Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The aim of this research was to determine chemical composition, active compound and antihiper glychemic
(-glucosidase inhibition) activity of biomass and extracellular polysaccharide of Porphyridium cruentum. The
Porphyridium cruentum cells were cultivated in Becker medium at 27-28,5oC, continously aerated and lighted
at 500-2000 lux. The cells were harvested at the end of the stationary phase. Their biomass and extracellular
polysaccharide were determined for term of chemical composition, active components, and antihiperglychemic
activities. The results indicated that moisture, ash, protein, fat, and carbohydrat composition of dried biomass
were 11.67%, 38.34%, 5.54%, 0.33%, and 44.12%, respectively. Active components found in the dried biomass
were alkaloids, flavonoids and phenol hydroquinones. The value of -glucosidase inhibition of dried biomass
and extracellular polysaccharides were 33.82% and 71.57%, respectively.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menentukan komposisi kimiawi, komponen aktif serta aktivitas
antihiperglikemik (inhibisi -glucosidase) dari biomassa dan polisakarida ektraselular Porphyridium
cruentum. Sel Porphyridium cruentum dikultivasi dalam medium Becker pada suhu 27-28,5oC, diaerasi
secara kontinyu dan pencahayaan 500-2000 lux. Kultur dipanen pada akhir fase pertumbuhan stasioner.
Biomassa dan polisakarida ekstraselularnya dianalisis terhadap komposisi kimia, komponen aktif, dan
aktivitas antihiperglikemik. Hasil penelitian menunjukkan kandungan air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat biomassa kering Porphyridium cruentum berturut-turut adalah 67%; 38,34%; 5,54%; 0,33%;
dan 44,12%. Komponen aktif yang terkandung dalam biomassa kering meliputi alkaloid, flavonoid dan
fenol hidroquinon. Inhibisi -glukosidase dari biomassa kering dan polisakarida ekstrasellular berturut-
turut adalah 33,82% dan 71,57%.
kekurangan insulin atau fungsi insulin dan pereaksi Wagner), bahan analisis inhibisi
tidak efektif. Penanggulangan kondisi ini glukosidase (bovine serum albumin, asam
diperlukan senyawa yang mempunyai aktivitas sulfat, enzim -glukosidase, bufer fosfat pH 7,
antihiperglikemik. p-nitrofenil--D-glukopiranosa, Glucobay, dan
Berbagai obat dan herbal antidiabetik Dimethyl Sulfoxide).
telah banyak ditemui di pasaran. Antidiabetik Alat yang digunakan pada penelitian
yang berasal dari senyawa kimia yang ini meliputi alat untuk kultivasi (tabung
dikonsumsi terus menerus dalam waktu lama kultur, lampu TL 40 Watt, pompa 500-AP),
mungkin menimbulkan efek samping, dengan alat-alat gelas, mikroskop (Cole Parmer),
demikian penemuan bahan alami yang haemositometer (Marienfeld), tanur, timbangan,
mempunyai aktivitas antidiabetes dan aman sentrifuse (Himac CR21G), lampu UV, drying
dikonsumsi sangat diperlukan. oven (Yamato DV 41), spektrofotometer UV-
Beberapa penelitian telah menunjukkan Vis (Hitachi U-2800), inkubator (WTB Binder),
adanya aktivitas hipoglikemik pada destilator, dan penangas air.
polisakarida berupa alginat, xanthan, dan
polisakarida yang berasal dari mikroba. Metode Penelitian
Mikroalga Porphyridium cruentum Kultivasi dan Pemanenan Prophyridium
merupakan salah satu penghasil polisakarida cruentum
ekstraseluler dalam jumlah besar yang Kultivasi dilakukan dalam medium Becker
mengandung D-xylose, D-glucose, yang diaerasi secara terus menerus pada suhu
D-galactose, R-galactose, 3-0-methylxylose, lingkungan 27-28,5oC, intensitas cahaya 500-
3-O-methylgalactose, 4-O-methylgalactose, 2000 lux dan pH 7,6. Pemanenan dilakukan
dan asam D-glucuronic (Percival dan pada fase pertumbuhan stasioner dan pemisahan
Foyle 1979). Berdasarkan kandungannya, biomassa dari media kultur dilakukan dengan
polisakarida dari Porphyridium cruentum cara pengendapan menggunakan sentrifus pada
diduga mempunyai aktivitas antihiperglikemik kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada
atau memiliki inhibitor -glukosidase, untuk suhu 4oC. Media kultur, selanjutnya disimpan
itu penelitian potensi Porphyridium cruentum pada suhu refrigerasi untuk keperluan
dalam menghasilkan senyawa yang memiliki pemisahan polisakarida.
aktivitas antihiperglikemik atau memiliki
inhibitor -glukosidase perlu dilakukan. Pemisahan Polisakarida
Penelitian ini ditujukan menganalisis Pemisahan polisakarida dari media
komposisi kimia, komponen aktif dan aktivitas kultur dilakukan dengan pengendapan dalam
antihiperglikemik dari biomassa kering dan etanol 96% dengan rasio media kultur dan
polisakarida ekstraseluler Porphyridium cruentum. etanol 1:2; 1:1; 1:0,75; 1:0,5; dan 1:0,25 (v/v)
dan disaring dengan kertas saring. Rasio
BAHAN DAN METODE etanol dan media kultur yang menghasilkan
Bahan dan Alat bobot polisakarida tertinggi digunakan
Mikroalga yang digunakan dalam penelitian untuk penelitian ini.
ini adalah Porphyridium cruentum yang Endapan polisakarida dianalisis terhadap
diperoleh dari Pusat Penelitian Oseanografi, komposisi, komponen aktif (fitokimia) dan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. inhibisi a-glukosidase. Analisis kadar air, abu,
Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan protein, dan lemak dilakukan menggunakan
untuk kultur (media Becker, etanol sebagai metode AOAC (2005). Kadar air ditentukan
bahan pengendap polisakarida), bahan analisis setelah pengeringan sampel dalam oven
komposisi kimia (H2SO4, NaOH, asam borat, pada suhu 105oC sampai beratnya konstan
HCl, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan kadar abu ditentukan setelah insinerasi
dalam tanur pada suhu 600oC selama 6 jam. dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian
Kandungan protein dianalisis dengan prosedur ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Reaksi
micro-Kjeldahl, dan protein kasar diestimasi positif ditandai dengan munculnya warna
sebagai Nx6,25. Lemak kasar diestimasi hijau atau hijau biru.
setelah sampel diekstraksi dengan Soxhlet
menggunakan n-heksana. Analisis fitokimia Analisis Inhibitor -glukosidase
dilakukan menurut metode Harborne (1987) Campuran yang terdiri atas bufer fosfat,
dan inhibisi -glukosidase mengacu pada p-nitrofenil -D-glukopiranosa, sampel dilarutkan
metode Sugiwati (2006). dalam dimetil sulfoksida (DMSO) dipersiapkan,
lalu diinkubasi pada suhu 37oC, kemudian
Analisis Fitokimia Biomasa dan Polisakarida larutan enzim -glukosidase ditambahkan dan
Alkaloid diinkubasi selama 15 menit, lalu ditambahkan
Sejumlah sampel dilarutkan dalam natrium karbonat (200 mM). Selanjutnya
beberapa tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dibaca absorbansinya pada panjag gelombang
dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi 400 nm.
Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Kerja enzim dapat dihambat oleh
Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila senyawa kimia tertentu. Enzim memiliki sisi
dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan aktif yang dapat mengenali secara spesifik
putih kekuningan, endapan coklat dengan substrat yang sesuai, sehingga memungkinkan
pereaksi Wagner dan endapan merah hingga untuk merancang inhibitor enzim yang dapat
jingga dengan pereaksi Dragendorff. menghalangi pengikatan substrat pada enzim.
Aktivitas enzim diukur berdasarkan hasil
Steroid/triterpenoid absorbansi p-nitrofenol. Apabila biomassa
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 mL dan polisakarida ekstraseluler memiliki
kloroform dalam tabung reaksi yang kering kemampuan menghambat aktivitas enzim
dan selanjutnya ditambahkan 10 tetes anhidra -glukosidase, maka p-nitrofenol yang
asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. dihasilkan akan berkurang.
merupakan faktor lingkungan yang penting pembungkus sel dalam bentuk gel. Produksi
untuk kultivasi mikroalga, yaitu sebagai faktor polisakarida ekstraseluler selama kultivasi
utama pada fotosintesis. hingga 12 hari mengalami peningkatan (0,125-
Pertumbuhan Porphyridium cruentum 0,215 g/10 mL) (Gambar 2).
diawali dengan fase lag, kemudian fase Kandungan polisakarida ekstraseluler dari
logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Porphyridium cruentum meningkat setelah
Hasil penelitian ini berbeda dengan Kusmiyati umur 6 hari. Polisakarida dari sel Porphyridium
dan Agustini (2007), yang menyatakan bahwa cruentum biasanya disintesis pada akhir
Porphyridium cruentum tidak terdeteksi siklus pertumbuhannya, dan merupakan
mengalami fase lag. cadangan makanan untuk bertahan hidup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Selain faktor lingkungan, fase pertumbuhan
pertumbuhan mikroalga antara lain suhu, juga berpengaruh terhadap produksi
pencahayaan, nutrisi, kondisi kultur. Fase polisakarida. Berdasarkan hasil pengukuran
lag dalam pertumbuhan mikroalga dapat polisakarida, perbandingan filtrat dan etanol
tidak terjadi bila inokulum yang digunakan terpilih adalah 1:0,75 dengan kandungan
berada dalam fase logaritmik, sehingga polisakarida sebesar 0,110 g/5 mL. Hasil
kultur tidak mengalami adaptasi. Pada penelitian Singh et al. (2000) menunjukkan
penelitian ini inokulum yang digunakan bahwa P. cruentum yang ditumbuhkan pada
berumur 7 hari, dimana sudah memasuki musim dingin memproduksi polisakarida
fase stasioner, sehingga saat ditumbuhkan berkisar 200 hingga 1000 mg/L. Arad
dalam media baru, kultur mengalami fase et al. (1988) menyatakan bahwa terbatasnya
pertumbuhan lag. jumlah nitrogen dalam medium akan
menghambat fotosintesis, namun terbatasnya
Produksi Polisakarida Ekstraselular jumlah nitrogen ini akan berdampak pada
selama Pertumbuhan meningkatnya ekskresi polisakarida ke dalam
Kandungan polisakarida ekstraseluler medium.
dari Porphyridium cruentum yang dikultivasi Cahaya biru dan merah dapat digunakan
dalam media Becker meningkat setelah untuk meningkatkan efisiensi fotosintesis
umur 6 hari. Polisakarida merupakan dan meningkatkan produksi polisakarida
metabolit sekunder, yang biasanya disintesis ekstraseluler. Pertumbuhan dan produksi
pada akhir siklus pertumbuhannya. Arad polisakarida ekstraseluler Porphyridium
et al. (1985) menyatakan bahwa ketebalan cruentum dipengaruhi oleh intensitas dan
polisakarida bervariasi tergantung pada fase panjang gelombang cahaya. Pertumbuhan
pertumbuhan dan kondisi pertumbuhan. Porphyridium cruentum meningkat seiring
Sebagian polisakarida disekresikan ke dalam dengan peningkatan intensitas cahaya,
medium pertumbuhan, sehingga viskositasnya meskipun cahaya yang melebihi titik jenuh
semakin tinggi. Polisakarida ekstraseluler menjadi penghambat pertumbuhan mikroalga
mikroalga Porphyridium cruentum merupakan (You dan Barnett 2004).
Komposisi Kimia Biomasa Porphyridium (2,3%), glisin (7,6%), alanin (12,1%), valin
cruentum (5,8%), isoleusin (4,4%), leusin (3.9 %), tirosin
Komposisi kimia biomassa kering (0,8%), fenilalanin (1,7%), histidin (1,6%), lisin
Porphyridium cruentum dapat berbeda tiap (4,5%), arginin (0,6%), dan metionin (2,6%)
kultur. Kadar air, abu, dan karbohidrat lebih (Sprinkle et al. 1986).
tinggi, sedangkan kadar protein dan lemak Kandungan lemak Porphyridium
lebih rendah (Tabel 1), biomassa Porphyridium cruentum sebesar 0,37% basis kering (bk) lebih
cruentum dan polisakarida disajikan pada rendah dari hasil penelitian Servel et al. (1993)
Gambar 3. Biomassa kering mikroalga sebesar 1,5% (bk), sedangkan penelitian
Porphyridium cruentum mengandung kadar Fuentes et al. (2000) sebesar 6,53% (bb).
air sebesar 11,67%. Perbedaan jumlah total lemak dipengaruhi
Biomassa kering mikroalga Porphyridium oleh kondisi kultivasi, nutrien yang digunakan,
cruentum memiliki kadar abu sebesar 38,34% serta lamanya waktu penyinaran saat kultivasi.
basis basah (bb), lebih tinggi dibandingkan Sung et al. (2009) menyatakan bahwa total
hasil penelitian Fuentes et al. (2000), yaitu lemak (bb) Porphyridium cruentum pada
sebesar 20,00% bb. Tingginya kadar abu siklus terang-gelap (12:12) lebih tinggi
pada penelitian ini diduga karena biomassa dibandingkan pada siklus teranggelap (18:6)
setelah pemanenan tidak dicuci, sehingga dan (6:18), dengan nilai total lemak berturut-
masih tercampur dengan garam mineral turut adalah 19,3%, 18,3% dan 14,4%.
dari media kultur Porphyridium cruentum. Kadar karbohidrat dengan metode
Perbedaan medium yang digunakan untuk by difference biomassa kering Porphyridium
menumbuhkan mikroalga juga dapat cruentum adalah 44,12% (bb). Penelitian
mempengaruhi kandungan abunya. Fuentes et al. (2000) menunjukkan kadar
Fuentes et al. (2000) merekomendasikan karbohidrat rata-rata biomassa kering
biomassa setelah pemanenan dicuci dengan Porphyridium cruentum yaitu 24-39,3.
menggunakan 0,5 M NaCl dan air distilasi Kandungan karbohidrat pada mikroalga
untuk menghilangkan materi non-biologi didukung karena adanya kandungan
seperti garam mineral. polisakarida dari Porphyridium cruentum.
Kandungan protein Porphyridium Polisakarida merupakan senyawa yang terdiri
cruentum sebesar 5,54% (bb) lebih kecil atas beberapa jenis gula, yang dapat berupa
dibandingkan hasil penelitian Fuentes et al. produk ekstraselular. Singh et al. (2000)
(2000), yaitu sebesar 34,10% (bb). Faktor-faktor menyatakan bahwa polisakarida ekstraseluler
yang mempengaruhi komposisi kimia termasuk mengandung xilosa sekitar 40-44%, galaktosa
protein mikroalga antara adalah umur kultur, 30-32%, dan glukosa 26-29% dari total gula.
nutrien, cahaya, suhu. Kandungan asam amino Perbedaan komposisi biokimia alga secara
yang terdapat dalam Porphyridium cruentum umum dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya asam aspartat (14,9%), treonin lingkungan, yaitu suhu, cahaya, pH, medium,
(3,8%), serin (3,7%), asam glutamat (8%), prolin nutrisi, dan ketersediaan CO2.