelamin perempuan 14,3%.
mendapatkan penyuluhan tentang
Menurut Nofizar D dalam penelitian di RS
Tuberkulosis sebelumnya yaitu 28,6%.
Persahabatan, Jakarta didapatkan
Sedang responden yang menjawab tidak
perbandingan menurut jenis kelamin laki-
pernah mendapatkan penyuluhan yaitu
laki 32 orang (64%) sedangkan perempuan
71,4%. Penyuluhan merupakan salah satu
18 orang (36%).8 Munawwarah R dalam
unsur dalam pencegahan MDR-TB, sebab
penelitian juga mendapatkan proporsi laki-
prioritas yang dianjurkan bukan
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015

laki yang lebih besar yaitu 60,9%. Umur


pengobatan melainkan pencegahan
responden terdiri dari usia 34 tahun, 36
terjadinya MDR-TB.
tahun, 41 tahun, 42 tahun, 43 tahun, 53
tahun, dan 57 tahun masing-masing 1 Didapatkan juga hasil bahwa responden
responden. yang menjawab mendapatkan
Menurut Depkes RI (2009), usia responden mendapatkan pengawasan PMO selama
dari yang terbanyak adalah masa dewasa responden menelan obat Tuberkulosis yaitu
akhir 36-45 tahun yaitu 4 responden, masa 85,7% sedangkan 14,3% pasien menjawab
lansia awal 46-55 tahun yaitu 2 responden, tidak mendapatkan pengawasan. Dari
dan masa dewasa awal yaitu 1 responden. wawancara dengan responden didapatkan
Menyatakan bahwa MDR-TB banyak tidak ada pengawasan petugas selama
terdapat kelompok usia produktif. menelan obat, PMO seluruh pasien adalah
keluarga. Selama pengobatan TB Paru perlu
Tingkat pendidikan responden diurutkan
adanya PMO yang mengawasi untuk
dari tingkat pendidikan paling rendah, 1
meningkatkan keteraturan minum obat,
responden yang hanya tamat SLTP, 2
terutama pada awal pengobatan dimana
responden yang tamat SLTA, 4 responden
pasien sering lupa minum obat. 22
yang tamat Akademi/Sarjana dan tidak
Berdasarkan hasil penelitian untuk
didapatkan pasien yang tidak tamat SD dan
pendapat responden mengenai obat
hanya tamat SD. Sehingga tidak dapat
Tuberkulosis selalu tersedia setiap jadwal
disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
pengambilan dan obat Tuberkulosis yang
yang rendah menjadi risiko peningkatan
dididapatkan selalu dalam keadaan baik,
angka kejadian MDR-TB. Seluruh responden
254
kemasan maupun isinya seluruh responden kurangnya edukasi, bahkan biaya dapat
menjawab Ya. Faktor obat sudah baik terus meningkat seiiring dengan timbulnya
akan tetapi promosi kesehatan ditingkat masalah baru.
pelayanan primer belum berjalan dengan Responden yang selalu diingatkan petugas
baik. kesehatan mengenai jadwal pengambilan
Pada faktor petugas kesehatan didapatkan obat Tuberkulosis yaitu 85,7% sedangkan
fakta bahwa responden yang menjawab 14,3% responden menjawab tidak selalu
petugas kesehatan menjelaskan mengenai diingatkan. Hal ini sangat penting perlu
penyakit tuberkulosis paru yaitu 5 adanya peran serta PMO sebagai unsur
responden atau 71,4%. Sudah jelas bahwa penting dalam keberhasilan pengobatan TB.
kurangnya informasi dan pengetahuan 57,1% responden mengatakan selalu
pasien tentang TB Paru menjadi risiko ditanyakan petugas kesehatan mengenai
terjadinya MDR-TB.23 kemajuan selama terapi Tuberkulosis pada
Kemudian responden yang menjawab setiap kunjungan, kemudian responden
petugas kesehatan pernah menjelaskan yang selalu mendapatkan tanggapan
tentang merokok, minum alkohol dan pola mengenai keluhan selama mengkonsumsi
makan yang tidak baik memperburuk obat Tuberkulosis yaitu 71,4% sedangkan
penyakit tuberkulosis paru adalah 71,4% 28,6% responden menjawab tidak serta
responden sedangkan 28,6% responden hanya 57,1% responden yang menjawab
menjawab tidak pernah mendapatkan bahwa petugas kesehatan bersikap ramah
penjelasan sebelumnya. Pada penelitian dalam memberikan pelayanan selama
yang dilakukan oleh Tanggaptirtana di terapi tuberkulosis paru. Ketiga poin ini
Rumah Sakit Dr Moewardi, Surakarta menyangkut petugas kesehatan dalam hal

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015
didapatkan pasien TB Paru yang merokok ini adalah kader. Menurut Buku Saku Kader
lebih banyak mengalami kegagalan dalam Program Penanggulangan TB, kader
pengobatan daripada yang tidak merokok.25 kesehatan adalah anggota masyarakat yang
Sebab terjadi gangguan makrofag dan bekerja secara sukarela dalam membantu
meningkatkan resistensi saluran napas dan program penanggulangan TB dan sudah
permeabilitas epitel paru. Rokok dilatih.27 Hasil penelitian merujuk ketiga hal
menurunkan sifat responsive antigen.11 ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan
Penelitian oleh Erick ditemukan presentase evaluasi mengenai pelayanan kesehatan
pasien TB Paru dengan riwayat oleh petugas kesehatan dalam
mengonsumsi alkohol 37% lebih besar dari penanggulangan tuberkulosis paru.
pasien TB Paru yang tidak mengonsumsi Sebanyak 71,4% responden menjawab
alkohol yaitu 26%. Efek alkohol pada sistem petugas kesehatan pernah menjelaskan
imun sangat kompleks, sebab alkohol adanya kemungkinan efek samping yang
meningkatkan sistem imun yang bersifat ditimbulkan selama mengkonsumsi obat
patologik dan hiperaktif.26 Hasil penelitian Tuberkulosis. Sedangkan 28,6% responden
yang dilakukan Tanggaptirtana juga menjawab tidak pernah mendapatkan
menunjukkan pasien TB Resisten yang informasi sebelumnya. Pemakaian obat
diteliti 73,3% menderita gizi buruk. Gizi tuberkulosis paru dapat menimbulkan
kurang menyebabkan daya tahan tubuh berbagai macam efek samping, salah satu
menjadi lemah sehingga infeksi semakin efek samping yang cukup serius adalah
cepat menyebar.25 Beban biaya pemerintah adalah efek hepatotoksik, mekanismenya
yang dialokasikan untuk penanggulangan tidak diketahui secara pasti. Hepatotoksik
tuberkulosis hanya akan sia-sia dengan terjadi pada dosis dan individu tertentu

255
bukan merupakan reaksi hipersensitivitas berhenti minum obat tuberkulosis.8 Pada
tetapi dari metabolit yang beracun.24 Maka penelitian ini tidak diperinci efek samping
sangat penting bagi petugas kesehatan yang dirasakan responden. Maka ini
untuk menjelaskan efek samping obat. menjadi bukti perlu adanya edukasi bagi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien agar dapat dipahami mengenai efek
responden yang mendapatkan dorongan samping obat tuberkulosis.
dari petugas kesehatan untuk terus teratur Responden yang menjawab pernah
berobat adalah 28,6% responden. merasakan jenuh selama dalam pengobatan
Sedangkan 71,4% responden menjawab Tuberkulosis yaitu 85,7%. Sedangkan
tidak. Kemudian responden yang mengaku 14,3% responden mengaku tidak pernah
pernah mendapatkan teguran dari petugas merasa jenuh. Dalam penelitian
kesehatan, akibat tidak mau atau lalai Munawwarah, didapatkan 40% pasien
minum obat Tuberkulosis adalah 28,6% MDR-TB merasa jenuh pada pengobatan TB
responden, sedangkan 71.4% menjawab Paru yang pertama kali dikarenakan pada
tidak. Keberhasilan dalam penanggulangan awal pengobatan pasien belum terbiasa
tuberkulosis memang tidak bisa dipisahkan namun karena keinginan yang sembuh yang
dengan petugas kesehatan atau kader. kuat maka dapat dibiasakan.28 Hal ini
Petugas kesehatan atau kader harus membuktikan bahwa kejenuhan dalam
berperan aktif karena dorongan dan berobat merupakan risiko kegagalan dalam
teguran dapat membangkitkan motivasi pengobatan TB Paru, maka perlu
pasien untuk berobat TB Paru secara diperhatikan petugas kesehatan agar pasien
teratur.22 Berdasarkan hasil penelitian tidak merasa jenuh selama menjalani
mengenai petugas kesehatan telah pengobatan. Sedangkan responden yang
menjelaskan pengobatan Tuberkulosis mengaku mengalami kesulitan dengan
harus dilakukan secara teratur, petugas biaya yang harus digunakan selama masa
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015

kesehatan telah menjelaskan jadwal minum pengobatan Tuberkulosis adalah 57,1%


obat tuberkulosis dan penjelasan setiap responden. Sedangkan 42,9% responden
pengambilan dahak oleh petugas kesehatan. mengaku tidak mengalami kesulitan dengan
Seluruh responden menjawab Ya untuk biaya. Munawwarah dalam penelitiannya
ketiga variabel tersebut. Dalam ketiga mendapatkan 53,3% pasien mengalami
variabel ini dapat disimpulkan bahwa kesulitan biaya dalam pengobatan TB Paru,
petugas kesehatan telah melakukannya diketahui bahwa seluruh pasien yang
dengan baik. mengalami kesulitan biaya adalah pasien
Sejumlah 85,7% responden menjawab yang tidak berdomisili di Makassar. Karena
mengalami efek samping selama pasien hidup sendiri dan tidak berkerja
mengkonsumsi obat Tuberkulosis. sehingga mengalami kesulitan untuk biaya
Sedangkan 14,3% menjawab tidak pernah hidup sehari-hari.28 Sedangkan penelitian
mengalami efek samping obat, didapatkan Nofizar menunjukkan 92% pasien tidak
juga bahwa responden yang menjawab mengalami masalah biaya.8 Penelitian
pernah berhenti karena efek samping Nofizar tidak merinci alasan dan penyebab
selama mengkonsumsi obat Tuberkulosis kesulitan biaya pasien. Kesulitan biaya yang
yaitu 71,4%. Menurut penelitian Nofizar di penulis maksud bukan biaya pengobatan
RS Persahabatan hampir sepertiga pasien melainkan biaya hidup pasien sehari-hari.
TB Paru merasakan efek samping selama Dapat disimpulkan bahwa perlu diadakan
mengkonsumsi obat tuberkulosis bahkan penelitian lebih lanjut tentang korelasi
efek samping dijadikan alasan untuk status ekonomi dengan kesulitan biaya

256
pasien selama pengobatan TB Paru di Kota untuk menumbuhkan motivasi untuk
Manado. berobat teratur. Sehingga diharapkan dapat
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat mencegah peningkatan angka kejadian
bahwa 28,6% responden memiliki riwayat MDR-TB di Kota Manado.Perlu diadakan
Diabetes Melitus. Sedangkan 71,4% penelitian lebih mendalam dan kontinyu
mengaku tidak memiliki riwayat. Hal ini tentang MDR-TB di Kota Manado, karena
masih diperlu diteliti kembali, menurut program MDR-TB di RSUP. Prof. R.D.
Cahyadi, prevalensi TB meningkat seiring Kandou yang baru berjalan dari April
dengan peningkatan prevalensi DM, 2014.Perlu juga dilakukan pendataan yang
peningkatan prevalensi cenderung lengkap mengenai kasus MDR-TB untuk
meningkat seiring dengan bertambahnya memperoleh gambaran yang baik dan jelas.
usia.29 DM merupakan salah satu faktor Evaluasi secara berkala mengenai
risiko terpenting dalam perburukan penanggulangan TB paru dan pencegahan
penyakit TB paru. Pasien TB dengan DM MDR-TB di Kota Manado untuk
cenderung muncul lebih banyak gejala dan keberhasilan pengobatan sesuai dengan
keadaan umum lebih buruk. Perlu ISTC (International Standards for
diperhatikan oleh petugas kesehatan dalam Tuberculosis Care) sangat penting.
pemberian obat dikarenakan efek samping DAFTAR PUSTAKA
dan interaksi antara obat tuberkulosis
1. Grange JM, Zumla AI. Manson's Tropical
dengan obat oral untuk DM. Berdasarkan Diseases. 22nd ed. Cook G, Zumla AI,
hasil penelitian dapat dilihat bahwa seluruh editors.: Saunders Elserier; 2009.
responden mengaku pernah mendapat 2. Global Tuberculosis Report. Geneva: World
pengobatan tuberkulosis lebih dari satu kali Healt Organization; 2013. Report No.:
ISBN 978 92 4 156456 6.

Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015
sebelumnya. Namun tidak ditanyakan
3. Keshavjee S, Farmer PE. Tuberculosis, Drug
mengenai berapa kali pasien mendapat
Resistance and the History of Modern
pengobatan tuberkulosis sebelumnya. Medicine. The New England Journal of
Medicine. 2012 September; 367.
KESIMPULAN DAN SARAN
4. Fauci AS, Longo DL. Harrison's The Principles
Berdasarkan hasil penelitian, gambaran of Internal Medicines. 17th ed.: The
faktor risiko penderita Multi Drug Resistant McGraw-Hill Companies Inc.; 2008.
Tuberkulosis di Kota Manado Tahun 2014, 5. Munir SM, Nawas A, Soetoyo DK. Pengamatan
pasien tuberkulosis paru dengan MDR TB
dapat diambil kesimpulan bahwa beberapa
di poliklinik paru RSUP Persahabatan.
unsur dalam program pencegahan MDR-TB Jurnal Respirologi Indonesia. 2010; 30(2).
seperti penyuluhan kesehatan dan 6. Bagus GP, Musrichan A. Faktor-faktor yang
pengawasan minum obat harus diperbaiki mempengaruhi terjadinya resistensi
karena prioritas adalah pencegahan bukan rifampisin dan /isoniazid pada pasien
tuberculosis paru di 7. BKPM Semarang.
pengobatan. Tanpa penyuluhan maka beban Skripsi Strata-1. Semarang: Universitas
biaya yang ditanggung negara untuk Diponegoro, Fakultas Kedokteran; 2011.
pengobatan tuberkulosis khususnya MDR- 8. Nofriyanda M. Analisis Molekuler Pada Proses
TB hanya sia. Evaluasi perlu dilakukan Resistensi Mikobakterium Tuberkulosis
diberbagai aspek namun hasil penelitian Terhadap Obat-obat Anti Tuberkulosis.
Padang: Fakultas Kedokteran Universitas
menekankan kepada petugas kesehatan, Andalas, Bagian Pulmonologi dan Ilmu
petugas kesehatan harus memiliki unsur Kedokteran Respirasi; 2010.
edukatif, informatif dan komunikatif dalam 9. Nofizar D, Nawas A, Erlina B. Identifikasi
memberikan pelayanan kesehatan. Pasien Faktor Resiko Tuberkulosis Multidrug
Resistant (TB-MDR). Maj. Kedokteran
harus diberikan pemahaman yang jelas
Indonesia. 2010 Desember; 60(12).
serta dorongan dari petugas kesehatan
257
10. Riset Kesehatan Dasar. Badan Peneliti dan resistant tuberculosis Communication I,
Pengembangan Kesehatan, Kementerian editor. Geneva: WHO; 2014.
Kesehatan RI; 2013. 26. Tostman, A., Martin, J.B., Rob, E.A., Wiel, C.M.
11. Soepandi PZ. Diagnosis dan faktor yang de Lange., Andre, J.A.M. van der Ven.,
mempengaruhi terjadinya MDR-TB. Richard, D. 2007. Antituberculosis drug-
12. Fauci AS, Longo DL. Harrison's The induced hepatotoxicity : concise up-to-
Principles of Internal Medicines. 17th ed.: date review. Journal of Gastroenterology
The McGraw-Hill Companies Inc.; 2008. and Hepatology 23 : 192-202.
13. Amin Z, Bahar A. Buku Ajar Ilmu Penyakit 27. Tanggaptirtana B. Faktor-faktor yang
Dalam. 4th ed. Sudoyo AW, Setiyohadi B, mempengaruhi keberhasilan pengobatan
Alwi I, Simadibrata K M, Setiati S, editors. pada pasien tuberkulosis paru dengan
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit resistensi obat tuberkulosis di wilayah
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Jawa Tengah. Artikel ilmiah. Universitas
Indonesia; 2006. Diponegoro, Fakultas Kedokteran; 2011.
14. Datta K. Tuberculosis and rational vaccine 28. Erick. Hubungan antara konsumsi alkohol
design. 2013 23 June. dengan prevalensi tuberkulosis paru
pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di
15. Nawas A. Penatalaksanaan TB MDR dan
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun
Strategi DOTS. Jurnal Tuberculosis
2010. Skripsi. Jakarta: Universitas
Indonesia. 2010; VII.
Indonesia, Fakultas Kedokteran; 2012.
16. Dalimunthe NN, Keliat E, Abidin A.
29. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
Penatalaksanaan Tuberkulosis dengan
dan Penyehatan Lingkungan. Bagian 2 -
Resistensi Obat Anti Tuberkulosis.
Kader Kesehatan. In Buku Saku Kader
Medan: Universitas Sumatera Utara,
Program Penanggulangan TB.:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Depatemen Kesehatan RI; 2009. p. 44.
17. Riyanto BS, W. Manajemen of MDR TB
30. Munawwarah R, Leida I, Wahiduddin.
Current and Future. In Konferensi Kerja
Gambaran faktor risiko pengobatan
Pertemuan Ilmiah Berkala PERPARI;
pasien TB-MDR RS Labuang Baji Kota
2006; Bandung.
Makassar tahun 2013. Makassar:
18. Curry FJ. Drug Resistant Tuberculosis, a Universitas Hasanudin, Bagian
Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik : Volume III Nomor 4 Oktober 2015

Survival guide for clinicians. California; Epidemiologi Fakultas Kesehatan


2004. Masyarakat ; 2013.
19. Wallace R, Grosset J. Antimycrobial Agents. 31. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada
In Fauci AS,LDL. Harrison's Principles of pasien diabetes mellitus. 2011 April; 61.
Internal Medicine. New York: Mc Graw
32. TB Indonesia. [Online]. [cited 2015 January
Hill; 2004.
25]. Available from:
20. Toman K. Toman's Tuberculosis : Case http://tbindonesia.or.id/tb-mdr/
Detection, Treatment, and Monitoring :
Questions and Answers. 2nd ed. Frieden T,
editor. Geneva: World Health
Organization; 2004.
21. World Health Organization. Guidelines for
the programmatic management of drug-
resistant tuberculosis Geneva: WHO;
2008.
22. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Tuberkulosis: Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia Jakarta;
2011.
23. Lestari S, Chairil H. Faktor yang
mempengaruhi kepatuhan penderita TBC
untuk minum obat anti Tuberkulosis.
2013.
25. World Health Organization. Companion
handbook to the WHO guidelines for the
programmatic management of drug-

258

You might also like