You are on page 1of 47

JURNAL

KOMUNIKASI SOSIAL PEMERINTAH DALAM PENYEBARAN INFORMASI


TENTANG TAPAL BATAS NEGARA INDONESIA DAN NEGARA TIMOR LESTE
(Studi kasus pada bidang Pengelolaan Batas Negara Lembaga Badan Pengelola Perbatasan
Kabupaten Kupang NTT)

OLEH
KRISTIN E.J NOMLENI
1303052052

KONSENTRASI HUBUNGAN MASYARAKAT


JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2017
GOVERNMENT SOCIAL COMMUNICATIONS IN DISSEMINATION OF
INFORMATION ON THE BOUNDARIES OF THE STATE OF INDONESIA AND THE
STATE OF EAST TIMOR (CASE STUDY ON STATE BOUNDARY MANAGEMENT
OF BORDER MANAGEMENT AGENCY OF KABUPATEN KUPANG-NTT)
KRISTIN E.J NOMLENI

Concentration of Public Relation Departement of Communication Science Faculty of Social


Science and Political Science
University of Nusa Cendana Kupang

ABSTRACT

KRISTIN E.J NOMLENI. Government Social Communications in Dissemination of


Information on the Boundaries of the State of Indonesia and the State of East Timor (Case
Study on State Boundary Management of Border Management Agency of Kabupaten
Kupang-NTT), (guided by Drs Umrah Kamahi as mentor I and Ferly Tanggu Hana, S. Si,
M.Comn as mentor II). This study aims to determine the government's social communication in
disseminating information about the border of Indonesia and Timor Leste by the Border
Management Agency through the field of state border management to the North Netemnanu border
community. The theory used is innovation diffusion theory by Everret M. Roggers with four basic
theoretical assumptions of innovation, communication channel, time period and social system in
addition to the process of adoption of innovation and the characteristics of adopter related to social
communication conducted in spreading information or innovation to the community about the
boundary issue. Type of research is qualitative with case study method that is a research to explore
a certain phenomenon (case) in a time and activity and collect information in detail and depth by
using various data collection procedure during certain period\. Data analysis technique used is
qualitative method where data presented in the form of series of sentence and not number from
result of processed primary data source and secondary data of research. From the results of the
study found that social communication is a form of communication done in building relationships
with the boundary community due to the manner of communicating and other matters related to
the dissemination of information and activities related to the community and the border region is
always adapted to the values or culture that exist so that Communities participate in receiving or
participating in activities. This is in contrast to the central government's decision to follow the
1904 treaty agreement with the Timor Leste side through the BPP of Kupang District where social
communication has failed due to lack of communication with the ignorant community regarding
the decision-making by the central government, so this is considered a new information Or
innovation by the border community that is not really in accordance with the culture of Amfoang
society life history so continue to get rejection until now.
(Keywords: Social Communication, Information Dissemination, Boundary)
KOMUNIKASI SOSIAL PEMERINTAH DALAM PENYEBARAN INFORMASI
TENTANG TAPAL BATAS NEGARA INDONESIA DAN NEGARA TIMOR LESTE
(Studi kasus pada bidang Pengelolaan Batas Negara Lembaga Badan Pengelola Perbatasan
Kabupaten Kupang NTT)

KRISTIN E.J NOMLENI

Konsentrasi Hubungan Masyarakat Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Nusa Cendana Kupang

ABSTRAK

KRISTIN E.J NOMLENI. Komunikasi Sosial Pemerintah Dalam Penyebaran


Informasi Tentang Tapal Batas Negara Indonesia dan Negara Timor Leste (Studi Kasus
pada Bidang Pengelolaan Batas Negara Lembaga Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten
Kupang-NTT), (dibimbing oleh Drs. Umrah Kamahi sebagai pembimbing I dan Ferly
Tanggu Hana, S.Si, M.Comn sebagai pembimbing II). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui komunikasi sosial pemerintah dalam penyebaran informasi tentang tapal batas negara
Indonesia dan negara Timor Leste oleh Badan Pengelola Perbatasan melalui bidang pengelolaan
batas negara kepada masyarakat perbatasan Netemnanu Utara. Teori yang digunakan adalah teori
difusi inovasi oleh Everret M. Roggers dengan 4 asumsi dasar teori yaitu inovasi, saluran
komunikasi, jangka waktu dan sistem sosial selain itu proses adopsi inovasi dan karakteristik
adopter terkait komunikasi sosial yang dilakukan dalam menyebarkan infomasi atau inovasi
kepada masyarakat tentang persoalan tapal batas. Jenis peneliitian yaitu kualitatif dengan metode
studi kasus yaitu sebuah penelitian untuk menggali suatu fenomena tertentu (kasus) dalam suatu
waktu dan kegiatan serta mengumpulkan informasi secara terperinci dan mendalam dengan
menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama periode tertentu. Teknik analisa data
yang digunakan yaitu metode kualitatif dimana data disajikan berupa rangkaian kalimat dan bukan
angka dari hasil olahan sumber data primer maupun data sekunder penelitian. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa komunikasi sosial merupakan bentuk komunikasi yang dilakukan dalam
membangun hubungan dengan masyarakat tapal batas dikarenakan tata cara berkomunikasi dan
hal lainnya terkait penyebaran informasi maupun kegiatan yang berhubungan dengan masyarakat
dan wilayah tapal batas selalu disesuaikan dengan nilai-nilai atau budaya yang ada sehingga
masyarakat turut menerima maupun mengambil bagian dalam kegiatan. Hal ini berbeda dengan
keputusan pemerintah pusat mengikuti perjanjian traktat 1904 bersama pihak Timor Leste melalui
BPP Kabupaten Kupang dimana komunikasi sosial menjadi gagal dikarenakan tanpa adanya
komunikasi dengan masyarakat yang tidak tahu menahu terkait pengambilan keputusan tersebut
oleh pemerintah pusat, sehingga hal ini dianggap sebagai suatu kebaruan informasi atau inovasi
oleh masyarakat perbatasan yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya yaitu sejarah hidup
masyarakat Amfoang sehingga terus mendapatkan penolakan sampai sekarang.
(Kata Kunci : Komunikasi Sosial, Penyebaran Informasi, Tapal Batas)
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, agama,
adat dan budaya sehingga disebut negara multikultural. Negara Indonesia sendiri disebut juga
sebagai negara kepulauan yang terdiri dari 5 pulau besar dan beribu pulau kecil, maka Indonesia
dapat dikatakan negara besar yang sangat luas serta memiliki banyak batas-batas wilayah teritorial
darat, laut dan udara serta berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga antara lain seperti
negara Malaysia, negara Singapura, negara Australia, negara Papua Nugini dan juga negara Timor
Leste. Batas-batas negara tersebut menjadi salah satu perhatian pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dalam mempertahankan maupun mengawasi pengembangan infrastruktur,
sarana prasarana serta informasi yang berkembang terkhususnya di wilayah tapal batas antar
negara.
Tapal batas menjadi unsur penting negara Indonesia karena merupakan simbol sebuah batas
kekuasaan wilayah antara negara Indonesia dan negara tetangga lainnya sebagai bentuk hak
kepemilikan dan tanggung jawab pemerintah.
UUD 1945 pasal 25 A menyatakan bahwa dalam mengembangkan maupun mempertahankan serta
memperhatikan kehidupan di wilayah perbatasan, perlu adanya komunikasi yang baik antara
pemerintah dan masyarakat yang berada di wilayah tapal batas tersebut melalui penyampaian
maupun penyebaran informasi terkait tapal batas agar masyarakat turut serta dalam
mempertahankan tapal batas negara Indonesia sesuai dengan hukum maupun undang - undang
yang berlaku secara baik pula.
Badan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab terkhususnnya yang berada diwilayah
perbatasan dan dianggap bermasalah yaitu Badan Pengelola Perbatasan (BPP) Kabupaten atau
Kota atau biasa disebut juga Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD).
Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten atau Kota adalah badan pengelola batas-batas
wilayah teritorial negara dan kawasan perbatasan yang ada di tingkat kabupaten atau kota. Peran
dan fungsi dari BPP Kota atau Kabupaten salah satunya untuk melakukan komunikasi melalui
penyebaran informasi konkrit kepada masyarakat terkait persoalan wilayah perbatasan maupun hal
lainnya berkaitan dengan perbatasan. Bidang yang biasanya melakukan penyebaran informasi
adalah bidang Pengelolaan Batas Negara.
Kini wilayah perbatasan yang menjadi salah satu agenda penting pemerintah dan
permasalahan internasional yaitu wilayah perbatasan antara desa Netemnanu Utara Kabupaten
Kupang yang berbatasan langsung dengan desa Citrana Distrik Oekusi negara Timor Leste terkait
tapal batas lahan area zona bebas Naktuka yang berada di tapal batas antara kedua negara.
Wilayah demarkasi yang merupakan wilayah yang diturunkan sejak zaman penjajahan
yaitu area zona bebas Naktuka dalam perjanjian bilateral tahun 2003 oleh kedua belah pihak negara
menjadi persoalan negara dan belum memperoleh jalan keluar terkait ketetapan kepemilikan lahan
tersebut, namun wilayah seluas 1.069 hektare di daerah tapal batas sudah diolah lahannya sejak
tahun 2006 dan kini ditempati oleh 65 kepala keluarga dari desa Citrana Distrik Oekusi warga
negara Timor Leste. Peristiwa ini tentunya dianggap sebagai tindakan pelanggaran atas perjanjian
bilateral tahun 2003 antara kedua negara bahwa wilayah tersebut merupakan area netral atau area
zona bebas yang tidak boleh diduduki maupun diolah lahannya oleh kedua belah pihak baik itu
negara Indonesia maupun negara Timor Leste.
Pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dari desa Citrana tersebut menimbulkan
persepsi negatif masyarakat yang berada di wilayah desa Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang
Timur Kabupaten Kupang atas tindakan masyarakat Citrana yang terus membangun pemukiman
di tapal batas wilayah zona bebas serta terhadap pemerintah dengan anggapan bahwa upaya
pemerintah yang belum maksimal dalam penyelesaian masalah tapal batas area zona bebas,
meskipun pemerintah selama ini sudah berupaya memberikan perhatian maupun informasi upaya
penyelesaian masalah tapal batas tetap saja tidak memberikan dampak pada masyarakat
Netemnanu Utara melainkan masyarakat dan para tokoh adat Netemnanu Utara berkehendak
mengambil langkah sendiri yaitu melakukan tindak kekerasan kepada warga Timor Leste (perang)
bahkan berniat melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh warga Timor Leste untuk
menduduki wilayah Naktuka yang merupakan area zona bebas tersebut (sumber : merdeka.com,
diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul 17.35 WITA).
Bentuk komunikasi yang biasa dipergunakan untuk menyampaikan infomasi kepada
masyarakat adalah bentuk komunikasi yang disampaikan secara sosial berkaitan dengan segala hal
yang hendak disampaikan kepada masyarakat daerah perbatasan terkait upaya pemerintah terhadap
penyelesaian sengketa lahan tapal batas oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang
bidang pengelola batas negara.
Komunikasi sosial adalah salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, dimana
komunikasi dapat terjadi secara langsung antara komunikator dengan komunikan itu sendiri,
sehingga situasi komunikasi bersifat 2 arah serta lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi
integrasi sosial (Astrid Susanto,1985:1). Melalui kegiatan inilah akan terjadi aktualisasi dari
berbagai masalah yang dibahas.
Komunikasi sosial yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran kehidupan
berbangsa dan sarana interaksi positif timbal balik sebagai bentuk komunikasi yang dilakukan oleh
BPP Kabupaten Kupang dalam melakukan penyebaran informasi dengan memberikan penjelasan
terkait upaya pemerintah menyelesaikan masalah tapal batas kepada masyarakat Netemnanu Utara,
sehingga masyarakat merasa diperhatikan, mendapat informasi maupun menyampaikan pendapat
demi keberlangsungan hidup masyarakat di wilayah tapal batas. Oleh sebab itu penulis ingin
mengetahui seperti apa proses komunikasi sosial yang selama ini dilakukan dalam menyebarkan
informasi kepada masyarakat wilayah tapal batas negara terkait upaya penyelesaian masalah tapal
batas oleh pemerintah sehingga sampai saat ini masyarakat Netemnanu Utara tetap berpendapat
negatif tentang pemerintah maupun hendak melakukan tindakan anarki kepada masyarakat desa
Citrana. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan tolak ukur oleh pemerintah pusat maupun
daerah dalam hal ini BPP Kabupaten Kupang melalui bidang pengelolaan batas negara dalam
menyelesaikan permasalahan tapal batas terkhususnya cara berkomunikasi secara sosial yang tepat
dengan masyarakat Netemnanu Utara dalam menyebarkan informasi tentang permasalahan tapal
batas agar tidak salah kaprah dalam mengambil tindakan yang dapat berujung pada konflik.

Landasan Teori
Teori Difusi Inovasi
A. Pengertian Difusi Inovasi
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial.
Hal tersebut sesuai dengan pengertian difusi dari Rogers (1983), yaitu as the process by
which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of
a social system. bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan
dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1983)
difusi menyangkut which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to
its ultimate users or adopters.
Secara terperinci difusi dimaknai sebagai suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan
dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai
proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling pertukaran informasi tersebut
untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam isi pesan itu terdapat ketermasaan (Newness) yang
memberikan kepada difusi ciri khusus yang menyangkut ketidakpastian (Uncertainty).
Ketidakpastian adalah suatu derajat dimana sejumlah alternative dirasakannya berkaitan
dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut, derajat
ketidakpastian oleh seseorang dapat di minimalisir dengan memeperoleh informasi.

B. Unsur-unsur Difusi Inovasi


Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu:
1) Inovasi yaitu gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam
hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk
orang itu. Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
Rogers mengemukakan lima karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi
keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan relatif (relative advantage) adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap
lebih baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari
beberapa segi, seperti segi ekonomi, prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-
lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat
inovasi tersebut dapat diadopsi.
b. Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap
konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan
pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan
mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
c. Kerumitan (complexity) adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang
sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah
dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya.
Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu
inovasi dapat diadopsi.
d. Kemampuan diujicobakan (trialability) adalah derajat dimana suatu inovasi dapat
diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting
sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi agar dapat dengan cepat
diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan)
keunggulannya.
e. Kemampuan untuk diamati (observability) adalah derajat dimana hasil suatu inovasi
dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu
inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut
mengadopsi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian
(compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan untuk diamati serta
semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat
diadopsi.
2) Saluran komunikasi yaitu alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidak perlu
memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika
komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang
banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien,
adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau
perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah
saluran interpersonal. Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama
atau yang biasa disebut mutual understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi
terhadap suatu pesan (dalam hal ini adalah ide mupun informasi baru) melalui saluran
komunikasi tertentu. Dengan demikian diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi
oleh partisipan komunikasi dan saluran komunikasi. Saluran komunikasi dapat dikatakan
memegang peranan penting dalam proses penyebaran inovasi, karena melalui itulah
inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem sosial.
Ada dua jenis kategori saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi
inovasi, yakni saluran media massa dan saluran antar pribadi atau saluran lokal dan
kosmopolit. Saluran lokal adalah saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang
diselidiki. Saluran kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial
yang sedang diselidiki. Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain.
Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari
satu sumber. Sedangkan saluran antar pribadi dalam proses difusi inovasi ini melibatkan
upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu yang biasanya
memiliki kekerabatan dekat.
3) Jangka waktu yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya dan pengukuhan terhadap keputusan itu
sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam proses
pengambilan keputusan inovasi, keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih
lambat dalam menerima inovasi, dan kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
Dimensi waktu, dalam proses difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a. Proses keputusan inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai
mengalami tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang
terhadap inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau
menolak inovasi, hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan
inovasi tersebut.
Ada beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
1. Tahap pengetahuan pertama terhadap inovasi
2. Tahap pembentukan sikap kepada inovasi
3. Tahap pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
4. Tahap pelaksanaan inovasi
5. Tahap konfirmasi dari keputusan
b. Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi. Keinovatifan
adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara relative dalam mengadopsi
sebuah ide baru dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya. Kategori tersebut antara
lain adalah innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard.
Klasifikasi ini dikarenakan dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak
dalam suatu waktu mengadopsi sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara
berurut. Keinovatifan inilah yang pada akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan
perubahan tingkah laku individu
c. Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh
dimensi waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang berkenaan dengan
pengadopsian suatu inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam
periode waktu tertentu. Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota suatu
sistem yang mengadopsi inovasi dalam periode waktu tertentu.
4) Sistem sosial yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerja
sama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat
struktur sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan
dengan hal ini, Rogers menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses
keputusan inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1. Struktur sosial (social structure)
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya
sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas
perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan
hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada
struktur organisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur
sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz seperti
dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa
mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti
sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi
dan arteri. Adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga
sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2. Norma sistem (system norms)
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial
yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem
norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini
sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau
kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidaksesuaian suatu
inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok
masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi
tersebut.
3. Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang
tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem
sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau
sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya
(baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa
orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4. Agent of Change
Agent of Change adalah suatu bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap
sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain
untuk menerima sebuah inovasi. Tetapi agent of change bersifat resmi atau formal, ia
mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem
sosialnya. Agent of change atau dalam bahasa Indonesia yang biasa disebut agen perubah,
biasanya merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau
pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Fungsi utama dari agent of
change adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih.
Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change agent berperan besar terhadap
diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh lemahnya pengetahuan tentang
karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial (misal: suatu
institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah
inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat
itu.
Tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh agent of change, yakni:
a. Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
b. Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
c. Makna, yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi
tersebut oleh anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini
lebih sulit didifusikan dari pada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur
penerima cenderung menggabungkan makna inovasi itu dengan makna subyektif,
sehingga makna aslinya hilang.

C. Tahap Proses Adopsi Difusi Inovasi


Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap
Awareness. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan
saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap
ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang
bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan
yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
a) Kesadaran bahwa inovasi itu ada
b) Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut
c) Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
Selain itu tahapan ini juga dipengaruhi oleh beberapa karakteristik dalam pengambilan
keputusan yang merupakan suatu riset besar tentang literatur telah mengumpulkan
beberapa variabel berhubungan dengan inovatif yaitu :
a) Karakteristik sosial-ekonomi yaitu karakterstik yang diperoleh dari kehidupan
masyarakat dalam kehidupan dilingkungan sosial maupun ekonomi suatu sistem
sosial terhadap penerimaan inovasi.
b) Variabel kepribadian yaitu nilai-nilai kepribadian adopter yang sudah ad terhadap
penerimaan suatu inovasi.
c) Perilaku komunikasi yaitu suatu aktivitas atau tata cara adopter mendapat stimulus
untuk merespon suatu inovasi.
2. Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui
atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari
tahu lebih dalam informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan
informasi tersebut, yang membuat tahapan ini berbeda dengan tahapan pengetahuan adalah
pada tahap pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan
pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi ialah memengaruhi afektif. Pada tahapan
ini seorang calon adopter akan lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian
dan norma-norma sosial yang dimiliki calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia
mencari informasi, bentuk pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan
bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi
tersebut, sehingga pada tahapan ini seorang calon adopter akan membentuk persepsi
umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada
tahapan ini adalah karakteristik inovasi yakni relative advantage, compatibility,
complexity, triability, dan observability.
3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan
untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk
menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
a. Praktik sebelumnya
b. Perasaan akan kebutuhan
c. Keinovatifan (kategori keinovatifan adopter cepat atau lambat terhadap inovasi)
d. Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a. Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang
berada dalam posisi atasan
b. Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil
peranan dalam pembuatannya.
Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
1) Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari
keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
2) Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsensus dari
sebuah sistem sosial
3) Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada
keputusan yang mendahuluinya.
4. Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya akan ada jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan
memilih untuk mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan
menggunakan inovasi tersebut. Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih
kepada mental exercise yakni berpikir dan memutuskan, dalam tahap pelaksanaan
ini proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari
penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan
memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain
itu, individu akan mencari penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya.

D. Karakteristik Adaptor
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah
satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan
kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers. Gambaran tentang pengelompokan adopter
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
b. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang
dihormati, akses di dalam tinggi
c. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
d. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau
tekanan sosial, terlalu hati-hati.
e. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum
kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders, sumber daya terbatas.
Konsep
1. Komunikasi Sosial
A. Definisi Komunikasi Sosial
Harold Lasswell menjelaskan Bahwa (cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi
adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect?atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan
Pengaruh Bagaimana?. Dari penjelasan Laswell tersebut, dapat kita ketahui bahwa komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. Komunikasi tidak hanya menyampaikan dan menerima pesan. Namun
jauh lebih dari itu, dimana terjadi perubahan sikap, pandangan, maupun perilaku komunikasi
terkait dengan pesan yang dikomunikasikan.
Sosial (social) yang mengikuti kata komunikasi itu. Sosial atau social (Inggris)
didefinisikan sebagai concerning the organization of and relations between people and
communities. Derivasinya society: system in which people live in organized communities. Ini
bermuara pada perubahan sosial (social change) yang mengambil bentuk dalam kata
pembangunan (development) yang diartikan sebagai perubahan sosial yang terencana ke arah
yang lebih baik dari sebelumnya. Bukan dalam pengertian sempit, yaitu: sekedar pemenuhan
kebutuhan basis material masyarakat di negara-negara dunia ketiga semata, tetapi termasuk
realisasi basis immaterial seperti dimensi spiritual, etika dan nilai-nilai lainnya (Soedjatmoko,
1985). Komunikasi sosial adalah salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, dimana
komunikasi dapat terjadi secara langsung antara komunikator dengan komunikan itu sendiri,
sehingga situasi komunikasi bersifat 2 arah serta lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi
integrasi sosial (Astrid Susanto, 1985:1) Singkat kata, komunikasi sosial membicarakan
bagaimana peran komunikasi dalam perubahan sosial umumnya dan pembangunan khususnya.
Komunikasi sosial terjadi antar individu dalam kehidupannya di masyarakat yang memiliki
konteks dalam segala dimensi kehidupan manusia. Seluruh dimensi kehidupan manusia dipenuhi
dengan komunikasi. Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa berkomunikasi itu penting untuk
membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kepentingan hidup, untuk memperoleh
kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan.
Melalui komunikasi sosial kita dapat memenuhi kebutuhan emosional dan meningkatkan
kesehatan mental, kita belajar tentang makna cinta, kasih sayang, simpati, keintiman, rasa hormat,
rasa bangga, iri hati, bahkan kebencian.
Komunikasi sosial adalah interaksi timbal balik positif yang bersifat dekat atau akrab
antara penerima dan pengirim pesan sehingga berbagai masalah dapat diaktualisasikan untuk
mencapai stabilitas sosial.

B. Unsur-unsur Komunikasi Sosial


Hendropuspito (1989), pengertian komunikasi sosial itu mencakup unsur-unsur sebagai
berikut:
a) Komunikator, yaitu pihak yang memulai komunikasi. Komunikator dapat diartikan sebagai
orang atau suatu institusi. Dalam proses komunikasi komunikator merupakan unsur yang
aktif, yang mengambil prakarsa untuk bertindak.
b) Amanat, yaitu merupakan hal yang di sampaikan. Amanat berupa perintah kabar buah
pikiran, pendapat, anjuran dan sebagainya. Maksud penyampaian ialah upaya pemahaman
dan tanggapan pihak lain, yaitu penerima amanat, searti dengan pengirim. Jika amanat
berupa perintah, hendaknya perintah itu di laksanakan. Jika buah pikiran hendaknya
dimengerti sebagai komunikasi.
c) Media untuk penyampai amanat, yaitu daya upaya yang dipakai untuk menyampaikan
amanat kepada penerima. Dalam uraian selanjutnya dinamakan media komunikasi
sosial. Media komunikasi sosial ini memiliki dua unsur yaitu unsur pernyataan
(ungkapan) amanat itu sendiri dan alat yang dipakai untuk menyampaikan amanat itu.
Pernyataan (ungkapan) berbeda-beda bentuknya antara lain: tanda kode, isyarat, gerak
badan, perkataan, lisan atau tertulis, lambang-lambang yang dapat di mengerti. Menurut
situasi dan kondisinya alat yang di gunakan untuk menyampaikan komunikasi juga berbeda
antara lain: surat, telepon radio, televisi, pita suara, media cetak, juga seni lukis dan seni
pentas, dan lain-lain.
d) Komunikan yaitu orang atau satuan orang-orang yang menjadi sasaran komunikasi itu.
Kepada mereka amanat disampaikan, dari mereka juga diharapkan tanggapan, dan dalam
diri mereka proses komunikasi berakhir. Dalam proses komunikasi, komunikan unsur pasif
maupun aktif yang merupakan lawan dari komunikator yang bersifat aktif.
e) Tanggapan (respons), merupakan tujuan dari komunikator, yang di inginkan adalah
tanggapan dari komunikan sama dengan maksud komunikator. Dengan demikian
komunikasi berhasil atau efektivitas komunikasi tercapai.

C. Jenis-jenis Komunikasi Sosial


Menurut Hendropuspito dalam bukunya Sosiologi Sistematik (1989) komunikasi
sosial dapat di klasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut sudut pandang tertentu.
Berikut ini jenis-jenisnya:
a. Komunikasi Langsung dan Tidak Langsung
Komunikasi langsung (direct communication) juga disebut komunikasi dari muka
ke muka (face to face). Si pengirim amanat berhubungan langsung dengan si penerima,
komunikasi jenis ini biasanya yang sering dilakukan oleh masyarakat dan si pengirim
amanat dapat langsung menerima tanggapanya, selain itu jenis komunikasi ini memberikan
suasana tersendiri lebih akrab dan saling percaya.
Komunikasi tidak langsung (indirect communication) terjadi apabila dalam
berkomunikasi menggunakan satu atau lebih perantara. Komunikasi ini terjadi dalam
situasi tertentu misalnya karena jarak dan karena sifat amanat itu sendiri dirasa kurang
sesuai jika disampaikan oleh si pengirim (pemberian maskawin sebagai tali pengikat dua
mempelai) atau karena mendamaikan pihak yang sedang bermusuhan.
b. Komunikasi Satu Arah dan Komunikasi Timbal Balik
Komunikasi satu arah (one-way communication) terjadi apabila penyampaian
amanat itu datang dari satu jurusan, jadi tidak mungkin ada tanggapan langsung dari
penerima. Contohnya perintah harian ketentaraan, siaran radio, televisi. Bentuk
komunikasi ini menciptakan hubungan yang kaku karena tidak mungkin ada tanggapan
langsung.
Komunikasi timbal balik (reciprocal communication) terjadi apabila pihak
penerima bisa memberi tanggapan langsung pada pemberi, misalnya berbicara lewat
telepon, musyawarah. Bentuk komunikasi ini dapat mempererat hubungan persaudaraan
karena kedua belah pihak saling aktif.
c. Komunikasi Bebas dan Komunikasi Fungsional
Komunikasi bebas (nonorganik) tidak terikat pada formalitas yang harus ditaati.
Satu-satunya ikatan yaitu kode sosial-kultural, misalnya komunikasi dalam pergaulan biasa
dimana kedua belah pihak harus mengenal aturan sopan santun.
Komunikasi fungsional (institutional) terikat pada atuuran yang bersangkutan.
Komunikasi ini bersifat fungsional dan struktural, misalnya pejabat pemerintahan terhadap
bawahannya, formalitas tertentu, seperti pinata laksana (protokoler).
d. Komunikasi Individual dan Komunikasi Massal
Komunikasi individual (individual communication) ditunjukkan kepada satu orang
yang sudah dikenal. Pihak komunikan bukan anonym, tapi orang yang dikenal baik oleh
pihak komunikator. Hasil komunikasi memiliki bobot tersendiri. Komunikasi massal (mass
communication) ditunjukkan pada umum yang tidak dikenal. Pihak komunikan terdiri dari
berbagai massa sengan berbagai sosio-kultural, ras dan usia.

D. Fungsi Komunikasi Sosial


1) Memberi Informasi
Informasi perlu disampaikan kepada warga masyarakat karena pada kenyataanya
menunjukan bahwa :
a) Manusia hanya dapat maju dan berkembang apabila dia mengetahui nilai-nilai yang
perlu dicapai.
b) Tidak semua orang memiliki pengetahuan yang sama mengenai nilai-nilai yang
sudah berhasil dicapai mengenai sarana-sarana yang harus dipakai dan bahaya-
bahaya yang harus disingkirkan.
c) Setiap orang mempunyai hak asasi untuk mendapatkan informasi yang berguna
bagi hidupnya.
d) Organisasi manusia tidak akan berjalan dengan baik apabila didalamnya tidak
disediakan tempat-tempat sumber informasi untuk menyiarkan apa yang berguna
bagi kehidupan bersama tidak hanya hal-hal yang penting unuk kepentingan
jasmani tetapi hal-hal yang menyangkut rohani yang tidak kurang pentingnya bagi
manusia.
2) Memberi Bimbingan
Baik secara langsung atau tidak langsung komunikasi berfungsi memberikan
bimbingan bagi warga masyarakat. Bimbingan yang bernilai tinggi akan menumbuhkan
gairah kerja, selain itu jika ada masyarakat yang menyimpang dari pola-pola kelakuan yang
benar dapat dikembalikan ke jalan yang benar.
Bimbingan disampaikan lewat pesan (amanat) yang sifatnya menuntun,
menyetujui, mencela, menegur, mendukung atau menentang, mengajak atau menganjurkan
dan memberi petunjuk mengenai prioritas tertentu diantara tindakan yang harus
dilaksanakan.

3) Memberi Hiburan
Di dalam suatu masyarakat pasti ada masyarakat yang gagal maupun yang berhasil
dimana dalam keadaan masyarakat yang berhasil akan mengalami kelemahan fisik.
Sementara masyarakat yang gagal akan mengalami frustasi, mereka membutuhkan hiburan
sehingga jawaban dari masalah sosial tersebut adalah komunikasi sosial.
Jadi orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan
tersesat karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi
yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya
sebagai panutan untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi, komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
situasi situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi
seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan
memperlakukan manusia lain secara beradab karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan keluarga dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi.

2. Penyebaran Informasi
Membicarakan tentang aktifitas proses penyebaran informasi, maka akan dibahas pula
aktifitas komunikasinya. Garis kesamaan antara komunikasi dengan informasi adalah terletak pada
unsur-unsur yang berperan ketika aktifitas berlangsung. Penyebaran informasi adalah
penyebaran pesan yang berisi fakta (data yang sesuai dengan kenyataan) sehingga menimbulkan
penjelasan yang benar dan jelas serta menumbuhkan pengertian yang sama mengenai pesan yang
disebarkan. (Sastropoetro, 1990).

Berlangsungnya penyebaran informasi yang efektif memerlukan syarat-syarat yang harus


dipenuhi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Sastropoetro yaitu :
1) Pesan yang disebarkan haruslah disusun secara jelas, mantap, dan singkat agar mudah
ditangkap. Perlu dipahami bahwa tiap orang mempunyai daya tangkap yang bebeda.
Dengan demikian penyebaran pesan haruslah menyusun pesan menurut perhitungan yang
dapat ditangkap oleh orang lain atau sebagian terbesar orang yang berkepentingan;
2) Lambang-lambang yang digunakan haruslah dapat dipahami, dimengerti oleh mereka yang
menjadi sasaran, artinya jikalau akan menggunakan bahasa, pergunakanlah bahasa yang
dapat dimengerti;
3) Pesan disampaikan atau disebarkan hendaknya dapat menimbulkan minat, perhatian, dan
keinginan pada si penerima pesan untuk melakukan sesuatu;
4) Pesan-pesan yang disampaikan atau disebarkan hendaknya menimbulkan keinginan untuk
memecahkan masalah, sekiranya ada masalah.
Ada beberapa hal penting dalam memilih media yang dianggap tepat untuk
menyebarkan informasi yaitu mengenai tingkat daya guna atau efisiensi dari media. Dalam
hal ini Wilder membaginya ke dalam dua golongan media yaitu:

I. Media Sekilas (Instant Media) yaitu media yang hanya membutuhkan waktu yang sangat
singkat atau sepintas lalu saja, seperti poster, plakat, spanduk, slide (dalam radio atau
bioskop dan film-film singkat yang hanya dapat ditonton paling lama tiga menit).
II. Media Lama atau Panjang (Penetrating Media) yaitu media yang dapat dibawa pulang ke
rumah, seperti folder, pamflet, brosur, dan sebagainya. Termasuk juga pada film-film yang
membutuhkan waktu pemutaran lama.

3. Tapal Batas
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara
mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah
kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A
mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tapal batas yaitu perbatasan (negara, daerah),
garis pembatas atau pemisah (antara unit administratif atau antara unit regional geografis yang
berbeda, baik fisik maupun budaya), sempadan.
Jadi, tapal batas merupakan pembatas atau garis pemisah yang menerangkan terkait daerah
kekuasaan antara sebuah wilayah dan wilayah lainnya.
Batas wilayah NKRI sendiri menurut UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
menyebut tapal batas wilayah NKRI meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor- Leste;
b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, Singapura, danTimor-Leste
c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa
luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.
Tapal Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (a), termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral atau trilateral. Dalam hal Wilayah Negara
tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara
unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Selain itu batas wilayah yurisdiksi adalah wilayah di luar Wilayah Negara yang terdiri atas
Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Zona Tambahan di mana negara memiliki hak-
hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan dan hukum internasional.
Pasal 8 uu No.23 tahun 2008 berbunyi :
1) Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatas dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina,
India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
2) Batas Wilayah Yurisdiksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral atau trilateral.
3) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan
Batas Wilayah Yurisdiksinya secara unilateral berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
Tapal batas sebagai unsur penting simbol penetapan tentang batas-batas wilayah yang ada
di Nusantara pada negara tetangga sesuai undang-undang dan ketetapan-ketetapan yang berlaku
tanpa adanya penyelewengan antara kedua negara tersebut atau lebih.

Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kulaitatif dengan metode studi kasus.
Menurut Kierk dan Miller penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secra fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya
maupun perisitilahannya. Pendekatan kualitatif data yaitu (data yang bersifat tanpa angka-angka
kualitatif) sehingga data bersifat kategori subtansif yang kemudian diinterprestasikan dengan
rujukan, acuan, dan referensi referensi ilmiah (Kriyantono,2006:387).
Penelitian ini terpusat secara intensif kepada satu obyek tertentu yang dipelajari sebagai
suatu kasus sehingga data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini
hanya berlaku pada sebuah kasus yang diteliti tau diselidiki oleh peneliti.
Studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu
(kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, proses, institusi, atau kelompok sosial) serta
mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data selama periode tertentu (Creswell, 2007:73).
Penelitian studi kasus dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar
belakang masalah, keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta
interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (Creswell, 2007:73).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling sebagai
penentu informan penelitian. Purposive sampling (Kriyanto 2010: 156) yakni teknik ini mencakup
orang-orang yang diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan
tujuan riset.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan Teknik wawancara sebagai
sumber data primer dan Teknik studi dokumentasi sebagai sumber data sekunder. Wawancara
dilakukan dengan 3 informan penelitian berdasarkan kriteria yang sudah ada, 2 orang anggota BPP
Kabupaten Kupang dan 1 orang tokoh adat. Sedangkan untuk analisis data peneliti menggunakan
Teknik analisis data kualitatif yaitu terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan oleh peneliti.
Teknik uji kebsahan data yang digunakan yaitu triangulasi dan yang digunakan
sesuai penelitian yaitu jenis triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data merupakan teknik
menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.

Sajian dan Analisis Data

Komunikasi sosial yang dijalankan oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten


Kupang kepada masyarakat Netemnanu Utara dalam melakukan penyebaran informasi terkait
permasalahan tapal batas Naktuka sebagai area zona bebas memerlukan metode atau cara yang
tepat karena masalah ini sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat wilayah
perbatasan. Masalah yang cukup pelik ini sudah diupayakan sebaik mungkin oleh pihak
Pemerintah Daerah melalui Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang dalam
memberikan perhatian melalui komunikasi yang dibangun dengan masyarakat maupun
pengembangan sarana prasarana yang ada di wilayah tapal batas namun masyarakat tetap
memiliki pandangan negatif terhadap pemerintah maupun masyarakat Citrana (Timor Leste)
bahkan hendak melakukan tindakan anarki serta berniat menduduki wilayah Naktuka
(www.merdeka.com).

Komunikasi sosial yang dibangun dalam melakukan penyebaran informasi tapal batas
kepada masyarakat Netemnanu Utara sesuai teori yang dikembangkan oleh Everret M. Roggers
(1983) dalam menguraikannya akan dilihat terlebih dahulu komunkasi sosial yang selama ini
dilakukan untuk mencapai pemahaman bersama sebagai berikut :

A. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial merupakan komunikasi dua arah antara komunikator dan


komunikan yang intensif dalam mencapai situasi integrasi sosial. Menurut Hendropuspito
(1989) pengertian komunikasi sosial itu mencakup unsur-unsur seperti komunikator, amanat,
media, komunikan dan tanggapan hal ini dapat dilihat pada kegiatan komunikasi sosial yang
dibangun antara pihak Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang melalui bidang
pengelolaan batas negara sebagai komunikator dalam melakukan penyebaran informasi
kepada komunikan yaitu masyarakat Netemnanu Utara dilakukan secara tatap muka dalam
suatu pertemuan sosialisasi terkait persoalan tapal batas, masyarakat dikumpulkan oleh tokoh
adat yaitu raja Amfoang dan BPP Kabupaten Kupang yang menfasilitasi proses berjalannya
komunikasi sosial.

Untuk mencapai sebuah situasi integrasi sosial dalam melakukan komunikasi sosial,
informasi atau amanat yang disebarkan disesuaikan dengan budaya masyarakat perbatasan
dan lebih bersifat informal atau sosial kultural agar pihak pemerintah lebih dekat dengan
masyarakat maupun mencapai kesepahaman makna pesan atau informasi yang disampaikan
seperti kegiatan Focus Group Discussion maupun ke 9 kegiatan lainnya menurut intervensi
pemerintah Kabupaten Kupang, namun amanat atau informasi yang disebarkan melalui media
komunikasi sosial berupa pernyataan mengikuti perjanjian traktat 1904 langsung
mendapatkan tanggapan atau respon penolakan secara langsung oleh masyarakat yang masih
sangat tradisonal kehidupannya, sehingga komunikasi menjadi tidak efektif antara kedua
belah pihak tersebut karena tidak disesuaikan dengan adat istiadat masyarakat Netemnanu
Utara.
Dari hasil penelitian ditemukan jenis komunikasi sosial yang dilakukan selama ini ada
2 jenis dari masing jenis komunikasi sosial yang diklasifikasikan menurut Hendropuspito
dalam bukunya Sosiologi Sistematik (1989) yaitu ;
a. Komunikasi langsung (direct communication) juga disebut komunikasi dari muka ke
muka (face to face). Si pengirim amanat berhubungan langsung dengan si penerima,
komunikasi jenis ini biasanya yang sering dilakukan oleh masyarakat dan si pengirim
amanat dapat langsung menerima tanggapanya, selain itu jenis komunikasi ini
memberikan suasana tersendiri lebih akrab dan saling percaya. Dalam interaksi melalui
komunikasi sosial yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang berkaitan dengan amanat
atau informasi yang disebarkan, dilakukan melalui tatap muka dengan masyarakat
Netemnanu Utara sehingga masyarakat dapat memahami amanat atau informasi yang
disampaikan serta BPP Kabupaten Kupang dapat menerima tanggapan atau respon secara
langsung dari masyarakat sehingga suasana komunikasi yang ada lebih bersifat keakraban
dan saling percaya.
b. Komunikasi bebas (nonorganik) tidak terikat pada formalitas yang harus ditaati. Satu-
satunya ikatan yaitu kode sosial-kultural, misalnya komunikasi dalam pergaulan biasa
dimana kedua belah pihak harus mengenal aturan sopan santun. Komunikasi sosial yang
dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang melalui bidang pengelolaan batas negara bersama
staf lainnya yang turun ke wilayah perbatasan dalam melakukan penyebaran informasi
seperti penjelasan Kain Maus selalu dalam konteks informal namun lebih mengarah pada
situasi sosial kultural, dimana setiap amanat atau informasi yang disebarkan dalam
keadaan bebas tidak terikat pada formalitas namun terikat pada tatanan sosial tanpa
melupakan unsur kultural atau budaya sehingga amanat atau informasi yag disampaikan
dapat langsung dipahami atau diterima oleh masyarakat perbatasan karena disesuaikan
dengan norma atau adat istiadat oleh BPP Kabupaten Kupang. Komunikasi sosial yang
dilakukan informasi terkait mengikuti perjanjian traktat 1904 antara pemerintah pusat dan
Timor Leste langsung mendapat penolakan oleh masyarakat, karena komunikasi sosial
menyangkut informasi tersebut tidak disesuaikan dengan kultur atau budaya yaitu sejarah
hidup masyarakat wilayah perbatasan yang menganggap aspirasi mereka tidak
didengarkan dan kurangnya komunikasi antara pihak Pemerintah Pusat baik itu dengan
masyarakat perbatasan maupun BPP Kabupaten Kupang sehingga kejadian sebenarnya
yang berkaitan dengan wilayah tapal batas Naktuka yang memiliki unsur sejarah hidup
masyarakat perbatasan tidak dipahami oleh pemerintah pusat yang selama ini dianggap
kurang melibatkan BPP Kabupaten Kupang maupun Masyarakat perbatasan.

Komunikasi sosial yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang sesuai dengan intervensi
pemerintah daerah melalui 10 program oleh bidang pengelolaan batas negara yaitu :
1. Melaksanakan pertemuan Toda (Tokoh Adat) sedaratan Amfoang (Raja, Vetor-vetor,
Amaf-amaf)
2. Melaksanakan koordinasi dan pertemuan dengan tokoh adat lintas kabupaten batas darat
(raja Malaka, vetor, amaf, raja Kefa, vetor, amaf)
3. Melaksanakan pertemuan lintas sektor tingkat kabupaten
4. Melaksanakan sosialisasi tentang kewenangan pemerintah kabupaten
5. Mengikutsertakan kecamatan Amfoang Timur dalam BimTek garda batas tingkat provinsi
NTT di Kupang (meliputi 5 unsur tokoh agama, pendidik, pemerintah, wanita, dan
pemuda)
6. Melaksanakan FGD
7. Melakukan koordinasi dan pertemuan dengan beberapa tokoh adat Ambenu
8. Melakukan pemantauan di lokasi sengketa Naktuka bersama pamtas TNI
9. Melaksanakan kegiatan olah raga bersama seperti bola kaki dsb
10. Adanya pembentukan Pokja Bloc (Bonding Leason Of Commite).

Melalui kegiatan ini komunikasi sosial yang terbangun dapat memberikan informasi,
bimbingan maupun hiburan kepada masyarakat agar tidak telalu berfokus pada permasalahan
wilayah area zona bebas Naktuka namun komunikasi sosial yang dilaksanakan terkait penyebaran
informasi atau amanat mengikuti perjanjian traktat 1904 hanya sampai pada fungsi komunikasi
sosial untuk memberikan informasi namun tidak memberikan bimbingan maupun hiburan karena
kurangnya pemahaman pemerintah akan permasalahan yang memiliki keterikatan kuat dengan
sejarah masyarakat perbatasan sehingga langsung mendapat penolakan untuk mengikuti perjanjian
traktat 1904 oleh masyarakat wilayah perbatasan. Sebelum masuk pada pembahasan menggunakan
teori difusi inovasi, berikut akan disajikan terlebih dahulu hasil penelitian merujuk pada model
difusi inovasi oleh Everret M. Roggers (1995)
Tahap-tahap penerimaan adopsi inovasi dapat digambarkan sebagai berikut:
SALURAN KOMUNIKASI: SALURAN INTERPERSONAL
KONDISI AWAL
1. Praktik sebelumnya tidak ada
Inovasi traktat 1904 merupakan
Inovasi pertama setelah terpisahnya
wilayah Timor Leste dari
Negara Indonesia tahun 1999. KONFIRMAS
PENGETAHUA KEPUTUS IMPLEMENT
2. Kebutuhan masalah PERSUASI
N AN ASI I
yang di rasakan yaitu
kejelasan informasi
penyelesaian batas wilayah
3. Keinovasian masyarakat
Relative lambat terhadap suatu
Inovasi.
4. Norma sistem sosial sangat
melekat dan kuat.

1. Penolakan Penolakan
Berlanjut

Karakteristik unit Karakteristik inovasi


pembuatan keputusan yang diterima

1. Karakteristik 1. Keuntungan relative : langkah pertama menyelesaikan permasalahan tapal


batas
Sosio ekonomi: tradisional 2. Kesesuaian : tidak ada penyesuaian dengan kultur inovasi
2. Variabel kepribadian : tradisional 3. Kompleksitas : dipahami namun tidak diadopsi
3. Perilaku komunikasi : tradisional 4. Dapat diujicobakan : dapat mengakibatkan konflik
5. Dapat diamati : diterapkan tapi terus mendapat penolakan

Gambar 4.1 Model Tahap Proses Difusi Inovasi


Sumber : Rogers (1995:163)
Teori Everret M. Roggers Difusi Inovasi mencakup unsur-unsur sebagai berikut :

A. Inovasi
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk
orang itu. Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
Berdasarkan sudut pandang Roggers ini apabila dikaitkan dengan komunikasi
sosial yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang, inovasi yang dimaksudkan yaitu
terkait persoalan tapal batas sesuai kesepakatan antara pihak pemerintah Indonesia
danTimor Leste dalam menyelesaikan persoalan tapal batas area zona bebas Naktuka
kepada masyarakat perbatasan dengan mengikuti perjanjian traktat 1904 yang
disampaikan melalui pemerintah daerah yaitu Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten
Kupang.
Keputusan mengikuti perjanjian traktat 1904 tentang batas wilayah antara negara Indonesia dan
negara Timor Leste dalam menyelesaikan masalah tapal batas dianggap sebagai suatu kebaruan
informasi atau suatu inovasi setelah terpisahnya wilayah Timor-Timur dari negara Indonesia. Hal
tersebut dikarenakan tidak adanya komunikasi dengan masyarakat perbatasan yang tidak tahu
menahu terkait kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 yang dianggap tidak sesuai dengan
budaya atau hukum adat masyarakat Netemnanu Utara. Isi perjanjian traktat 1904 sendiri
berdasarkan beberapa dokumen dari setiap skripsi maupun wawancara serta sumber lainnya seperti
internet yang berhasil peneliti temukan yaitu merupakan salah satu bagian dari diplomasi
perbatasan RI dalam mencapai kesepakatan batas darat dengan RDTL pada periode tahun 2002-
2005 yang dilaksanakan pada 3 level kesepakatan, salah satunya yaitu pada level Technical Sub-
Commitee Border Demarcration and Regulation (TSC-BDR) melalui 3 tahap yaitu
definisi(menyepakati titik-titik, syarat-syarat, definisi tertentu sebagai dasar untuk menentukan
perbatasan), delineasi (penarikan garis batas), dan demarkasi (penegasan batas wilayah di
lapangan). Pada level kesepakatan inilah perundingan batas wilayah yang salah satunya mengacu
pada perjanjian treaty 1904 dimana kedua tim perunding, menyetujui sebuah workplan bersama
dengan tujuan mencapai delineasi garis batas pada 30 juni 2003 dengan titik koordinat definitif
jika memungkinkan.

Delineasi dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan ketidaksesuaian dalam


interprestasi traktat 1904 dimana hasilnya mencapai kesepakatan demarkasi atau penegasan batas
wilayah dengan memasang patok batas terlebih khususunya kesepahaman untuk penetapan batas
pada 5 segmen yaitu Kalan Fehan- Tahi Fehu, Uas Lulik, Fatu Rocon dan Subina. Akan tetapi
hingga akhir pertemuan kedua belah pihak masih belum sepakat atas 3 segmen yaitu
Dilumil/Memi, Bijael Sunan/Oben, dan Noel Besi/Citrana yang merupakan induk wilayah
pertanian yang dijadikan area zona bebas Naktuka karena belum didapati juga kesepakatan
wilayah tersebut sehingga tidak boleh dilakukan aktivitas di wilayah itu oleh kedua belah pihak
sesuai perjanjian tahun 2003 oleh kedua negara, namun pada kenyataannya sejak tahun 2006
wilayah tersebut diklaim oleh Timor Leste yang melakukan pelanggaran kesepakatan oleh
masyarakat desa Citrana Distrik Oecussi dengan menduduki serta mengolah lahan area zona bebas
Naktuka sehingga menjadi ketidakpuasan tersendiri bagi masyarakat perbatasan.

Hal inilah yang dianggap sebagai kelicikan pihak Timor Leste untuk mendapatkan wilayah
Naktuka oleh masyarakat Amfoang dengan menggunakan perjanjian traktat 1904, serta
Pemerintah Pusat yang dianggap tidak tahu menahu batas wilayah secara budaya dan hanya
mementingkan kepentingan-kepentingan tertentu karena tidak melibatkan maupun mengadakan
komunikasi terkait mengikuti kesepakatan perjanjian traktat 1904 dengan pihak BPP Kabupaten
Kupang maupun masyarakat tapal batas yang tahu jelas batas wilayah berdasarkan sejarah hidup
yang sudah ada sejak zaman kerajaan.

Pihak Pemerintah Daerah dalam hal ini BPP Kabupaten Kupang hanya melakukan kegiatan
komunikasi sosial untuk membuat masyarakat merasa diperhatikan sesuai intervensi pemerintah
pusat yang kemudian dijabarkan dalam intervensi pemerintah daerah yang memiliki 10 kegiatan
melalui bidang pengelolaan batas negara BPP Kabupaten Kupang, namun tetap saja keputusan
mengikuti perjanjian traktat 1904 yang dibuat pada zaman penjajahan membuat masyarakat
perbatasan tetap memiliki pandangan negatif kepada pihak pemerintah pusat maupun pihak
pemerintah Timor Leste yang menggunakan kesempatan mendapatkan kekuasaan wilayah
Naktuka yang kurang begitu dipahami oleh pihak pemerintah pusat dalam pertemuan yang
dilakukan dengan pemerintah Timor Leste, untuk mengklaim wilayah Naktuka sebagai bagian dari
wilayah Timor Leste saat ini.

Hal ini tentunya dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan yaitu sejarah hidup masyarakat
perbatasan Netemnanu Utara Kecamtan Amfoang. Ketidaketerlibatan maupun kurangnya
komunikasi antara pihak Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yaitu BPP Kabupaten
Kupang dan para tokoh adat dalam pertemuan maupun pembahasan ksepakatan pengambilan
keputusan mengenai permasalahan tapal batas dengan pemerintah Timor Leste menjadi
kemenangan bagi pihak Timor Leste untuk mendapakan kekuasaan wilayah dengan menyepakati
perjanjian traktat 1904, selain itu kegiatan-kegiatan seperti melakukan pengambilan data maupun
sosialisasi oleh Pemerintah Pusat diwilayah perbatasan hanya diikuti oleh pegawai biasa
sedangkan para pemimpin tidak turut serta dalam kegiatan sehingga ketika ditanya oleh
masyarakat perbatasan tentang persoalan tapal batas pihak perwakilan pemerintah pusat tidak
begitu bisa memberikan jawaban yang memuaskan masyarakat.

Inovasi atau informasi yang disebarkan tidak mendapat respon baik oleh masyarakat,
Roggers mengemukakan 5 karakteristik Inovasi yang dapat mempengaruhi keputusan:

a) Keunggulan relatif yaitu derajat dimana suatu inovasi atau informasi


dianggap lebih baik atau unggul dari yang pernah ada sebelumnya.
Komunikasi sosial yang dibangun oleh pemerintah daerah yaitu BPP
Kabupaten Kupang dalam melakukan penyebaran informasi dan sebagai
mediasi antara pemerintah pusat dan masyarakat perbatasan atas
penyebaran informasi tentang kesepakatan mengikuti perjanjian traktat
1904 tidak memiliki keunggulan relatif dilihat dari segi kenyamanan
maupun kepuasaan masyarakat, hanya sampai pada tingkatan Pemerintah
Pusat untuk menjalin kerja sama dengan pemerintah Timor Leste sebagai
acuan normatif terkait kesepakatn batas negara yang sebenarnya juga tidak
menguntungkan masyarakat perbatasan.
b) Kompatibilitas yaitu derajat dimana inovasi atau informasi tersebut
dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu
dan kebutuhan pengadopsi. Penyebaran informasi yang dilakukan oleh
pihak BPP Kabupaten Kupang selama ini disesuaikan dengan keadaan
masyarakat perbatasan agar suatu informasi yang disampaikan dapat
dipahami oleh masyarakat melalui komunikasi sosial tanpa melupakan
unsur budaya yang ada, selain itu BPP Kabupaten kupang juga sebagai
mediasi antara masyarakat wilayah perbatasan dan pemerintah pusat,
terkait penyelesaian persoalan tapal batas atas kesepakatan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Timor Leste mengikuti perjanjian traktat 1904
menjadi sebuah keputusan yang tidak diterima oleh masyarakat wilayah
perbatasan, dikarenakan keputusan mengikuti perjanjian traktat 1904 itu
tidak sesuai dengan kebudayaan yaitu sejarah hidup masyarakat
Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur yang masih mengikuti
sistem kerajaan dan tidak pernah adanya komunikasi terkait pengambilan
keputusan penyelesaian tapal batas, setiap warisan yang diturunkan secara
regenerasi seperti wilayah Naktuka yang dikisahkan merupakan bagian
dari kerajaan Amfoang sejak zaman kerajaan sehingga ketika diketahui
mengikuti perjanjian traktat 1904 langsung ditolak oleh masyarakat karena
dianggap merupakan perjanjian antara Belanda dan Portugal demi
mendapatkan keuntungan politik dan bisnis bukan hasil perjanjian antara
kedua kerajaan yaitu Amfoang serta Ambenu dan masyarakat menghargai
setiap keputusan serta lebih mendengarkan para tokoh adat maupun
turunan bangsawan yang masih ada.
c) Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit
untuk dipahami dan digunakan. Dalam persoalan tapal batas Naktuka
informasi yang disebarkan melalui komunikasi sosial oleh BPP Kabupaten
Kupang terkait kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 di pahami
oleh masyarakat hanya saja tidak dapat diterima atau digunakan karena hal
tersebut sangat bertentangan dengan kebudayaan yaitu sejarah hidup
masyarakat perbatasan.
d) Kemampuan diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi atau
informasi dapat diuji coba dalam batas tertentu. Keputusan pemerintah
pusat dan pemerintah Timor Leste untuk mengikuti perjanjian traktat 1904
tidak diterima oleh masyarakat perbatasan, sesuai dengan ketiga
karakterisitik oinovasi sebelumnya maka dapat diketahui bersama bahwa
informasi baru ini tidak dapat diuji cobakan lebih lama lagi dikarenakan
masyarakat yang terus melakukan penolakan dengan berbagai argumentasi
maupun persepsi negatif kepada pemerintah pusat yang dianggap
menghabiskan dana serta berpangku tangan saja serta tidak adanya
komunikasi dengan masyarakat sebelum menyepakati keputusan tersebut.
Selain itu pihak pemerintah Timor Leste yang dianggap menggunakan
kesempatan untuk mendapatkan wilayah Naktuka maupun masyarakat
Citrana (Timor Leste) yang terus menduduki wilayah Naktuka sebagai
tindakan pelanggaran atas perjanjian tahun 2003 sehingga dapat mengarah
pada konflik
e) Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi
maupun informasi dapat terlihat oleh orang lain. Sesuai dengan keputusan
mengikuti perjanjian traktat 1904 yang ditolak oleh masyarakat perbatasan
antara pemerintah pusat dan pihak pemerintah Timor Leste hingga saat ini
hasil dari informasi tersebut terus mendapatkan penolakan dan hal ini
menjadi sorotan tajam kepada pihak pemerintah pusat, terkhususnya
pemerintah Timor Leste maupun masyarakat desa Citrana Distrik Oekusi
yang sewaktu-waktu dapat menimbulkan konflik.

Dari hasil karakteristik inovasi dalam hal ini informasi mengikuti perjanjian traktat
1904 terus mendapatkan penolakan dari masyarakat Netemnanu Utara wilayah perbatasan
karena tidak sesuai dengan sejarah hidup masyarakat perbatasan apalagi anggapan negatif
terhadap pemerintah pusat yang tidak pernah melakukan komunikasi dengan masyarakat
dalam memutuskan kesepakatan tersebut, meski terus dilakukan upaya oleh pemerintah
daerah melalui BPP Kabupaten Kupang untuk memberikan perhatian kepada masyarakat
tetapi hanya mampu meminimalisir takan tetapi masyarakat tetap memiliki persepsi negatif
bahkan keinginan melakukan tindakan-tindakan yang dapat berujung pada konflik.
B. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi yaitu alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
ke penerima. Saluran komunikasi yang dimaksudkan ada 2 jenis yaitu saluran media
massa dan saluran antar pribadi atau saluran kosmopolit dan saluran lokal. Saluran media
massa atau kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada diluar sistem sosial yang
sedang diselidiki sedangkan saluran antar pribadi atau lokal adalah saluran yang berasal
dari sistem sosial yang sedang diselidiki, jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka
saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika
komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal,
maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. Tujuan
komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut mutual
understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam
hal ini adalah ide mupun informasi baru) melalui saluran komunikasi tertentu.
Menurut Astrid Susanto, komunikasi sosial adalah salah satu bentuk komunikasi yang
lebih intensif, dimana komunikasi dapat terjadi secara langsung antara komunikator
dengan komunikan itu sendiri, sehingga situasi komunikasi bersifat 2 arah serta lebih
diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial (1985:1). Sesuai dengan
pengertiannya komunikasi sosial yang selama ini dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang
adalah komunikasi secara langsung atau tatap muka oleh pihak pemerintah dan
masyarakat perbatasan sehingga saluran komunikasi yang digunakan adalah saluran antar
pribadi atau saluran interpersonal.
Melalui saluran interpersonal ini masyarakat dapat menerima informasi secara
langsung dan mudah dipahami karena cara penyampaian disesuaikan dengan kebudayaan
masyarakat selain itu masyarakat juga dapat secara langsung menyampaikan aspirasi
mereka terkait persoalan tapal batas kepada pemerintah atau lebih dikenal dengan
terjadinya komunikasi 2 arah atau timbal balik.
Saluran interpersonal yang dipergunakan meski memudahkan masyarakat untuk
melakukan komunikasi 2 arah dengan pemerintah serta dengan mudah memahami
informasi atau tercapainya mutual understanding yang disampaikan tidak mampu
mengubah sikap masyarakat atas penolakan mengikuti perjanjian traktat 1904 tetapi
hanya mampu meminimmalisir tindakan-tindakan yang berujung pada konflik yang
dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah melalui BPP Kkabupaten Kupang.

C. Jangka Waktu

Jangka waktu yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui
sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya dan pengukuhan terhadap
keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Adapun jangka waktu penyebaran
kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 sampai padatahap pemngambilan keputusan
oleh masyarakat perbatasan diawali dengan pemberian pengetahuan oleh BPP Kabupaten
Kupang melalui aparat desa lalu disampaikan oleh kepada adat kemudian masyarakat
dikumpulkan paa suatu tempat pertemuan adat untuk melakukan petemuan dengan
masyarakat. Selanjutnya masyarakat diberikan pengetahuan terkait informasi mengikuti
perjanjian traktat 1904 sesuai keputusan pemerintah pusat dan pemerintah Timor Leste
dalam penyelesaian tapal batas, proses penyampaian disesuaikan dengan nilai-nilai yang
ada sehingga masyarakat mudah memahami.

Informasi tersebut langsung mendapat penolakan oleh tokoh adat


maupunmasyarakat hinga saat ini dan tahap persuasi hanya untuk menenangkan
masyarakat pada saat penyebaran informasi terkait mengikuti perjanjian traktat 1904.

Proses mental yang terjadi hanya sampai pada tahapan pengambilan keputusan
menerima atau menolak informasi atau inovasi oleh masyarakat perbatasan, dan hasilnya
yaitu menolak mengikuti kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 oleh masyarakat.

D. Sistem Sosial

Sistem sosial yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Difusi
inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial,
individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Dalam melaksanakan komunikasi sosial terkait penyebaran informasi tapal batas di
wilayah perbatasan yang sangat kuat dengan kebudayaannya oleh pihak pemerintah daerah
melalui BPP Kabupaten Kupang sesuai dengan teori Difusi Inovasi berkaitan dengan hal
ini, Rogers menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
a) Struktur Sosial

Struktur sosial adalah susunan suatu unit yang memiliki pola tertentu. Adanya
sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas
perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan
hubungan antar anggota dari sistem sosial. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz seperti dikutip oleh Rogers
menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur
sosial dari adopter potensialnya (1995), adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh
karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
Struktur sosial yang ada diwilayah perbatasan Netemnanu Utara Kecamatan
Amfoang sangat kuat, masyarakat disana masih sangat menghargai keberadaan keturunan
raja yang kini diangkat sebagai raja Amfoang, vetor maupun amaf yang lebih dikenal
sebagai tokoh adat dan budaya masyarakat Amfoang sangat kuat. Masyarakat lebih
mendengarkan pendapat maupun arahan raja Amfoang selain itu masyarakat asli Amfoang
yang juga keluar dari tanah kelahiran untuk melanjutkan sekolah serta berhasil lalu kembali
sangat dihargai meski ada keteraturan hidup mengikuti sistem kerajaan, seperti halnya
kepala dinas BPP Kabupaten Kupang merupakan masyarakat asli Amfoang sehingga
ketika melakukan komunikasi sosial terhadap penyebaran informasi maupun kegiatan tidak
perlu dilakukan persuasi kepada masyarakat karena dianggap disampaikan oleh putra
daerah. Masyarakat tidak sembarang mengikuti suatu kegiatan atau hal apapun kalau tidak
disetujui atau disebarkan lagi oleh para turunan kerajaan seperti raja, vetor, maupun amaf-
amaf.

Berkaitan dengan penyebaran informasi yang dilakukan melalui komunikasi sosial


oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang selama ini disesuaikan dengan
kebiasaan masyarakat Amfoang yang bertemu dalam suatu tempat dan dihadiri oleh para
tokoh masyarakat, sehingga suatu informasi dapat dengan cepat dipahami. Hal ini berbeda
dengan informasi yang disampaikan mengenai keputusan mengikuti perjanjian traktat 1904
meski melalui BPP Kabupaten Kupang dan disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat
serta lebih bersifat sosialkultural namun informasi tersebut ditolak oleh masyarakat karena
tidak sesuai dengan sejarah maupun budaya masyarakat Amfoang.
Informasi mengikuti perjanjian traktat 1904 tidak diterima begitu saja karena
dianggap tidak sesuai dengan struktur sosial yaitu keteraturan dan stabilitas hidup, apabila
yang dianggap raja, vetor maupun amaf-amaf melakukan penolakan maka masyarakat pun
akan melakukan hal yang sama.
b) Sistem Norma (Norma System)

Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem
sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial.
Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal
ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau
kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidaksesuaian suatu
inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok
masyarakat) dalam suatu sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi
tersebut.
Penyebaran informasi melalui komunikasi sosial yang dilakukan oleh BPP
Kabupaten Kupang selama ini disesuaikan dengan sistem norma yang ada berbeda dengan
penyebaran informasi yang melalui BPP Kabupaten Kupang terkait kesepakatan mengikuti
perjanjian traktat 1904 oleh pemerintah pusat ditolak secara langsung karena tidak sesuai
dengan budaya yaitu sejarah hidup masyarakat Amfoang, wilayah Naktuka merupakan
wilayah Amfoang sejak zaman kerajaan, terkait penetapan batas wilayah dianggap oleh
masyarakat Amfoang tidak boleh disesuaikan dengan kesepakatan zaman penjajahan yang
mendapatkan keuntungan bisnis maupun politik dengan menarik patok dan
menghancurkan pilar batas kerajaan Amfoang pada zaman penjajahan Belanda dan
portugal, hal ini yang dianggap harus diselesaikan oleh kedua belah pihak negara Indonesia
dan timor Leste bukan mengikuti perjanjian zaman penjajahan karena dinilai zaman
kerajaan ada terlebih dahulu dibandingan zaman penjajahan dan tidak sesuai dengan
sejarah hidup masyarakat Amfoang.
c) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-
orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu
sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung
inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana
perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas
disini bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
Dalam sistem kehidupan masyarakat sangat menghormati keturunan bangsawan
Amfoang dan mengikuti arahannya baik itu raja Amfoang, vetor, maupun amaf-amaf.
Segala sesuatu yang disampaikan oleh raja akan di ikuti maupun pendapat masyarakat
ditampung oleh raja , vetor, maupun amaf-amaf untuk kemudian disampaikan kepada
pemerintah. Penyebaran informasi melalui komunikasi sosial oleh BPP Kabupaten Kupang
selalu melibatkan para tokoh adat tersebut namun terkait persoalan tapal batas dengan
mengikuti perjanjian traktat 1904 langsung mendapat penolakan oleh raja Amfoang, vetor
dan amaf-amaf dengan demikian maka mayarakat perbatasan pun melakukan hal yang
sama. Tentunya karena dinilai tidak sesuai dengan sejarah dan budaya masyarakat
Amfoang selain itu tindakan anarki yang hendak dilakukan masyarakat akibat merasa
ketidakadilan atas sikap masyarakat Citrana dapat dihentikan oleh raja Amfoang setelah
mendapat kunjungan dari Dandrem untuk menghentikan masyarakat melakukan tindakan
berbau konflik tersebut.
Dengan demikian para tokoh adat diwilayah perbatasan sangat memiliki pengaruh
yang besar terhadap setiap keputusan menerima atau menolak suatu infoarmasi atau
inovasi, masyarakat lebih mempercayai dan mendengarkan para tokoh adat tersebut, hal
inilah yang menjadi penghambat penerimaan keputusan mengikuti perjanjian traktat 1904
oleh Pemerintah Pusat Indonesia dan pemerintah Timor Leste karena dianggap tidak sesuai
dengan sejarah masyarakat Amfoang oleh para tokoh adat.
d) Agent of Change

Agent of Change adalah suatu bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap
sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain
untuk menerima sebuah inovasi, tetapi agent of change bersifat resmi atau formal, ia
mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem
sosialnya. Fungsi utama dari agent of change adalah menjadi mata rantai yang
menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan
keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi
tertentu.
Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang sebagai lembaga pemerintah
memiliki tanggung jawab untuk melakukan pelayanan administrasi dan kemasyarakatan
pada masyarakat khususnya masyarakat wilayah perbatasan namun untuk melakukan
pertemuan dan menyepakati suatu perjanjian antar negara merupakan wewenang yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, meski demikian seharusnya juga melibatkan pemerintah
daerah yaitu BPP Kabupaten Kupang dan masyarakat perbatasan yang tahu jelas persoalan
tapal batas Naktuka.
BPP Kabupaten Kupang sebagai mediasi penyebaran informasi pernyelesaian
persoalan tapal batas tentang kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 oleh
pemerintah pusat yang secara langsung mendapatkan penolakan dari masyarakat wilayah
perbatasan, dikarenakan lemahnnya pengetahuan tentang sistem norma yaitu nilai-
nilaiyang berlaku, sejarah dan budaya masyarakat Amfoang oleh pemerintah pusat. Meski
di mediasi oleh BPP Kabupaten Kupang yang dikepalai oleh putra asli Amfoang bapak
Kain Maus namun untuk menerima kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 tidak
dapat ditolerir oleh masyarakat perbatasan berbeda dengan kegiatan-kegiatan baru maupun
informasi yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang selalu diterima dengan baik oleh
masyarakat wilayah perbatasan Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur.

1.3.1 Tahap Proses Adopsi Difusi Inovasi

Proses komunikasi sosial dalam penyebaran informasi terkait kesepakatan mengikuti


perjanjian traktat 1904 yang dimediasi oleh BPP Kabupaten Kupang dan disampaikan oleh
pemerintah pusat kepada masyarakat melalui tahapan-tahapan pengambilan keputusan
menerima atau menolak informasi tersebut.
Roggers mengemukakan ada 5 tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi atau
informasi yaitu :
A. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap
Awareness. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan
saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap
ini kesadaran individu akan mencari atau membentuk pengertian inovasi dan tentang
bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Kegiatan komunikasi sosial yang dilakukan untuk
menyebarkan informasi menggunakan saluran komunikasi antar personal, berbeda dengan
saluran komunikasi Everret M. Roggers yaitu media massa dikarenakan masyarakat
perbatasan lebih mudah memahami suatu pesan yang disampaikan apabila disampaikan
secara langsung melalui sebah pertemuan selain itu dianggap etis oeh masyarakat wilayah
perbatasan.
Hal inilah yang selalu mengharuskan pemerintah daerah melalui BPP kabupaten
untuk turun langsung ke wilayah perbatasan agar masyarakat memahami informasi
maupun kegiatan yang hendak dilaksanakan, berkaitan dengan hal tersebut penyebaran
informasi terkait persoalan tapal batas tentang kesepakatan mengikuti perjanjian traktat
1904 diberitahukan kepada aparat desa maupun tokoh adat untuk mengumpulkan
masyarakat untuk disampaikan kebaruan informasi upaya penyelesaian persoalan tapal
batas Naktuka yang dilanggar oleh masyarakat Timor Leste.
Tahapan pengetahuan dilangsungkan mulai dari pemberian pengetahuan untuk
menyampaikan informasi melalui aparat desa maupun tokoh adat sampai pada pemberian
informasi melalui pertemuan bersama masyarakat perbatasan dan BPP Kabupaten Kupang
melalui komunikasi sosial.
Adapun karakterisitik masyarakat perbatasan sebagai adopter terhadap suatu
inovasi atau informasi yang disebarkan memiliki karakterisitik unit pengambilan
keputusan sebagai berikut :
a) Karakterisitik sosio ekonomi yaitu masyarakat yang memiliki keteraturan
struktur sosial yang kuat atau kehidupan tradisional dan keadaan ekonomi
yang mengandalakan lahan untuk bertani maupun berternak membuat
masyarakat cenderung tidak menerima begitu saja suatu inovasi atau
informasi.
b) Variabel kepribadian yaitu masyarakat yang cenderung masih memiliki
sikap apatis terhadap suatu inovasi apabila tidak ada penyesuaian dengan
nilai yang dianut demikian sebaliknya.
c) Perilaku komunikasi masyarakat baik secara verbal maupun non verbal
menjunjung nilai-nilai yang ada selain itu tidak sembarang menyampaikan
pendapat maupun menerima pendapat dalam suatu pertemuan, masyarakat
cenderung lebih mendengar serta melaksanakan perkataan yang
disampaikan oleh tokoh-tokoh adat maupun agama diwilayah perbatasan.
Dari ketiga karakteristik pengambilan keputusan oleh masyarakat dapat diketahui bahwa
faktor budaya atau karakterstik masyarakat yang masih tradsional terhadap penerimaan
suatu informasi atau inovasi.

B. Tahap Persuasi (Persuasion)


Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui
atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih
terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang
dimiliki calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan
yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan
makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi tersebut, sehingga pada tahapan
ini seorang calon adopter akan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut.
Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karakteristik inovasi
yang di bahas pada unsur inovasi yakni relative advantage, compatibility, complexity,
triability, dan observability.
Pada tahapan ini komunikasi sosial yang dibangun oleh BPP Kabupaten Kupang
dalam melakukan penyebaran informasi tidak memerlukan persuasi dikarenakan faktor
kebudayaan yang disesuaikan dan agent perubahnya adalah anak asli wilayah perbatasan
yang merupakan kepala dinas BPP Kabupaten Kupang sehingga didengar dan diikuti oleh
masyarakat. Berbeda dengan informasi mengenai kesepakatan mengikuti perjanjian traktat
1904 oleh pemerintah pusat yang ditolak dan tidak ditolerir oleh masyarakat perbatasan
karena tidak sesuai dengan sejarah maupun budaya masyarakat perbatasan meski dilakukan
persuasi hingga saat ini masyarakat tetap melakukan penolakan bahkan mengusir
pemerintah pusat yang datang.

C. Tahap Pengambilan Keputusan


Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan
untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk
menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
a. Praktik sebelumnya
Pasca jajak pendapat tahun 1999 dan terlepasnya wilayah Timor Leste menjadi sebuah
negara merupakan kehidupan baru bagi masyarakat Amfoang yang sebelumnya hidup
bersama dalam suatu kehidupan kekeluargaan, mengikuti perjanjian traktat 1904 dalam
batas wilayah antara kedua masyarakat tersebut memberi arti atau persepsi dari sudut
pandang masing-masing baik secara sosial maupun budaya. Meski perjanjian traktat
1904 merupakan perjanjian yang sudah diimplementasikan oleh masyarakat sejak
zaman penjajahan namun dalam keadaan terpisah menjadi 2 kewarganegaraan yang
berbeda menjadikan perjanjian traktat 1904 sebagai inovasi dalam kehidupan
masyarakat yang memiliki pemaknaan tersendiri secara budaya terkait batas willayah
berdasarkan perjanjian tersebut sebagai warga negara yang berbeda.
b. Perasaan akan kebutuhan
Permasalahan batas wilayah khususnya pada area zona bebas Naktuka yang telah
dilakukan tindak pelanggaran oleh masyarakat Citrana maupun kejelasan batas wilayah
membuat masyarakat Amfoang membutuhkan kejelasan informasi terkait batas wilayah
area zona bebas Naktuka dan upaya pemerintah dalam menyelesaikan masalah tersebut.
c. Keinovatifan
Masyarakat Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur dalam mengadopsi suatu
inovasi relatif lambat dikarenakan adanya perilaku komunikasi dalam penyesuaian
terhadap nilai-nilai maupun norma yang berlaku maupun mengikuti pendapat yang
disampaikan oleh para pemangku adat.
d. Norma dalam sistem sosial
Norma dalam sistem sosial pada masyarakat Netemnanu Utara sangat kuat, mereka sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai maupun unsur-unsur budaya yang sudah ada sejak zaman
kerajaan sehingga apapun yang disampaikan harus disesuaikan dengan norma yang ada
dalam sistem sosial masyarakat Netemanu Utara dan apapun pendapat para pemangku adat
maupun agama lebih didengarkan serta diikuti oleh masyarakat tanpa unsur paksaan.

Informasi terkait mengikuti perjanjian traktat 1904 melalui komunikasi sosial yang
dilakukan langsung mendapatkan penolakan oleh masyarakat perbatasan hingga saat ini,
dikarenakan tidak sesuai dengan norma dalam sistem sosial atau sejarah maupun budaya
masyarakat perbatasan. Keputusan yang diambil oleh masyarakat secara individual yaitu
keputusan kolektif dimana keputusan dibuat oleh seseorang melalui konsensus dari sebuah
sistem sosial atau merupakan hasil keputusan bersama oleh masyarakat perbatasan
Netemnanu Utara dikarenakan tidak sesuai dengan sistem norma yang berlaku.

Berdasarkan ketiga tahapan diatas komunikasi sosial yang dilakukan untuk


menyebarkan informasi tentang kesepakatan antara pihak pemerintah pusat dengan
pemerintah Timor Leste mengikuti perjanjian traktat 1904 hingga saat ini terus mengalami
penolakan diikuti dengan sikap masyarakat yang terus memiliki anggapan-anggpan negatif
terhadap pihak pemerintah pusat, pemerintah Timor Leste dan masyarakat Citrana Distrik
Oekusi. Menurut Roggers tahapan pelaksanaan dan tahapan konfirmasi dapat berlangsung
apabila pada tahapan pengambilan keputusan adopter mengadopsi inovasi yang
disampaikan, hal ini sesuai dengan keadaan masyarakat perbatasan yang tetap melakukan
penolakan terhadap informasi mengikuti perjanjian traktat 1904.

Dengan demikian inovasi atau informasi tersebut gagal diterapkan atau diterima
oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan kebudayaan yaitu sejarah hidup masyarakat
Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur hingga saat ini, hal inilah yang terus
membuat masyarakat memiliki persepsi negatif kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Timor Leste maupun keinginan untuk melakukan tindakan anarki kepada masyarakat
Citrana Distrik Oekusi.
3.4.3 Karakteristik Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah
satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan
kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers. Gambaran tentang pengelompokan adopter
dapat dilihat sebagai berikut:
a) Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
b) Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati,
akses di dalam tinggi.
c) Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
d) Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan
sosial, terlalu hati-hati.
e) Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum
kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders, sumber daya terbatas.
Berdasarkan kurva adopsi yang dikembangkan oleh Roggers berkaitan dengan
penerimaan informasi mengikuti perjanjian traktat 1904 yang disampaikan pemerintah
pusat dan dimediasi oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang kepada
masyarakat Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur mendapatkan penolakan secara
langsung bahkan sampai saat ini. Dengan demikian masyarakat Netemnanu Utara
tergolong pada kelompok masyarakat Laggards yaitu kelompok masyarakat yang bukan
kolot sebenanrnya namun tradisional karena pemerintah pusat yang tidak mendengarkan
asprasi rakyat serta informasi yang tidak disesuaikan dengan sejarah dan kebudayaan
masyarakat perbatasan.

Komunikasi sosial merupakan salah satu media komunikasi yang digunakan


sebagai media interaksi yang terjalin secara tatap muka dan timbal balik dalam susana yang
akrab antara Badan Pengelola Perbatasan dengan masyarakat Netemnanu Utara Kecamatan
Amfoang Timur untuk mendiskusikan maupun mensosialisasikan informasi terkait
pembangunan maupun persoalan tapal batas, melalui kegiatan inilah di harapkan mencapai
integrasi sosial baik itu di daerah perbatasan maupun nasional demi tercapainya stabilitas
sosial daerah maupun nasional dalam hal pembangunan daerah wilayah perbatasan yang
mengarah pada pembangunan nasional.

4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :


1. Komunkasi sosial dalam penyebaran informasi melalui pertemuan secara tatap muka dengan
masyarakat mengenai penyelesaian tapal batas wilayah Naktuka oleh pemerintah pusat
melalui Badan Pengelola Perbatasan tentang kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan
pemerintah Timor Leste mengikuti perjanjian traktat 1904 langsung mendapatkan penolakan
oleh masyarakat perbatasan hingga saat ini.
2. Pemahaman pemerintah pusat tentang kebudayaan yaitu sejarah hidup masyarakat yang
minim serta tidak dilibatkannya unsur tokoh adat maupun Badan Pengelola Perbatasan
Kabupaten Kupang yang turun langsung ke wilayah perbatasan dianggap oleh masyarakat
memberikan kemenangan tersendiri bagi pemerintah Timor Leste, hal ini merupakan
ketidaksesuaian atau compatibility dimana informasi yang disampaikan tidak disesuaikan
dengan budaya yaitu sejarah hidup masyarakat Amfoang sehingga informasi mengikuti
perjanjian traktat 1904 mendapat penolakan.
3. Faktor penghambat komunikasi sosial terkait inovasi atau informasi mengikuti perjanjian
traktat 1904 langsung mendapat penolakan oleh masyarakat karena ketidaksesuaian dengan
budaya terkait sejarah hidup masyarakat Amfoang mengenai wilayah perbatasan dan tidak
adanya keterlibatan maupun komunikasi antara pihak Pemerintah Pusat dengan BPP
Kabupaten Kupang maupun masyarakat perbatasan dalam mengambil kebijakan batas
wilayah dengan pihak Pemerintah Timor Leste.
4. Komunikasi sosial BPP Kabupaten Kupang melalui bidang Pengelolaan Batas Negara
sebagai komunikator dalam menyampaikan amanat terkait penyebaran informasi wilayah
tapal batas antara negara Indonesia dan negara Timor Leste dilakukan melalui tatap muka
dengan komunikan yaitu masyarakat Netemnanu Utara dan tidak terikat pada keformalitasan
namun terikat secara sosial kultural sehingga respon atau tanggapan dari masyarakat
perbatasan selalu positif kepada BPP Kabupaten Kupang.

5. Saran
a) Badan Pengelola Perbatasan sebagai lembaga perwakilan pemerintah daerah dalam
mengurus wilayah perbatasan selain menyampaikan informasi kepada masyarakat maupun
yang mengadakan komunikasi langsung dengan masyarakat perbatasan harus lebih sigap
lagi dalam menyampaikan aspirasi masyarakat perbatasan kepada pemerintah pusat demi
kesejahteraan hidup masyarakat.
b) Pemerintah pusat sebagai pemilik kewenangan mutlak melakukan pertemuan dengan
pemerintah Timor Leste harus memperhatikan unsur-unsur penting seperti Badan Pengelola
Perbatasan Kabupaten Kupang maupun tokoh masyarakat dalam menyepakati suatu
perjanjian serta mendengar aspirasi masyarakat perbatasan.
c) Permasalahan ini sebaiknya diselesaikan melalui pertemuan adat oleh masyarakat Amfoang
dan Masyarakat Citrana dikarenakan kedua-duanya masih memiliki ikatan darah dan
masalah ini berhubungan dengan kebudayaan maupun sejarah hidup kedua masyarakat baik
itu masyarakat Amfoang (Indonesia) maupun masyarakat Citrana (Timor Leste).
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Creswell, J, W. 2007. Qualitatief inquiry and research design. London, New Delhi.
Sage Publication Inc.
Effendy, O, U. 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hendropuspito. 1989. Sosiologi sistematik, Yogyakarta: Kanisius
Kriyanto, R. 2010. Tenik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana
Liliweri, A. 2011.Komunikasi: Serba ada Serba makna, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Mulyana, D. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rogers, E, M. 1983, Diffusion of Innovations.London: The Free Press.
----------------------.1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree
Press.
Sastropoetro, S. 1990. Pendapat Publik: Pendapat Umum dan Khalayak dalam
Komunikasi Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Soedjatmoko. 1985. Pembangunan dan Kebebasan, Jakarta: Penerbit LP3ES.
Stewart, C, J & Cash, W, B. 2000. Interviewing : Principles and practices, USA:
McGraw Hill Company.
Susanto, S, A, P. 1985. Komunikasi Sosial di Indonesia, Bandung: Penerbit Bina Cipta

West, R & Turner, L, H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Karya Ilmiah:
Pratama, W, H. 2016. Difusi Inovasi dan Adopsi Program Jaminan Kesehatan Nasional
(Studi Difusi Inovasi dan Adopsi Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Program
BPJS Kesehatan di Desa Catur Kabupaten Boyolali). Surakarta.
Essa, R, S. 2014. Difusi Adopsi Inovasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat/ STBM
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penyebaran dan Penerimaan Inovasi
Pembangunan Jamban Bersih dan Sehat pada Masyarakat Kecamatan Jatisrono
Kabupaten Wonogiri). Surakarta.
Undang Undang :
UU No 14 tahun 2008 tentang kebebasan memperoleh informasi publik
UU No 43 tahun 2008 tentang batas wilayah Negara Indonesia
UU No 23 pasal 8 tahun 2008 tentang wilayah perbatasan secara yurisdiksi
UUD tahun 1945 pasal 25 A tentang amanat bahwa Negara Indonesia adalah
Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang.
Website :
Rahardjo, Mudija, Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif, (2010) Dari
http://mudjiaraharjo.com/Met. Penelitian Pendidikan/penting/270-trangulasi-
dalam-penelitian-kualitatif.html (Diakses pada tanggal 5 April 2017 pukul 20.15
WITA)
www.CNNIndonesia.com (Diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul16.40
WITA)
www.nagasembilan.com (Diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul17.16
WITA)
www.merdeka.com (Diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul 17.35 WITA)

You might also like