You are on page 1of 13

KAWISTARA

VOLUME 5 No. 1, 22 April 2015 Halaman 1-98

KETIKA CINTA BERTASBIH TRANSFORMASI NOVEL KE FILM

Siti Isnaniah
Institut Agama Islam Negeri Surakarta
Email: niahisna62@yahoo.com

ABSTRACT
One study of ecranisation is a transformation from novel to film. One of the novels deserves to be
studied are El Shirazy’s Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 and 2. The film is based on a novel, including the
reception of research resources in the form of adaptations in other media. The presence of KCB novel
which filmed later is the phenomenon of ecranisation which siphon attention from the public from all
backgrounds and ages. The differences which frequently arise in ecranisation have often caused by the
differences in the literary system (novel) and film. The differences which frequently arise in ecranisation
have often caused by the differences in the literary system (novel) and film. The technical issues, such as
media novel form of words and language, meanwhile the main media of film is an audio-visual (sound
and picture). Therefore, it would be reasonable if the film is different from the novel. In the KCB novel
and film, the differences that exist are not only technical problems, but a deliberate distinction with a
specific purpose as well. Based on the facts above, the KCB novel and film have many differences caused
by the reception process through KCB novel conducted by film production (screenwriter, director, and
producer). This case is a problem which becomes question in the mind of the readers of the KCB novel.
The literary reception towards KCB novel which eventually lead to the film is a creative act as a reader.

Keywords: Ecranisation, KCB, Reception, Literary

ABSTRAK
Salah satu kajian ekranisasi adalah transformasi bentuk dari novel ke film. Salah satunya yang pantas
dikaji adalah film karya El Shirazy, Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2. Film yang diangkat dari sebuah
novel termasuk dalam sumber penelitian resepsi yang berupa saduran dalam media lain. Hadirnya
novel KCB yang kemudian difilmkan adalah fenomena ekranisasi yang banyak menyedot perhatian
masyarakat luas dari segala kalangan dan usia. Perbedaan yang sering muncul dalam ekranisasi selama
ini sering disebabkan oleh perbedaan sistem sastra (novel) dan film. Hal-hal teknis seperti media
novel yang berupa kata-kata dan bahasa, sementara media utama film adalah audio visual (suara dan
gambar). Oleh sebab itu akan menjadi wajar jika film berbeda dengan novel. Dalam novel dan film KCB,
perbedaan yang ada bukan sekedar karena masalah teknis, tetapi perbedaan yang disengaja dengan
tujuan tertentu. Berdasarkan kenyataan di atas, novel dan film KCB banyak perbedaan yang disebabkan
oleh proses resepsi terhadap novel KCB yang dilakukan oleh produksi film (penulis skenario, sutradara,
dan produser). Hal ini adalah sebuah permasalahan yang sering menjadi pertanyaan di benak para
pembaca novel KCB. Resepsi terhadap novel KCB yang akhirnya menimbulkan film adalah suatu
tindakan yang kreatif sebagai pembaca.

Kata Kunci: Ekranisasi, KCB, Resepsi, Sastra

23
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

PENGANTAR Persoalan agama dalam film tidak bisa


Setelah lama mengalami kevakuman, di­lepaskan dari setting wacana ideologis
dunia perfilman Indonesia saat ini telah yang berkembang dalam masyarakat. Tidak
bangkit. Hal tersebut ditandai dengan bisa dipungkiri bahwa ada beberapa alasan
booming-nya film-film yang bergenre cerita kenapa tema-tema yang terkait dengan
remaja, horor, maupun cerita religi. Film-film Islam menjadi tema yang cukup digemari
yang berkembang saat ini dianggap mere­ oleh kalangan industri film. Islam adalah
presentasi karya yang mewakili semangat agama dengan pemeluk mayoritas di Indo­
perkembangan dalam masyarakat Indonesia nesia. Dengan kata lain, umat Islam me­
kontemporer dengan kompleksitas problem rupakan audiens film yang paling banyak
yang dihadapi. Boooming industri perfilman dibandingkan para pemeluk agama lain.
Indonesia saat ini tentunya tidak terlepas Mayoritas jumlah pemeluk dan penonton
dari kerja keras para sineas-sineas profesional itulah yang kemudian menjadi asumsi
untuk membuat fim yang berkualitas. pasar bahwa film-film yang menyuguhkan
Sekarang ini film tidak hanya dipandang representasi nilai-nilai Islam pasti akan
sebagai hiburan semata, melainkan juga di­ menarik minat dari penonton untuk me­
anggap merepresentasikan persoalan yang lihatnya sehingga lebih menguntungkan.
sedang berkembang. Sebagai produk budaya, Menonton film merupakan kegiatan
film sarat akan nilai, idiologi, dan kuasa sosial kultur yang sangat komplek, yang
tertentu. Film diakui memiliki pengaruh di dalamnya dapat terjadi pertarungan
yang kuat dan lebih peka terhadap budaya makna di antara penonton dengan film
masyarakat daripada sebuah monografi yang yang mempunyai banyak kepentingan dan
dibuat oleh sejarahwan. Oleh karena itu, ideologi tertentu. Film dianggap memiliki
film memberikan petunjuk berharga tentang peran untuk merepresentasikan realitas
pandangan kontemporer terhadap realitas dalam bentuk simbol yang telah mengalami
hidup. Film memainkan peran dalam men­ komodifikasi.
definisikan realitas, mengidentifikasi dan ke­ Di antara karya yang menarik untuk
mudian memformulasikan ke dalam bentuk- dikaji secara resepsi satra dan ekranisasi
bentuk simbolik yang sudah terolah, menjadi adalah Ketika Cinta Bertasbih (KCB) karya
sebuah “representasi”. Representasi dalam Habiburrahman El Shirazy. Untuk mengkaji
teks media dapat dikatakan berfungsi secara karya-karya tersebut dengan pendekatan
ideologis sepanjang represetasi itu berkenaan resepsi sastra dan ekranisasi, pembaca
dengan dominasi dan eksplorasi. terlebih dahulu harus memahami unsur-
Pendekatan yang digunakan dalam studi unsur struktural yang terdapat dalam sebuah
film pun berasal dari banyak disiplin ilmu, karya. Pembaca belum begitu mengenal
seperti linguistik, psikologis, kriktik sastra, novel KCB, setelah novel tersebut sukses
dan sejarah, termasukjuga bermacam-macam luar biasa diikuti pula dengan kesuksesan
posisi politik, seperti marxisme, feminisme, filmnya. Film KCB distradarai oleh Chairul
dan nasionalisme. Bagaimanapun, alasan Umam dan penulis naskah skenario adalah
utama mengkaji film adalah sebagai sebuah Imam Tantowi. Production House yang mem­
sumber hiburan dan memiliki peran penting produksi film tersebut adalah sinemArt.
dalam kebudayaan. Karena film bertema nilai- Film yang diangkat dari sebuah
nilai ke-islaman berpotensi menpengaruhi novel termasuk dalam sumber penelitian
kebudayaan masyarakat, ia tentu saja tidak resepsi yang berupa saduran dalam media
terlepas dari kepentingan-kepentingan di lain,proses adaptasi dari novel ke bentuk film
sekitarnya. Kepentingan sutradara, pemilk ini disebut ekranisasi (Eneste, 1991: 60). Dia
modal, dan ideologi agama memilki peran menjelaskan bahwa novel dinikmati dengan
dalam sebuah produksi film. cara membaca, sementara film dinikmati
dengan menontonnya. Begitu juga perubahan

24
Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

dari sebuah bentuk kesenian yang bisa Dedi Setiadi yang diangkat dari novel Siti
dinikmati kapan saja dan di mana saja, yaitu Nurbaya karya Marah Rusli yang dilanjutkan
saat membaca novel, menjadi sebuah bentuk dengan Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis
kesenian yang dinikmati pada saat tertentu Sutan Sati (TVRI), serial Lupus karya Hilman
dan tempat-tempat tertentu pula. Ekranisasi Hariwijaya dan Karmila karya Marga T.
berarti pula apa yang dinikmati selama ditayangkan di Indosiar, serta beberapa
berjam-jam atau berhari-hari, harus diubah lagi yang ditayangkan di RCTI di antaranya
menjadi apa yang dinikmati (ditonton) Padamu Aku Bersimpuh karya Gola Gong,
selama 90 sampai 120 menit. Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar,
Banyak film yang diangkat dari sebuah Keluarga Cemara karya Arswendo Atmowiloto,
novel, misalnya film Harry Potter diadaptasi dan Cinta Berkalang Noda karya Mira Wijaya.
dari novel karya J. K. Rowling yang berjudul Fenomena seperti itu juga sempat booming
Harry Potter, film The Lord of the Rings dari ketika banyak sinetron bertema religi yang
novel The Lord of the Rings karya Tolkien ceritanya diadaptasi dari kisah-kisah nyata
tahun 1954, film Doctor Zhivago adaptasi dari yang termuat dalam majalah Hidayah.
novel Doctor Zhivago karya Boris Pasternak, Begitu juga dengan proses adaptasi
dan sebagainya. Ekranisasi di Indonesia dari film ke dalam novel. Di luar negeri,
juga bukan hal yang baru lagi. Banyak film beberapa contoh novel hasil adaptasi dari
Indonesia yang juga diadaptasi dari novel, film di antaranya Dead Poets Soeciety karya
misalnya film Darah dan Mahkota Ronggeng N. H. Kleinbum yang diadaptasi dari film
karya Ami Priyono diadaptasi dari novel karya Tom Schulman dengan judul yang
Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari, sama. Begitu pula pada pertengahan tahun
film Jangan Ambil Nyawaku diangkat dari 2003, cerita film Matrix karya Wachowski
novel karya Titi Said, film Roro Mendut karya bersaudara dibuat novelnya dengan judul
Ami Priyono diangkat dari novel Roro Mendut Matrix Warrior: Being the One oleh Jake
karya Y. B. Mangunwijaya, film Atheis karya Horsley.
Sjumandjaja diadaptasi dari novel Atheis Di Indonesia sendiri, menurut Hadi­
karya Achdiat K. Mihardja, film Si Doel Anak ansyah (2006) bahwa pengadaptasian novel
Betawi karya Sjumandjaja diadaptasi dari dari film belum lama dilakukan, seperti pada
novel Si Doel Anak Betawi karya Aman Dt. novel anak Jenderal Kecil karya Gola Gong
Madjoindo, film Salah Asuhan karya Asrul (Dar! Mizan, 2002) yang diadaptasi dari
Sani diadaptasi dari novel Salah Asuhan telesinema Jenderal Kecil yang disiarkan oleh
karya Abdoel Moeis, film Ca Bau Kan karya RCTI pada bulan Juli 2002 dalam rangka Hari
Nia Dinata diangkat dari novel Ca Bau Kan Anak Nasional. Sementara pada film layar
karya Remy Sylado, film Badai Pasti Berlalu lebar terjadi pada film Biola Tak Berdawai karya
karya Teddy Suriatmadja diadaptasi dari Sekar Ayu Asmara yang dinovelkan oleh
novel Badai Pasti Berlalu karya Marga T., film Seno Gumira Ajidarma (Akur, 2004), 30 Hari
AAC karya Hanung Bramantyo diadaptasi Mencari Cinta dinovelkan oleh Nova Rianti
dari novel AAC karya Habiburrahman El Yusuf (Gagas Media, 2004), film Brownies
Shirazy, film Ketika Cinta Bertasbih (KCB) 1 karya Hanung Bramantyo dinovelkan oleh
dan 2 diangkat dari novel KCB1 dan 2 karya Fira Basuki, dan film Rindu Kami Pada-
Habiburrahman El Shirazy, film Perempuan Mu karya Garin Nugroho dinovelkan oleh
Berkalung Sorban diangkat dari novel yang Garin Nugroho dan Islah Gusmian (2005),
sama karya Abidah El Khalieqy, film Emak cerpen Tentang Dia!!!. Karya Melly Goeslow
Ingin Naik Haji ditayangkan berdasarkan (Gagas Media, 2005) yang ditulis ke dalam
cerpen Asma Nadia dengan judul Emak Ingin bentuk skenario Titien Wattimena, difilmkan
Naik Haji. oleh sutradara Rudi Sudjarwo, kemudian
Sementara itu, sinetron yang diangkat dinovelkan kembali oleh Moammar Emka
dari novel di antaranya Siti Nurbaya karya (Gagas Media, 2005).

25
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

Hadirnya novel KCB yang kemudian Resepsi Sastra


difilmkan adalah fenomena ekranisasi yang Secara definitif, resepsi sastra berasal
banyak menyedot perhatian masyarakat luas dari kata recipere (Latin), reception (Inggris),
dari segala kalangan dan usia. Perbinacangan yang berarti sebagai penerimaan atau
seputar KCB tidak hanya dilakukan secara penyambutan pembaca. Ratna (2009: 165)
nonformal pada kehidupan sehari-hari, mendefinisikan sastra sebagai pengolahan
namun menjadi tema perbincangan yang teks, cara-cara pemberian makna terhadap
menarik dalam forum-forum seminar yang karya sehingga dapat memberikan respon
sifatnya resmi khususnya di dunia kam­ terhadapnya. Respon tersebut tidak di­
pus. Tidak hanya itu, di dunia maya pun lakukan antara karya dengan seorang pem­
perbincangan sangat seru dilakukan oleh baca, melainkan pembaca sebagai proses
para blogger. Saat sedang online dengan sejarah dalam periode tertentu. Jadi, kondisi
jaringan internet, akan banyak sekali di­ sosial kultural pembaca pada suatu masa
temukan artikel atau obrolan seputar KCB turut berpengaruh terhadap hadirnya sebuah
yang sifatnya tidak resmi. Di televisi pun, karya.
tema seputar KCB sering menjadi topik Pradopo (2008: 206) menyatakan bahwa
utama dalam berbagai perbincangan dalam karya sastra bisa dikaji dengan menggunakan
acara-acara talk show. Tidak ketinggalan metode estetika resepsi atau estetika tanggap­
pula, berbagai infotainment di televisi juga an, yakni estetika (ilmu keindahan) yang di­
menjadikan fenomena KCB sebagai sajian dasarkan pada tanggapan-tanggapan atau
utama. Bahkan para pejabat negara juga resepsi-resepsi pembaca terhadap karya
sempat memberikan apresiasi dengan ikut sastra. Pendapatnya berbeda dengan Nyoman
menontonnya di bioskop. Namun, pendapat Kutha Ratna. Karena Rachmat Djoko Pradopo
yang beredar selama ini di masyarakat masih menyatakan bahwa dari dahulu sampai
asumtif dan subjektif. Pendapat ini tidak sekarang karya sastra itu selalu mendapat
didasarkan pada penelitian lapangan untuk tanggapan-tanggapan pembaca baik secara
membuktikan kebenaran. perseorangan maupun secara bersama-sama
Perbedaan yang sering muncul dalam atau secara masal, sedangkan Ratna mem­
ekranisasi selama ini sering disebabkan oleh batasi respon pembaca tidak dapat dilakukan
perbedaan sistem sastra (novel) dan film. Hal- antara karya dengan seorang pembaca,
hal teknis seperti media novel yang berupa melainkan pembaca sebagai proses sejarah,
kata-kata dan bahasa, sementara media utama pembaca dalam periode tertentu. Penulis
film adalah audio visual (suara dan gambar). akan lebih cenderung mendefinisikan sastra
Oleh sebab itu akan menjadi wajar jika film sebagai tanggapan-tanggapan atau resepsi-
berbeda dengan novel. Dalam novel dan film resepsi pembaca, baik secara per­seorang­an
KCB, perbedaan yang ada bukan sekedar maupun secara bersama-sama atau secara
karena masalah teknis, tetapi perbedaan masal terhadap karya sastra, serta tang­gapan-
yang disengaja dengan tujuan tertentu. Ber­ tanggapan tersebut dipengaruhi oleh proses
dasarkan kenyataan di atas, novel dan film sejarah, pembaca dalam periode tertentu.
KCB banyak perbedaan yang disebabkan Senada dengan dua pendapat di atas,
oleh proses resepsi terhadap novel KCB Sastriyani (2001: 253) mendefinisikan resepsi
yang dilakukan oleh produksi film (penulis sastra sebagai aliran sastra yang meneliti
skenario, sutradara, dan produser). Hal ini teks sastra dengan mempertimbangkan
adalah sebuah permasalahan yang sering pembaca selaku pemberi sambutan atau
menjadi pertanyaan di benak para pembaca tanggapan. Dalam memberikan sambutan
novel KCB. Oleh sebab itu resepsi terhadap atau tanggapan tersebut dipengaruhi oleh
novel KCB yang akhirnya menimbulkan film faktor ruang, waktu, dan golongan sosial.
pantas dilakukan. Berkaitan dengan faktor ruang, waktu,
dan golongan sosial atau proses sejarah

26
Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

pembaca dalam menanggapi karya sastra, sastra seperti yang dipahaminya dan berdiri
Teeuw (1988: 327) menyatakan bahwa di luar proses pembacaan).
resepsi terhadap karya sastra tidak hanya Sayuti (2000: 41) menyatakan bahwa
di­lakukan oleh pembaca yang sezaman sebagai sebuah proses komunikasi, teks dan
dengan penulis, tetapi juga resepsi oleh ang­ pembaca memerankan dua buah fungsi.
katan pembaca yang berturut-turut sesudah Pertama, menandai hubungan skema teks­
masa penciptaan karya sastra tersebut. tual. Dalam hal ini, pembaca tidak boleh
Junus (1985: 1) menyatakan bahwa resepsi seenaknya menyusun ikatan yang hilang
sastra dimaksudkan bagaimana “pembaca” hanya berdasarkan pengalaman dan harapan
memberikan makna terhadap karya sastra miliknya, tetapi berdasarkan kesesuaiannya
yang dibacanya sehingga dapat memberikan dengan struktur tekstual. Kedua, dunia
reaksi atau tanggapan terhadapnya. Tanggap­ teks literer diciptakan untuk pembaca dari
an tersebut dapat bersifat pasif, yaitu bagai­ perspektif yang berubah-ubah. Oleh sebab
mana seorang pembaca dapat memahami itu tugas pembaca adalah menghubungkan
karya itu atau dapat melihat hakikat estetika perspektif itu agar sesuai dengan struktur
yang ada di dalamnya, maupun bersifat tekstual.
aktif, yakni bagaimana pembaca mampu Hadirnya sebuah karya sastra memiliki
“merealisasikan” karya sastra. Oleh sebab hubungan yang erat dengan pengarang dan
itu, dalam memahami arti dalam teks karya masyarakat (pembaca). Pembacalah yang
sastra terdapat dua pandangan, yaitu (1) Arti akan memberikan makna dan arti pada karya
sebuah teks karya sastra dapat dilihat dengan tersebut. Pengarang menghasilkan karya
hanya mempelajari teks itu sendiri, dengan karena kreativitasnya. Tentu saja ia ingin
menggunakan alasan-alasan yang ditemukan me­nyampaikan pesan kepada masyarakat
dalam teks itu. (2) Arti sebuah teks karya pembacanya melalui karya sastra, yaitu
sastra hanya dapat ditemukan dengan meng­ suatu aspek budaya yang dapat dipakai
hubungkan teks itu dengan penulisnya, me­ untuk mengkomunikasikan kehendak (pe­
ngembalkannya kepada penulisnya. san) pengarang kepada pembaca. Di sisi
Tetapi resepsi sastra mengambil sikap lain, karya sastra dapat dipandang sebagai
lain. Pada dasarnya diakui adanya hakikat dokumentasi budaya, sejarah, atau refleksi
polisemi pada sebuah karya sastra. Tapi kehidupan masyarakat pada saat karya itu
bukan tidak mungkin, seorang pembaca dihasilkan. Oleh sebab itu, pembacalah yang
dalam suatu waktu tertentu hanya akan akan menafsirkan karya sastra tersebut.
melihat satu ”arti” saja. Atau ia memberikan Teks sastra menurut Istanti (2008: 24)
tekanan kepada suatu ”arti” tertentu, dengan adalah suatu produk seni yang diciptakan
mengabaikan atau menganggap tak penting dengan unsur estetika. Suatu teks sastra se­
”arti” lainnya (Junus, 1985: 2). belum terjangkau oleh pembaca masih berupa
Sangidu (2002) menekankan faktor artefak dan baru berwujud sebagai objek
pem­baca dalam komunikasi memiliki pe­ estetik melalui partisipasi aktif pembacanya
ngertian yang bermacam-macam, salahsatu­ (di antaranya terlihat dalam bentuk-bentuk
nya adalah pembaca nyata (real reader), kreativitasnya). Iser (1978: 20) menyatakan
pembaca dalam arti fisik, yakni orang yang bahwa pusat dari pembacaan semua karya
melaksanakan tindakan membaca. Pembaca sastra adalah interaksi antara struktur dan
dalam kelompok ini meliputi pembaca penerimanya. Jadi, pemaknaan terhadap
peneliti (resepsinya berupa reaksi atau tang­ suatu karya sastra akan menimbulkan pe­
gapan terhadap teks sastra seperti yang makna­an yang berbeda. Kalau menurut Umar
dipahaminya dan berdiri dalam proses pem­ Junus hal tersebut merupakan polisemi. Iser
bacaan) dan pembaca umum (resepsinya menambahkan bahwa studi karya sastra
berupa reaksi atau tanggapan terhadap teks harus memperhatikan tindakan yang terlibat

27
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

dalam merespon suatu teks, tidak hanya proses sejarah, pembaca dalam periode ter­
mempertimbangkan teks aktualnya. Hal tentu. Oleh sebab itu tanggapan-tanggapan
ter­sebut tampak dalam pendapat sebagai yang meng­arah pada pemaknaan teks karya
berikut: sastra tersebut berbeda-beda tergantung
pada mindset atau skemata pembaca.
“Central to the reading of every literary work is the
interaction between its structure and its recipient. Ekranisasi
This is why the phenomenologycal theory of art
Salah satu kajian yang digunakan dalam
has emphatically drawn attention to the fact that
the study a literary work should concern not only penelitian resepsi sastra adalah ekranisasi.
the actual text but also and in equal measure, the Sebuah proses untuk mengetahui perbedaan
actions involved in responding to that text. The antara novel dengan film. Ekranisasi lebih
text itself simply offers “scematized aspect” (the banyak menekankan perbedaan antara novel
phrase is Roman Ingarden’s) through which the dengan film disebabkan karena perbedaan
subject matter of the work can be produced, while sistem sastra (novel) dengan sistem film.
the actual production takes place through an act Eneste (1991: 60) menjelaskan bahwa alat
of concretization (Wolfgang Iser” (1978: 20-21). utama dalam novel adalah kata-kata, segala
sesuatu disampaikan dengan kata-kata.
Berdasarkan pendapat Wolfgang Iser Cerita, alur, latar, penokohan, suasana,
di atas dapat diketahui bahwa pemaknaan dan gaya sebuah novel dibangun dengan
pembaca terhadap suatu karya sastra akan kata-kata. Pemindahan novel ke layar
berbeda-beda tergantung pada skemata pem­ putih berarti terjadinya perubahan alat-alat
baca. Senada dengan hal tersebut (Soeratno, yang dipakai, yakni mengubah dunia kata-
1991: 21) berpendapat bahwa realisasi teks kata menjadi dunia gambar-gambar yang
berupa resepsi (tanggapan) dan penafsiran bergerak berkelanjutan sebab di dalam
yang berbeda-beda dari para pembaca karena film, cerita, alur, latar, penokohan, suasana,
mereka telah dibekali dengan pengalaman dan gaya diungkapkan melalui gambar-
dan pengetahuan yang berbeda-beda pula gambar yang bergerak berkelanjutan. Apa
sehingga ada kemungkinan satu karya sastra yang tadinya dilukiskan dengan kata-kata,
memperoleh pemaknaan yang berbeda-beda kini harus diterjemahkan ke dunia gambar-
dari suatu kelompok pembaca. Jadi dalam gambar. Tentunya pemindahan dari novel ke
hal ini peran pembaca memiliki kedudukan dalam film akan memungkinkan terjadinya
yang penting. banyak perubahan. Teks atau kata-kata
Mendukung pendapat di atas, Ratna mampu membimbing imajinasi secara
(2005: 208) menjelaskan bahwa teori resepsi bebas, sedangkan visual memberikan bentuk
me­lokasikan pembaca ke dalam posisi ‘nyata’. Teks juga mampu menggambarkan
sentral. Pembaca adalah mediator, tanpa secara detail suasana hati, sudut lokasi secara
pem­baca karya sastra seolah-olah tidak me­ berurutan berikut kiasan-kiasannya, serta
miliki arti. Tanpa peran serta audiens, seperti memaparkan latar belakang persoalan secara
pen­dengar, penikmat, penonton, pemirsa, kelindan. Namun, visual dengan sifatnya
penerjemah, dan para pengguna lainnya, yang nyata, bukan berarti tidak mampu
khususnya pembaca itu sendiri, maka menggambarkan detail persoalan, suasana
aspek-aspek kultural seolah-olah kehilangan hati, dan latar belakang, akan tetapi memiliki
maknanya. karakteristik yang berbeda.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, Bluestone (1956: 14-20) menjelaskan
dapat disimpulkan bahwa resepsi sastra bahwa trnasformasi dari satu bentuk ke
adalah tanggapan-tanggapan atau resepsi- bentuk yang lain bisa dipastikan mengalami
resepsi pembaca, baik secara perseorangan perubahan, karena karya tersebut harus
maupun secara bersama-sama atau secara menyesuaikan dengan media yang di­
massal terhadap karya sastra, serta tang­ gunakan, dan masing-masing media memiliki
gapan-tanggapan tersebut dipengaruhi oleh

28
Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

konvensi tersendiri. Antara karya sastra yang kata-kata merupakan hal yang sangat
tertulis menggunakan media bahasa dengan penting dalam sebuah karya sastra. Seorang
film yang menggunakan prinsip optikal pengarang membangun cerita menggunakan
berurusan dengan masalah penglihatan dan kata-kata.
pendengaran sekaligus (audio visual) memiliki Berbeda dengan karya sastra, film
perlakuan berbeda terhadap karya. berbicara menggunakan gambar. Penulis
Sementara itu, dalam lingkup yang lebih skenario Pudovkin (dalam Eneste, 1991:
luas lagi transformasi karya yang dinamis 16) yang bergulat dengan plastic material
bernaung dalam adaptasi, di dalamnya mengatakan jika penulis skenario harus
novelisasi film juga menjadi lahan (Pujiati, cermat memilih materi yang bisa membawa
2009: 76). Proses penggarapannya pun gambaran yang tepat bagi filmnya. Pemilihan
terjadi perubahan. Novel adalah kreasi materi sebuah rumah mewah dengan isi
individual dan merupakan hasil kerja perabotan yang juga mewah kiranya telah
perseorangan. Seseorang yang memiliki cukup memberi gambaran kepada penonton
pengalaman, pemikiran, ide atau hal lain bahwa tokoh yang digambarkan adalah orang
dapat saja melukiskannya di atas kertas kaya. Penentuan lokasi shooting di pedesaan
dan jadilah sebuah novel yang siap untuk cukup memberi gambaran mengenai latar
dibaca orang lain, namun tidak demikian cerita. Inilah yang disebut sebagai plastic
dengan pembuatan film. Film merupakan material.
hasil kerja banyak orang, tim produksi Ekranisasi adalah bentuk intertekstual
film tersebut. Bagus tidaknya sebuah film dan resepsi terhadap sebuah karya. Seorang
banyak ditentukan oleh keharmonisan kerja pembaca yang aktif akan melahirkan se­
unit-unit di dalamnya, seperti produser, buah karya baru sebagai wujud apresiasi
penulis skenario, sutradara, juru kamera, terhadap sebuah karya. Perubahan yang
penata artistik, perekam suara, para pemain, muncul merupakan wujud dari apa yang
dan lain-lain. Dengan kata lain, ekranisasi disebut Jauss sebagai horison harapan
berarti proses perubahan dari sesuatu yang pembaca. Kolker (2002: 128) menyatakan
dihasilkan secara individual menjadi sesuatu bahwa intertekstualitas (dalam film) adalah
yang dihasilkan secara bersama-sama. sebuah persepsi beberapa teks dengan mem­
Ekranisasi bisa juga diartikan sebagai pertimbangkan budaya yang berkembang
terjadinya perubahan pada proses penik­ pada saat itu. Jadi, wajar, jika sebuah karya
matan. Novel dinikmati dengan membaca, masa lalu muncul kembali dengan wajah
sementara film cara menikmatinya dengan masa kini. Ekranisasi dapat dikatakan sebagai
menonton. Begitu juga perubahan dari salah satu bentuk interpretasi pembaca yang
sebuah bentuk kesenian yang bisa dinikmati aktif sehingga melahirkan sebuah karya baru.
pada saat-saat tertentu dan tempat-tempat Berbekal pengetahuan dan latar sosial budaya
tertentu pula. Ekranisasi berarti pula apa tertentu, pembuat film dapat melahirkan
yang dinikmati selama berjam-jam atau sebuah karya sebagai wujud perombakan
berhari-hari harus diubah menjadi apa yang terhadap karya sebelumnya.
dinikmati (ditonton) selama 90 sampai 120
menit (Eneste, 1991: 60-61). Sinopsis Novel KCB
Karya sastra mengajak pembaca ber­ Azzam adalah seorang mahasiswa
imajinasi secara bebas mengikuti cerita. asal Indonesia yang sedang menuntut studi
Pembaca bebas memiliki imajinasi tentang di Universitas Al-Azhar Cairo. Untuk ke­
gambaran tokoh, latar, dan suasana dalam butuhan biaya kuliahnya, ia bekerja sebagai
cerita. Di samping itu, dalam sebuah karya seorang penjual tempe. Keluarganya tinggal
sastra tidak jarang pengarang berhasil di Surakarta, Indonesia. Secara ekonomis dan
memancing rasa penasaran pembaca dengan akademis, prestasi Azzam masih di bawah
permainan kata-katanya. Inilah sebabnya Furqon, mahasiswa asal Indonesia yang

29
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

memiliki prestasi akademis yang baik dan mengetahui jika Anna telah bercerai dari
berasal dari keluarga kaya. Furqon. Lelah mencari jodoh yang sesuai
Suatu ketika, Azzam tanpa sengaja dengan dirinya, Azzam pun menemui
berkenalan dengan seorang muslimah yang ayahanda Anna. Azzam pasrah minta
sangat cantik bernama Anna Althafunnisa, dicarikan jodoh pada ayah Anna. Ayah
seorang mahasiswi yang juga berasal dari Anna pun akhirnya mempertemukan Anna
Indonesia. Selain itu, Azzam cukup akrab dan Azzam dengan cara yang baik dan suci
dengan seorang anak duta besar bernama dalam ikatan pernikahan. Azzam sebenarnya
Eliana. Meskipun Eliana menaruh perasaan sejak awal adalah pemuda dambaan Anna,
pada Azzam, tetapi tidak sebaliknya. pun sebaliknya.
Azzam pun memutuskan untuk me­
nikah. Ia menemui Ustadz Mujab untuk PEMBAHASAN
melamar Anna, seorang gadis yang sudah Transformasi Novel KCB ke Film KCB
membuat hati dan perasaannya tertarik. Para pembaca novel masing-masing
Namun betapa terkejutnya Azzam saat ia me­miliki imajinasi saat akan menonton film
datang melamar Anna, ternyata Anna telah KCB berdasarkan skematanya dan tentunya
dalam pinangan Furqon. Tidak ada alasan antar pembaca memiliki skemata yang ber­
bagi Ustadz Mujab untuk lebih meng­ beda. Saat membaca novel, pembaca meng­
utamakan Azzam dari pada Furqon. Azzam gambarkan bagaimana tokoh-tokoh dalam
pun akhirnya mundur. Setelah lulus kuliah, novel, keindahan kota Cairo, dan hal-hal
ia pun memutuskan pulang ke tanah air lain yang terdapat dalam novel. Umumnya
dan diikuti oleh Eliana. Sesampai di tanah jika gambaran dalam novel tidak sesuai
air, ia dikejutkan dengan berita akan segera dengan isi filmnya, maka pembaca akan
dilangsungkannya pernikahan Anna dengan mengatakan kalau filmnya tidak bagus. Hal
Furqon. ini berdasarkan konsep bahwa film yang
Azzam pun ikhlas dengan takdir Tuhan me­rupakan hasil ekranisasi dari novel yang
yang telah ditetapkan atas dirinya. Ia turut bagus adalah yang mendekati/banyak me­
menghadiri pesta pernikahan Anna dan miliki persamaan dengan isi novel.
Furqon. Namun rupanya Tuhan memberikan Namun, ada pula pembaca novel dan
takdir lain pada hamba-Nya yang ikhlas. Pada sudah menonton film KCB menilai bahwa
malam pertama dan malam-malam selanjutnya, filmnya bagus. Hal tersebut berdasarkan
Furqon tidak bisa menunaikan kewajibannya konsep bahwa antar novel dengan film
sebagai seorang suami di­sebabkan trauma atas merupakan dua hal yang berbeda, sehingga
insiden yang ia alami bersama seorang wanita penilaian bagus dan tidaknya bukan pada
penghibur di sebuah hotel. tingkat kesamaan antara novel dengan film.
Furqon dituduh mengidap virus HIV. Justru film KCB dinilai bagus karena bisa
Pertikaian tidak bisa dihindari. Anna dan menutup kekurangan-kekurangan yang
Furqon pun akhirnya bercerai. Azzam tidak terdapat dalam novel.

Tabel 1
Detail Makna Antara Novel dan Film
No. Novel Film Maknanya
1. Di lobby hotel, Elianan mengenakan Eliana mengenakan Representasi di film dibuat lebih
kaos lengan panjang ketat berwarna pakaian atasan warna sopan untuk kebutuhan artistik
merah muda dan celana jeans putih putih dan tidak ketat. film.
ketat saat meminta bantuan Azzam
untuk membuat nasi panas berlaukl
ikan bakar dan sambal pedas khas
Yogyakarta.

30
Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

Lanjutan Tabel 1
No. Novel Film Maknanya
2. Ada cerita Azzam mencari bumbu Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena
ikan bakar dengan Pak Ali di pasar. Azzam mencari di dalam film memerlukan
bumbu ikan bakar banyak durasi untuk penam­
dengan Pak Ali di bahan adegan baru sehingga ada
pasar. cerita di novel yang tidak perlu
ditampilkan dalam film.
3. Pembicaraan antara Azzam dengan Pembicaraan antara Untuk keefektifan cerita karena
Pak Ali di Pantai Cleopatra agak Azzam dengan di dalam film memerlukan
panjang. Pak Ali di Pantai banyak durasi untuk
Cleopatra dibuat penambahan adegan baru
singkat dan langsung sehingga ada cerita di novel
mengarah kepada yang tidak perlu ditampilkan
penawaran Pak dalam film.
Ali agar Azzam
mengkhitbah Anna
Althafunnisa.
4. Terdapat cerita kalau Azzam Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena
membeli makanan Habasy takanat kalau Azzam membeli di dalam film memerlukan
untuk Eliana dan dititipkan Pak Ali. makanan Habasy banyak durasi untuk penam­
takanat untuk Eliana bahan adegan baru sehingga ada
dan dititipkan Pak Ali.
cerita di novel yang tidak perlu
ditampilkan dalam film.
5. Mobil Furqan berwarna putih. Mobil Furqan Untuk memudahkan visualisasi
berwarna hitam. film.
6. Hafez curhat kalau ia menyukai Hafez langsung curhat Untuk keefektifan cerita karena
Cut Mala ke Azzam setelah subuh ke Azzam sebelum di dalam film memerlukan
karena Azzam sangat lelah. subuh. banyak durasi untuk penam­
bahan adegan baru sehingga ada
cerita di novel yang tidak perlu
ditampilkan dalam film.
7. Dijelaskan terdapat foto-foto Tidak terdapat Di Film, tindakan tidak senonoh
Furqan dengan Miss Italiana di foto-foto Furqan yang berupa gambar-gambar
internet. dengan Miss Italiana porno sengaja tidak ditampilkan
di internet, cuma untuk menjaga adab pergaulan
pendeskripsian antar pemain agar tetap sesuai
dengan kata-kata. syariat Islam.
8. Kolonel Fuad meminta tambahan Tidak ada adegan Untuk mempersingkat cerita
upah, tidak hanya seribu pound, Kolonel Fuad demi keefektifan durasi waktu
tetapi Furqan juga berjanji akan meminta tambahan dalam film.
menyerahkan mobil fiat putihnya upah kepada Furqan.
ke kolonel jika kasusnya selesai
diatasi.
9. Azzam bertanya kepada Anna Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena
kitab-kitab apa saja yang dibeli kalau Azzam bertanya di dalam film memerlukan
Anna yang tertinggal di bus. kepada Anna kitab- banyak durasi untuk penam­
kitab apa saja yang bahan adegan baru sehingga ada
dibeli Anna yang cerita di novel yang tidak perlu
tertinggal di bus. ditampilkan dalam film.

31
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

Lanjutan Tabel 1

No. Novel Film Maknanya


10. Novel KCB 2 diawali dengan Adegan tatapan Anna Untuk keefektifan cerita karena
tatapan Anna menikmati indahnya menikmati indahnya di film membutuhkan banyak
desa Wangen dari jendela desa Wangen dari durasi untuk adegan baru.
kamarnya. jendela kamarnya
tidak ditampilkan,
tetapi langsung meng­
arah kepada anjuran
Kyai Luthfi agar Anna
segera menikah.
11. Azzam lulus S-1 dengan melihat Azzam lulus S-1 Untuk membangun konflik
sendiri di papan pengumuman. diberi tahu temannya utama film sehingga alur
(Miftah) sebelum ia ceritanya jelas sesuai kebutuhan
sendiri melihat di cerita dalam film.
papan pengumuman.
12. Furqan melakukan tes darah dua Furqan melakukan tes Untuk keefektifan cerita karena
kali. darah sekali saja. di film membutuhkan banyak
durasi untuk adegan baru.
13. Terdapat syair lagu yang Tidak terdapat syair Untuk keefektifan cerita karena
didendangkan Fadhil pada lagu yang didendang­ di film membutuhkan banyak
pernikahan Tiara yang berbunyi kan Fadhil pada durasi untuk adegan baru.
”Mari kita sama-sama insaf....” per­nikahan Tiara yang
berbunyi ”Mari kita
sama-sama insaf....”
14. Dalam acara khitbah, Furqan dan Dalam acara khitbah, Selain untuk kebutuhan artistik
Anna mengenakan baju biru. Furqan mengenakan film, juga untuk mengukuhkan
jas hitam, sedangkan sosok Furqan yang kaya.
Anna mengenakan
gamis putih dengan
jilbab kuning
kehijauan.
15. Terdapat cerita kalau Husna dan Tidak terdapat adegan Adegan film dibuat agar tetap
Azzam berpelukan saat bertemu Husna dan Azzam sesuai syariat karena para
di bandara, sesaat setelah Azzam berpelukan saat pemain bukan mahram se­hing­
sampai di Indonesia. bertemu di bandara, ga adegan berpelukan tidak
sesaat setelah Azzam di­tampil­kan, tetapi diganti
sampai di Indonesia. dengan adegan lain yang tetap
mendukung.
16. Diawali dengan indahnya Diawali dengan Husna Untuk mendapatkan unsur
pemandangan desa Wangen. menerima peng­hargaan dramatik dalam film dan
sebagai penulis terbaik keterjalinan antarunsur.
tingkat nasional.
17. Ada cerita tentang Zumrah dan Adegan cerita Zumrah Untuk keefektifan cerita karena
masalah yang menimpanya. tidak ditampilkan. di film membutuhkan banyak
durasi untuk adegan baru.
Apalagi tokoh Zumrah tidak
begitu berperan penting dalam
novel maupun film.

32
Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

Lanjutan Tabel 1

No. Novel Film Maknanya


18. Ketika Azzam mengantar buku- Tidak ada adegan Untuk keefektifan cerita karena
buku Anna ke rumahnya, dia Azzam disuguhi Anna di film membutuhkan banyak
disuguhi nasi goreng yang dengan nasi goreng durasi untuk adegan baru.
dibungkus telur. yang dibungkus telur
ketika mengantar
buku-buku Anna dari
Mesir.
19. Anna membuka auratnya dalam Anna membuka Agar sesuai syariat Islam
malam pertamanya dengan Furqan. auratnya dalam karena para pemain film bukan
malam pertamanya mahram.
dengan Furqan.
20. Furqan dan Anna menginap di Furqan dan Anna Untuk mendapatkan adegan
hotel Novotel ketika Furqan ingin menginap di hotel yang tidak membosankan,
berterus terang bahwa dia terkena Lor Inn ketika Furqan adegan di film terkesan lebih
HIV. ingin berterus terang teatrikal, akan berbeda jika
bahwa dia terkena apa yang ada dalam novel
HIV. ditampilkan begitu saja tanpa
perubahan.
21. Setelah dari hotel Novotel, Anna Setelah dari hotel Untuk mendapatkan adegan
menginap di hotel Quality. Novotel, Anna yang tidak membosankan,
langsung pulang ke adegan di film terkesan lebih
desa Wangen dan teatrikal, akan berbeda jika
langsung menjelaskan apa yang ada dalam novel
kepada abahnya ditampilkan begitu saja tanpa
bahwa dia telah perubahan.
bercerai.
22. Tidak disebutkan kalau Furqan tes Ada adegan bahwa Untuk mendapatkan adegan
darah beberapa kali lagi. Furqan beberapa kali yang tidak membosankan,
tes darah lagi untuk adegan di film terkesan lebih
memastikan bahwa teatrikal, akan berbeda jika
dia tidak terkena HIV. apa yang ada dalam novel
ditampilkan begitu saja tanpa
perubahan.
23. Anna dan Azzam melakukan Anna dan Azzam Adegan film dibuat agar
malam pertama yang memang melakukan malam tetap sesuai syariat karena
diceritakan layalnya sebagai suami- pertama hanya para pemain bukan mahram
isteri. dengan duduk berdua sehingga adegan berpelukan
dan bercanda. tidak ditampilkan, tetapi diganti
dengan adegan lain yang tetap
mendukung.
24. Furqan dan ibunya ke desa Wangen Furqan memberi tahu Untuk mendapatkan adegan
menemui Kyai Luthfi kalau dia Anna bahwa dirinya yang tidak membosankan,
tidak terkena HIV dan ingin tidak terkena HIV via adegan di film terkesan lebih
kembali rujuk dengan Anna. email. teatrikal, akan berbeda jika
apa yang ada dalam novel
ditampilkan begitu saja tanpa
perubahan.

33
Kawistara, Vol. 5, No. 1, April 2015: 23-35

Lanjutan Tabel 1

No. Novel Film Maknanya


25. Tidak ada cerita yang menceritakan Terdapat adegan Merupakan kelanjutan adegan
bahwa setelah menikah dengan Anna jalan-jalan sebelumnya, yaitu untuk
Azzam, Anna dan adik-adik Azzam dengan Azzam dan mendapatkan suasana yang
jalan-jalan satu mobil. adik-adiknya satu mengharukan dan bahagia,
mobil. Anna bisa hidup berdampingan
dengan Azzam dan keluarganya.

SIMPULAN
karya sebagai representasi kenyataan, se­
Para pembaca novel masing-masing
dang­kan formalis memandangnya sebagai
memiliki imajinasi saat akan menonton film
representasi estetis. Meskipun model resep­
KCB berdasarkan skematanya dan tentunya
si memberikan perhatian pada sejarah
antar­pembaca memiliki skemata yang ber­
penerimaan, bukan berarti bahwa teori
beda. Saat membaca novel, pembaca meng­
resepsi merupakan sejarah asal usul.
gambarkan bagaimana tokoh-tokoh dalam
Sebaliknya, teori resepsi adalah sejarah
novel, keindahan kota Cairo, dan hal-hal lain
relasi sebab yang dicari adalah mata rantai
yang terdapat dalam novel. Umumnya jika
tanggapan pembaca. Unsur kesejarahan
gambaran dalam novel tidak sesuai dengan
dalam hubungan ini terjadi selama proses
isi filmnya, maka pembaca akan mengatakan
pembacaan berlangsung. Sejarah sastra dapat
kalau filmnya tidak bagus. Hal ini berdasarkan
dibangun semata-mata atas dasar hubungan
konsep bahwa film yang merupakan hasil
timbal balik antara karya sastra dengan
ekranisasi dari novel yang bagus adalah yang
audiens, dari penerimaan pasif menjadi aktif,
mendekati/banyak memiliki persamaan
dari norma estetis yang telah dimilikinya
dengan isi novel. Pembaca yang masuk dalam
menjadi norma baru yang diproduksinya.
kategori tersebut adalah para pembaca awam
Akhirnya, hendaknya masyarakat me­
yang belum atau kurang memahami teori
ngenal ekranisasi sehingga tidak asumtif,
sastra maupun sinematografi. Mereka itu
subjektif, dan apriori dalam memberikan
adalah masyarakat umum biasa, termasuk
penilaian terhadap karya seni (novel dan
juga tokoh agama.
film), cinta terhadap karya seni sehingga bisa
Akan tetapi, ada pula pembaca novel dan
meneladani amanat (pesan) yang terkandung
sudah menonton film KCB menilai bahwa
di dalamnya untuk diamalkan dalam ke­
filmnya bagus. Hal tersebut berdasarkan
hidupan sehari-hari, dan lebih apresiatif
konsep bahwa antar novel dengan film
dan memberikan penghargaan yang baik
merupakan dua hal yang berbeda sehingga
terhadap karya seni.
penilaian bagus dan tidaknya bukan pada
tingkat kesamaan antara novel dengan film.
Justru film KCB dinilai bagus karena bisa DAFTAR PUSTAKA
menutup kekurangan-kekurangan yang Bluestone, G. (1956). Novel Into Film. Berkeley
terdapat dalam novel. Los Angeles, London: University of
Marxis dan formalis mengabaikan pe­ California Press.
ranan pembaca, pendengar, penonton, dan Hadiansyah, F. (2006). Adaptasi Novel Biola Tak
audiens pada umumnya, dengan teori-teori Berdawai ke dalam Film: Kajian Per­
sosial lain yang mengabaikan teks. Marxis bandingan. Jakarta: PPs Universitas
(ortodoks) menganggap bahwa pembaca Indonesia.
sama dengan penulis, hanya meneliti posisi Iser, W. (1978). The Act of Readings: A Theory
sosialnya, sedangkan formalis menganggap of Aesthetic Response. London: The
pembaca sebagai subjek yang harus mengikuti Johns Hopkins University Press.
petunjuk-petunjuk teks. Marxis menganggap

34
Siti Isnaniah -- Ketika Cinta Bertasbih Transformasi Novel ke Film

Pujiati, H. (2009). Cerita Cinta tentang Dia: Pradopo, R. Dj. (2008). Beberapa Teori Sastra,
Transformasi Ideologis dari Cerpen Metode Kritik, dan Penerapannya.
ke Film Kajian Ekranisasi. Jurnal Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bulak, 4. Sangidu. (2002). Karya Syaikh Muhammad
Kolker, R. P. (2002). Film, Form, and Culture. Fadhlullah Al-Burhanpuri: Kajian
New York: Mc Graw-Hill Education. Filologis dan Analisis Resepsi.
Istanti, K. Z. (2008). Sambutan Hikayat Amir Humaniora, XIV.
Hamzah dalam Sejarah Melayu, Hikayat Sayuti, S. A. (2000). Evaluasi Teks Sastra. Yog­
Umar Umayah, dan Serat Menak. yakarta: Adicita.
Yogyakarta: FIB UGM Press. Soeratno, S. Ch.. (1991). Hikayat Iskandar Zul­
Ratna, N. K. (2005). (a). Sastra dan Cultural karnain: Analisis Resepsi. Jakarta: Balai
Studies Representasi Fiksi dan Fakta. Pustaka.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sastriyani, S. H. (2001). Karya Sastra Perancis
__________. (2009) (b). Teori, Metode, dan Abad ke-19 Madame Bovary dan
Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Resepsinya di Indonesia. Humaniora,
Pustaka Pelajar. XIII (3), 253.
Eneste, P. 1991. Novel dan Film. Flores: Teeuw, A. (1988). Sastra dan Ilmu Sastra
Penerbit Nusa Indah. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya.
Junus, U. (1985). Resepsi Sastra: Sebuah
Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

35

You might also like