Professional Documents
Culture Documents
OLEH
KRISTIN E.J NOMLENI
1303052052
ABSTRACT
Konsentrasi Hubungan Masyarakat Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Nusa Cendana Kupang
ABSTRAK
Landasan Teori
Teori Difusi Inovasi
A. Pengertian Difusi Inovasi
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial.
Hal tersebut sesuai dengan pengertian difusi dari Rogers (1983), yaitu as the process by
which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of
a social system. bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan
dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1983)
difusi menyangkut which is the spread of a new idea from its source of invention or creation to
its ultimate users or adopters.
Secara terperinci difusi dimaknai sebagai suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan
dengan penyebaran pesan-pesan sebagai ide baru. Sedangkan komunikasi didefinisikan sebagai
proses di mana para pelakunya menciptakan informasi dan saling pertukaran informasi tersebut
untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam isi pesan itu terdapat ketermasaan (Newness) yang
memberikan kepada difusi ciri khusus yang menyangkut ketidakpastian (Uncertainty).
Ketidakpastian adalah suatu derajat dimana sejumlah alternative dirasakannya berkaitan
dengan suatu peristiwa beserta kemungkinan-kemungkinan pada alternatif tersebut, derajat
ketidakpastian oleh seseorang dapat di minimalisir dengan memeperoleh informasi.
D. Karakteristik Adaptor
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah
satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan
kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers. Gambaran tentang pengelompokan adopter
dapat dilihat sebagai berikut:
a. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi
b. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang
dihormati, akses di dalam tinggi
c. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
d. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau
tekanan sosial, terlalu hati-hati.
e. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum
kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders, sumber daya terbatas.
Konsep
1. Komunikasi Sosial
A. Definisi Komunikasi Sosial
Harold Lasswell menjelaskan Bahwa (cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi
adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect?atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan
Pengaruh Bagaimana?. Dari penjelasan Laswell tersebut, dapat kita ketahui bahwa komunikasi
adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu. Komunikasi tidak hanya menyampaikan dan menerima pesan. Namun
jauh lebih dari itu, dimana terjadi perubahan sikap, pandangan, maupun perilaku komunikasi
terkait dengan pesan yang dikomunikasikan.
Sosial (social) yang mengikuti kata komunikasi itu. Sosial atau social (Inggris)
didefinisikan sebagai concerning the organization of and relations between people and
communities. Derivasinya society: system in which people live in organized communities. Ini
bermuara pada perubahan sosial (social change) yang mengambil bentuk dalam kata
pembangunan (development) yang diartikan sebagai perubahan sosial yang terencana ke arah
yang lebih baik dari sebelumnya. Bukan dalam pengertian sempit, yaitu: sekedar pemenuhan
kebutuhan basis material masyarakat di negara-negara dunia ketiga semata, tetapi termasuk
realisasi basis immaterial seperti dimensi spiritual, etika dan nilai-nilai lainnya (Soedjatmoko,
1985). Komunikasi sosial adalah salah satu bentuk komunikasi yang lebih intensif, dimana
komunikasi dapat terjadi secara langsung antara komunikator dengan komunikan itu sendiri,
sehingga situasi komunikasi bersifat 2 arah serta lebih diarahkan kepada pencapaian suatu situasi
integrasi sosial (Astrid Susanto, 1985:1) Singkat kata, komunikasi sosial membicarakan
bagaimana peran komunikasi dalam perubahan sosial umumnya dan pembangunan khususnya.
Komunikasi sosial terjadi antar individu dalam kehidupannya di masyarakat yang memiliki
konteks dalam segala dimensi kehidupan manusia. Seluruh dimensi kehidupan manusia dipenuhi
dengan komunikasi. Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa berkomunikasi itu penting untuk
membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kepentingan hidup, untuk memperoleh
kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan.
Melalui komunikasi sosial kita dapat memenuhi kebutuhan emosional dan meningkatkan
kesehatan mental, kita belajar tentang makna cinta, kasih sayang, simpati, keintiman, rasa hormat,
rasa bangga, iri hati, bahkan kebencian.
Komunikasi sosial adalah interaksi timbal balik positif yang bersifat dekat atau akrab
antara penerima dan pengirim pesan sehingga berbagai masalah dapat diaktualisasikan untuk
mencapai stabilitas sosial.
3) Memberi Hiburan
Di dalam suatu masyarakat pasti ada masyarakat yang gagal maupun yang berhasil
dimana dalam keadaan masyarakat yang berhasil akan mengalami kelemahan fisik.
Sementara masyarakat yang gagal akan mengalami frustasi, mereka membutuhkan hiburan
sehingga jawaban dari masalah sosial tersebut adalah komunikasi sosial.
Jadi orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia bisa dipastikan akan
tersesat karena ia tidak sempat menata dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Komunikasi
yang memungkinkan individu membangun suatu kerangka rujukan dan menggunakannya
sebagai panutan untuk menafsirkan situasi apapun yang ia hadapi, komunikasi pula yang
memungkinkannya mempelajari dan menerapkan strategi-strategi adaptif untuk mengatasi
situasi situasi problematik yang ia masuki. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi
seseorang tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan
memperlakukan manusia lain secara beradab karena cara-cara berprilaku tersebut harus
dipelajari lewat pengasuhan keluarga dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi.
2. Penyebaran Informasi
Membicarakan tentang aktifitas proses penyebaran informasi, maka akan dibahas pula
aktifitas komunikasinya. Garis kesamaan antara komunikasi dengan informasi adalah terletak pada
unsur-unsur yang berperan ketika aktifitas berlangsung. Penyebaran informasi adalah
penyebaran pesan yang berisi fakta (data yang sesuai dengan kenyataan) sehingga menimbulkan
penjelasan yang benar dan jelas serta menumbuhkan pengertian yang sama mengenai pesan yang
disebarkan. (Sastropoetro, 1990).
I. Media Sekilas (Instant Media) yaitu media yang hanya membutuhkan waktu yang sangat
singkat atau sepintas lalu saja, seperti poster, plakat, spanduk, slide (dalam radio atau
bioskop dan film-film singkat yang hanya dapat ditonton paling lama tiga menit).
II. Media Lama atau Panjang (Penetrating Media) yaitu media yang dapat dibawa pulang ke
rumah, seperti folder, pamflet, brosur, dan sebagainya. Termasuk juga pada film-film yang
membutuhkan waktu pemutaran lama.
3. Tapal Batas
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan yang berciri nusantara
mempunyai kedaulatan atas wilayah serta memiliki hak-hak berdaulat di luar wilayah
kedaulatannya untuk dikelola dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat
Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A
mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan
yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan
undang-undang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tapal batas yaitu perbatasan (negara, daerah),
garis pembatas atau pemisah (antara unit administratif atau antara unit regional geografis yang
berbeda, baik fisik maupun budaya), sempadan.
Jadi, tapal batas merupakan pembatas atau garis pemisah yang menerangkan terkait daerah
kekuasaan antara sebuah wilayah dan wilayah lainnya.
Batas wilayah NKRI sendiri menurut UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara
menyebut tapal batas wilayah NKRI meliputi:
a. di darat berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, dan Timor- Leste;
b. di laut berbatas dengan Wilayah Negara Malaysia, Papua Nugini, Singapura, danTimor-Leste
c. di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa
luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.
Tapal Batas Wilayah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (a), termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral atau trilateral. Dalam hal Wilayah Negara
tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan Batas Wilayah Negara secara
unilateral berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Selain itu batas wilayah yurisdiksi adalah wilayah di luar Wilayah Negara yang terdiri atas
Zona Ekonomi Eksklusif, Landas Kontinen, dan Zona Tambahan di mana negara memiliki hak-
hak berdaulat dan kewenangan tertentu lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan dan hukum internasional.
Pasal 8 uu No.23 tahun 2008 berbunyi :
1) Wilayah Yurisdiksi Indonesia berbatas dengan wilayah yurisdiksi Australia, Filipina,
India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
2) Batas Wilayah Yurisdiksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk titik-titik
koordinatnya ditetapkan berdasarkan perjanjian bilateral atau trilateral.
3) Dalam hal Wilayah Yurisdiksi tidak berbatasan dengan negara lain, Indonesia menetapkan
Batas Wilayah Yurisdiksinya secara unilateral berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan hukum internasional.
Tapal batas sebagai unsur penting simbol penetapan tentang batas-batas wilayah yang ada
di Nusantara pada negara tetangga sesuai undang-undang dan ketetapan-ketetapan yang berlaku
tanpa adanya penyelewengan antara kedua negara tersebut atau lebih.
Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kulaitatif dengan metode studi kasus.
Menurut Kierk dan Miller penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan
sosial yang secra fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia, baik dalam kawasannya
maupun perisitilahannya. Pendekatan kualitatif data yaitu (data yang bersifat tanpa angka-angka
kualitatif) sehingga data bersifat kategori subtansif yang kemudian diinterprestasikan dengan
rujukan, acuan, dan referensi referensi ilmiah (Kriyantono,2006:387).
Penelitian ini terpusat secara intensif kepada satu obyek tertentu yang dipelajari sebagai
suatu kasus sehingga data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan hasil penelitian ini
hanya berlaku pada sebuah kasus yang diteliti tau diselidiki oleh peneliti.
Studi kasus merupakan penelitian dimana peneliti menggali suatu fenomena tertentu
(kasus) dalam suatu waktu dan kegiatan (program, proses, institusi, atau kelompok sosial) serta
mengumpulkan informasi secara terinci dan mendalam dengan menggunakan berbagai prosedur
pengumpulan data selama periode tertentu (Creswell, 2007:73).
Penelitian studi kasus dimaksudkan untuk mempelajari secara intensif tentang latar
belakang masalah, keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta
interaksi lingkungan unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (Creswell, 2007:73).
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu purposive sampling sebagai
penentu informan penelitian. Purposive sampling (Kriyanto 2010: 156) yakni teknik ini mencakup
orang-orang yang diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang dibuat periset berdasarkan
tujuan riset.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan Teknik wawancara sebagai
sumber data primer dan Teknik studi dokumentasi sebagai sumber data sekunder. Wawancara
dilakukan dengan 3 informan penelitian berdasarkan kriteria yang sudah ada, 2 orang anggota BPP
Kabupaten Kupang dan 1 orang tokoh adat. Sedangkan untuk analisis data peneliti menggunakan
Teknik analisis data kualitatif yaitu terdiri dari reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan oleh peneliti.
Teknik uji kebsahan data yang digunakan yaitu triangulasi dan yang digunakan
sesuai penelitian yaitu jenis triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data merupakan teknik
menggali kebenaran informai tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.
Komunikasi sosial yang dibangun dalam melakukan penyebaran informasi tapal batas
kepada masyarakat Netemnanu Utara sesuai teori yang dikembangkan oleh Everret M. Roggers
(1983) dalam menguraikannya akan dilihat terlebih dahulu komunkasi sosial yang selama ini
dilakukan untuk mencapai pemahaman bersama sebagai berikut :
A. Komunikasi Sosial
Untuk mencapai sebuah situasi integrasi sosial dalam melakukan komunikasi sosial,
informasi atau amanat yang disebarkan disesuaikan dengan budaya masyarakat perbatasan
dan lebih bersifat informal atau sosial kultural agar pihak pemerintah lebih dekat dengan
masyarakat maupun mencapai kesepahaman makna pesan atau informasi yang disampaikan
seperti kegiatan Focus Group Discussion maupun ke 9 kegiatan lainnya menurut intervensi
pemerintah Kabupaten Kupang, namun amanat atau informasi yang disebarkan melalui media
komunikasi sosial berupa pernyataan mengikuti perjanjian traktat 1904 langsung
mendapatkan tanggapan atau respon penolakan secara langsung oleh masyarakat yang masih
sangat tradisonal kehidupannya, sehingga komunikasi menjadi tidak efektif antara kedua
belah pihak tersebut karena tidak disesuaikan dengan adat istiadat masyarakat Netemnanu
Utara.
Dari hasil penelitian ditemukan jenis komunikasi sosial yang dilakukan selama ini ada
2 jenis dari masing jenis komunikasi sosial yang diklasifikasikan menurut Hendropuspito
dalam bukunya Sosiologi Sistematik (1989) yaitu ;
a. Komunikasi langsung (direct communication) juga disebut komunikasi dari muka ke
muka (face to face). Si pengirim amanat berhubungan langsung dengan si penerima,
komunikasi jenis ini biasanya yang sering dilakukan oleh masyarakat dan si pengirim
amanat dapat langsung menerima tanggapanya, selain itu jenis komunikasi ini
memberikan suasana tersendiri lebih akrab dan saling percaya. Dalam interaksi melalui
komunikasi sosial yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang berkaitan dengan amanat
atau informasi yang disebarkan, dilakukan melalui tatap muka dengan masyarakat
Netemnanu Utara sehingga masyarakat dapat memahami amanat atau informasi yang
disampaikan serta BPP Kabupaten Kupang dapat menerima tanggapan atau respon secara
langsung dari masyarakat sehingga suasana komunikasi yang ada lebih bersifat keakraban
dan saling percaya.
b. Komunikasi bebas (nonorganik) tidak terikat pada formalitas yang harus ditaati. Satu-
satunya ikatan yaitu kode sosial-kultural, misalnya komunikasi dalam pergaulan biasa
dimana kedua belah pihak harus mengenal aturan sopan santun. Komunikasi sosial yang
dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang melalui bidang pengelolaan batas negara bersama
staf lainnya yang turun ke wilayah perbatasan dalam melakukan penyebaran informasi
seperti penjelasan Kain Maus selalu dalam konteks informal namun lebih mengarah pada
situasi sosial kultural, dimana setiap amanat atau informasi yang disebarkan dalam
keadaan bebas tidak terikat pada formalitas namun terikat pada tatanan sosial tanpa
melupakan unsur kultural atau budaya sehingga amanat atau informasi yag disampaikan
dapat langsung dipahami atau diterima oleh masyarakat perbatasan karena disesuaikan
dengan norma atau adat istiadat oleh BPP Kabupaten Kupang. Komunikasi sosial yang
dilakukan informasi terkait mengikuti perjanjian traktat 1904 antara pemerintah pusat dan
Timor Leste langsung mendapat penolakan oleh masyarakat, karena komunikasi sosial
menyangkut informasi tersebut tidak disesuaikan dengan kultur atau budaya yaitu sejarah
hidup masyarakat wilayah perbatasan yang menganggap aspirasi mereka tidak
didengarkan dan kurangnya komunikasi antara pihak Pemerintah Pusat baik itu dengan
masyarakat perbatasan maupun BPP Kabupaten Kupang sehingga kejadian sebenarnya
yang berkaitan dengan wilayah tapal batas Naktuka yang memiliki unsur sejarah hidup
masyarakat perbatasan tidak dipahami oleh pemerintah pusat yang selama ini dianggap
kurang melibatkan BPP Kabupaten Kupang maupun Masyarakat perbatasan.
Komunikasi sosial yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang sesuai dengan intervensi
pemerintah daerah melalui 10 program oleh bidang pengelolaan batas negara yaitu :
1. Melaksanakan pertemuan Toda (Tokoh Adat) sedaratan Amfoang (Raja, Vetor-vetor,
Amaf-amaf)
2. Melaksanakan koordinasi dan pertemuan dengan tokoh adat lintas kabupaten batas darat
(raja Malaka, vetor, amaf, raja Kefa, vetor, amaf)
3. Melaksanakan pertemuan lintas sektor tingkat kabupaten
4. Melaksanakan sosialisasi tentang kewenangan pemerintah kabupaten
5. Mengikutsertakan kecamatan Amfoang Timur dalam BimTek garda batas tingkat provinsi
NTT di Kupang (meliputi 5 unsur tokoh agama, pendidik, pemerintah, wanita, dan
pemuda)
6. Melaksanakan FGD
7. Melakukan koordinasi dan pertemuan dengan beberapa tokoh adat Ambenu
8. Melakukan pemantauan di lokasi sengketa Naktuka bersama pamtas TNI
9. Melaksanakan kegiatan olah raga bersama seperti bola kaki dsb
10. Adanya pembentukan Pokja Bloc (Bonding Leason Of Commite).
Melalui kegiatan ini komunikasi sosial yang terbangun dapat memberikan informasi,
bimbingan maupun hiburan kepada masyarakat agar tidak telalu berfokus pada permasalahan
wilayah area zona bebas Naktuka namun komunikasi sosial yang dilaksanakan terkait penyebaran
informasi atau amanat mengikuti perjanjian traktat 1904 hanya sampai pada fungsi komunikasi
sosial untuk memberikan informasi namun tidak memberikan bimbingan maupun hiburan karena
kurangnya pemahaman pemerintah akan permasalahan yang memiliki keterikatan kuat dengan
sejarah masyarakat perbatasan sehingga langsung mendapat penolakan untuk mengikuti perjanjian
traktat 1904 oleh masyarakat wilayah perbatasan. Sebelum masuk pada pembahasan menggunakan
teori difusi inovasi, berikut akan disajikan terlebih dahulu hasil penelitian merujuk pada model
difusi inovasi oleh Everret M. Roggers (1995)
Tahap-tahap penerimaan adopsi inovasi dapat digambarkan sebagai berikut:
SALURAN KOMUNIKASI: SALURAN INTERPERSONAL
KONDISI AWAL
1. Praktik sebelumnya tidak ada
Inovasi traktat 1904 merupakan
Inovasi pertama setelah terpisahnya
wilayah Timor Leste dari
Negara Indonesia tahun 1999. KONFIRMAS
PENGETAHUA KEPUTUS IMPLEMENT
2. Kebutuhan masalah PERSUASI
N AN ASI I
yang di rasakan yaitu
kejelasan informasi
penyelesaian batas wilayah
3. Keinovasian masyarakat
Relative lambat terhadap suatu
Inovasi.
4. Norma sistem sosial sangat
melekat dan kuat.
1. Penolakan Penolakan
Berlanjut
A. Inovasi
Inovasi adalah gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.
Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang
menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk
orang itu. Konsep baru dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.
Berdasarkan sudut pandang Roggers ini apabila dikaitkan dengan komunikasi
sosial yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang, inovasi yang dimaksudkan yaitu
terkait persoalan tapal batas sesuai kesepakatan antara pihak pemerintah Indonesia
danTimor Leste dalam menyelesaikan persoalan tapal batas area zona bebas Naktuka
kepada masyarakat perbatasan dengan mengikuti perjanjian traktat 1904 yang
disampaikan melalui pemerintah daerah yaitu Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten
Kupang.
Keputusan mengikuti perjanjian traktat 1904 tentang batas wilayah antara negara Indonesia dan
negara Timor Leste dalam menyelesaikan masalah tapal batas dianggap sebagai suatu kebaruan
informasi atau suatu inovasi setelah terpisahnya wilayah Timor-Timur dari negara Indonesia. Hal
tersebut dikarenakan tidak adanya komunikasi dengan masyarakat perbatasan yang tidak tahu
menahu terkait kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 yang dianggap tidak sesuai dengan
budaya atau hukum adat masyarakat Netemnanu Utara. Isi perjanjian traktat 1904 sendiri
berdasarkan beberapa dokumen dari setiap skripsi maupun wawancara serta sumber lainnya seperti
internet yang berhasil peneliti temukan yaitu merupakan salah satu bagian dari diplomasi
perbatasan RI dalam mencapai kesepakatan batas darat dengan RDTL pada periode tahun 2002-
2005 yang dilaksanakan pada 3 level kesepakatan, salah satunya yaitu pada level Technical Sub-
Commitee Border Demarcration and Regulation (TSC-BDR) melalui 3 tahap yaitu
definisi(menyepakati titik-titik, syarat-syarat, definisi tertentu sebagai dasar untuk menentukan
perbatasan), delineasi (penarikan garis batas), dan demarkasi (penegasan batas wilayah di
lapangan). Pada level kesepakatan inilah perundingan batas wilayah yang salah satunya mengacu
pada perjanjian treaty 1904 dimana kedua tim perunding, menyetujui sebuah workplan bersama
dengan tujuan mencapai delineasi garis batas pada 30 juni 2003 dengan titik koordinat definitif
jika memungkinkan.
Hal inilah yang dianggap sebagai kelicikan pihak Timor Leste untuk mendapatkan wilayah
Naktuka oleh masyarakat Amfoang dengan menggunakan perjanjian traktat 1904, serta
Pemerintah Pusat yang dianggap tidak tahu menahu batas wilayah secara budaya dan hanya
mementingkan kepentingan-kepentingan tertentu karena tidak melibatkan maupun mengadakan
komunikasi terkait mengikuti kesepakatan perjanjian traktat 1904 dengan pihak BPP Kabupaten
Kupang maupun masyarakat tapal batas yang tahu jelas batas wilayah berdasarkan sejarah hidup
yang sudah ada sejak zaman kerajaan.
Pihak Pemerintah Daerah dalam hal ini BPP Kabupaten Kupang hanya melakukan kegiatan
komunikasi sosial untuk membuat masyarakat merasa diperhatikan sesuai intervensi pemerintah
pusat yang kemudian dijabarkan dalam intervensi pemerintah daerah yang memiliki 10 kegiatan
melalui bidang pengelolaan batas negara BPP Kabupaten Kupang, namun tetap saja keputusan
mengikuti perjanjian traktat 1904 yang dibuat pada zaman penjajahan membuat masyarakat
perbatasan tetap memiliki pandangan negatif kepada pihak pemerintah pusat maupun pihak
pemerintah Timor Leste yang menggunakan kesempatan mendapatkan kekuasaan wilayah
Naktuka yang kurang begitu dipahami oleh pihak pemerintah pusat dalam pertemuan yang
dilakukan dengan pemerintah Timor Leste, untuk mengklaim wilayah Naktuka sebagai bagian dari
wilayah Timor Leste saat ini.
Hal ini tentunya dianggap tidak sesuai dengan kebudayaan yaitu sejarah hidup masyarakat
perbatasan Netemnanu Utara Kecamtan Amfoang. Ketidaketerlibatan maupun kurangnya
komunikasi antara pihak Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yaitu BPP Kabupaten
Kupang dan para tokoh adat dalam pertemuan maupun pembahasan ksepakatan pengambilan
keputusan mengenai permasalahan tapal batas dengan pemerintah Timor Leste menjadi
kemenangan bagi pihak Timor Leste untuk mendapakan kekuasaan wilayah dengan menyepakati
perjanjian traktat 1904, selain itu kegiatan-kegiatan seperti melakukan pengambilan data maupun
sosialisasi oleh Pemerintah Pusat diwilayah perbatasan hanya diikuti oleh pegawai biasa
sedangkan para pemimpin tidak turut serta dalam kegiatan sehingga ketika ditanya oleh
masyarakat perbatasan tentang persoalan tapal batas pihak perwakilan pemerintah pusat tidak
begitu bisa memberikan jawaban yang memuaskan masyarakat.
Inovasi atau informasi yang disebarkan tidak mendapat respon baik oleh masyarakat,
Roggers mengemukakan 5 karakteristik Inovasi yang dapat mempengaruhi keputusan:
Dari hasil karakteristik inovasi dalam hal ini informasi mengikuti perjanjian traktat
1904 terus mendapatkan penolakan dari masyarakat Netemnanu Utara wilayah perbatasan
karena tidak sesuai dengan sejarah hidup masyarakat perbatasan apalagi anggapan negatif
terhadap pemerintah pusat yang tidak pernah melakukan komunikasi dengan masyarakat
dalam memutuskan kesepakatan tersebut, meski terus dilakukan upaya oleh pemerintah
daerah melalui BPP Kabupaten Kupang untuk memberikan perhatian kepada masyarakat
tetapi hanya mampu meminimalisir takan tetapi masyarakat tetap memiliki persepsi negatif
bahkan keinginan melakukan tindakan-tindakan yang dapat berujung pada konflik.
B. Saluran Komunikasi
Saluran komunikasi yaitu alat untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber
ke penerima. Saluran komunikasi yang dimaksudkan ada 2 jenis yaitu saluran media
massa dan saluran antar pribadi atau saluran kosmopolit dan saluran lokal. Saluran media
massa atau kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada diluar sistem sosial yang
sedang diselidiki sedangkan saluran antar pribadi atau lokal adalah saluran yang berasal
dari sistem sosial yang sedang diselidiki, jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka
saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika
komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal,
maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal. Tujuan
komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut mutual
understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan (dalam
hal ini adalah ide mupun informasi baru) melalui saluran komunikasi tertentu.
Menurut Astrid Susanto, komunikasi sosial adalah salah satu bentuk komunikasi yang
lebih intensif, dimana komunikasi dapat terjadi secara langsung antara komunikator
dengan komunikan itu sendiri, sehingga situasi komunikasi bersifat 2 arah serta lebih
diarahkan kepada pencapaian suatu situasi integrasi sosial (1985:1). Sesuai dengan
pengertiannya komunikasi sosial yang selama ini dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang
adalah komunikasi secara langsung atau tatap muka oleh pihak pemerintah dan
masyarakat perbatasan sehingga saluran komunikasi yang digunakan adalah saluran antar
pribadi atau saluran interpersonal.
Melalui saluran interpersonal ini masyarakat dapat menerima informasi secara
langsung dan mudah dipahami karena cara penyampaian disesuaikan dengan kebudayaan
masyarakat selain itu masyarakat juga dapat secara langsung menyampaikan aspirasi
mereka terkait persoalan tapal batas kepada pemerintah atau lebih dikenal dengan
terjadinya komunikasi 2 arah atau timbal balik.
Saluran interpersonal yang dipergunakan meski memudahkan masyarakat untuk
melakukan komunikasi 2 arah dengan pemerintah serta dengan mudah memahami
informasi atau tercapainya mutual understanding yang disampaikan tidak mampu
mengubah sikap masyarakat atas penolakan mengikuti perjanjian traktat 1904 tetapi
hanya mampu meminimmalisir tindakan-tindakan yang berujung pada konflik yang
dilakukan oleh pihak Pemerintah Daerah melalui BPP Kkabupaten Kupang.
C. Jangka Waktu
Jangka waktu yaitu proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui
sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya dan pengukuhan terhadap
keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Adapun jangka waktu penyebaran
kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 sampai padatahap pemngambilan keputusan
oleh masyarakat perbatasan diawali dengan pemberian pengetahuan oleh BPP Kabupaten
Kupang melalui aparat desa lalu disampaikan oleh kepada adat kemudian masyarakat
dikumpulkan paa suatu tempat pertemuan adat untuk melakukan petemuan dengan
masyarakat. Selanjutnya masyarakat diberikan pengetahuan terkait informasi mengikuti
perjanjian traktat 1904 sesuai keputusan pemerintah pusat dan pemerintah Timor Leste
dalam penyelesaian tapal batas, proses penyampaian disesuaikan dengan nilai-nilai yang
ada sehingga masyarakat mudah memahami.
Proses mental yang terjadi hanya sampai pada tahapan pengambilan keputusan
menerima atau menolak informasi atau inovasi oleh masyarakat perbatasan, dan hasilnya
yaitu menolak mengikuti kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 oleh masyarakat.
D. Sistem Sosial
Sistem sosial yaitu kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam
kerja sama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama. Difusi
inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur sosial,
individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu.
Dalam melaksanakan komunikasi sosial terkait penyebaran informasi tapal batas di
wilayah perbatasan yang sangat kuat dengan kebudayaannya oleh pihak pemerintah daerah
melalui BPP Kabupaten Kupang sesuai dengan teori Difusi Inovasi berkaitan dengan hal
ini, Rogers menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
a) Struktur Sosial
Struktur sosial adalah susunan suatu unit yang memiliki pola tertentu. Adanya
sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas
perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan
hubungan antar anggota dari sistem sosial. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz seperti dikutip oleh Rogers
menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur
sosial dari adopter potensialnya (1995), adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh
karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
Struktur sosial yang ada diwilayah perbatasan Netemnanu Utara Kecamatan
Amfoang sangat kuat, masyarakat disana masih sangat menghargai keberadaan keturunan
raja yang kini diangkat sebagai raja Amfoang, vetor maupun amaf yang lebih dikenal
sebagai tokoh adat dan budaya masyarakat Amfoang sangat kuat. Masyarakat lebih
mendengarkan pendapat maupun arahan raja Amfoang selain itu masyarakat asli Amfoang
yang juga keluar dari tanah kelahiran untuk melanjutkan sekolah serta berhasil lalu kembali
sangat dihargai meski ada keteraturan hidup mengikuti sistem kerajaan, seperti halnya
kepala dinas BPP Kabupaten Kupang merupakan masyarakat asli Amfoang sehingga
ketika melakukan komunikasi sosial terhadap penyebaran informasi maupun kegiatan tidak
perlu dilakukan persuasi kepada masyarakat karena dianggap disampaikan oleh putra
daerah. Masyarakat tidak sembarang mengikuti suatu kegiatan atau hal apapun kalau tidak
disetujui atau disebarkan lagi oleh para turunan kerajaan seperti raja, vetor, maupun amaf-
amaf.
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem
sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial.
Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal
ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai atau
kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidaksesuaian suatu
inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok
masyarakat) dalam suatu sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi
tersebut.
Penyebaran informasi melalui komunikasi sosial yang dilakukan oleh BPP
Kabupaten Kupang selama ini disesuaikan dengan sistem norma yang ada berbeda dengan
penyebaran informasi yang melalui BPP Kabupaten Kupang terkait kesepakatan mengikuti
perjanjian traktat 1904 oleh pemerintah pusat ditolak secara langsung karena tidak sesuai
dengan budaya yaitu sejarah hidup masyarakat Amfoang, wilayah Naktuka merupakan
wilayah Amfoang sejak zaman kerajaan, terkait penetapan batas wilayah dianggap oleh
masyarakat Amfoang tidak boleh disesuaikan dengan kesepakatan zaman penjajahan yang
mendapatkan keuntungan bisnis maupun politik dengan menarik patok dan
menghancurkan pilar batas kerajaan Amfoang pada zaman penjajahan Belanda dan
portugal, hal ini yang dianggap harus diselesaikan oleh kedua belah pihak negara Indonesia
dan timor Leste bukan mengikuti perjanjian zaman penjajahan karena dinilai zaman
kerajaan ada terlebih dahulu dibandingan zaman penjajahan dan tidak sesuai dengan
sejarah hidup masyarakat Amfoang.
c) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-
orang tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu
sistem sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung
inovasi atau sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana
perilakunya (baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas
disini bahwa orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
Dalam sistem kehidupan masyarakat sangat menghormati keturunan bangsawan
Amfoang dan mengikuti arahannya baik itu raja Amfoang, vetor, maupun amaf-amaf.
Segala sesuatu yang disampaikan oleh raja akan di ikuti maupun pendapat masyarakat
ditampung oleh raja , vetor, maupun amaf-amaf untuk kemudian disampaikan kepada
pemerintah. Penyebaran informasi melalui komunikasi sosial oleh BPP Kabupaten Kupang
selalu melibatkan para tokoh adat tersebut namun terkait persoalan tapal batas dengan
mengikuti perjanjian traktat 1904 langsung mendapat penolakan oleh raja Amfoang, vetor
dan amaf-amaf dengan demikian maka mayarakat perbatasan pun melakukan hal yang
sama. Tentunya karena dinilai tidak sesuai dengan sejarah dan budaya masyarakat
Amfoang selain itu tindakan anarki yang hendak dilakukan masyarakat akibat merasa
ketidakadilan atas sikap masyarakat Citrana dapat dihentikan oleh raja Amfoang setelah
mendapat kunjungan dari Dandrem untuk menghentikan masyarakat melakukan tindakan
berbau konflik tersebut.
Dengan demikian para tokoh adat diwilayah perbatasan sangat memiliki pengaruh
yang besar terhadap setiap keputusan menerima atau menolak suatu infoarmasi atau
inovasi, masyarakat lebih mempercayai dan mendengarkan para tokoh adat tersebut, hal
inilah yang menjadi penghambat penerimaan keputusan mengikuti perjanjian traktat 1904
oleh Pemerintah Pusat Indonesia dan pemerintah Timor Leste karena dianggap tidak sesuai
dengan sejarah masyarakat Amfoang oleh para tokoh adat.
d) Agent of Change
Agent of Change adalah suatu bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap
sistem sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain
untuk menerima sebuah inovasi, tetapi agent of change bersifat resmi atau formal, ia
mendapat tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem
sosialnya. Fungsi utama dari agent of change adalah menjadi mata rantai yang
menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan
keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi
tertentu.
Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang sebagai lembaga pemerintah
memiliki tanggung jawab untuk melakukan pelayanan administrasi dan kemasyarakatan
pada masyarakat khususnya masyarakat wilayah perbatasan namun untuk melakukan
pertemuan dan menyepakati suatu perjanjian antar negara merupakan wewenang yang
dilakukan oleh pemerintah pusat, meski demikian seharusnya juga melibatkan pemerintah
daerah yaitu BPP Kabupaten Kupang dan masyarakat perbatasan yang tahu jelas persoalan
tapal batas Naktuka.
BPP Kabupaten Kupang sebagai mediasi penyebaran informasi pernyelesaian
persoalan tapal batas tentang kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 oleh
pemerintah pusat yang secara langsung mendapatkan penolakan dari masyarakat wilayah
perbatasan, dikarenakan lemahnnya pengetahuan tentang sistem norma yaitu nilai-
nilaiyang berlaku, sejarah dan budaya masyarakat Amfoang oleh pemerintah pusat. Meski
di mediasi oleh BPP Kabupaten Kupang yang dikepalai oleh putra asli Amfoang bapak
Kain Maus namun untuk menerima kesepakatan mengikuti perjanjian traktat 1904 tidak
dapat ditolerir oleh masyarakat perbatasan berbeda dengan kegiatan-kegiatan baru maupun
informasi yang dilakukan oleh BPP Kabupaten Kupang selalu diterima dengan baik oleh
masyarakat wilayah perbatasan Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur.
Informasi terkait mengikuti perjanjian traktat 1904 melalui komunikasi sosial yang
dilakukan langsung mendapatkan penolakan oleh masyarakat perbatasan hingga saat ini,
dikarenakan tidak sesuai dengan norma dalam sistem sosial atau sejarah maupun budaya
masyarakat perbatasan. Keputusan yang diambil oleh masyarakat secara individual yaitu
keputusan kolektif dimana keputusan dibuat oleh seseorang melalui konsensus dari sebuah
sistem sosial atau merupakan hasil keputusan bersama oleh masyarakat perbatasan
Netemnanu Utara dikarenakan tidak sesuai dengan sistem norma yang berlaku.
Dengan demikian inovasi atau informasi tersebut gagal diterapkan atau diterima
oleh masyarakat karena tidak sesuai dengan kebudayaan yaitu sejarah hidup masyarakat
Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur hingga saat ini, hal inilah yang terus
membuat masyarakat memiliki persepsi negatif kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah
Timor Leste maupun keinginan untuk melakukan tindakan anarki kepada masyarakat
Citrana Distrik Oekusi.
3.4.3 Karakteristik Adopter
Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah
satu pengelompokan yang bisa dijadikan rujukan adalah pengelompokan berdasarkan
kurva adopsi, yang telah duji oleh Rogers. Gambaran tentang pengelompokan adopter
dapat dilihat sebagai berikut:
a) Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi.
b) Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam
penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati,
akses di dalam tinggi.
c) Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya:
penuh pertimbangan, interaksi internal tinggi.
d) Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan
inovasi. Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan
sosial, terlalu hati-hati.
e) Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum
kolot/tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion
leaders, sumber daya terbatas.
Berdasarkan kurva adopsi yang dikembangkan oleh Roggers berkaitan dengan
penerimaan informasi mengikuti perjanjian traktat 1904 yang disampaikan pemerintah
pusat dan dimediasi oleh Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang kepada
masyarakat Netemnanu Utara Kecamatan Amfoang Timur mendapatkan penolakan secara
langsung bahkan sampai saat ini. Dengan demikian masyarakat Netemnanu Utara
tergolong pada kelompok masyarakat Laggards yaitu kelompok masyarakat yang bukan
kolot sebenanrnya namun tradisional karena pemerintah pusat yang tidak mendengarkan
asprasi rakyat serta informasi yang tidak disesuaikan dengan sejarah dan kebudayaan
masyarakat perbatasan.
4. Kesimpulan
5. Saran
a) Badan Pengelola Perbatasan sebagai lembaga perwakilan pemerintah daerah dalam
mengurus wilayah perbatasan selain menyampaikan informasi kepada masyarakat maupun
yang mengadakan komunikasi langsung dengan masyarakat perbatasan harus lebih sigap
lagi dalam menyampaikan aspirasi masyarakat perbatasan kepada pemerintah pusat demi
kesejahteraan hidup masyarakat.
b) Pemerintah pusat sebagai pemilik kewenangan mutlak melakukan pertemuan dengan
pemerintah Timor Leste harus memperhatikan unsur-unsur penting seperti Badan Pengelola
Perbatasan Kabupaten Kupang maupun tokoh masyarakat dalam menyepakati suatu
perjanjian serta mendengar aspirasi masyarakat perbatasan.
c) Permasalahan ini sebaiknya diselesaikan melalui pertemuan adat oleh masyarakat Amfoang
dan Masyarakat Citrana dikarenakan kedua-duanya masih memiliki ikatan darah dan
masalah ini berhubungan dengan kebudayaan maupun sejarah hidup kedua masyarakat baik
itu masyarakat Amfoang (Indonesia) maupun masyarakat Citrana (Timor Leste).
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Creswell, J, W. 2007. Qualitatief inquiry and research design. London, New Delhi.
Sage Publication Inc.
Effendy, O, U. 1992. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hendropuspito. 1989. Sosiologi sistematik, Yogyakarta: Kanisius
Kriyanto, R. 2010. Tenik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana
Liliweri, A. 2011.Komunikasi: Serba ada Serba makna, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Mulyana, D. 2010. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rogers, E, M. 1983, Diffusion of Innovations.London: The Free Press.
----------------------.1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree
Press.
Sastropoetro, S. 1990. Pendapat Publik: Pendapat Umum dan Khalayak dalam
Komunikasi Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Soedjatmoko. 1985. Pembangunan dan Kebebasan, Jakarta: Penerbit LP3ES.
Stewart, C, J & Cash, W, B. 2000. Interviewing : Principles and practices, USA:
McGraw Hill Company.
Susanto, S, A, P. 1985. Komunikasi Sosial di Indonesia, Bandung: Penerbit Bina Cipta
West, R & Turner, L, H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi,
Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.
Karya Ilmiah:
Pratama, W, H. 2016. Difusi Inovasi dan Adopsi Program Jaminan Kesehatan Nasional
(Studi Difusi Inovasi dan Adopsi Jaminan Kesehatan Nasional sebagai Program
BPJS Kesehatan di Desa Catur Kabupaten Boyolali). Surakarta.
Essa, R, S. 2014. Difusi Adopsi Inovasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat/ STBM
(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Penyebaran dan Penerimaan Inovasi
Pembangunan Jamban Bersih dan Sehat pada Masyarakat Kecamatan Jatisrono
Kabupaten Wonogiri). Surakarta.
Undang Undang :
UU No 14 tahun 2008 tentang kebebasan memperoleh informasi publik
UU No 43 tahun 2008 tentang batas wilayah Negara Indonesia
UU No 23 pasal 8 tahun 2008 tentang wilayah perbatasan secara yurisdiksi
UUD tahun 1945 pasal 25 A tentang amanat bahwa Negara Indonesia adalah
Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan undang-undang.
Website :
Rahardjo, Mudija, Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif, (2010) Dari
http://mudjiaraharjo.com/Met. Penelitian Pendidikan/penting/270-trangulasi-
dalam-penelitian-kualitatif.html (Diakses pada tanggal 5 April 2017 pukul 20.15
WITA)
www.CNNIndonesia.com (Diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul16.40
WITA)
www.nagasembilan.com (Diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul17.16
WITA)
www.merdeka.com (Diakses pada tanggal tanggal 8 Februari 2017 pukul 17.35 WITA)