You are on page 1of 11

Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

STOMATITIS AFTOSA REKUREN

Sarah Hafizah S

Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi, Sumatera Utara
Jl. Alumni No.2 Kampus USU Medan 20155
E-mail : Sarahhafizahsiregar@gmail.com

Abstract

Recurrent aphthous stomatitis (RAS) otherwise known as canker sores, aphthous stomatitis,
recurrent oral aphthae, and recurrent aphthous ulceration is a common cause of benign and
non contagious mouth ulcers, affecting about 20% of the general population. It is
characterized by the appearance of an erythematous macule that develops into a painful,
rounded or oval, ulcer covered with a yellow-gray fibrinous membrane with well-defined
limits surrounded by an erythematous halo that can be scraped away. Three clinical subtypes
of RAS have been established according to the magnitude, number, and duration of the
outbreaks. The management of RAS should be based on identification and control of the
possible predisposing factors, excluding possible underlying systemic causes. The use of a
detailed clinical history is essentially coupled with complementary procedures such as
laboratory tests, when needed. The lack of clarity regarding the etiology of aphthous ulcers
has resulted in treatments that are mainly empiric, as there is no curative treatment available
in most cases.
Key words: Recurrent aphthous stomatitis, etiologi of RAS, clinical subtypes of RAS, ulcer.

PENDAHULUAN

Penyakit mulut adalah masalah kesehatan masyarakat yang utama,dan dapat mewakili sampai

10% dari belanja kesehatan masyarakat di negara-negara industri.1 Stomatitis Aftosa Rekuren

(SAR) yang lebih dikenal sebagai sariawan merupakan salah satu penyakit mulut yang paling

umum, dimana SAR adalah radang kronik pada mukosa mulut, berupa ulkus yang terasa

nyeri dan selalu kambuh, terutama pada jaringan lunak rongga mulut. SAR dapat menyerang

selaput lendir pipi bagian dalam, lidah, serta palatum dalam rongga mulut.

1
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

Meskipun penyakit ini tidak berbahaya tetapi keberadaannya di rongga mulut sangat

mengganggu sehingga mengakibatkan kesulitan dalam berbicara, makan, dan menimbulkan

bau mulut yang tidak enak.2 Secara klinis SAR memiliki ciri-ciri seperti ulkus dangkal

berbentuk bulat atau oval, berwarna putih kekuningan, dan biasanya terjadi pada anak-anak

dan remaja yang angka kejadian tertinggi terdapat pada wanita.3 Gambaran klinis stomatitis

aftosa rekuren dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu SAR tipe minor, SAR tipe mayor, dan

SAR tipe herpetiform.4 Tipe minor paling umum ditemukan, prevalensinya berkisar (80-

95%), SAR tipe mayor (10-15%), dan SAR tipe herpetiform (5-10%). Beberapa penelitian

melaporkan prevalensi SAR di negara-negara dengan angka kejadian tertinggi di Amerika

Serikat mencapai 60%, Thailand 46,7%, Swedia 2%, Spanyol 1,9%, Malaysia 0,5%.3

SAR dapat bertahan untuk beberapa hari atau minggu, biasanya sembuh tanpa bekas

dalam 10-14 hari. Bersifat ulang kambuh dalam periode yang bervariasi dan dapat sembuh

sendiri tanpa pengobatan.2,5

Penyebab dari stomatitis aftosa rekuren masih belum jelas.5 Namun ada dugaan

bahwa penyebabnya adalah karena menyikat gigi, menggigit pipi atau bibir, penggunaan

jarum injeksi dalam prosedur dental, kurangnya nutrisi, pengaruh keturunan, perawatan gigi

seperti penggunaan gigi tiruan, tambalan yang tajam serta penggunaan alat ortodontik.2,5

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI

Sampai sekarang faktor-faktor penyebab SAR belum diketahui dengan pasti. Tetapi

ada beberapa faktor umum yang diperkirakann menjadi penyabab SAR antara lain:

2
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

Faktor Keturunan

Faktor keturuan dianggap memiliki peranan yang sangat penting pada pasien yang

menderita SAR. Faktor keturunan diperkirakan berhubungan dengan peningkatan human

leucocyte antigen (HLA), tetapi ada beberapa ahli yang menolak pernyataan tersebut. HLA

menyerang sel-sel melalui mekanisme sitotoksik melalui pengaktifkan sel mononukleus ke

epitalium. Jika kedua orangtua mengalami SAR maka besar kemungkinan akan terkena

kepada anak-anaknya. Pasien dengan keluarga memiliki riwayat penyakit SAR akan terkena

SAR pada usia muda dan SAR yang diderita akan lebih berat dibandingkan dengan pasien

yang keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit SAR.6

Faktor Defisiensi Nutrisi

Penelitian yang dilakukan pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita

defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13%

defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi

dan 2% defisiensi ketiganya. Pasien yang menderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin

B12 dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien

tersebut kesehatannya membaik.6

Selain itu, vitamin B1, B2, dan B6 juga mempengaruhi timbulnya SAR. Dari 60 pasien

yang menderita SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-

vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1 terdapat 8,3%, B2 6,7%, B6 10% dan 33% kombinasi

ketiganya. Perawatan dan pengobatan dengan pemberian vitamin tersebut memberikan

dampak yang baik yaitu dapat dilihat ulser sembuh dan rekuren berkurang.6

Defisiensi Zink ditemukan pada penderita SAR, pasien tersebut diberi 50 mg Zink

Sulfat peroral setiap tiga kali sehari selama tiga bulan. Lesi SAR sembuh dan tidak kambuh

lagi selama satu tahun. Beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya defisiensi Zink pada

3
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

pasien penderita SAR karena pemberian preparat Zink memperlihatkan adanya perbaikan,

walaupun pada umunya kadar serum Zink pada pasien yang menderita SAR normal.6

Faktor Gangguan Imunologi

Teori tentang imunopatogenesis dari SAR tidak ada yang seragam, disregulasi imun

diperkirakan memegang peranan terjadinya SAR. Ada penelitian yang mengemukakan bahwa

adanya respon imun yang berlebihan pada pasien menyebabkan ulserasi lokal pada mukosa.

Respon imun ini berupa sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa dimana pemicunya

tidak diketahui.6

Selain faktor-faktor umum tersebut ada beberapa faktor lainnya yaitu tahap

menstruasi, alergi makanan, AIDS, defisiensi hematinik, hipersensitivitas makanan, infeksi

bakteri dan virus, perubahan hormonal, trauma, tembakau, obat-obatan dan penggunanaan

pasta gigi.3

Faktor utama yang diperkirakan dapat menyebabkan SAR adalah stres. Stres

merupakan salah satu terminologi yang popular dibicarakan dalam percakapan sehari-hari

seiring meningkatnya modernisasi dan dinamika kehidupan. Stres diartikan sebagai respon

nonspesifik tubuh akibat perubahan sosial dari modernisasi.3

Dokter gigi seharusnya mampu mempertimbangkan faktor-faktor di atas sebagai

penyebab muncul dan berkembangnya SAR.

GAMBARAN KLINIS

Tidak ada metode diagnosa laboratorium spesifik yang dapat dilakukan untuk

menegakkan diagnosa SAR menyebabkan pentingnya gambaran klinis SAR untuk diketahui.

SAR diawalin dengan gejala rasa sakit dan terbakar selama 24-48 jam sebelum ulser muncul.6

Tahap perkembangan SAR yaitu :

4
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama saat perkembangan lesi SAR. Saat

prodormal, pasien akan merasakan seperti rasa terbakar saat lesi akan muncul. Secara

mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai

berkembang.6

2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama saat perkembangan lesi SAR.

Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus.

Intensitas rasa nyeri akan meningkat pada tahap pre-ulserasi.6

3. Tahap ulseratif, terjadi selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula-

papula akan berulserasi dan ulser itu akan dibungkus oleh lapisan fibromembranous

yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.6

4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke-4 hingga 35. Ulser akan ditutupi oleh

epitalium. Penyembuhan luka terjadi dan sering menyisakan jaringan parut yang

dimana lesi SAR pernah mucul. Semua lesi SAR sembuh dan berkembanglah lesi

baru.6

Berdasarkan gambaran klinis SAR dibagi menjadi tiga tipe antara lain:

1. SAR Tipe Minor

Gambar 1. SAR Tipe Minor

 Keadaan yang biasa atau tipe SAR yang paling sering ditemui,

 Biasanya ulser berbentuk bulat atau bulat telur,

5
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

 Tidak melekat pada gusi atau langit-langit keras dan jarang pada dorsum lidah,

 Diameternya 2-4 mm

 Sembuh dalam waktu 10 hari tanpa meninggalkan jaringan parut.7

2. SAR Tipe Mayor

Gambar 2. SAR Tipe Mayor

 Keadaan yang tidak biasa atau SAR yang jarang ditemui,

 Biasanya ulser berbentuk bulat atau bulat telur,

 Diameter ulkus kira-kira satu sampai beberapa centimeter

 Bertahan selama berbulan-bulan sebelum sembuh tanpa jaringan lunak.7

3. SAR Tipe Herpetiform

Gambar 3. SAR Tipe Herpetiform

6
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

 Keadaan yang tidak biasa atau SAR yang jarang ditemui,

 Ulkus awalnya 1-3 mm, tetapi dalam jumlah yang sangat banyak.7

DIAGNOSA

Diagnosis ada berdasarkan riwayat lesi, pemeriksaan klinis, jika perlu pemeriksaan

darah untuk mencari kemungkinan adanya gambaran abnormal pada MCV (mean

corpuscular volume). Diagnosis stomatitis aftosa rekuren ditentukan berdasarkan riwayat

rekurensi lesi dan sifat lesi yang dapat sembuh sendiri. Diagnosis SAR didasarkan pada

anamnesa dan gambaran klinis dari ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan

sakit dan terbakar pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus

ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi ulser. Setiap

hubungan predisposisi juga harus dicatat. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada

bagian mukosa mulut dengan bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya sekitar 2-

6. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi, biopsi, dan kultur bila

ulser tidak kunjung sembuh.8

PERAWATAN

SAR adalah penyakit yang sampai saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti.

Karena penyebabnya sulit diketahui maka perawatannya lebih untuk mengobati keluhannya

saja. Perawatan merupakan tindakan simtomatik dengan tujuan untuk mengurangi gejala,

mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan meningkatkan periode bebas penyakit. Perawatan

terbaik yaitu perawatan yang dapat mengendalikan ulkus selama mungkin dan dengan efek

seminimum mungkin.

Untuk perawatan dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat kumur

salin hangat dan anjuran untuk beristirahat dengan cukup.

7
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

Terapi biasanya dilakukan secara empiris dan paliatif. Namun demikian, tidak ada satu

obat pun yang dapat benar-benar menghilangkan lesi dengan sempurna. Penderita perlu diberi

tahu bahwa kelainan tersebut tidak dapat diobati, tetapi dapat diredakan dan biasanya dapat

sembuh sendiri.8

PENGOBATAN

Tujuan dari pengobatan simtomatik yang dilakukan adalah untuk mengurangi rasa nyeri,

mempersingkat perjalanan lesi, dan memperpanjang interval bagi kemunculan lesi.

Obat yang dapat digunakan antara lain: anestetikum (benzocaine 4% dalam borax

glycerine), obat kumur antibiotika (chlorhexidine gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%),

anti inflamasi dan anti udema (sodium hyaluronat), obat muko-adhesive dan anti inflamasi

(bentuk kumur atau gel), kortikosteroid topikal (triamcinolone in orabase).

Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan lesi, tetapi dapat mengurangi rasa sakit

pada peradangan yang ada. Sedangkan pada triamcinolone in orabase, kortikosteroid

dicampur dengan media orabase yang dapat membuatnya melekat pada mukosa mulut yang

selalu basah. Jika pengolesan obat ini dilakukan dengan tepat, maka orabase akan menyerap

cairan dan membentuk gel adesif yang dapat bertahan melekat pada mukosa mulut selama

satu jam atau lebih. Namun, pengolesan pada erosi/ulser agak sedikit sulit untuk dilakukan.

Gel yang terjadi akan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus, sehingga pasien akan

merasa lebih nyaman. Kortikosteroid akan dilepaskan secara perlahan. Selain itu obat ini juga

memiliki sifat anti inflamasi.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, obat kumur

tetrasiklin secara bermakna dapat menurunkan frekuensi dan keparahan stomatitis aftosa. Isi

kapsul tetrasiklin (250 mg) dilarutkan dalam 15 mL air matang, ditahan selama 2 – 3 menit

8
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

dalam mulut, dikumur tiga kali sehari. Pada beberapa pasien, penggunaan selama 3 hari dapat

meredakan stomatitis aftosa rekuren (Cawson dan Odell, 2008).

Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan

ketidaknyamanan pada stomatitis aftosa. Cara penggunaannya adalah tiga kali sehari sesudah

makan, ditahan dalam mulut selama minimal 1 menit .

Kadang pemberian vitamin B-12 atau asam folat sudah cukup untuk meredakan

stomatitis aftosa frekuren.8

PEMBAHASAN

faktor yang diperkirakan dapat mengakibatkan SAR yaitu faktor genetik, penggunaan

tembakau, siklis menstruasi, kekurangan hematinik (zet besi, folat atau vitamin B12 ), trauma,

stres , dan makanan tertentu.7 Selain itu ada beberapa penyakit menular yang dapat

mengakibatkan ulserasi yaitu AIDS(infeksi HIV), cacar air, cytemagalovirus, gonorrhoea,

herpangina, sipilis, toxoplasma, dan TBC.9

Lesi SAR bisa sangat mirip dengan manifestasi penyakit lain dan sulit dibedakan

dengan beberapa penyakit tertentu. Untuk membedakannya, ada beberapa hal yang perlu

diketahui di yaitu Jumlah, bentuk, dan ukuran lesi, serta seberapa sering lesi hilang timbul

(rekuren), usia penderita saat pertama kali timbul sariawan, perubahan mukosa atau jaringan

kutan, ada/tidaknya keterlibatan sistem organ atau adanya gejala lain dan obat-obatan yang

sedang dikonsumsi.6

Terapi stomatitis aftosa rekuren tidak memuaskan dan tidak ada yang pasti. Telah

banyak obat yang dicoba menanggulangi stomatitis namun tidak ada yang efektif. Jadi,

sebaiknya dilakukan pencegahan dengan cara Hindari stress yang berlebihan, dan tingkatkan

kualitas tidur minimal 8 jam sehari, perbaiki pola makan, dan menghindarkan penyebab

seperti kebiasaan merokok, bumbu masak yang merangsang, makan makanan yang panas,

dan menjaga kebersihan gigi dan mulut.8

9
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

DAFTAR PUSTAKA

1. Stoopler ET, Shirlaw P, Arvind M, Ruso LL, Bez C, Rossi SD, et al. Oral deases. In:

An international survey of oral medicine practice, ed. Proceedings from the 5th world

workshop in oral medicine. 2011: 99-104.

2. Fitri H, Afriza D. Prevalensi stomatitis aftosa rekuren di panti asuhan kota Padang. J

B-Dent 2014; 1 (1): 24-8.

3. Jurge S, Kuffer R, Scully C, Porter SR. Reccurent Aphthous Stomatitis. 23 Desember

2005. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16%20390463. 17 Oktober 2015.

4. Sumintarti, Marlina. Hubungan antara level estradiol dan progesterone dengan

stomatitis aftosa rekuren. Dentofasial 2012; 11 (3): 137-40.

5. Noerdin S, Paramita P. Penyakit infeksi gigi dan mulut pada anak. Dentika Dent J

2001; 6 (2): 275.

6. Casiglia JM. Aphthous stomatitis clinical presentation.

icine.medscape.com/article/1075570-clhttp://emedinical#showall . 29 Oktober 2015.

7. Scully C. Medical problems in dentistry. 6th ed. China: Elsevier, 2010: 292-3.

8. Murchison DF. Recurrent aphthous stomatitis. Agustus 2014.

http://www.merckmanuals.com/professional/dental-disorders/symptoms-of-dental-

and-oral-disorders/recurrent-aphthous-stomatitis. 30 Oktober 2015.

9. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. 2nd ed. China: Elsevier, 2008: 131-6

10
Sarah: Stomatitis Aftosa Rekuren

11

You might also like