Professional Documents
Culture Documents
Updates in Diagnosis and Management TB
Updates in Diagnosis and Management TB
Management of Tuberculosis
dr. Bambang Sigit Riyanto, Sp.PD, K-P
Divisi Respirologi dan Penyakit Kritis Paru
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UGM RSUP dr. Sardjito
History of TB (1)
TB has affected humans
for millennia
Historically known by a
variety of names,
including:
Consumption
Wasting disease
White plague
2
History of TB (2)
Scientific Discoveries in 1800s
Until mid-1800s, many
believed TB was hereditary
3
History of TB (3)
Sanatoriums
Before TB antibiotics, many
patients were sent to
sanatoriums
1865: 1884:
Jean-Antoine First TB 1943: Streptomycin
Villemin sanatorium (SM) a drug used to Mid-1970s: Most TB
proved TB is established treat TB is sanatoriums in U.S.
contagious in U.S. discovered closed
5
M. tuberculosis sebagai Agen Kausatif dari
Tuberkulosis
tubercle
bacillus
Human immunity
The growth of lung TB
Primary lung infection:
Patient have not immun specific before get infection.
The consolidation located in lower and middle lobe
The disease can self limited and become dorman state, and 5-10%
prograsse to active after several month or years.
If the disease prograsse, lead to milliare or pleural effusion form.
Post primary type.
Reactivy the dorman lession after several years cause of deacrese of
immun function, malnutrition. The consolidation located in apex because
high concentrate of oxygen.
Proses killing lead to caseose form, and if ruptur with coughing can spread
the bacteria to air and produce cavernae in the lung.
Lession can disappear or make fibrotic form, or calsification, and some time
produse bonchiectasis.
Overview of TB
90% no sequellae
Primary
infection
(tuberculin 5% primary TB
positive) (within 2 years)
GET IN 5% reactivation
(later in life)
STAY IN GET OUT
There are five common clinical patterns of
tuberculosis
1. Primary pulmonary tuberculosis (Primary
Complex and
Bronchial Lymphnod-Tuberculosis)
2. Milliary Tuberculosis (acute, subacute and
chronic hematogenous pulmonary tuberculosis)
3. secondary pulmonary tuberculosis
Infiltrative pulmonary tuberculosis
Chronic fibrocavenous pulmonary
tuberculosis
4.Tuberculous pleuritis
5.Extrapulmonary tuberculosis
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksius
terbanyak penyebab kematian di dunia.
Menurut WHO 2014 tahun 2014, 9,6juta jiwa
terjangkit sakit TB ( 5,4 laki-laki dan 3,2
perempuan), dan 1,5 juta diantaranya
meninggal akibat penyakit tersebut( 1,1 juta
HIV-, dan 0,4 HIV+) dan 95% berada di Negara
berpendapatan menengah kebawah.
Tidak hanya dewasa, anak-anak juga banyak
terjangkit sekitar 1 juta dan 140.000
diantaranya meninggal karena TBnya.
.lanjutan
WHO 2014 menyebutkan
insidensi TB di Indonesia 183/100.000
penduduk, menurun 10% dari 206/100.000
penduduk pada tahun 1990, dan
prevalensi 272/100.000 penduduk,
menurun 33% dari base line 442/100.000
penduduk pada tahun 1990, sedangkan
kematian 25/100.000 penduduk, turun 49%
dari 53/100.000 penduduk pada 1990.
.. lanjutan
Laporan WHO 2015 menyampaikan bila
prevalensi TB di Indonesia meningkat
menjadi 647/100.000 penduduk, menjadikan
Indonesia merupakan Negara ke2
penyumbang TB dunia setelah India dan
menggeser China ke peringkat 3.
Insidensi 399/100.000 penduduk, dengan
prevalensi HIV 6,2% diantara insiden, dan
kematian 41/100.000 penduduk ( 8,5%
merupakan HIV )
.. lanjutan
Sejak TB dinyatakan sebagai global
emergency pada tahun 1993, yang kemudian
direspon oleh dunia termasuk Indonesia
dengan peningkatan program pengendalian
TB, terjadinya peningkatan insidensi dan
prevalensi TB pada 2015, dimaknai akibat
dari
perbaikan sistem yang melibatkan lebih
banyak unsur yang terlibat disamping
realitas peningkatan kasus HIV yang
meningkatkan jumlah morbiditas TB.
..... lanjutan
Program MDGs (Mellineum Development Goals) yang
dipakai sebagai target merupakan indikator keberhasilan
program pengendalian, dimana terjadi
penurunan prevalensi sebesar 50% dibanding data dasar
tahun 1990 ( tercapai 33% ), dilanjutkan
program SDGs (Sustain Development Goals) yang
menekankan pada turunnya insidensi dan kematian,
dimana pada akhir program End TB Strategy tahun 2035,
insidensi TB turun 90% disbanding tahun 2015
(399/100.000 penduduk, menjadi 40/100.000 penduduk)
dimana target dunia < 10/100.000 penduduk, dan
kematian turun 95% dari data dasar tahun 2015 (
41/100.000 penduduk menjadi 2-3/100.000 penduduk )
serta tidak ada kejadian katatrospik akibat TB mulai 2020.
.. lanjutan
Keberhasilan program pengendalian TB yang
sekarang berubah menjadi program Eliminasi
TB harus mendapat
dukungan dari semua pihak baik pemerintah,
swasta maupun masyarakat.
Perguruan tinggi memiliki posisi yang penting
dimana penegakan diagnostic yang akurat dan
pengobatan yang efektif berada ditangan
dokter yang handal yang menguasai berbagai
aspek dalam pengelolaan pasien TB, disamping
dinas kesehatan dan
Rumah Sakit yang berperan dalam penyediaan
sarana diagnosis dan obat obatan.
.. lanjutan
Dari Global TB Report WHO 2015 : Indonesia peringkat ke2
penyumbang kasus TB didunia setelah India, dan negara dengan
prevalensi ke3 terbanyak setelah Afrika selatan dan Kambodia,
sehingga penting untuk mendapat perhatian yang serius
Program eliminasi TB global telah dicanangkan dimana pada
tahun 2035 ditargetkan tercapai :
1. penurunan kematian berturut-turut pada tahun 2020, 2025,
2030, 2035 sebesar 35%, 75%, 95%, 95%, disbanding data tahun
2015. ( Indonesia : 41 2-3/100.000 penduduk )
2. penurunan insidensi berturut-turut pada tahun 2020, 2025,
2030, 2035 sebesar 20%(<85/100.000), 50%(<55/100.000),
80%(<20/100.000), 90%(<10/100.000).
( Indonesia : 399 40/100.000 penduduk )
3. tidak ada kejadian catastrofik pada tahun 2020, 2025, 2030,
2035.
Bagaimana target eliminasi TB tersebut dapat dicapai adalah
melalui penemuan dan pengobatan yang adekuat sesuai
standar internasional.
DIAGNOSIS
TB terkonfirmasi
Pemeriksaan BTA dari specimen sputum untuk TB Paru maupun
specimen efusi, lcs, atau bahan aspirat untuk TB Extra Paru
merupakan langkah awal.
Bila ditemukan basil BTA positif 1 kali, diagnosis TB dapat ditegakkan.
Pemeriksaan gene Xpert dari specimen sputum sudah ditetapkan
sebagai standar diagnosis, baik pada TB Baru maupun TB dengan
riwayat pengobatan. Gene Xpert dari specimen LCS diamanatkan
dalam ISTC 2014, tetapi pelaksanaannya belum bisa dilakukan karena
memerlukan spek khusus.
Gene Xpert pada sputum dengan BTA positif lebih tinggi dari pada
gene Xpert pada sputum BTA negative. Gene Xpert untuk
pemeriksaan cairan efusi belum direkomendasi karena memiliki
sensitivitas yang rendah.
Pemeriksaan kultur diamanatkan pada semua TB klinis yang
ditegakkan baik TB Paru maupun TB Extra Paru untuk menelusuri
terkonfirmasi atau tidak. Hasil kultur negative tidak harus
menghentikan pengobatan yang telah diberikan kecuali terdapat
keyakinan bukan TB
TB Klinis .. lanjutan
BTA negative
TB Paru BTA negative Rontgen positif ditetapkan setelah
mendapatkan terapi non spesifik selama periode tertentu
(7 hari kasus rawat inap dan 14 hari kasus rawat jalan)
dan tidak terjadi perbaikan. Salah satu penelitian
menunjukkan metoda diagnosis ini memiliki sensitivitas
dan spesifitas yang tidak tinggi, sehingga memerlukan
kultur dan atau pemeriksaan gene xpert
Pada TB Ekstra Paru karena kuman BTA sangat rendah,
pada umumnya akan selalu memberikan hasil negative,
serta gene xpert dan kultur memberikan sensitifitas yang
tidak tinggi, pemeriksaan ADA test menjadi alternative
diagnosis dimana sensitifitas dan spesifitas yang tinggi,
disamping sama halnya pengukuran Non stimulated
interferon Gamma.
.. lanjutan
Test PPD, test IGRA (pengukuran stimulated interferon Gamma) tidak
dapat dipakai untuk diagnosis. Pada kasus tertentu dipakai untuk
menguatkan dugaan Tuberkulosis. Test positif menunjukkan adanya
TB Laten.
Pada kasus HIV, antibiotika tidak dipakai sebagai alat bantu diagnosis.
Bila gene Xpert negative, TB Paru dapat ditetapkan bila muncul
Unmasking Iris dalam 2-3 bulan terapi ART, atau berdasarkan
pertimbangan Pakar. Bila memakai antibiotika sebagai alat bantu,
evaluasi harus dilakukan setelah 3-5 hari pengobatan, bila dalam 3-5
hari tidak ada perbaikan pengobatan TB dapat dimulai.
Pada TB tulang, diagnosis pada umumnya hanya sampai Diagnosis
presumptive dengan terlihatnya kerusakan tulang, abses disekitar
lesi tulang, dan diagnosis pasti bila didukung oleh hasil Histopatologi
yang spesifik atau hasil pengecatan atau kultur BTA yang positif.
PENATALAKSANAAN TB
Pengobatan Standar Pasien Baru
Obat anti tuberculosis (OAT) diberikan selama 6 bulan,
terbagi atas 2 bulan fase intensif dan 4 bulan fase lanjutan
dengan rumus 2 (HRZE) / 4 (HR) atau 2 (HRZE) / 4 (HR)3
Hasil Pengobatan
Hasil Pengobatan dikategorikan:
Sembuh
bila TB BTA positif terjadi konversi pada akhir bulan ke2, atau
ke3 atau ke5 dan tetap negative pada akhir pengobatan
Lengkap pengobatan
lengkap pengobatan bila TB BTA positif tidak dilakukan
evaluasi sputum BTA tetapi pengobatan diterima secara
penuh.
Gagal Pengobatan
.. lanjutan
bila BTA sputum tetap positif pada follow up sputum bulan ke-5
dinyatakan gagal.
Kambuh
bila setelah sembuh terjadi gejala klinis berulang dan BTA
kembali positif dinyatakan kambuh
Drop out atau default
bila penderita TB menghentikan pengobatan lebih dari 2 bulan
berturut turut dinyatakan drop out
Meninggal
meninggal adalah keadaan meninggal penderita TB oleh sebab
apapun, terkait atau tidak terkait TB
TB Laten .. lanjutan
Data global menunjukkan bahwa sepertiga penduduk dunia terinfeksi
TB dan hanya 5-10% yang berkembang menjadi TB aktif. Kejadian ini
meningkat pada HIV+. Peningkatan kasus TB akhir-akhir ini diperani juga
oleh tingginya kasus TB dari HIV. Program pencegahan TB pada HIV saat
ini sudah mulai diterapkan di beberapa wilayah di indonesia.
Yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi pencegahan TB pada
HIV, harus dapat dipastikan tidak sakit TB aktif. Negatif TB ditetapkan
bila tidak dijumpai tanda dan gejala TB dan setelah 3 bulan terapi ARV
tidak timbul IRIS (Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome) atau
kontraindikasi lainnya. pengobatan TB Laten dalam program diberikan
INH 300mg/hari selama 6 bulan. beberapa pebdekatan terapi
pencegahan yang lain INH 300mg/hari 9 bulan, atau INH dan Rifampisin
selama 3-4 bulan.
TB laten dapat diketahui pada pemeriksaan IGRA ( interferon Gamma
Release Assay ) atau PPD test. PPD test memiliki kelemahan karena
dipengaruhi oleh BCG test dan infeksi mikobakteri non tuberculosis.
TB MDR
.. lanjutan
Masalah ketidakpatuhan pengobatan dan paduan obat yang tidak standar
dapat menyebabkan berkembangnya resistensi obat. Disebut Mono
resisten bila terjadi resistensi terhadap hanya satu OAT, poli resisten bila
terjadi resistensi terhadap 2 OAT selain terhadap INH dan rifampisin
secara bersamaan, dan yang terakhir dikenal sebagai MDR (Multi-Drug
Resisten). Bila resistensi terjadi terhadap INH, rifampisin, injecting lini
ke-2 seperti kanamisin atau capreomisin, dan fluoroquinolon disebut
extensively drug resisten ( XDR ).
TB MDR ditetapkan dari hasil pemeriksaan gene xpert yang positif
resisten terhadap rifampisin. Pengobatan standar TB MDR segera
diberikan sambil menunggu hasil test sensitivitas ( DST ).
Panduan obat standar TB MDR : 6Z-E-Kn-Lfx-Eto-Cs/18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs
Kedepannya pengobatan TB MDR dapat ditatalaksana dengan paduan
obat yang diperpendek yaitu: 4-6 Km-Mfx-Pto-Cfz-Z-high-dose-E/ 5 Mfx-
Cfz-Z-E
Pengobatan yang diperpendek ini tidak bisa diterapkan pada perempuan
hamil, TB ekstra paru.
RINGKASAN
Indonesia merupakan negara dengan TB terbanyak kedua di
dunia setelah India, dengan prevalensi terbesar ke3 setelah
Afrika selatan dan Kamboja.
Program Pengendalian TB yang merupakan bagian dari Program
MDGs yang berakhir pada tahun 2014, hanya mampu
menurunkan prevalensi sebesar 33% dari target 50%.
Program SDGs sebagai program lanjutan akan merupakan
tantangan yang lebih besar, dimana menjadi program Eliminasi
TB dimana pada akhir tahun 2035 sasaran program terjadi
penurunan insidensi sebesar 90% dibanding data dasar 2015
(399/100.000 penduduk menjadi 40/100.000 penduduk) dan
penurunan kematian TB sebesar 95% dari data dasar tahun
2015(41/100.000 penduduk menjadi 2-3/100.000 penduduk),
serta tidak ada kematian katastrofik mulai 2020.
.. lanjutan
Tata diagnosis TB mengacu standar ISTC dan guideline
Internasional dan telah ditetapkan dalam PNPK
Tatalaksana Tuberkulosis, dimana terbukti secara
mikrobiologi menjadi upaya utama ( Terkonfirmasi )
dan penetapan TB Klinis, atas dasar pertimbangan
klinis dan bukti pendukung yang memadai.
Keberhasilan Pengobatan TB ditentukan oleh
ketepatan dosis, ketepatan panduan obat, ketepatan
lama pengobatan, dan keberlangsungan pengobatan
tanpa putus obat.
.. lanjutan
Keadaan tertentu membawa konsekuensi pengobatan
tidak standar, dan pengobatan pada kondisi khusus
memerlukan penanganan spesialistik.
Terhadap TB laten, saat ini pemerintah telah
mengeluarkan program PPINH terhadap ODHA yang
tidak terjangkit TB dan telah menerima ART 3 bulan.
TB MDR saat ini menjadi perhatian, dimana
memerlukan tatalaksana yang lebih rumit, lama, dan
tingkat keberhasilan yang rendah, sehingga
pengobatan TB Baru yang adekuat menjadi kunci
pencegahan utama TB MDR.
Dream Book
T
Biar terbagi beban kita & jadi tegar diri kita