You are on page 1of 7

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

UPAYA PENGURANGAN PENCEMARAN LINGKUNGAN


KANDANG AYAM PETELUR DENGAN PEMANFAATAN
LUMPUR SAWIT FERMENTASI DENGAN SUPLEMENTASI
ASAM AMINO METIONIN, LISIN DAN TRIPTOPAN
(Effort of Reducing Environment Pollution Using Fermentation of Sludge to
Increase Critical Amino Acid in Hens)
YOSI FENITA1, U. SANTOSO1 dan FAUZIAH2

1
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Jl. W.R. Supratman Bengkulu
2
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Propinsi Bengkulu

ABSTRACT

The aim of this study was to evaluate the effect of using fermentation of sludge of palm oil and increace
critical amino acids; (methyonine, lysine, and tryptophan) in diet of hens to reduce environment pollution.
The collected data were analyzed based on complety randomized design with 4 teatments each treatment
consists of 10 replications. P1; control diet, without addition of critical amino acid. P2; diet contained critical
amino acid in level of 50%. P3; diet cointained critical amino acid in level of 75%; and P4; diet cointained
critical amino acid in level of 100%. Parameter measured were nitrogen, ammonia, sulfide, phosphor, BOD
(Biochemical Oxygen Demand) and COD (Chemical Oxygen Demand) in faeces. Results showed that
nitrogen, ammonia, sulfide and COD in faeces were highly significantly different (P < 0.01), and fosfor was
significantly different (P < 0.05). BOD was not significantly different in faeces. In conclutions, the use of
fermented sludge of palm and increase of critical amino acid in hen rations reduced nitrogen, ammonia;
nitrogen, ammonia, sulfide, phosphor, BOD, COD in faeces and in turn it reduced enviromen pollution. The
best treatment was diet contained fermented sludge of palm and increaced critical amino acid in level of
100%.
Key Word: Fermented Sludge of Palm Oil, Critical Amino Acid, Environment Pollution

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui level penambahan asam amino kritis (Metionin. Lisin dan
Triptopan) dalam ransum berbasis Lumpur Sawit Fermentasi (LSF) sebagai bahan pakan yang murah dan
dapat mengurangi pencemaran lingkungan ternak ayam petelur. Perlakuan adalah ransum tanpa penambahan
asam amino kritis (PO), ransum B dengan penambahan asam amino kritis level 50% (P1), ransum C dengan
penambahan asam amino kritis level 75% (P2) dan ransum D dengan penambahan asam amino kritis level
100% (P3). Parameter yang diukur adalah kadar nitrogen, amoniak, sulfida, fosfor, BOD (Biological Oxygen
Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) pada feses. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan
pemberian lumpur sawit fermentasi dengan penambahan asam amino kritis terhadap kadar nitrogen, amoniak,
sulfida dan COD pada fases ayam didapatkan berpengaruh sangat nyata (P < 0,001) dan terhadap kadar fosfor
berpengaruh nyata (P < 0,05), sementara kadar BOD pada feses tidak berbeda (P > 0,05). Pemberian lumpur
sawit fermentasi dengan penambahan asam amino kritis (mentionin, lisin dan triptopan) disimpulkan bahwa
dapat mengurangi kadar nitrogen, amoniak, fosfor, sulfida dan COD dalam fases ayam yang secara langsung
dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Perlakuan terbaik adalah pemberian lumpur sawit fermentasi
dengan penambahan asam amino kritis dengan level penambahan 100%.
Kata Kunci: Lumpur Sawit Fermentasi, Asam Amino Kritis, Pencemaran Lingkungan

725
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

PENDAHULUAN unggas maka perlu dilakukan fermentasi


(BAEKER et al., 1981; PASARIBU et al., 1998;
Pada saat ini kesadaran akan lingkungan SINURAT et al., 1998; PURWADARIA et al.,
yang bersih dan aman semakin meningkat. 1999; BINTANG et al., 2000);. Melalui
Masalah pencemaran lingkungan sudah teknologi fermentasi sumber nitrogen
menarik perhatian banyak kalangan mulai dari anorganik dapat diubah menjadi protein sel dan
masyarakat lapisan bawah, lembaga swadaya juga menghasilkan enzim hidrolisis yang dapat
masyarakat sampai kepada pejabat tinggi meningkatkan daya cerna bahan tersebut
pemerintah. Pembangunan usaha peternakan (PURWADARIA et al., 1998). Pada ayam broiler
ayam akan menghasilkan limbah berupa lumpur sawit dapat diberikan 5% namun
kotoran ayam, air buangan cucian perlengkapan setelah fermentasi meningkat 10% (SINURAT et
ayam dan bau yang kurang sedap akan al., 2000). Menurut SONAIYA (1995) produk
mengganggu kenyamanan. Sumber pencemaran fermentasi lumpur sawit dapat digunakan
dari usaha peternakan ayam adalah yang dalam ransum unggas 20 40%, namun tidak
berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dijelaskan proses fermentasi yang dilakukan
dengan unsur nitrogen, sulfida yang terkandung dan nilai gizi produk fermentasi yang
dalam kotoran ayam tersebut, yang pada saat dimaksud, untuk ayam petelur dapat digunakan
penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi 15%, namun warna telur masih pucat, berkisar
dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk antara 6 sampai 7,5.
gas amoniak, nitrat dan nitrit serta gas sulfida. Perhatian para ahli makanan unggas
Gas-gas tersebutlah yang menyebabkan bau. terhadap aspek penggunaan asam-asam amino
Kandungan gas amoniak yang tinggi dalam sebagai suplemen didalam ransum unggas
kotoran ayam juga menunjukan kemungkinan semakin bertambah besar. Hal ini disebabkan
kurang sempurnanya proses pencernaan atau adanya keuntungan yang didapat dari
protein yang berlebihan dalam pakan ternak, penggantian sebagian bahan makanan sumber
sehingga tidak semua protein diabsorbsi protein dengan produk asam amino sintetik
sebagai asam amino, tetapi dikeluarkan sebagai terutama metionin, lisin dan triptopan untuk
amoniak dalam kotoran (SVENSSON, 1990; meningkatkan pertumbuhan ayam. Penggunaan
PAUZENGA, 1991). asam amino sintetis ini akan meningkatkan
Lumpur sawit yang dihasilkan industri fleksibilitas penggunaan bahan pakan dan
pengolahan sawit masih belum dimanfaatkan dapat mengendalikan dampak lingkungan.
secara ekonomi. Di areal perkebunan, lumpur Kelebihan nitrogen merupakan salah satu
sawit digunakan sebagai penimbun jurang, kontaminasi yang serius terhadap lingkungan.
bahkan lumpur sawit sering dibuang Pada keadaan kelebihan nitrogen akan
sembarangan sehingga menimbulkan polusi menghasilkan amoniak yang bersifat racun.
bagi masyarakat sekitar perkebunan (YEONG, Pengurangan ekskresi total N pada diet protein
1982 ). Pada tahun 2010 produksi minyak rendah, akan mengurangi polusi lingkungan
sawit adalah sebesar 21 juta ton dan pad tahun (GATEL dan GROSJEAN, 1992) dan mengurangi
2011 ini akan mencapai 22 22,5 juta ton kasus gangguan pernapasan pada ayam
(BISNIS INDONESIA, 17 April 2011). Lumpur (CHUNG, 1995).
sawit yang dihasilkan (setara kering) sebanyak
2% dari minyak sawit hal ini bila diolah akan
MATERI DAN METODE
dapat dijadikan bahan pakan ternak Lumpur
sawit kering mengandung zat gizi yang hampir
sama dengan dedak, akan tetapi bahan ini Pembuatan produk lumpur sawit
mengandung serat yang cukup tinggi. fermentasi
Tingginya kadar serat kasar (11 32,69%) dan
kadar abu (9 25%) dalam lumpur sawit, Pembuatan produk fermentasi lumpur sawit
disamping ketersediaan asam amino yang adalah lumpur sawit yang kering kemudian
rendah, menjadi pembatas dalam ditambahkan akuades (kadar air 70%) diaduk
pemanfaatannya untuk pakan monogastrik secara merata, baru dikukus selama 30 menit
(HUTAGALUNG, 1978). Lumpur sawit agar setelah air mendidih untuk mensterilkan bahan,
dapat digunakan dalam ransum pakan ternak setelah itu dibiarkan sampai tercapai suhu

726
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

kamar. Substrat kemudian diinokulasi dengan disajikan pada Tabel 1.


9% inokulum kapang N crassa yang diproduksi Ransum disusun yaitu ransum P0: (15%
biotek LIPI Cibinong Bogor. Diaduk secara LSF tanpa penambahan asam amino kritis)
merata dan diinkubasi selama 7 hari (5 hari ransum P1: (15% LSF dengan penambahan
aerob dan 2 hari anaerob). Setelah itu produk 50% Rekomendasi BELL dan WEAVER (2002):
fermentasi dipanen, dikeringkan dengan 0,70% metionin; 1,13% lisin dan 0,36%
menggunakan sinar matahari dan digiling. Triptopan) ransum P2 (15% LSF dengan
Ransum tersusun akan diuji, kadar air, protein penambahan 75% Rekomendasi BELL dan
kasar, energi, serat kasar, dan kadar lemak WEAVER (2002): 1,05% metionin; 1.69% lisin
kasar (proksimat analisis). dan 0,63% Triptopan) dan ransum P3 (15%
LSF dengan penambahan 100% Rekomendasi
BELL dan WEAVER (2002): 1,40% metionin;
Pemeliharaan ayam petelur 2,26% lisin dan 0,72% Triptopan). Ayam
petelur diberi pakan percobaan selama 60 hari.
Pada percobaan ini akan digunakan ayam Ransum dan air minum diberikan ad libitum.
petelur fase produksi umur 9 bulan sebanyak Parameter yang akan diukur dalam
40 ekor. Ayam petelur tersebut terbagi dalam 4 penelitian ini adalah unsur-unsur Nitrogen
perlakuan dengan 10 ulangan dan setiap satu dengan metode Kjeldahl, kadar fosfor, sulfur,
kandang berisi 1 ekor ayam yang ditempatkan amoniak dengan metode nessler pada feses
secara acak. Ransum yang digunakan adalah ayam yang di ambil 4 hari sebelum penelitian
lumpur sawit fermentasi sebanyak 15% dan berakhir. Kadar COD dan BOD mengunakan
ditambahkan asam amino kritis (lisin, metionin metode Collin. Penelitian ini menggunakan
dan triptopan) dalam bentuk powder yang Rancangan Acak Lengkap, selanjutnya akan
didapatkan dari PT Indofeed Bogor sebanyak dianalisis menggunakan ANOVA dan jika
50, 75 dan 100% dari yang direkomendasikan berbeda nyata akan diuji lanjut dengan
BELL dan WEAVER (2002) Bahan ransum yang Duncans Multiple Range Test (DMRT).
digunakan dalam menyusun ransum penelitian

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien ransum perlakuan

Ransum perlakuan
Bahan pakan
P0 P1 P2 P3
Jagung giling (%) 33,00 33,00 33,00 33,00
Konsentrat layer (%) 30,00 30,00 30,00 30,00
Lumpur sawit fermentasi (LSF) (%) 15,00 15,00 15,00 15,00
Dedak halus (%) 20,00 20,00 20,00 20,00
Mineral mix 2,00 2,00 2,00 2,00
Total(%) 100,00 100,00 100,00 100,00
Metionin (%) - 0,70 1,05 1,40
Lisin(%)) - 1,13 1,69 2,26
Triptopan (%) - 0,36 0,63 0,72
Kandungan nutrien:
Protein kasar(%) 17,26 17,26 17,26 17,26
ME (kkal/kg) 2754,20 2754,20 2754,20 2754,20
Serat kasar(%) 7,03 7,03 7,03 7,03
Kalsium(%) 4,50 4,50 4,50 4,50
Fosfor(%) 1,54 1,54 1,54 1,54
Lemak(%) 6,17 6,17 6,17 6,17

727
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN nyata (P > 0,05). Berdasarkan hasil analisis


kandungan amoniak di feses yang terendah
Kadar nitrogen yang ada feses ayam petelur ditemui pada P2 dan P3 yaitu 0,3008 ppm.
Menurut SETIAWAN (1996) bahwa pengaruh
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam di kadar amonia pada manusia dan hewan di
dapatkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat mulai pada kadar amonia 5 ppm. Bila kita
nyata (P < 0,01) terhadap kadar nitrogen feses. bandingkan dengan perlakuan pemakaian
Kadar nitrogen feses pada perlakuan kontrol metionin 75% dan 100% maka sangat baik
(P0) berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan untuk untuk pengurangan pencemaran
perlakuan P1, P2, P3 sementara perlakuan P1, lingkungan karena kadar amoniak pada feses
P2 dan P3 tidak berbeda nyata (P > 0,05). hasil analisis yang terendah ditemui pada
Berdasarkan hasil kandungan nitrogen di feses perlakuan suplementasi asam amino metionin
yang paling rendah ditemukan pada perlakuan 75 dan 100% yaitu sebesar 0,3008 ppm. Bila
P3 dengan level pemberian asam amino kritis kita lihat perlakuan kontrol dibandingkan
dua kali lipat (100%) dari rekomendasi dengan perlakuan P3 terjadi penurunan kadar
menunjukkan angka rata-rata kandungan amonia sebesar 74,20%. Kandungan gas
nitrogen difeses sebesar 1,59%. Peningkatan amoniak yang tinggi dalam feses juga
pemberian asam amino kritis sebesar 100% menunjukkan kemungkinan kurang
bisa menurunkan eksresi nitrogen sebesar sempurnanya proses pencernaan atau protein
39,57% dibandingkan dengan perlakuan yang berlebihan dalam pakan ternak. Sehingga
kontrol. Penambahan asam amino yang paling tidak semua nitrogen diabsorsi sebagai asam
berperan dalam penurunan ekskresi nitrogen amino, tetapi dikeluarkan sebagai amoniak
diduga berasal dari asam amino metionin, dalam kotoran (PAUZENGA, 1991). Pada
karena efesiensi penggunaan asam amino penelitian justru memperlihatkan, suplementasi
metionin sintetik bisa mencapai 100%, asam amino dalam ransum berbasis LSF,
sedangkan untuk asam amino lisin dan memberikan efesiensi protein yang baik pada
triptopan bervariasi antara 80 90%. LESSON saluran pencernaan dan menghasilkan kadar
and SUMMER, 2001). Metionin sebagai sumber amoniak yang rendah pada feses ayam
donor sulfur sangat membantu dalam tersebut.
metabolisme senyawa lain, seperti Berdasarkan hasil penelitian ini, kadar
metabolisme kholin, metabolisme karbohidrat amoniak secara umum, baik yang
dan protein (AMRULLAH, 2004) . disuplementasi dengan asam amino kritis,
maupun yang tidak disuplementasi
menunjukkan kadar amoniak yang sangat
Kadar amoniak pada feses ayam petelur sedikit yang hanya berkisar antara 0,3008
sampai 1.1648 ppm, hal ini menggambarkan
Sumber pencemaran usaha peternakan kondisi lingkungan kandang tempat
ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan pemeliharaan relatif sangat rendah kadar
dengan unsur nitrogen dan sulfida yang amoniaknya.
terkandung dari kotoran ayam yang terkandung
dalam kotoran tersebut, yang pada saat
penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi Kadar fosfor pada feses ayam petelur
proses dekomposisi oleh mikroorganisme
membentuk gas amoniak dan nitrit serta gas Berdasarkan analisis sidik ragam
sulfida. Gas-gas tersebutlah yang didapatkan bahwa perlakuan berbeda nyata
menyebabkan bau. (P < 0,05) terhadap kadar fosfor feses. Setelah
Berdasarkan analisis sidik ragam diuji lanjut DUNCANS perlakuan P0 tidak
didapatkan bahwa perlakuan berpengaruh berbeda nyata dengan perlakuan P1, tetapi
sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar berbeda nyata dengan perlakuan P2 dan P3 dan
amoniak feses. Setelah dilakukan uji lanjut perlakuan P0 berbeda nyata dengan perlakuan
DUNCANS perlakuan kontrol berbeda nyata (P P2 dan P3. Berdasarkan hasil analisis
< 0,01) dengan perlakuan P1, P2 dan P3. kandungan fosfor di feses yang terendah
Untuk perlakuan P1, P2 dan P3 tidak berbeda ditemui pada perlakuan P3 dengan kadar

728
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

1,224%. RACHMAWATI (2000) melaporkan Kadar sulfida merupakan gas yang


kandungan kadar fosfor pada kotoran ayam menyebabkan kandang bisa berbau, dimana
pedaging rata-rata berkisar 3,22%. Hasil pada kadar sulfida sebesar 0,47 ppm di udara
penelitian ini yang mengunakan ayam petelur merupakan batas konsentrasi yang masih dapat
hanya berkisar antara 1,224 sampai 1,956%. tercium bau, akan tetapi kepekaan seseorang
Jauh lebih rendah dari yang dilaporkan oleh terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih
RACHMAWATI (2000). Hasil penelitian ini lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas.
menunjukkan dengan meningkatnya Upaya penurunan kadar sulfida pada ayam
suplementasi asam amino kritis di dalam dapat dilakukan dengan penambahan zeolit
ransum, akan meningkatkan efesiensi dengan 5%, pada penelitian pemberian asam
penggunaan fosfor yang merupakan mineral amino kritis ternyata juga efektif untuk
yang diperlukan dalam metabolisme menurunkan kadar sulfida pada lingkungan
pembentukan telur (AMRULLAH, 2004). Kalau kandang. Jika dibandingkan perlakuan kontrol
dilihat dari kandungan fosfor di feses, yang tidak disuplementasi asam amino kritis
cenderung menurun dengan meningkatkan dengan perlakuan yang diberi asam amino,
pemberian asam amino kritis. Fosfor lebih penurunan kadar sulfida di feses bisa mencapai
banyak dimanfaatkan untuk metabolik 38,71%.
pembentukan telur.
Biochemical oxygen demand (BOD)
Kadar sulfida pada feses ayam petelur
Pengertian BOD adalah kebutuhan oksigen
Berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan biologis untuk mengurai kotoran ayam oleh
berbeda sangat nyata (P < 0,01) terhadap kadar mikroorganisme. Pada lingkungan kandang
sulfida feses. Setelah dilakukan uji lanjut ayam petelur kadar BOD juga harus mendapat
DUNCAN menunjukkan perlakuan P1 tidak perhatian khusus, karena dapat mempengaruhi
berbeda dengan perlakuan kontrol dan juga bau kandang, yang berasal dari mikroorganisme
tidak berbeda dengan perlakuan P2 dan P3 yang mendegradasi kotoran menjadi bahan yang
tetapi perlakuan P0 (kontrol) berbeda nyata mudah menguap, yang ditandai dengan bau
dengan perlakuan P2 dan P3. Berdasarkan hasil busuk Adapun kandungan BOD dari Feses ayam
analisa bahwa kadar Sulfida di feses terendah petelur yang mendapatkan suplementasi asam
adalah pada perlakuan P3 dengan kadar 1,224 amino kritis ditunjukan pada tabel berikut.
ppm. Menurut PAUZENGA (1991) bahwa Berdasarkan hasil analisa sidik ragam
kandungan hidrogen sulfida pada kadar 10 didapatkan bahwa perlakuan tidak berbeda
ppm/jam akan menyebabkan iritasi pada mata nyata terhadap kadar BOD feses. Hal ini ini
manusia. Pada penelitian ini kadar sulfida terjadi karena mikroorganisme hidup untuk
berkisar antara 0,076 sampai 0,124 ppm. mengurai atau mengoksidasi bahan tidak
Menurut RACHMAWATI (2000) kadar sulfida terjadi. Kadar BOD pada penelitian ini berkisar
pada feses ayam pedaging rata-rata 0,52 ppm.

Tabel 1. Kandungan Nitrogen; amoniak; fosfor; sulfida, BOD dan COD pada feses ayam petelur yang diberi
ransum LSF dengan penambahan asam amino kritis

Perlakuan Nitrogen (%) Amoniak (ppm) Fosfor (%) Sulfida (%) BOD (mg/l) COD (mg/l)

P0 2,810a 1,1648a 1,956a 0,124a 11,274 23,428a

P1 2,232b 0,5056b 1,554ab 0,104ab 10,234 22,344ab

P2 1,956b 0,3008b 1,224b 0,086b 10,002 20,936ab

P3 1,590b 0,3008b 1,310b 0,076b 10,032 19,772b

Superskrip yang berbeda pada lajur yang sama, berbeda nyata (P < 0,05)

729
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

antara nilai 10,002 sampai 10,274 (mg/l). BAEKER, T.W.NJ., DROULISCOS and J.T. WORGAN.
Menurut RACHMAWATI (2000) kadar BOD 1981. Compotition and nutritional evalution of
pada usaha ayam petelur berkisar rata-rata Aspergillus oryzae biomass grown on palm oil
15,39 mg/l. Dengan penembahan asam amino processing effluents, J. Sci. Food Agric. 32:
1014 1020.
kritis dalam pakan tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar BOD feses ayam. BELL, D.D. and J.R. WEAFER. 2002. Commercial
chicken meat and egg production poultry
specialist, University of California Riverside,
Chemical oxygen demand (COD) California.
BINTANG, I.A.K., A.P. SINURAT, T. PURWADARIA dan
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam di T. PASARIBU. 2000. Nilai gizi lumpur sawit
dapatkan bahwa perlakuan berbeda sangat hasil fermentasi pada berbagai proses
nyata (P < 0,01). Setelah dilakukan uji lanjut inkubasi. JITV 5(1): 7 11.
Duncans Multiple Rang Test menunjukkan
BPS. 2000. Statistik Indonesia 2000. Badan Pusat
perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata
Statistik. Jakarta.
dengan perlakuan kontrol namun perlakuan
kontrol (P0) berbeda nyata dengan perlakuan CHARLES, R.T. dan HARIONO. 1991. Pencemaran
P3. Hasil analisa kandungan BOD faeces lingkungan oleh limbah peternakan dan
terendah terdapat pada perlakuan P3 sebesar pengolahannya. Bull. Fakultas Kedokteran
19,77. Kadar COD pada penelitian ini berkisar Hewan Universitas Gajah Mada 10(2) : 71 75.
antara 19,77 sampai 23,42 mg/l. Hasil ini juga FENITA. 2002. Suplementasi Lisin Dan Metionin
menghasilkan nilai COD yang masih rendah Serta Minyak Lamuru Ke Dalam Ransum
bila dibandingkan dengan hasil penelitian Berbasis Hidrolisa Bulu Ayam Ras Pedaging,
RACHMAWATI (2000), pada usaha ayam petelur Disertasi Program Pascasarjana Institut
kadar COD nya rata-rata sebesar 35,12 mg/l. Pertanian Bogor, Bogor.
Rendahnya kadar COD pada penelitian ini, FONTENOT, J.P., W. SMITH and A.L. SUTTON. 1983.
mungkin disebabkan karena kondisi kandang Alternative utilization of animal waste.
yang relatif sehat untuk pemeliharaan ayam GATEL, F and F. GROSJEAN. 1992. Effect of protein
petelur, juga didukung oleh adanya content of diet nitrogen excretion by pigs. J.
suplementasi asam amino kritis, sehingga Livest. Prod. Sci. 31: 109 120.
penguraian senyawa organik terlarut dan
HUTAGALUNG, R.I. 1978. Nontradisional
mengoksidasi senyawa anorganik seperti
Feedingstuffs for Livestock in Feedingstuffs
amoniak dan nitrit menjadi berkurang. Livestock in Southeast Asia (DEVENDRA, C.
and R.I. HUTAGALUNG EDS.). Malaysia
KESIMPULAN Society of Animal Production. Serdang
Malaysia.
Pemakaian lumpur sawit fermentasi dengan LESSON. S. and J.D. SUMMERS. 2001. Nutritional of
penambahan asam amino kritis (metionin, lisin, the Chicken 4th Ed. University Books Guelph,
triptopan) dapat mengurangi pencemaran Ontario, Canada.
lingkungan ditandai terjadinya penurunan MORAN, E.T. JR., D. BUSHONG and S.F. BILGILI.
kadar nitrogen, amoniak, sulfida dan COD 1992. Reducing Dietary Crude Protein for
pada feses ayam petelur. Broilers While Satisfying Amino Acid
Requirements by Least-Cost Formulation:
Live Performance, Litter Composition, and
DAFTAR PUSTAKA Yield of Fast-Food Carcass Cuts at Six
Weeks. Poult. Sci. 71(10): 1687 1994.
AOAC. 1980. Official methods of analysis. 11 Ed.
PASARIBU, T., A.P. SINURAT., T. PURWADARIA,
Association of Official Analytical Chemist,
SUPRIYATY, J. ROSIDA dan H. HAMID. 1998.
Washington D.C.
Meningkatkan nilai gizi lumpur sawit melalui
BARNES, D.M., C.C. CALVERT and K.C. KLASING. fermentasi. Pengaruh jenis kapang, suhu dan
1995. Methionin deficiencies protein and lama proses enzimatis. JITV 3: 237 242.
sistim but not tRNA acylation in muscles of
chick. J. Nutr. 125: 2623 2630.

730
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011

PAUZENGA, 1991 Animal P. Inrtoduction in the 90s SINURAT, A.P., T.PURWADARIA, T. PASARIBU, P.
in harmony with nature, A case study in the KETAREN, D. ZAINUDIN dan I.P. KOMPIANG
Nederlands. In biotechnology in the feed 2000. Pemanfaatan lumpur sawit untuk
Industry. Proc. Alltech!s Seven Annual Symp. ransum unggas. (1) Lumpur sawit kering dan
Nicholasville, Kentucky. produk fermentasinya sebagai bahan pakan
ayam broiler. JITV 6(2): 107 112.
PURWADARIA, T., A.P. SINURAT, SUPRIYATY, H.
HAMID dan I.A.K. BINTANG. 1999. Evaluasi SVENSON, I. 1990. Putting the lid on the heaps. Acid
nilai gizi lumpur sawit fermentasi dengan Enviro. Magazine. 9: 11 15.
Aspergillus niger setelah proses pengeringan
YEONG, S.W. 1982. The Nutritive Value of Palm
dan pemanasan. JITV 4(4): 257 279.
Oil, the Products for Poultry in Animal
RACHMAWATI, S. 2000. Upaya pengendalian Production and Health in the Tropics
lingkungan usaha peternakan ayam. Wartazoa. (JAINUDIN, M.R. and A.R. OMAR, Eds.)
9(2): 73-80. Penerbit University Malaysia, Selangor. pp.
217 232.
SETIAWAN, H. 1996. Amonia sumber pencemar yang
meresahkan. Infovet (Informasi dunia
kesehatan hewan) 037, Agustus 1996. hlm. 12.
SINURAT, A.P., T. PURWADARIA, H. SURACHMAN, H.
HAMID dan I-P. KOMPIANG. 1998. Pengaruh
suhu ruangan fermentasi dan kadar air substrat
terhadap nilai gizi produk fermentasi lumpur
sawit. JITV 3(1): 225 279.

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Apakah pemberian asam amino tidak mempengaruhi nafsu makan pada ayam?
2. Apakah secara histopatologi tidak menimbulkan kerusakan jaringan?
3. Rekomendasi dosis asam amino diperoleh dari mana?

Jawaban:

1. Nafsu makan ayam tetap baik dan tidak terdapat kerusakan jaringan yang nyata pada paru-
paru dan hati.
2. Dosis asam amino diperoleh dari hasil-hasil penelitian sebelumnya

731

You might also like