You are on page 1of 103

IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF TANAMAN

KAMANDRAH (Croton tiglium) DAN BIJI JARAK PAGAR


(Jatropha curcas) SEBAGAI LARVASIDA NABATI
VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE

ADI RIYADHI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : “IDENTIFIKASI


SENYAWA AKTIF TANAMAN KAMANDRAH (Croton tiglium) DAN BIJI
JARAK PAGAR (Jatropha curcas) SEBAGAI LARVASIDA NABATI
VEKTOR DEMAM BERDARAH DENGUE” adalah benar hasil karya saya
sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan.
Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di
perguruan tinggi lain. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah
dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2008

Adi Riyadhi
G452050051
ABSTRACT

ADI RIYADHI. Chemical Composition of Plant Croton tiglium and Seed


Jatropha curcas and it is Natural Larvicidal Anti Dengue Vector.
Crude aqueous extracts and ethanol extracts of leaf Croton tiglium
(Kamandrah), wood Croton tiglium, seed Croton tiglium and seed Jatropha
curcas (Jarak pagar) and oil of Croton tiglium and Jatropha curcas were
evaluated for larvicidal potential against the Aedes aegypti mosquito. The best
extracts for larvicidal were evaluated for chemical composition. Croton tiglium oil
possessed a significantly higher larvicidal activity against the 3th instar larvae of
Aedes aegypti than Jatropha curcas oil because LC50 values Croton tiglium oil is
lower than Jatropha curcas oil, with LC50 values Croton tiglium oil of 769 ppm
for 24 h and 384 ppm for 48 h, and LC50 values Jatropha curcas oil of 1507 ppm
for 24 h and 866 ppm for 48 h. Crude aqueous extracts and ethanol extracts of leaf
Croton tiglium, wood Croton tiglium, seed Croton tiglium and seed Jatropha
curcas have not potential for larvicidal. Chemical identification achieved by GC-
MS. Qualitative analysis of Croton tiglium oil and Jatropha curcas oil revealed
the presence of piperine with library similarity at 83%-88%. Piperine is the
Piperidine alkaloids, it has also been used as an insecticide and larvicidal
mosquito. It is suggested that the Croton tiglium oil and Jatropha curcas oil
possess larvicidal properties that could be developed and used as natural larvicidal
for mosquito control.

Keyword Index: Croton tiglium, Jatropha curcas, Aedes aegypti, Piperine,


Larvicidal.
RINGKASAN

ADI RIYADHI. Identifikasi Senyawa Aktif Tanaman Kamandrah (Croton


tiglium) dan Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas) sebagai Larvasida Nabati Vektor
Demam Berdarah Dengue
Telah dilakukan uji potensi larvasida nyamuk Aedes aegypti terhadap
ekstrak air dan etanol dari daun kamandrah (Croton tiglium), batang kamandrah,
biji kamandrah dan biji jarak pagar (Jatropha curcas), serta minyak kamandrah
dan minyak jarak pagar. Ekstrak yang paling berpotensi diidentifikasi kandungan
kimianya. Minyak kamandrah lebih berpotensi sebagai larvasida Aedes aegypti
instar ke tiga di bandingkan dengan minyak jarak pagar, karena nilai LC50 minyak
kamandrah lebih kecil dibandingkan dengan minyak jarak pagar. Nilai LC50
minyak kamandrah sebesar 769 ppm untuk 24 jam pengujian dan 384 ppm untuk
48 jam pengujian, sedangkan nilai LC50 minyak jarak pagar sebesar 1507 ppm
untuk 24 jam pengujian dan 866 ppm untuk 48 jam pengujian. Ekstrak air dan
etanol dari biji jarak pagar, daun kamandrah, batang kamandrah dan biji
kamandrah tidak berpotensi sebagai larvasida. Identifikasi kandungan kimia
dilakukan pada minyak kamandrah dan minyak jarak pagar dengan menggunakan
GC-MS. Hasil analisa GC-MS diduga minyak kamandrah dan jarak pagar
mengandung senyawa piperine dengan kemiripan library sebesar 83%-88%.
Senyawa piperine adalah golongan alkaloid jenis piperidin yang biasa digunakan
sebagai larvasida untuk nyamuk. Minyak kamandrah dan minyak jarak pagar
dapat dikembangkan menjadi larvasida alami untuk mengontrol populasi nyamuk.

Kata kunci : Croton tiglium, Jatropha curcas, Aedes aegypti, Piperine,


Larvasida
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI SENYAWA AKTIF TANAMAN KAMANDRAH
(Croton tiglium) DAN BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas)
SEBAGAI LARVASIDA NABATI VEKTOR DEMAM
BERDARAH DENGUE

ADI RIYADHI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji luar komisi : Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS.
Judul Tesis : Identifikasi Senyawa Aktif Tanaman Kamandrah
(Croton tiglium) dan Biji Jarak pagar (Jatropha curcas)
sebagai Larvasida Nabati Vektor Demam Berdarah
Dengue
Nama : Adi Riyadhi
NRP : G452050051
Program Studi : Kimia

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Dyah Iswantini Pradono, M.Agr.


Ketua

Dr. Ir. Rosihan Rosman, MS. Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS.
Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB


Kimia

Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Lulus : Tanggal Ujian : 9 Januari 2008


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga Tesis ini telah berhasil diselesaikan. Judul Tesis ini ialah
“Identifikasi Senyawa aktif Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) dan Biji Jarak
pagar (Jatropha curcas) sebagai Larvasida Nabati Vektor Demam Berdarah
Dengue”. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Dyah Iswantini Pradono,
M.Agr., Bapak Dr. Ir. Rosihan Rosman, MS., Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi,
MS. dan Ibu Prof. Dr. Latifah K. Darusman, MS. yang telah banyak memberikan
bimbingan dan saran. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Endang
Puji Astuti, S.KM., Ibu Trivadila, S.Si., dan Bapak Noor Roufiq Ahmadi, S.TP,
MP., yang telah banyak membantu secara teknis selama penelitian. Terimakasih
juga disampaikan kepada UIN Syarifhidayatullah Jakarta, Tanoto Foundation dan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melalui program KKP3T yang
telah memberikan bantuan dana. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada
seluruh keluargaku atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga hasil dari karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2008

Adi Riyadhi
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang Banten pada tanggal 21 Juni 1978 dari


pasangan H. M. Syar’ie BA dan H. Sutihat yahya A.Md. Penulis merupakan putra
ke empat dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat dasar di SDN 2 Serang pada tahun
1990, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Serang, lulus pada tahun 1993, dan
Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Serang, lulus pada tahun 1996. Pada tahun
1996 penulis melanjutkan studi pada Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta
melalui jalur UMPTN dan lulus pada Agustus 2001.
Penulis pernah bekerja sebagai guru SMK Kimia PGRI Serang pada tahun
2002, kemudian pada tahun 2003 hingga sekarang bekerja sebagai tenaga pengajar
tidak tetap pada program studi pendidikan kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, program studi kimia Fakultas Sains dan Teknologi dan sebagai staf di
Laboratorium Kimia Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menikah pada tahun 2002 dengan Yusraini Dian Inayati dan telah
dikaruniai seorang putra pada tahun 2003 yang bernama Ahmad Rayhaan Yusri.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 5
1.5 Hipotesis.................................................................................... 5
2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 6
2.1 Tumbuhan Berhasiat Larvasida dan Insektisida Nabati ............ 6
2.2 Larvasida Kimia untuk Nyamuk ................................................. 10
2.3 Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) ..................................... 11
2.4 Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas)................................... 13
2.5 Nyamuk Aedes aegypti dan Proses Penularan DBD ............... 15
3 BAHAN DAN METODE ......................................................................... 19
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 19
3.2 Bahan Uji yang digunakan ...................................................... 19
3.3 Alat dan Bahan ........................................................................ 19
3.4 Metode Penelitian................................................................... 20
4 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27
4.1 Uji Karakteristik dan Uji Pendahuluan Budidaya
Tanaman Jarak pagar ............................................................ 27
4.2 Uji Karakteristik dan Uji Pendahuluan Budidaya
Tanaman Kamandrah ............................................................ 30
4.3 Uji Kadar Air dan Uji Fitokimia ............................................ 33
4.4 Pengepresan dan Ekstraksi ...................................................... 35
4.5 Uji Potensi Biji Jarak Pagar sebagai Larvasida
Aedes aegypti ....................................................................... 37
4.6 Uji Potensi Tanaman Kamandrah sebagai Larvasida
Aedes aegypti ....................................................................... 38
4.7 Penentuan Nilai LC50 Minyak Jarak Pagar
sebagai Larvasida Aedes aegypti............................................... 39
4.8 Penentuan Nilai LC50 Minyak Kamandrah
sebagai Larvasida Aedes aegypti............................................... 41
4.9 Identifikasi Senyawa Aktif yang Berpotensi sebagai
Larvasida Aedes aegyti ............................................................. 43
4.10 Identifikasi Minyak Jarak pagar ............................................... 44
4.11 Identifikasi Minyak Kamandrah ...………………………….... 54
5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 61
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 61
5.2 Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 62
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 67
DAFTAR TABEL

Halaman
1 Program pengaturan alat GC-MS ......................................................... 26
2 Kadar air sampel ................................................................................... 33
3 Hasil uji fitokimia serbuk dan ekstrak kamandrah dan jarak pagar .... 34
4 Rendemen hasil ekstrak air dan etanol kamandrah dan jarak pagar.... 36
5 Hasil uji potensi larvasida ekstrak biji jarak pagar
selama 24 jam ...................................................................................... 38
6 Hasil uji potensi larvasida ekstrak tanaman kamandrah
selama 24 jam ...................................................................................... 39
7 Hasil uji larvasida minyak jarak pagar dan sawit ................................ 40
8 Nilai Letal Consentration (LC) minyak jarak pagar dan minyak sawit ..40
9 Hasil uji larvasida minyak kamandrah ................ ................................ 42
10 Nilai Letal Consentration (LC) minyak kamandrah ............................. 42
11 Hasil identifikasi komponen minyak jarak pagar dengan
GC-MS metode I …............................................................................ 46
12 Hasil identifikasi komponen minyak jarak pagar dengan GC-MS
metode II .............................................................................................. 49
13 Hasil identifikasi komponen minyak jarak pagar dengan GC-MS
metode III............................................................................................. 52
14 Hasil identifikasi komponen minyak kamandrah dengan GC-MS
metode IV……………………………………………………………. 54
15 Hasil identifikasi komponen minyak kamandrah dengan GC-MS
metode V ………………………………………………………......... 57
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Senyawa 12-0-Tetradecanoylphorbol-13-acetate ....………………... 3
2 Profil bunga Chrysanthemum cinerariaefolium dan serbuknya........... 9
3 Profil tanaman tembakau ………………………………………….… 9
4 Profil tanaman Derris elliptica ............................................................. 10
5 Profil tanaman kamandrah (Croton tiglium) ………………………... 13
6 Profil tanaman jarak pagar (Jatropha curcas) ……………………….. 15
7 Profil nyamuk dan larva Aedes aegypti ................................................ 16
8 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti ..................................................... 17
9 Profil buah dan biji jarak pagar ............................................................ 27
10 Profil minyak jarak pagar ..................................................................... 27
11 Profil kecambah jarak pagar hari ke-enam dan ke-tujuh....................... 28
12 Profil kecambah jarak pagar hari ke-delapan dan ke-sepuluh ............... 28
13 Tanaman jarak pagar berumur 3 bulan .................................................. 29
14 Profil kepik lembing .............................................................................. 30
15 Profil buah dan biji kamandrah ............................................................ 31
16 Profil tanaman kamandrah ................................................................... 31
17 Profil kecambah kamandrah umur 17 hari ........................................... 32
18 Hama tanaman kamandrah .................................................................... 32
19 Profil minyak kamandrah dan perbandingan minyak kamandrah,
jarak pagar dan sawit ........................................................................... 35
20 Proses uji larvasida Aedes aegypti ........................................................ 37
21 Struktur Asam Oleat (Oleic acid) .......................................................... 45
22 Struktur cis-9-Hexadecenal dan 13-Octadecenal, (Z)- ….………….... 45
23 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode I ……..............….. 47
24 Struktur Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester atau Trilaurin ….. 48
25 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode II ……………...... 50
26 Gambar struktur asam linoleat (linoleic acid) ………………………… 51
27 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode III ……………... 53
28 Struktur Octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1 oxotetradecyl)
oxy]propyl ester ……………………………………….. 55
29 Kromatogram GC-MS minyak kamandrah metode IV ……………… 56
30 Kromatogram GC-MS minyak kamandrah metode V ……………… 58
31 Struktur piperine ……………………………………………………. 59
32 Struktur 2-ethyl-piperidine …………………………………………… 59
33 Contoh beberapa senyawa piperidine ………………………………… 60
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1 Diagram alir penelitian ………………………………………………. 67
2 Rendemen ekstrak air dan etanol …………………………………… 68
3 Rendemen pengepresan minyak kamandrah …………………………. 68
4 Hasil uji potensi larvasida ……………………………………………. 69
5 Nilai toksisitas minyak jarak pagar dan kamandrah terhadap
larvasida Aedes aegypti ……………………………………………… 70
6 Hasil analisis probit dengan menggunakan BioStat 2007 ………....... 72
7 Spesifikasi alat GC-MS QP2010 Shimadzu ………………………… 78
8 Program temperatur oven pada GC-MS ............................................... 82
9 Foto alat GC-MS .................................................................................. 83
10 Foto alat hydroulic pressing ................................................................. 83
11 Foto alat Moisture analysis Ohaus MB45 ............................................ 83
12 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol biji Kamandrah (B).................... 84
13 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol endosperm biji Jarak pagar (B).. 84
14 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol kulit biji Jarak pagar B)............. 84
15 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol daun Kamandrah (B)................. 85
16 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol batang Kamandrah .................... 85
17 Biosintesis piperine .............................................................................. 86
1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan wilayah Jakarta dalam status
kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue (Kompas 10 April 2007).
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan, sampai akhir Maret, jumlah
penderita DBD mencapai 4.408 pasien atau melampaui batas toleransi kejadian
luar biasa (KLB) 3.107 pasien. Obat dan vaksin untuk mencegah penyakit demam
berdarah belum ditemukan dan masih dalam proses penelitian yang belum
membuahkan hasil. Cara yang paling tepat untuk pengendaliannya adalah dengan
memutus siklus kehidupan nyamuk dengan menggunakan larvasida dan
insektisida.
Penggunaan insektisida sintetik dikenal sangat efektif, relatif murah, mudah
dan praktis, tetapi dapat berdampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu
usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mencari bahan hayati
yang lebih selektif dan aman. Insektisida nabati merupakan salah satu sarana
pengendalian hama alternatif yang layak dikembangkan, karena senyawa
insektisida dari tumbuhan mudah terurai di lingkungan, tidak meninggalkan residu
di udara, air dan tanah serta mempunyai tingkat keamanan yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan racun-racun anorganik.
Uji toksisitas beberapa tanaman telah dilakukan terhadap larva nyamuk,
seperti minyak atsiri daun Jukut (Hyptis suaveolens) (Noegroho et al. 1997),
ekstrak air dari tanaman Piper retrofractum (Chansang et al. 2005), ekstraksi daun
Annona muricata (Hamidah 2002), ekstrak tanaman Origanum onites (Cetin dan
Yanikoglu 2006) dan minyak tumbuhan yang berasal dari tanaman (Camphor,
Thyme, Amyris, Lemon, Cedarwood, Frankincense, Dill, Myrtle, Juniper, Black
Pepper, Verbena, Helichrysum and Sandalwood) yang dilaporkan memiliki
bioaktivitas sebagai larvasida nyamuk (Amer dan Mehlhorn 2006).
Aminah et al. (2001) melaporkan hormon steroid dalam buah lerak diduga
berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk, berdasarkan hasil uji
menunjukkan larva yang mati lebih panjang sekitar 1-2 mm. Saponin dalam buah
lerak dapat menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus
larva sehingga dinding traktus digestivus menjadi korosif.
Sebagian besar ekstrak tanaman yang telah diteliti aktivitasnya
membutuhkan konsentrasi yang tinggi, ekstrak tanaman yang aktif pada dosis
tinggi secara ekonomis tidak menguntungkan. Salah satu cara untuk menurunkan
dosis adalah menggabungkan dari beberapa ekstrak tanaman seperti yang
dilakukan oleh George dan Vincent (2005) yaitu dengan menggabungkan antara
ekstrak tanaman Annona squamosa dan Pongamia glabra dengan perbandingan
1 : 1 telah menurunkan nilai LC50 dari (4,361 ppm dan 1,380 ppm) menjadi 0,288
ppm. Cara lain adalah dengan mencari tanaman lain yang memiliki toksisitas
tinggi sehingga aktif pada dosis yang rendah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tumbuhan kamandrah dan jarak
pagar sebagai larvasida nabati yang efektif dan aman, sehingga hasil dari
penelitian dapat meningkatkan kontribusi tumbuhan obat dalam menanggulangi
penyakit demam berdarah dengue yang menjadi masalah nasional. Secara khusus
akan dilakukan evaluasi dari ekstrak air dan etanol dari tumbuhan kamandrah
(daun, batang dan biji) dan biji jarak pagar (kulit biji dan endosperm biji), serta
minyak dari biji kamandrah dan biji jarak pagar hasil pengepresan dengan
menggunakan hydraulic press yang mempunyai sifat toksik yang tinggi, serta
ingin mengetahui senyawa kimia yang terkandung didalamnya.
Tumbuhan Kamandrah (Croton tiglium) adalah salah satu tumbuhan beracun
yang berpotensi sebagai insektisida, seluruh bagian tanaman terutama biji adalah
beracun. Senyawa 12-0-Tetradecanoylphorbol-13-acetate (Gambar 1), hasil
isolasi dari biji kamandrah dapat membunuh 100% larva Culex pipiens instar ke
dua pada konsentrasi 0,6 ppm (Marshall et al. 2005). Senyawa 12-0-
Tetradecanoylphorbol-13-acetate (Gambar 1) juga dapat berfungsi sebagai Anti-
HIV (Singh et al. 2005). Penelitian yang dilakukan di Untan terhadap ekstrak biji
kamandrah melalui kerjasama Pusat Studi Agroindustri dan Agrobisnis (PSAA)
Untan dengan Laboratorium Hama Penyakit Fakultas Pertanian Untan diperoleh
nilai LC50 ekstrak biji kamandrah pada larva nyamuk adalah 0,06% - 0,07% atau
600 ppm - 700 ppm (Sinar Harapan 6 Februari 2002). Dzulkarnain (1989)
melaporkan dalam penelitiannya, biji Croton tiglium dari famili Euphorbiaceae
mengandung minyak yang sangat berbahaya, setetes (0,05 gram) dapat
menyebabkan diare, sedangkan dosis lebih besar sedikit lagi fatal bagi manusia.
Yuningsih dan Laba (2007) melaporkan telah melakukan uji efek toksik dari
beberapa tanaman beracun, dari berbagai ekstrak tanaman yang diuji, ekstrak yang
paling toksik adalah ekstrak biji kamandrah (Croton tiglium ). Secara patologi
anatomis ekstrak dari beberapa tanaman beracun menyebabkan pembendungan
dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari
area mukosa lambung hanya berupa selaput tipis yang berwarna transparan karena
mengalami atrofi (Yuningsih dan Laba 2007).
O O

O O

H
H
HO H

OH
O
HO

Tridecanoic acid 9a-acetoxy-4a,7b-dihydroxy-3-hydroxymethyl-1,1,6,8-tetramethyl-5-oxo-1a,1b,4,4a,5,7


a,7b,8,9,9a-decahydro-1H-cyclopropa[3,4]benzo[1,2-e]azulen-9-yl ester

Gambar 1 Senyawa 12-0-Tetradecanoylphorbol-13-acetate


Hasil studi di masyarakat menunjukkan serbuk biji kamandrah sudah biasa
digunakan oleh nelayan di pulau Komodo untuk meracuni ikan di perairan agar
mudah ditangkap tetapi masih dapat dikonsumsi (Pet 1997), sedangkan di
Kalimantan tumbuhan kamandrah biasa digunakan sebagai obat laksatif (Saputera
2007). Selain itu asap pembakaran batang dan daun kamandrah biasa digunakan
masyarakat Kalimantan sebagai pengusir nyamuk. Tanaman kamandrah di sekitar
Maluku dan Sulawesi Selatan pernah diberitakan digunakan sebagai obat KB,
sebenarnya yang terjadi adalah abortus atau bila digunakan pada masa implantasi
maka kerjanya sebagai anti implantasi, karena adanya kontraksi yang kuat pada
usus dan juga uterus (Dzulkarnain 1989).
Tumbuhan jarak pagar (Jatropa curcas) seperti halnya tumbuhan
kamandrah, merupakan tanaman beracun. Jarak pagar dan kamandrah merupakan
tanaman yang masih satu famili yaitu Euphorbiaceae. Keseluruhan bagian
tanaman jarak pagar adalah beracun, terutama bagian biji. Biji jarak pagar
mengandung protein curcin yang beracun (Stirpe et al. 1976). Hasil studi di
masyarakat, jarak pagar biasa digunakan pada bagian daun sebagai obat penyakit
koreng dan gatal-gatal, bagian biji digunakan untuk mengurangi kesulitan buang
air besar, mengobati kangker mulut rahim, obat kulit, bisul dan infeksi jamur
(Zulkifli 2005). Adebowale dan Adedire (2006) melaporkan bahwa minyak dari
biji jarak pagar dapat membunuh telur Callosobruchus maculates.
Tanaman kamandrah dan jarak pagar merupakan tanaman asli Indonesia
yang tersebar merata di seluruh Indonesia. Dilihat dari sifat toksiknya, tanaman
kamandrah dan jarak pagar memiliki potensi sebagai larvasida nyamuk Aedes
aegypti, namun demikian belum banyak penelitian yang menggunakannya, oleh
sebab itu penelitian tanaman kamandrah dan jarak pagar sebagai larvasida perlu
dilakukan. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah pencarian larvasida yang aman
bagi lingkungan, tidak berbahaya bagi manusia atau organisme non-target dan
praktis/mudah digunakan

1.2 Perumusan Masalah


Sebagian besar larvasida yang beredar dipasaran berupa bahan kimia
sintesis, penelitian larvasida nabati sebagian besar menunjukkan efektivitas yang
rendah ditunjukan oleh kecepatan membunuh larva nyamuk yang masih relatif
lambat dan nilai LC50 yang masih cukup tinggi. Tanaman kamandrah dan jarak
pagar adalah tanaman yang beracun yang berpotensi sebagai pestisida, oleh sebab
itu perlu dilakukan penelitian pada tanaman kamandrah dan jarak pagar sebagai
larvasida nyamuk vektor demam berdarah.

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengevaluasi tumbuhan obat
kamandrah dan jarak pagar sebagai larvasida nabati nyamuk Aedes aegypti yang
efektif dan aman, secara khusus akan dilakukan evaluasi ekstrak air dan etanol
dari tanaman kamandrah (daun, batang dan biji) dan biji jarak pagar (kulit dan
endosperm), serta minyak dari biji kamandrah dan biji jarak pagar hasil
pengepresan sebagai larvasida nyamuk Aedes aegypti, dan mengetahui senyawa
kimia yang terkandung didalamnya.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah inventarisasi jenis
tumbuhan yang mengandung senyawa berkhasiat sebagai larvasida nyamuk yang
dapat dimanfaatkan dalam menanggulangi penyakit demam berdarah dengue yang
menjadi masalah nasional yang selanjutnya akan berdampak dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat dan memberikan informasi senyawa yang aktif sebagai
larvasida dalam tanaman kamandrah dan jarak pagar.

1.5 Hipotesis
Tanaman Kamandrah (daun, batang dan biji) dan biji jarak pagar (kulit dan
endosperm) bersifat toksik terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Berkhasiat Larvasida dan Insektisida Nabati


Tumbuhan berkhasiat larvasida
Nyamuk Aedes aegypti pada umumnya bertelur ditempat air yang bersih,
yang biasanya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci dan
memasak, oleh sebab itu larvasida yang digunakan untuk membunuh larva
nyamuk Aedes aegypti harus memiliki sifat tidak berbau, tidak berasa, tidak
berwarna dan efektif pada konsentrasi rendah, dan tentunya tidak berbahaya bagi
manusia.
Widiyanti dan Muyadihardja (2004) melaporkan hasil uji Jamur
Metarhizium anisopliae terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Mortalitas larva
Aedes aegypti terjadi karena konidia Metarhizium anisopliae mengandung
destruxin A (C29H47O7N5), destruxin B (C25H42O6N4), destruxin C,D,E yang
dipertimbangkan sebagai bahan aktif insektisida generasi baru, destruxin berakibat
pada organela sel target menyebabkan paralisis sel dan berubahnya fungsi midgut,
tubulus malphigi dan jaringan otot.
Aminah et al. (2001) melaporkan ekstrak buah lerak bersifat toksik terhadap
larva nyamuk. Ekstrak buah lerak, diduga mengandung saponin dan hormon
steroid yang berpengaruh dalam pertumbuhan larva nyamuk. Larva yang mati
dalam perlakuan ekstrak buah lerak memperlihatkan kerusakan pada dinding
traktus digestivus. Hal ini diakibatkan karena saponin dapat menurunkan tegangan
permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus
digestivus menjadi korosif. Pupa tidak terpengaruh oleh saponin karena
mempunyai struktur dinding tubuh yang terdiri dari kutikula yang keras sehingga
senyawa saponin tidak dapat menembus dinding pupa. Ukuran larva yang mati
lebih panjang sekitar 1-2 mm dibandingkan dengan kontrol, diperkirakan terjadi
relaksasi urat daging pada larva yang mendapat makan tambahan hormon steroid.
Ekstrak daun kecubung bersifat toksik terhadap larva nyamuk. Pengamatan
pada nyamuk yang mati abnormal menunjukkan sebagian tubuh nyamuk ada yang
tersangkut selubung pupa sehingga terjadi kegagalan ekslosi. Hal ini diperkirakan
karena, alkaloid yang terkandung dalam daun kecubung dapat merangsang
kelenjar endokrin untuk menghasilkan hormon ekdison, peningkatan hormon
tersebut dapat menyebabkan kegagalan metamorfosis (Aminah et al. 2001).
Fitriana (2006), melaporkan hasil uji aktivitas larvasida minyak atsiri
kuncup bunga cengkeh (Syzygium aromatikum) terhadap larva nyamuk Anopheles
aconitus instar III diperoleh nilai LC90 sebesar 67,69 ppm.
Noegroho et al. (1997), melaporkan aktivitas larvasida minyak atsiri daun
jukut Hyptis suaveolens terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar IV memiliki
nilai LC50 dan LC90 sebesar = 393,69 ppm dan 1145,92 ppm, hasil analisis GC-MS
diperoleh 16 puncak kromatogram, dan 8 puncak yang teridentifikasi, bila
dibandingkan dengan National Institute of Standard Technology (NIST) senyawa
tersebut adalah 3-karen, bisiklo-3,1,1 heksan, beta-pinen, alfa-felandren, gama-
terpinen, 3-sikloheksan-1-ol, beta-kariofilen dan alfa-kariofilen. Tumbuhan jukut
(Hyptis suaveolens) termasuk suku Labiatae yang mengandung monoterpen dan
seskuiterpen, digunakan oleh masyarakat untuk ramuan obat tradisional, seperti
penolak serangga, anti spasmodik, dan anti rematik.
Hamidah (2002), melaporkan bahwa fraksi semi polar ekstraksi daun
Annona muricata mempunyai aktivitas larvasida tertinggi dibanding dengan fraksi
polar dan non polar, serta fraksi semi polar daun Annona muricata mempunyai
pengaruh yang paling kuat dalam menghambat penetasan telur Aedes aegypti.
kemudian diikuti fraksi polar dan non polar.
Thomas et al. (2004) melaporkan minyak yang diperoleh dari ekstrak
Ipomoea cairica, pada konsentrasi 100 ppm telah berhasil membunuh 100% larva
Culex tritaeniorhynchus dengan nilai LC50 14,8 ppm dan pada konsentrasi 120
ppm berhasil membunuh larva Aedes aegypti dengan nilai LC50 22,3 ppm dan
pada konsentrasi 120 ppm berhasil membunuh Anopheles stephensi dengan nilai
LC50 14,9 ppm dan pada 170 ppm berhasil membunuh larva Culex
quinquefasciatus dengan nilai LC50 58,9 ppm.
Cetin dan Yanikoglu (2006) melaporkan efek insektisida dari esensial oil
yang diperoleh dari tanaman Origanum onites terhadap larva Culex pipiens
diperoleh nilai LC50 sebesar 22,4 ppm dan LC90 sebesar 61,3 ppm. Efek insektisida
esensial oil yang diperoleh dari tanaman Origanum minutiflorum terhadap larva
Culex pipiens diperoleh nilai LC50 sebesar 73,8 ppm dan LC90 sebesar 118,9 ppm.
Amer dan Mehlhorn (2006) melaporkan minyak tumbuhan yang berasal dari
tanaman (Camphor, Thyme, Amyris, Lemon, Cedarwood, Frankincense, Dill,
Myrtle, Juniper, Black Pepper, Verbena, Helichrysum and Sandalwood) memiliki
bioaktivitas sebagai larvasida dengan nilai LC50 Sebesar 1 s/d 101,3 ppm untuk
Aedes aegypti, dan sebesar 9,7 – 101,4 ppm pada Anopheles stephensi dan sebesar
1-50,2 ppm pada Culex quinquefasciatus.
Thangam dan Kathiresan (1997) telah melakukan uji bioaktif larvasida
terhadap larva nyamuk Culex quinquefasciatus pada 15 spesies tanaman mangrove
(Acanthus ilicifolius, Aegiceras corniculatum, Avicennia marina, Bruguiera
cylindrica, Ceriops decandra, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, R.
lamarckii, R. mucronata, Salicornia brachiata, Sesuvium portulacastrum,
Sonneratia apetala, Suaeda maritima, S. monoica and Xylocarpus granatum) dari
ke-15 tanaman ekstrak petroleum ether dari tanaman R. apiculata yang paling
efektif dengan nilai LC50 sebesar 25,7 mg/L.
Insektisida Nabati
Insektisida nabati yaitu insektisida yang didapatkan dari tanaman. Beberapa
insektisida nabati yang umum digunakan yaitu Piretrum, Nikotin, dan Rotenon
(Opender dan Dhaliwal 2005)
Piretrum
Piretrum merupakan insektisida nabati yang dipakai untuk mengendalikan
berbagai serangga hama permukiman dan tidak berbahaya bagi mamalia. Piretrum
berasal dari ekstrak bunga Chrysanthemum cinerariaefolium (Gambar 2).
Piretrum bekerja dengan menyerang sistem syaraf pusat pada serangga sehingga
dapat melumpuhkan (knockdown) serangga secara cepat (Opender dan Dhaliwal
2005). Di indonesia sebelum maraknya penggunaan piretroid, piretrum digunakan
sebagai bahan aktif lingkaran anti nyamuk. Bahkan bahan ampas dari sisa
ekstraksi tanaman hingga kini masih digunakan sebagai campuran anti nyamuk
bakar (Hadi et al. 2006).
A B
Gambar 2 Profil bunga Chrysanthemum cinerariaefolium (A) dan serbuknya (B)
(Sumber : http://kanchanapisek.or.th)

Nikotin
Nikotin adalah suatu alkaloid yang berasal dari ekstrak tanaman tembakau
(Gambar 3). Nikotin bekerja dengan mimik/meniru asetilkholin pada
persimpangan neuromuskular binatang yang mengakibatkan kejang, konvulsi dan
kematian secara cepat. Pada serangga kejadiannya sama, namun hanya terjadi di
ganglia pada sistem saraf pusat (Opender dan Dhaliwal 2005).

Gambar 3 Profil tanaman tembakau


(Sumber : www.pnm.my)

Rotenon
Rotenon dihasilkan dari akar/rhizome dari tanaman Derris elliptica (Gambar
4). Rotenon biasa digunakan untuk reklamasi kolam untuk kolam pemancingan
yaitu dengan mengendalikan ikan yang ada, kemudian digantikan dengan spesies
ikan yang dikehendaki. Pada dosis yang disarankan rotenon merupakan
pembunuh ikan yang selektif namun tidak toksik terhadap organisme makanan
ikan yang ada serta dapat terurai secara cepat (Opender dan Dhaliwal 2005).
Sebagai insektisida, rotenon adalah racun kontak dan perut, yang membunuh
serangga secara perlahan yang diikuti dengan aktivitas berhenti makan (stop
feeding action). Rotenon banyak digunakan untuk pengendalian serangga di taman
dan kebun di sekitar rumah (Opender dan Dhaliwal 2005).
Gambar 4 Profil tanaman Derris elliptica
(Sumber : www.metafro.be)

2.2 Larvasida Kimia untuk Nyamuk


Larvasida yang digunakan untuk membunuh atau mengganggu habitat
pertumbuhan larva nyamuk pada umumnya berupa bahan kimia, larvasida
digunakan dengan tujuan untuk mengurangi populasi nyamuk di daerah
sekitarnya. Larvasida digunakan ketika musim nyamuk bertelur.
Larvasida biasa digunakan pada penampungan air dimana airnya digunakan
bagi kebutuhan sehari-hari terutama untuk minum dan masak, oleh sebab itu maka
larvasida yang digunakan harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : efektif
pada dosis rendah, tidak bersifat racun bagi manusia, tidak menyebabkan
perubahan rasa, warna dan bau pada air yang diperlakukan, dan efektivitasnya
bertahan lama.
Beberapa larvasida dengan kriteria seperti tersebut di atas, sebagian telah
digunakan secara luas (operasional) dan sebagian lainnya masih dalam tahap uji
laboratorium atau uji lapangan skala kecil. Berikut ini beberapa jenis larvasida
yang beredar dipasaran (Hadi 1997).
Temephos / Abate (C16H20O6P2S3)
Larvasida ini terbukti efektif terhadap larva Aedes aegypti dan daya
racunnya rendah terhadap mamalia. Pada program penanggulangan vektor DBD di
Indonesia, temephos sudah digunakan sejak 1976 dalam bentuk (formulasi)
butiran pasir (sand granules) dengan dosis 1 ppm.
Methoprene (C19H34O3)
Larvasida ini termasuk jenis penghambat tumbuh serangga (insect growth
regulator). Methoprene bekerja dengan menghambat proses methamorphosis
serangga. Pada uji lapangan terbukti berhasil menekan kepadatan nyamuk Aedes
aegypti selama sebulan. Methoprene dapat digunakan pada air yang diminum
dengan dosis tidak boleh lebih dari 1 mg/L.
Diflubenzuron (C14H9ClF2N2O2)
Larvasida jenis ini memiliki sifat toksik yang rendah pada manusia, namun
pada hewan uji diflubenzuron berpengaruh pada haemoglobin. Larvasida jenis ini
dapat digunakan pada air minum.

2.3 Tanaman Kamandrah (Croton tiglium )


Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) merupakan salah satu tanaman obat
yang banyak terdapat di wilayah Indonesia, sehingga tanaman ini ada yang
menamakannya Simalakian (Sumatera Barat), Ceraken (Jawa), Roengkok
(Sumatera Utara), Semoeki (Ternate), Kowe (Tidore). Di daerah kalimantan
tengah, biji tanaman kamandrah banyak dimanfaatkan masyarakat, karena
dipercaya mempunyai khasiat sebagai pencahar berat. Dengan memakan bijinya,
maka biasanya akan cepat buang air besar, akan tetapi kelebihannya tidak
menimbulkan mules pada perut (Saputera 2007). Di daerah Nusa tenggara timur,
tepatnya di pulau komodo, serbuk dari biji kamandrah biasa digunakan nelayan
untuk meracuni ikan di perairan sehingga ikan mudah ditangkap, serbuk biji
kamandrah adalah ampas dari biji setelah minyak dikeluarkan dari biji kamandrah
(Pet 1997).
Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) (Gambar 5) berupa tanaman perdu
dengan tinggi tanaman mencapai 12 meter (Duke 1983). Bentuk batang tegak,
bulat, berambut dan berwarna hijau, dengan daun tunggal, berseling dan lojong.
Bentuk tepi daun bergerigi dengan ujung yang runcing. Panjang daun sekitar 3-4,5
cm, dengan lebar daun sekitar 1-3,4 cm. Bentuk tangkai daun silindris dengan
panjang 2-2,5 cm, bentuk pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga
tanaman kamandrah majemuk dengan bentuk bulir, berada di ujung batang dengan
klopak membulat, memiliki banyak benang sari, kepala putik bulat berwarna
kuning dengan mahkota berbentuk corong berwarna kuning. Buah tanaman
kamandrah berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 cm dan berwarna hijau
dengan biji bulat telur berwarna coklat kehitam-hitaman. Akar tanaman
kamandrah adalah akar tunggang berwarna putih (Saputera 2007).

Klasifikasi tanaman kamandrah

Famili Euphorbiaceae
Genus Croton
Spesies Croton tiglium L
Nama umum/dagang Cerakin
Nama daerah Simalakian (Sumatera Barat),
Ceraken (Jawa), Roengkok
(Sumatera Utara), Semoeki
(Ternate), Kowe (Tidore),
Kamandrah (Kalimantan)

Minyak kamandrah dapat dihasilkan dari biji kamandrah melalui proses


ekstraksi atau dengan cara pengepresan dengan menggunakan mesin pengepres
biji. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui kadar lemak yang
terdapat pada biji kamandrah adalah 40,01%, protein 26,69%, serat 8,45%, abu
3,14% dan karbohidrat 15,51% (Saputera 2007).
Dzulkarnain (1989) melaporkan dalam penelitiannya, biji Croton tiglium
dari famili Euphorbiaceae mengandung minyak yang sangat berbahaya. Setetes
(0,05 gram) dapat menyebabkan diare, sedangkan dosis lebih besar sedikit lagi
fatal bagi manusia. Di sekitar Maluku dan Sulawesi Selatan bahan ini pernah
diberitakan digunakan sebagai obat KB. Sebenarnya yang terjadi adalah abortus
atau bila digunakan pada masa implantasi maka kerjanya sebagai anti implantasi,
karena adanya kontraksi yang kuat pada usus dan juga uterus (Dzulkarnain 1989).
Banerjee dan Sen (1983) melaporkan bahwa lectin dari tanaman Croton
tiglium dapat menginhibisi haemagglutination dan haemolysis cell darah merah
pada kelinci.
Gambar 5 Profil tanaman kamandrah (Croton tiglium)
(Sumber : Kebun Balittro Bogor)

Yuningsih dan Laba (2007) melaporkan telah melakukan uji efek toksik dari
beberapa tanaman beracun di antaranya daun Lelatang (Acalypha indica), biji
Karet (Ficus elastica), biji Kapok (Ceiba petandra), biji Jarak (Ricinus
communis), daun Tembakau (Nicotiana tabacum), daun Strychnuos nux vomica ,
akar/batang Tuba (Derris eliptica), daun Tikusan (Clauseva exavata), umbi
Gadung, kulit batang Ceremai, batang Kipahit (Pierasma javanica), biji
Kamandrah (Croton tiglium) dan biji Picung (Pangium edule), dari berbagai
ekstrak tanaman yang diuji, ekstrak yang paling toksik adalah ekstrak biji
kamandrah (Croton tiglium) dan ekstrak biji picung (Pangium edule). Secara
patologi anatomis ekstrak tanaman beracun tersebut menyebabkan pembendungan
dan perdarahan umum pada paru-paru, jantung dan hati dan sebagian besar dari
area mukosa lambung hanya berupa selaput tipis yang berwarna transparan karena
mengalami atrofi.
Salatino et al. (2007), melaporkan bahwa tanaman dari genus Croton
memiliki bioaktivitas anti-hypertensive, anti-inflammatory, antimalarial,
antimicrobial, antispasmodic, antiulcer, antiviral dan myorelaxant.

2.4 Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas)


Jarak pagar (Jatropha curcas) (Gambar 6) telah lama dikenal masyarakat
berbagai daerah di Indonesia, yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada
tahun 1942-an, saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman
jarak sebagai pagar pekarangan. Beberapa nama daerah tanaman Jarak pagar
antara lain; Jarak kosta, Jarak budeg (Sunda); Jarak gundul, Jarak pager (Jawa);
Kalekhe paghar (Madura); Jarak pager (Bali); Lulu mau, Paku kase, Jarak pageh
(Nusatenggara); Kuman nema (Alor); Jarak kosta, Jarak wolanda, Bindalo,
Bintalo, Tondo utomene (Sulawesi); Ai huwa kamala, Balacai, Kadoto (Maluku)
(Irwanto 2006).

Klasifikasi tanaman jarak pagar

Famili Euphorbiaceae
Genus Jatropha
Spesies Jatropha curcas L.
Nama umum/dagang Jarak pagar
Nama daerah Jarak kosta, jarak budeg (Sunda);
jarak gundul, jarak pager (Jawa);
kalekhe paghar (Madura); jarak pager
(Bali); lulu mau, paku kase, jarak
pageh (Nusa tenggara); kuman nema
(Alor); jarak kosta, jarak wolanda,
bindalo, bintalo, tondo utomene
(Sulawesi); ai huwa kamala, balacai,
kadoto (Maluku).

Jarak pagar (Jatropha curcas) seringkali salah diidentifikasi dengan tanaman


Jarak kepyar (Ricinus communis) dalam bahasa Inggris disebut ”Castor Bean”.
Tanaman Jarak pagar atau Jatropha curcas (Physic Nut) dan Ricinus communis
(Castor Bean) ini juga sama-sama banyak ditemukan di daerah tropis seperti
Indonesia, bahkan dari kedua jenis tanaman ini dapat diperoleh ekstrak minyak
dari bijinya. Hanya saja tanaman jarak Ricinus communis seringkali terkait dengan
produksi ”ricin” yaitu racun yang berbahaya dan banyak digunakan untuk
penelitian terapi penyakit kanker, sedangkan tanaman jarak Jatropha curcas
menghasilkan racun ”krusin” tetapi lebih banyak terkait dengan informasi
”biodiesel” atau ”biofuel”. Kedua tanaman ini berbeda baik dalam bentuk
morfologi tanaman maupun minyak yang dihasilkannya (Irwanto 2006).
Minyak jarak dapat dihasilkan dari daging buah biji jarak melalui proses
ekstraksi atau dengan menggunakan mesin pengepres biji. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan diketahui kadar lemak yang terdapat pada biji
jarak pagar kering adalah 46,25%, protein 18,88%, serat 15,1%, abu 2,62% dan
karbohidrat 32,25% (Zulkifli 2005).
Gambar 6 Profil tanaman jarak pagar
(Sumber : Kebun praktikum UIN Jakarta)

2.5 Nyamuk Aedes aegypti dan Proses Penularan DBD


Nyamuk adalah serangga berukuran kecil, halus, langsing, kaki-kaki atau
tungkainya panjang langsing, dan mempunyai bagian mulut untuk menusuk kulit
dan menghisap darah. Nyamuk dapat dijumpai pada ketinggian 5.000 meter di atas
permukaan laut sampai kedalaman 1.500 meter di bawah permukaan tanah di
daerah pertambangan. Nyamuk termasuk ke dalam ordo Diptera, famili Culicidae,
dengan 3 subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes,
Culex, Mansonia, Armigeres) dan Anophelinae (Anopheles). Di seluruh dunia,
dilaporkan terdapat sekitar 3100 spesies dari 34 genus. Anopheles, Culex, Aedes,
Mansonia, Armigeres, Haemagogus, Sabethes, Culiseta dan Psorophora adalah
genus nyamuk yang menghisap darah manusia dan berperan sebagai vector (Hadi
et al. 2006).
Penyakit demam berdarah dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini ada
hampir di seluruh daerah di Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih
dari 1000 meter di ataspermukaan laut (Koban 2005).
Nyamuk Aedes aegypti (Gambar 7) berukuran kecil, berwarna hitam dan
bergaris-garis putih pada kaki dan punggungnya. Nyamuk menggigit manusia
pada pagi dan sore hari (Info Ristek 2006), hanya nyamuk betina yang menggigit
dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya.
Nyamuk jantan tidak menggigit dan menghisap darah, melainkan hidup dari sari
bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk betina dapat mencapai sekitar 1 bulan.
Kepadatan nyamuk akan meningkat saat musim hujan (DEPKES 2004).

A B
Gambar 7 Profil nyamuk (A) dan larva Aedes aegypti (B)
(Sumber : www.mosquitomagnetdepot.com)

Nyamuk Aedes aegypti adalah nyamuk yang mempunyai sifat yang khas,
menggigit pada pada pagi dan sore hari. Setelah kenyang menghisap darah,
nyamuk betina perlu istirahat sekitar 2-3 hari untuk mematangkan telur. Tempat
istirahat yang disukai adalah tempat yang lembab dan kurang terang seperti kamar
mandi dan gantungan baju. Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di tempat
penampungan air bersih seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan
barang-barang bekas yang dibuang sembarangan yang pada waktu hujan terisi air.
Berdasarkan hasil penelitian Hasyimi dan Soekirno (2004), jentik nyamuk paling
banyak ditemukan di tempat penampungan air yang terbuat dari logam.
Nyamuk dewasa berkembang biak dengan cara meletakan telurnya di
dinding tempat air, sedikit di atas permukaan air. Setiap kali bertelur nyamuk
betina dapat mengeluarkan sekitar 100 butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 mm
per butir (DEPKES 2004). Telur Aedes berwarna hitam, oval dan diletakkan di
dinding wadah air, biasanya di bagian atas permukaan air. Apabila wadah air ini
mengering, telur bisa tahan (dorman) selama beberapa minggu atau bahkan bulan.
Ketika wadah air berisi air dan menutupi seluruh bagian telur, maka ia akan
menetas menjadi jentik (larva). Jentik dalam kondisi yang sesuai akan
berkembang dalam waktu 6-8 hari, dan berubah menjadi pupa (kepongpong).
Dalam waktu kurang lebih dua hari, dari pupa akan muncullah nyamuk dewasa.
(Hadi et al. 2006). Pupa nyamuk masih dapat aktif bergerak didalam air, tetapi
tidak makan dan setelah 1-2 hari akan berubah menjadi nyamuk. Jadi total siklus
hidup bisa diselesaikan dalam waktu 9-12 hari (DEPKES 2004). Siklus hidup
nyamuk dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti


(Sumber : http://biotechpestcontrols.com)

Proses penularan DBD


Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1972. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980
seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit demam berdarah. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu
terjadi KLB (kejadian luar biasa) setiap tahun. Kejadian luar biasa DBD terbesar
terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000
penduduk dan pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-
tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun
2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003) (Kristina
et al. 2004).
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2,
DEN 3 dan DEN 4. Virus itu termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus itu telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue tipe satu dan tiga (Kristina et al. 2004).
Nyamuk penular demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes
albopictus. Nyamuk Aedes aegypti berkembang biak dalam tempat penampungan
air seperti bak mandi, tempayan, drum dan vas bunga. Aedes albopictus juga
demikian tetapi biasanya lebih banyak terdapat di bagian luar rumah (Hadi et al.
2006).
Cara penularan penyakit DBD adalah melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
yang mengigit penderita DBD kemudian ditularkan kepada orang sehat. Nyamuk
Aedes aegypti lebih suka berkelana mencari mangsanya di siang hari di banding
nyamuk lain yang cenderung menyerang manusia pada malam hari. Setelah
menggigit tubuh manusia dengan cepat perutnya menjadi buncit dipenuhi kira-kira
dua hingga empat miligram darah atau sekitar 1,5 kali berat badannya. Orang yang
beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di bawah 15
tahun dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah pinggiran
kumuh (Kristina et al. 2004).
Secara umum pengendalian nyamuk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
pengendalian nonkimiawi dan kimiawi. Pengendalian non kimiawi dilakukan
dengan cara menghilangkan tempat perindukan nyamuk dan dapat juga dilakukan
dengan cara memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk seperti ikan pemakan
jentik atau larva nyamuk. Ikan pemakan jentik nyamuk adalah sejenis ikan guppy
dan Poecilia reticulata yang bersifat lebih toleran terhadap perairan yang
tercemar polutan organik. Pengendalian kimiawi dilakukan dengan cara
pemberian larvasida untuk membunuh jentik nyamuk, dan dengan cara
pengasapan (fogging) untuk membunuh nyamuk dewasa (Hadi et al. 2006).
3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka-LPPM-IPB,
Laboratorium Balittro Bogor, Laboratorium Kimia dan Kebun Praktikum
Agribisnis UIN Syarifhidayatullah Jakarta dan Laboratorium Bagian Parasitologi
dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB dari bulan Maret –
September 2007

3.2 Bahan uji yang digunakan


Bahan yang digunakan adalah daun, batang dan biji kamandrah yang telah
dikeringkan dan diperoleh dari berbagai daerah di Kalimantan Tengah (Tamiang
layang, Bambulung dan Pasar panas) yang dicampur menjadi satu. Kalimantan
Tengah adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak 111º BT hingga 116º
BT dan 0º 45´ LU serta 3º 30´ LS (Narang 2007), curah hujan 1245-5795
mm/tahun dengan hari hujan 118-154 per tahun, temperatur 26,6-28,20C dan
kelembaban udara 69-81%. Rata-rata curah hujan selama tahun 2003-2006 adalah
1699,5 mm/tahun dengan hari hujan 127,3 per tahun, temperatur 27,2 0C dan
kelembaban udara 74,45 % (BPPD 2006).
Biji Jarak pagar diperoleh dari Surfactant and Bioenergy Research Center
(SBRC) IPB Bogor yang telah dikeringkan dan diambil dari daerah Lampung
Sumatera selatan. Sumatera merupakan daerah yang beriklim tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi. Temperatur udara berkisar antara 25-27º C dengan
curah hujan rata-rata 2817 mm per tahun (LAPAN 2007).
Larva nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Laboratorium bagian
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

3.3 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah satu set alat maserasi, rotary evaporator, alat
timbang, alat pengepresan biji, GC-MS dan satu set alat dan bahan uji larvasida
nyamuk. Bahan yang digunakan adalah etanol teknis 96%, aquades, dan satu set
bahan uji fitokimia.
3.4 Metode Penelitian
Kegiatan penelitian ini terdiri dari persiapan bahan baku berupa biji, batang
dan daun dari tanaman kamandrah dan biji dari tanaman jarak pagar yang telah
dikeringkan, pengepresan dilakukan pada biji kamandrah dan biji jarak pagar,
ekstraksi menggunakan etanol teknis 96% dan air dilakukan untuk (biji, batang
dan daun) kamandrah dan (kulit biji dan endosperm biji) jarak pagar. Uji fitokimia
dari serbuk dan hasil ekstrak daun, batang dan biji akan dilakukan. Selanjutnya
akan dilakukan uji potensi dari berbagai jenis ekstrak dan minyak hasil
pengepresan sebagai lavasida Aedes aegypti, sehingga dari tahap ini akan
diperoleh ekstrak terpilih yang paling baik sebagai larvasida Aedes aegypti.
Ekstrak terpilih dilakukan uji larvasida ulangan untuk mendapatkan nilai
LC50 kemudian dianalisis dengan menggunakan GC-MS dan hasil analisis
dibandingkan dengan literatur untuk mencari senyawa yang aktif sebagai larva
nyamuk.
Persiapan bahan baku sebagai simplisia
Persiapan simplisia meliputi beberapa kegiatan, yaitu pengumpulan bahan
baku, pengeringan dan perajangan dari bagian daun kamandrah, batang
kamandrah, biji kamandrah, kulit biji jarak pagar dan endosperm biji jarak pagar.
Pengepresan biji
Biji kamandrah dan jarak pagar memiliki kandungan minyak yang cukup
besar. Salah satu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak adalah dengan cara
pengepresan (Ketaren 1996).
Pada penelitian ini dilakukan pengepresan dengan menggunakan teknik
pengepresan hidraulik. Biji yang akan dipress dimasukan kedalam kantong yang
terbuat dari kain berukuran 20 cm x 40 cm, kemudian dimasukan kedalam alat
pengepresan hidraulik, lalu ditekan semaksimal mungkin dengan diberikan
pemanasan 500C – 600C, sampai seluruh minyaknya keluar.
Ekstraksi
Ekstraksi air biji kamandrah, batang kamandrah dan biji jarak pagar (kulit
dan endosperm) dilakukan dengan cara maserasi yaitu perendaman selama 5-6
hari dengan perbandingan sampel dan air sebesar 1/7 g/ml. Ekstrak air dilakukan
dalam lemari pendingin (50C) dengan tujuan agar tidak tumbuh jamur,
berdasarkan pengalaman peneliti apabila ekstrak air dilakukan pada temperatur
ruangan (250-300C) selama lebih dari 2 hari, maka ekstrak akan berjamur.
Ekstraksi air daun kamandrah dilakukan dengan cara maserasi selama 2 x 24
jam dalam lemari pendingin, dengan perbandingan sampel dan air sebesar 1/5
g/ml pada 24 jam pertama dilanjutkan dengan maserasi ulangan selama 24 jam
kedua dengan perbandingan sampel dan air 1/3 g/ml.
Ekstraksi etanol biji kamandrah, batang kamandrah dan biji jarak pagar
(kulit dan endosperm) dilakukan dengan cara maserasi selama 5-6 hari pada
temperatur kamar (25-300C) dengan perbandingan sampel dan etanol sebesar 1/7
g/ml. Etanol yang digunakan adalah etanol 96% teknis.
Ekstrak etanol daun kamandrah dilakukan dengan cara maserasi selama 3 x
24 jam pada temperatur kamar (25-300C) dengan perbandingan sampel dan etanol
1/1 gr/ml. Etanol yang digunakan adalah etanol 96% teknis.
Hasil maserasi disaring dan filtratnya diuapkan pada temperatur 500C
dengan rotavapor vakum hingga 1/4 dari volume awal, kemudian ekstrak pekat
dikeringkan dalam vakum oven (500C) dengan cawan gelas hingga hasil ekstrak
bebas pelarut. Hal ini dilakukan untuk menghindari ekstrak kering melekat pada
labu rotavapor yang pada akhirnya akan sulit untuk dikeluarkan, sehingga
pengeringan dilanjutkan dalam cawan gelas dengan menggunakan vakum oven.
Pada proses maserasi hingga pengeringan dihindari menggunakan
temperatur tinggi maksimal 500C dengan harapan dapat menghindari kerusakan
bahan aktif dalam sampel karena pemanasan. Selanjutnya masing-masing ekstrak
kering ditimbang untuk diketahui rendemennya. Nilai rendemen diperoleh dengan
cara menghitung dengan rumus berikut ini :

E (100%  Ae )
R x100%
S (100%  As )
R = Rendemen dalam %
E = Berat ekstrak (g)
S = Berat sampel (Bahan baku)
Ae = Kadar pelarut ekstrak (apabila ekstrak kering maka Ae = 0%)
As = Kadar air sampel
Uji fitokimia (metode Harborne 1996)
Uji fitokimia yang akan dilakukan meliputi uji alkaloid, uji flavonoid, uji
tanin uji saponin, uji terpenoid, steroid, dan uji Hidrokuinon
Uji alkaloid
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dengan kloroform dan beberapa tetes
NH4OH kemudian disaring dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam
tabung reasi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2M lalu lapisan asamnya dipisahkan
dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner yang akan menimbulkan
endapan dengan warna berturut-turut merah jingga, putih dan coklat.
Uji Flavonoid
Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan dalam aquades kemudian dipanaskan
selama 5 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 ml
filtrat hasil penyaringan ditambahkan serbuk magnesium (0,5 gram), 1 ml HCl
pekat dan amil alkohol, kemudian dikocok kuat-kuat. Terbentuknya warna merah,
kuning dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya golongan
flavonoid.
Uji Tanin
Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan dalam aquades kemudian dipanaskan
selama 5 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 5 ml
filtrat hasil penyaringan ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuknya warna biru
tua atau hitam kehijauan menunjukkan terdapatnya tanin.
Uji Saponin
Sebanyak 5 gram sampel dilarutkan dalam aquades kemudian dipanaskan
selama 5 menit, lalu disaring dengan menggunakan kertas saring. Sebanyak 10 ml
filtrat hasil penyaringan digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan
pengocokan 10 ml filtrat ke dalam tabung tertutup selama 10 menit. Timbulnya
busa hingga selang waktu 10 menit (buih stabil) menunjukkan adanya saponin.

Uji terpenoid dan steroid


Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dengan 25 mL etanol panas (500)
kemudian disaring kedalam pinggan porselin dan diuapkan sampai kering. Residu
ditambahkan 1 ml dietil eter dan di homogenasikan, ekstrak dietileter dipindahkan
ke dalam lempeng tetes lalu ditambahkan 1 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes
H2SO4 pekat (Uji Liemerman-Buchard). Warna merah atau ungu menunjukkan
kandungan triterpenoid sedangkan warna hijau atau biru menunjukkan kandungan
steroid.
Uji Hidrokuinon
Sebanyak 1 gram sampel ditambah Metanol kemudian dipanaskan selama 5
menit dan disaring. Sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan beberapa tetes NaOH
10%. Warna merah yang terbentuk menunjukkan adanya hidrokuinon.

Uji potensi larvasida Aedes aegypti (metode WHO 2005)


Penelitian bagian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak
kamandrah dan jarak pagar terhadap kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti
pada stadium larva instar III. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah
satu dasar pemikiran dan sumbangan dalam pengendalian nyamuk demam
berdarah dengue.
Uji potensi sebagai larvasida Aedes aegypti dilakukan pada ekstrak etanol
dan air dari daun kamandrah, batang kamandrah, biji kamandrah, kulit biji jarak
pagar dan endosperm biji jarak pagar. Uji potensi larvasida juga dilakukan pada
minyak hasil pengepresan biji jarak pagar dan biji kamandrah. Pelarut pada uji
larvasida digunakan air aquades dengan larva Aedes aegypti instar III. Sebagai
kontrol digunakan air aquades dan kontrol larutan etanol 50%, 20% , 10%, 0,1 %,
0,01 % dan 0,001 %. Uji dilakukan dalam gelas plastik yang berisi larutan ekstrak
sebanyak 50 ml dengan jumlah larva nyamuk Aedes aegypti instar III sebanyak 20
ekor.
Uji larvasida mencari nilai LC50 dilakukan pada ekstrak yang paling
berpotensi sebagai larvasida. Uji dilakukan dalam gelas plastik yang berisi larutan
ekstrak sebanyak 200 ml dengan jumlah larva nyamuk Aedes aegypti instar III
sebanyak 25 ekor. Dari masing-masing ekstrak yang akan diuji dibuat masing-
masing 5 - 7 tingkat pengenceran dengan satu kontrol. Setiap pengujian dilakukan
lima kali ulangan dan satu kontrol. Tingkat konsentrasi larutan ditentukan dengan
uji pendahuluan, dicari nilai konsentrasi terkecil yang mampu membunuh larva
100% selama 24 jam dan nilai konsentrasi tertinggi yang tidak membunuh larva
(0%) selama 24 jam.
Cara membuat konsentrasi larutan tersebut dilakukan dengan cara
menimbang 6000 mg, 5000 mg, 4000 mg, 3000 mg, 2000 mg, 1000 mg, 500 mg,
300 mg, 100 mg dan 10 mg sampel kemudian masing-masing dilarutkan dalam 1
liter aquades untuk membuat larutan dengan konsentrasi berturut-turut 6000 ppm,
5000 ppm, 4000 ppm, 3000 ppm, 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm, 300 ppm, 100
ppm dan 10 ppm sebanyak 1 liter.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi banyaknya larva
yang mati pada masing-masing perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda
selama 24 jam dan 48 jam.
Analisis data
Untuk mencari angka kematian 50% dan 100% (LC50, LC100), analisis data
dalam penelitian ini digunakan analisis probit (Finney Method/Log normal
Distribution) dengan menggunakan software Biostat 2007.

Metode pemeliharaan larva dan nyamuk Aedes aegypti


Penetasan telur
Gelas piala 250 ml diisi dengan air dan dimasukan juga kertas saring.
Kemudian gelas piala dimasukan ke dalam kandang nyamuk. Kertas saring
berfungsi untuk menempelnya telur-telur dari nyamuk Aedes aegypti yang telah
kenyang darah. Telur akan dihasilkan sampai hari keempat setelah nyamuk makan
darah.
Kertas saring yang berisi telur-telur nyamuk kemudian dikeringkan pada
suhu kamar dan disimpan dalam wadah tertutup. Untuk penetasan telur, kertas
saring dicelupkan ke dalam nampan plastik yang berisi air dan setelah 24 jam telur
akan menetas dan tumbuh menjadi larva instar I .

Pembiakan larva
Telur-telur yang telah menjadi larva instar I kemudian akan mengalami tahap
perkembangan menjadi larva instar II, III (4 hari) dan instar IV (2 hari). Setiap 2
hari sekali larva diberi makan berupa pelet ikan sebanyak 1-2 gram. Media
pembiakan larva setiap 2 hari sekali airnya diganti. Larva akan tumbuh menjadi
pupa selama 8 hari.
Pembiakan pupa
Larva instar IV yang telah menjadi pupa kemudian dipindahkan ke dalam
gelas piala 250 ml yang berisi air. Gelas dimasukan kedalam kandang nyamuk,
maka pupa akan tumbuh menjadi nyamuk dewasa dalam 2-3 hari. Gelas piala
dikeluarkan dari kandang bila semua pupa telah menjadi nyamuk semua. Adapun
makanan dari nyamuk dewasa, yaitu air gula 10%.

Analisis GC-MS ekstrak terbaik sebagai larvasida


Analisis GC-MS dilakukan pada ekstrak yang terbaik sebagai larvasida yaitu
ekstrak yang memiliki nilai LC50 terkecil. Analisis GC-MS dilakukan dengan
menggunakan GC-MS QP2010 Shimadzu dengan automatic sampling system
yang mampu menganalisis 50 scans per detik. Kolom yang digunakan Rtx®-1MS
(Fused Silica) dengan bahan pengisi 100% dimethyl polysiloxane, yang mampu
menganalisis senyawa essential oils, hydrocarbons, semivolatiles dan pesticides.
Analisis GC-MS dilakukan dengan menggunakan pelarut n-Hexane dan Gas
pembawa Helium pada berbagai kondisi pengaturan temperatur pada alat GC-MS
(Colom, Injection, Ion Source dan Interface) agar diperoleh pemisahan yang baik
sehingga senyawa yang terdapat dalam sampel dapat diindentifikasi dengan MS
dan hasil spektra massanya dibandingkan dengan data base National Institute
Standar and Tecnology (NIST) yaitu NIST 27 dan NIST 147 selain itu
dibandingkan juga dengan database WILEY 7 yang memiliki 338.000 spektra.
Metode pengaturan alat pada GC-MS dapat dilihat pada Tabel 1. Analisis minyak
jarak pagar menggunakan metode I, II dan III, sedangkan analisis minyak
kamandrah menggunakan metode IV dan V.

Tabel 1 Program pengaturan alat GC-MS


Parameter Metode I Metode II Metode III Metode IV Metode V
Column Oven Temp (0C) 80 80 150 80 50
0
Injection Temp ( C) 230 260 250 260 310
Pressure (kPa) 34,3 56,9 26,1 56,9 69,4
Total Flow (mL/min) 66,9 91,1 43,8 91,1 122,8
Column Flow (mL/min) 0,66 0,90 0,43 0,90 1,22
Linear Velocity (cm/sec) 30 35 25 35 40
Ion Source Temp (0C) 250 250 260 250 260
Interface Temp (0C) 300 320 300 320 300
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Karakteristik dan Uji Pendahuluan Budidaya Tanaman Jarak Pagar
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap biji jarak pagar yang
meliputi bentuk biji, perbandingan berat kulit biji dan endosperm (daging) biji
serta uji fitokimia dari kulit dan endosperm biji jarak. Buah jarak pagar berbentuk
lonjong dengan ukuran 3-3,5 cm, panjang dan diameter sekitar 2,5 cm (Gambar
9). Buah jarak pagar yang dapat dimanfaatkan bijinya sebagai sumber minyak
adalah buah jarak pagar yang sudah tua, dengan ciri-ciri batas antara ruang biji
sudah nampak jelas bergaris. Minyak jarak pagar (Gambar 10) diperoleh dengan
cara pengepresan dengan menggunakan alat Hydraulic Pressing.
Setiap satu buah jarak pagar terdapat tiga biji. Biji jarak pagar yang sudah
tua berwarna hitam (Gambar 9) dan berbentuk lonjong. Panjang biji berkisar
antara 1,5-2,0 cm sedangkan diameternya berkisar 1 cm. Perbandingan berat kulit
biji jarak pagar dan endosperm (daging) biji jarak pagar pada keadaan basah
adalah 30% kulit biji dan 70% endosperm (daging) biji.

A B
Gambar 9 Profil buah (A) dan biji jarak pagar (B)

Gambar 10 Profil minyak jarak pagar


Tanaman Jarak pagar merupakan tanaman yang tahan kekeringan dan dapat
beradaptasi secara luas mulai ketinggian 7 meter sampai 1.600 meter dari
permukaan laut dengan kisaran suhu 11-38oC dan curah hujan 300-2000 mm per
tahun (Hariyadi 2005). Sesuai dengan namanya, tanaman ini awalnya secara luas
ditanam sebagai pagar untuk melindungi lahan dari serangan ternak. Tanaman ini
sering digunakan sebagai pengendali erosi dan dapat beradaptasi dengan baik di
daerah yang gersang dan tandus.
Pembibitan tanaman ini juga sangat mudah, bahan tanam dapat berasal dari
setek cabang atau batang, maupun benih. Hasil uji daya perkecambahan biji jarak
pagar yang dilakukan di Kebun Praktikum Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dari bulan Juni – September, diperoleh hasil dari 20 biji jarak pagar yang
ditanam, pada hari ke-enam ada 12 biji yang berkecambah (Gambar 11), dan pada
hari ke sepuluh tinggi tanaman jarak pagar sekitar 20-25 cm (Gambar 12). Biji
yang berkecambah pada umumnya tumbuh 5 akar dengan 1 akar tunggang dan 4
akar cabang.

A B
Gambar 11 Profil kecambah jarak pagar hari ke-enam (A) dan ke-tujuh (B)

A B
Gambar 12 Profil kecambah jarak pagar hari ke-delapan (A) dan ke-sepuluh (B)
Pada awal pertumbuhan tanaman jarak pagar sangat peka terhadap
kekeringan, untuk itu tanaman jarak pagar perlu diberi air seperlunya, agar
pertumbuhan dapat ideal tanaman perlu dipupuk, yaitu dengan menggunakan
pupuk kompos/kandang (pupuk organik). Pemberian pupuk organik disarankan
untuk memperbaiki struktur tanah. Pada prinsipnya pemberian pupuk bertujuan
untuk menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Jenis dan dosis pupuk
yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah setempat. Belum
ada dosis rekomendasi khusus untuk tanaman jarak pagar ini (Hariadi 2005).
Untuk memperoleh benih yang bermutu tinggi, panen buah dilakukan pada
saat benih telah mencapai masak fisiologis, pada jarak pagar ditandai dengan buah
telah berwarna kuning (berubah warna dari hijau menjadi kuning), bila dibuka biji
didalamnya telah berwarna hitam berkilat (Hasnan 2007).
Jarak pagar dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif. Perbanyakan
vegetatif dapat berasal dari setek cabang maupun setek pucuk. Jika menggunakan
setek cabang atau batang pilihlah yang telah cukup berkayu. Sedangkan untuk
perbanyakan generatif pilihlah benih dari biji yang telah cukup tua yaitu diambil
dari buah yang telah masak biasanya berwarna hitam. Pembibitan dapat dilakukan
di polibag atau di bedengan. Setiap polibag diisi media tanam berupa tanah
lapisan atas (top soil) dan dicampur dengan pupuk kandang. Setiap polibag
ditanami 1 (satu) benih. Tempat pembibitan diberi naungan dengan bahan dapat
berupa daun kelapa atau jerami (Hariyadi 2005). Hasil perbanyakan tanaman
jarak pagar dari biji yang dilakukan di Kebun Percobaan Agribisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Tanaman jarak pagar berumur 3 bulan


(Sumber : Kebun praktikum UIN Jakarta)
Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang beracun dan mempunyai sifat-sifat
sebagai insektisida, tetapi beberapa hama dapat menyerang tanaman ini dan dapat
menimbulkan kerusakan dan kerugian ekonomis. Salah satu seranggga yang
merupakan hama yang umum ditemukan adalah Kepik lebing (Chisochoris
javanus west), termasuk ordo Hemiptera, famili Pentatomiddae, genus chrsoris,
dengan ciri-ciri panjang badan sekitar 20 mm, antena tiga ruas lebih panjang dari
kepala, mempunyai bentuk perisai yang khas. Tubuhnya berwarna jingga
kemerahan dan terdapat garis-garis hitam jelas. Metamorfosa sederhana : telur-
nimfa - serangga - dewasa. Siklus hidup berkisar 60-80 hari. Kepik lembing
(Gambar 14) menyerang jarak pagar pada saat perbungaan menjelang
pembentukan buah dan menghisap madu, sehingga menimbulkan kerusakan pada
kapsul buah yang sedang berkembang.

Gambar 14 Profil kepik lembing


(Sumber : http//puslitbangbun.litbang.deptan.go.id)

Menurut Rumini dan Karmawati (2007) beberapa hama tanaman yang


ditemukan pada jarak pagar adalah Moluska, Valanga nigricornis (belalang), Kutu
bertepung putih (Ferrisia virgata Cockerell), rayap dan kepik lembing
(Chrysochoris javanus Westw). Menurut Asbani et al. (2007) Hama pada tanaman
jarak pagar adalah tungau dari famili Eriophyidae, kutu putih, rayap, kutu sisik
(Hemiptera : Diaspididae), kepik Chrysocoris sp dan ulat pengorok daun
(Lepidoptera).

4.2 Uji Karakteristik dan Uji Pendahuluan Budidaya Tanaman Kamandrah


Tanaman Kamandrah (Croton tiglium) (Gambar 16) berupa tanaman perdu
dengan tinggi tanaman mencapai 12 meter. Bentuk batang tegak, bulat, berambut
dan berwarna hijau, dengan daun tunggal, berseling dan lonjong (Duke 1983).
Bentuk tepi daun bergerigi dengan ujung yang runcing. Panjang daun sekitar
3-4,5 cm, dengan lebar daun sekitar 1-3,5 cm. Bentuk tangkai silindris dengan
panjang 2-2,5 cm, bentuk pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Bunga
tanaman kamandrah majemuk dengan bentuk bulir, berada di ujung batang dengan
klopak membulat, memiliki banyak benang sari, kepala putik bulat berwarna
kuning dengan mahkota berbentuk corong berwarna kuning. Buah tanaman
kamandrah (Gambar 15) berbentuk bulat dengan diameter sekitar 0,5 cm dan
berwarna hijau dengan biji bulat telur berwarna coklat kehitam-hitaman. Akar
tanaman kamandrah adalah akar tunggang berwarna putih (Saputera 2007).

A B C
Gambar 15 Profil buah (A dab C) dan biji kamandrah (B)

Gambar 16 Profil Tanaman Kamandrah


(Sumber : Kebun Balittro Bogor)

Budidaya tanaman kamandrah dilakukan dari bulan Juni-September di


Kebun Praktikum Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil uji daya
perkecambahan biji kamandrah yang diperoleh dari Kalimantan tengah, dari 20
biji kamandrah yang ditanam tidak ada satupun yang berkecambah. Uji daya
perkecambahan dilakukan dua kali, namun tetap saja tidak ditemukan biji yang
berkecambah.
Uji daya perkecambahan dilakukan juga pada biji kamandrah yang diperoleh
dari kebun Balittro Bogor. Hasil uji perkecambahan (Gambar 17) diperoleh hasil
dari 20 biji yang ditanam ada 1 biji yang berkecambah setelah 14 hari. Berbeda
dengan biji jarak pagar yang mudah berkecambah, biji kamandrah tidak mudah
berkecambah. Hasil pengamatan dilapangan di kebun Balittro Bogor, disekitar
tanam kamandrah tumbuh, banyak sekali biji kamandrah yang berjatuhan, namun
sedikit sekali biji kamandrah yang tumbuh berkecambah.
Hama tanaman kamandrah yang berhasil ditemukan dikebun Balittro Bogor,
sama dengan hama tanaman yang menyerang jarak pagar, yaitu Kepik lebing
(Chisochoris javanus west). Hama Kepik lembing (Gambar 18) menyerang
tanaman kamandrah pada bagian buah.

Gambar 17 Profil kecambah kamandrah umur 17 hari

Gambar 18 Hama tanaman kamandrah

Menurut Duke (1983) tanaman Kamandrah akan mulai berbuah setelah


tanaman berumur 3 tahun dan pada umur 6 tahun tanaman kamandrah akan
berbuah secara maksimal. Buah kamandrah sebaiknya dipetik sebelum kulit
buahnya terbuka.
4.3 Uji Kadar Air dan Uji Fitokimia
Sebelum ekstraksi dilakukan, kadar air dari masing-masing sampel
ditentukan dengan menggunakan alat moisture analysis. Hasil uji kadar air sampel
dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar air sampel


Sampel Kadar air (%)
Biji Kamandrah 6,81
Daun Kamandrah 8,38
Batang Kamandrah 8,00
Biji Jarak pagar 8,75
Kulit Biji Jarak pagar 12,57
Endosperm Biji Jarak pagar 6,29

Uji fitokimia dilakukan pada sampel serbuk dan hasil ekstrak dari daun
kamandrah, biji kamandrah, batang kamandrah, kulit biji jarak pagar dan
endosperm biji jarak pagar yang telah dikeringkan. Hasil analisis fitokimia
masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 3.
Data pada Tabel 3 memperlihatkan sampel serbuk ataupun hasil ekstrak dari
biji jarak pagar (kulit dan endosperm) dan biji kamandrah banyak mengandung
alkaloid, sedangkan bagian batang kandungan alkaloidnya lebih sedikit
dibandingkan bagian bijinya, sedangkan bagian daun kamandrah tidak
teridentifikasi kandungan alkaloidnya, data ini mendukung penelitian Saputera
(2007) bahwa biji kamandrah banyak mengandung alkaloid. Senyawa golongan
alkaloid berpotensi sebagai larvasida Aedes aegypti karena sifat toksiknya.
Senyawa flavonoid banyak terdapat pada bagian daun dan batang
kamandrah, sedangkan pada biji kamandrah dan jarak pagar tidak terdeteksi.
Senyawa terpenoid teridentifikasi pada batang kamandrah dan kulit biji jarak
pagar, sedangkan pada bagian daun kamandrah, biji kamandrah dan endosperm
biji jarak pagar tidak terdeteksi. Hasil uji fitokimia selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil uji fitokimia serbuk dan ekstrak kamandrah dan jarak pagar
Bagian Tumbuhan Alkaloid Flavonoid
Mayer Wagner Dragendorf
Serbuk daun Kamandrah - - - ++
Ekstrak air daun Kamandrah - - - -
Ekstrak etanol daun Kamandrah - - - +
Serbuk biji Kamandrah ++ ++ ++ -
Ekstrak air biji Kamandrah ++ ++ ++ -
Ekstrak etanol biji Kamandrah ++ ++ ++ -
Serbuk batang kamandrah + + + ++
Ekstrak air batang kamandrah + + + ++
Ekstrak etanol batang kamandrah + + + +
Serbuk kulit biji Jarak pagar ++ ++ ++ ++
Ekstrak air kulit biji Jarak pagar ++ ++ ++ ++
Ekstrak etanol kulit biji Jarak pagar + + + +
Serbuk endosperm biji Jarak pagar +++ +++ +++ -
Ekstrak air endosperm biji Jarak pagar + + + -
Ekstrak etanol endosperm biji Jarak pagar + + + -
Minyak Kamandrah ++ ++ ++ -
Minyak Jarak pagar + + + -
Minyak Sawit + + + -

Tabel 3 Lanjutan
Bagian Tumbuhan Saponin Terpenoid Steroid Tanin Hidrokuinon
Serbuk daun Kamandrah + - ++ ++ -
Ekstrak air daun Kamandrah + - - - -
Ekstrak etanol daun Kamandrah - - - - -
Serbuk biji Kamandrah + - + ++ -
Ekstrak air biji Kamandrah + - + ++ -
Ekstrak etanol biji Kamandrah + - + - -
Serbuk batang kamandrah + ++ - + +
Ekstrak air batang kamandrah - - - + -
Ekstrak etanol batang kamandrah + ++ - + +
Serbuk kulit Biji Jarak pagar - ++ - +++ +
Ekstrak air kulit biji Jarak pagar - - - ++ -
Ekstrak etanol kulit biji Jarak pagar - ++ - +++ +
Serbuk endosperm biji Jarak pagar + - + - -
Ekstrak air endosperm biji Jarak - - - - -
pagar
Ekstrak etanol endosperm biji Jarak + - - - -
pagar
Minyak Kamandrah + - - + -
Minyak Jarak pagar - - - - -
Minyak Sawit - - + - -
*Keterangan : - : Tidak mengandung senyawa yang diuji
+, ++, +++ : Intensitas warna / jumlah endapan
4.4 Pengepresan dan Ekstraksi
Pengepresan dilakukan pada biji jarak pagar dan biji kamandrah untuk
mendapatkan minyak. Menurut Saputera (2007) kadar minyak dalam biji
kamandrah adalah 40,01%, sedangkan menurut Zulkifli (2005) kadar minyak
dalam biji jarak pagar adalah 46,25%.
Minyak jarak pagar hasil pengepresan diperoleh dari SBRC IPB, sedangkan
minyak kamandrah dipres di Balittro Bogor dengan menggunakan pompa hidrolik
(hydraulic pressing). Berdasarkan hasil pengepresan yang dilakukan di Balittro
diperoleh hasil sebesar 24% dari biji yang tua berwarna hitam, sedangkan biji
yang muda berwarna coklat perolehan minyaknya rendah berkisar antara 5-7%.
Pengepresan biji kamandrah dipengaruhi oleh tingkat kematangan biji, biji
kamandrah yang tua dapat menghasilkan minyak yang lebih banyak dibanding
dengan biji yang muda. Minyak kamandrah yang diperoleh dari biji yang tua
digunakan untuk uji larvasida, sedangkan minyak kamandrah yang diperoleh dari
biji yang muda tidak digunakan untuk uji larvasida, hal ini dilakukan karena pada
uji pendahuluan minyak kamandrah yang diperoleh dari biji yang muda tidak
berpotensi sebagai uji larvasida.

A B1 B2 B3
Gambar 19 Profil minyak kamandrah (A) dan perbandingan minyak kamandrah
(B1), jarak pagar (B2) dan sawit (B3)
Hasil penelitian Wanita dan Hartono (2007) menunjukkan pada tingkat
kemasakan buah jarak pagar yang berwarna hijau memberikan kadar minyak
terendah yaitu 10,93% dan tingkat kemasakan buah jarak pagar berwarna hijau
kekuning sampai kuning memberikan kadar minyak tertinggi yaitu 26,98% sampai
29,38%.
Minyak kamandrah (Gambar 19) hasil pengepresan berwarna kuning pekat,
relatif lebih kental dibanding dengan minyak jarak pagar dan minyak Sawit
apabila terkena kulit minyak kamandrah dapat menyebabkan iritasi berupa rasa
panas atau pedas seperti terkena cabe, efek langsung dapat dirasakan apabila
terkena kulit muka terutama bagian sekitar hidung dan mata, oleh sebab itu dalam
penanganan minyak kamandrah harus ekstra hati-hati.
Minyak jarak pagar hasil pengepresan berwarna kuning kecoklatan, minyak
jarak pagar relatif lebih aman (kurang terasa panas/pedas) terhadap kulit dibanding
dengan minyak kamandrah. Menurut Ketaren (1986) minyak Jarak larut dalam
pelarut polar seperti ethanol 96% hal ini disebabkan dalam minyak jarak pagar
lebih banyak mengandung senyawa asam berantai pendek.
Ekstrak air dan ekstrak etanol dilakukan pada daun kamandrah, batang
kamandrah, biji kamandrah, kulit biji jarak pagar dan endosperm biji jarak pagar.
Rendemen hasil ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pengamatan secara fisik
ekstrak air biji kamandrah dan endosperm biji jarak pagar relatif lebih sulit
disaring dibanding dengan ekstrak etanolnya, hal ini disebabkan karena ukuran
partikel terlarut pada ekstrak air biji kamandrah dan endosperm biji jarak pagar
relatif lebih besar dibandingkan ekstrak etanolnya. Ekstrak air biji kamandrah
cenderung lebih keruh dibanding dengan ekstrak etanol biji kamandrah.

Tabel 4 Rendemen hasil ekstrak air dan etanol kamandrah dan jarak pagar
Sampel / Ulangan Jenis Pelarut Rendemen (%)
Biji Kamandrah Air 5,21-5,46
Biji Kamandrah Etanol 4,52-8,77
Daun Kamandrah Air 13,36
Daun Kamandrah Etanol 8,20
Batang Kamandrah Air 0,87-1,59
Batang Kamandrah Etanol 0,63 – 2,10
Kulit Biji Jarak Air 1,65-1,81
Kulit Biji Jarak Etanol 0,93-1,99
Endosperm Biji Jarak Air 6,81-10,22
Endosperm Biji Jarak Etanol 3,90-9,20

Sama halnya dengan biji kamandrah, ekstrak air endosperm biji jarak pagar
lebih keruh dibanding ekstrak etanol endosperm biji jarak pagar. Ekstrak etanol
endosperm biji jarak pagar berwarna kuning jernih sedangkan ekstrak air
endosperm biji jarak pagar berwarna kuning keruh. Ekstrak air kulit biji jarak
pagar berwarna hitam pekat, sedangkan ekstrak etanol kulit biji jarak pagar
berwarna kuning kecoklatan.Ekstrak etanol daun kamandrah berwarna hijau tua,
sedangkan ekstrak air daun kamandrah berwarna coklat. Ekstrak etanol dari
batang kamandrah berwarna coklat muda dan ekstrak air dari batang kamandrah
berwarna coklat kehitaman. Foto hasil ekstrak dapat dilihat pada Lampiran 12, 13,
14, 15 dan 16. Perbedaan warna dari berbagai macam ekstrak menunjukkan
perbedaan kandungan kimia yang terdapat didalamnya.

4.5 Uji Potensi Biji Jarak Pagar sebagai Larvasida Aedes aegypti
Uji potensi biji jarak pagar dilakukan pada ekstrak air dan etanol dari biji
jarak pagar (kulit dan endosperm) dan minyak hasil pengepresan biji jarak pagar.
Minyak jarak pagar diperoleh dari hasil pengepresan biji yang tua, karena biji yang
tua kadar minyaknya lebih tinggi dibanding dengan biji yang muda. Proses uji
larvasida dapat dilihat pada Gambar 20. Pada percobaan ini pada kontrol aquades
tidak ditemukan larva yang mati, hal ini menunjukkan pelarut air tidak
mempengaruhi kematian larva, sedangkan kontrol etanol 50%, 20%, dan 10%
dalam beberapa menit larva mati 100%, sedangkan kontrol etanol 0,1%, 0,01%
dan 0,001% tidak ditemukan larva yang mati hingga 24 jam. Hal ini menunjukkan
ekstrak tidak boleh mengandung etanol, karena etanol dapat mempengaruhi
kematian larva khususnya pada konsentrasi diatas 10%, sedangkan konsentrasi
etanol dibawah 0,1% tidak mempengaruhi. Pada percobaan ini ekstrak etanol
dikeringkan hingga berupa padatan bebas etanol. Hasil uji potensi larvasida biji
jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 5.

Gambar 20 Proses uji larvasida Aedes aegypti


Dari hasil uji potensi larvasida ekstrak biji jarak pagar (kulit dan endosperm)
dan minyak jarak pagar, dapat disimpulkan bahwa sampel yang terbaik bila dilihat
dari banyaknya kematian larva Aedes aegypti adalah minyak jarak pagar, namun
demikian minyak jarak pagar memiliki kelemahan dari segi kelarutannya, minyak
jarak pagar bersifat non polar, sehingga sulit larut dalam air. Pada tahap
selanjutnya minyak jarak pagar menjadi pilihan untuk dilakukan penentuan nilai
LC50 dan analisis kandungan kimia yang berpotensi sebagai larvasida.

Tabel 5 Hasil uji potensi larvasida ekstrak biji jarak pagar selama 24 jam
No Jenis ekstrak Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata Standar
(%) (ppm) kematian deviasi
larva (%)
1 Ekstrak air kulit biji 0,1 1000 0 0
Jarak pagar
2 Ekstrak etanol kulit biji 0,1 1000 75 0,22
Jarak pagar
3 Ekstrak air endosperm 0,1 1000 3 0,03
biji Jarak pagar
4 Ekstrak etanol 0,1 1000 43 0,15
endosperm biji Jarak
pagar
5 Minyak Jarak pagar 0,1 1000 85 0,22
(press biji)

4.6 Uji Potensi Tanaman Kamandrah sebagai Larvasida Aedes aegypti


Uji potensi tanaman kamandrah juga dilakukan pada ekstrak air dan etanol
dari tanaman kamandrah (batang, daun dan biji) dan minyak hasil pengepresan biji
kamandrah. Minyak kamandrah diperoleh dari hasil pengepresan biji yang tua,
karena biji yang tua kadar minyaknya lebih tinggi dibanding dengan biji yang
muda.
Hasil uji potensi larvasida ekstrak air dan etanol dari tanaman kamandrah
(batang, daun dan biji) dan minyak kamandrah dapat dilihat pada Tabel 6. Hasil
uji menunjukkan bahwa sampel yang terbaik yang dapat digunakan sebagai
larvasida Aedes aegypti adalah minyak kamandrah. Pada tahap selanjutnya minyak
kamandrah menjadi pilihan untuk dilakukan uji larvasida mencari nilai LC50 dan
analisis kandungan kimia yang berpotensi sebagai larvasida.
Tabel 6 Hasil uji potensi larvasida ekstrak tanaman kamandrah selama 24 jam
No Jenis ekstrak Konsentrasi Konsentrasi Rata-rata Standar
(%) (ppm) kematian deviasi
larva (%)
1 Ekstrak air daun 0,1 1000 0 0
Kamandrah
2 Ekstrak etanol daun 0,1 1000 3 0,06
Kamandrah
3 Ekstrak air biji 0,5 5000 2 0,03
Kamandrah 0,05 500 0 0
4 Ekstrak etanol biji 0,1 1000 7 0,06
Kamandrah
9 Minyak Kamandrah 0,05 500 40 0,23
(press biji)
11 Ekstrak air Batang 0,1 1000 0 0
Kamandrah
12 Ekstrak etanol Batang 0,1 1000 2 0,03
Kamandrah

4.7 Penentuan Nilai LC50 Minyak Jarak Pagar sebagai Larvasida Aedes
aegypti.
Berdasarkan uji pendahuluan potensi larvasida ekstrak biji jarak pagar (kulit
dan endosperm) dan minyak jarak pagar hasil pengepresan, maka sampel yang
paling berpotensi sebagai larvasida adalah minyak biji jarak pagar hasil
pengepresan.
Pengujian ulangan dilakukan dengan tujuan mencari nilai LC50 dilakukan
berdasarkan standar WHO, sebagai pembanding digunakan minyak sawit
kemasan. Hasil uji larvasida dapat dilihat pada Tabel 7, sedangkan nilai LC50
dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan metode
probit analisis (Finney Method/Lognormal Distribution), dengan menggunakan
software BioStat 2007.
Berdasarkan hasil uji (Tabel 8) minyak jarak pagar dapat membunuh larva
nyamuk dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding dengan minyak sawit,
hal ini menunjukkan bahwa minyak jarak pagar tidak hanya membunuh larva
secara fisik sebagaimana minyak sawit namun ada senyawa lain yang bersifat
toksik yang dapat membunuh larva nyamuk yang tidak dimiliki oleh minyak
sawit.
Tabel 7 Hasil uji larvasida minyak jarak pagar dan minyak sawit
Bahan uji Konsentrasi (ppm) Lamanya uji (Jam) Larva yang mati (%)
5000 24 95,2
4000 24 88,8
Minyak 3000 24 82,4
Biji 2000 24 48
Jarak pagar 1000 24 32,8
500 24 11,2
400 24 8,8
300 24 1,6
5000 48 96,8
4000 48 92,8
Minyak 3000 48 91,2
Biji 2000 48 68
Jarak pagar 1000 48 56,8
500 48 34,4
400 48 16,8
300 48 20,8
6000 24 41,6
Minyak 4000 24 22,4
Sawit 2000 24 16
500 24 8
300 24 7,2
6000 48 57,6
Minyak 4000 48 34,4
Sawit 2000 48 22,4
500 48 15,2
300 48 16

Tabel 8 Nilai letal consentration (LC) minyak jarak pagar, dan minyak sawit
Minyak Lamanya Uji Minyak Jarak pagar Minyak Sawit
LC (jam) (ppm) (ppm)
LC50 24 1507 17064
LC100 24 4509 309064
LC50 48 866 7714,5
LC100 48 3377,5 177072

Nilai LC50 pada pengujian 24 jam minyak jarak pagar sebesar 1507 ppm.
Nilai LC50 pada minyak jarak pagar bila dibandingkan dengan literatur masih
relatif besar, LC50 minyak atsiri daun jukut Hyptis suaveolens terhadap larva
nyamuk Aedes aegypti instar IV sebesar 393,69 ppm (Noegroho et al. 1997), LC50
minyak hasil ekstrak Ipomoea cairica terhadap larva Aedes aegypti sebesar 22,3
ppm (Thomas et al. 2004). Namun demikian minyak jarak pagar memiliki
kelebihan pada kemudahan dalam memperolehnya, bila dibandingkan dengan
minyak atsiri yang diperoleh dengan cara destilasi, minyak jarak pagar diperoleh
dengan cara dipress. Pengepresan relatif lebih mudah dibandingkan dengan
destilasi.
Minyak jarak pagar memiliki kekurangan dari segi kelarutannya pada air,
karena minyak bersifat non polar dan air bersifat polar. Perlu dilakukan formulasi
agar minyak jarak pagar dapat larut dalam air, sehingga diharapkan apabila
kelarutannya meningkat maka nilai LC50 akat menurun.

4.8 Penentuan Nilai LC50 Minyak Kamandrah sebagai Larvasida Aedes


aegypti.
Berdasarkan uji pendahuluan potensi larvasida tanaman kamandrah (daun,
batang dan biji), sampel yang paling berpotensi sebagai larvasida bila dilihat
berdasarkan besarnya konsentrasi yang dibutuhkan dan persen larva yang mati,
maka minyak hasil pengepresan biji kamandrah yang terpilih.
Pengujian ulangan dilakukan dengan tujuan mencari nilai LC50 dilakukan
berdasarkan standar WHO, sebagai pembanding digunakan minyak sawit
kemasan. Hasil uji larvasida dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai LC50 dapat dilihat
pada Tabel 10. Nilai LC50 dihitung dengan menggunakan metode probit analisis
(Finney Method/Lognormal Distribution), dengan menggunakan software BioStat
2007.
Berdasarkan hasil uji (Tabel 10), minyak kamandrah dapat membunuh larva
nyamuk dengan konsentrasi yang lebih rendah dibanding dengan minyak sawit,
hal ini menunjukkan bahwa minyak kamandrah tidak hanya membunuh larva
secara fisik sebagaimana minyak sawit namun ada senyawa lain yang bersifat
toksik yang dapat membunuh larva nyamuk yang tidak dimiliki oleh minyak
sawit.

Tabel 9 Hasil uji larvasida minyak kamandrah


Bahan uji Konsentrasi (ppm) Lamanya uji (Jam) Larva yang mati (%)
5000 24 100
4000 24 96,8
Minyak 3000 24 93,6
Biji 2000 24 79,2
Kamandrah 1000 24 57,6
500 24 28
300 24 22,4
5000 48 100
4000 48 99,2
Minyak 3000 48 100
Biji 2000 48 96
Kamandrah 1000 48 84
500 48 55,2
300 48 44,8

Tabel 10 Nilai letal consentration (LC) minyak kamandrah


Minyak Lamanya uji Minyak Kamandrah (ppm)
LC (jam)
LC50 24 769
LC100 24 2599,5
LC50 48 384
LC100 48 1259

Nilai LC50 pada pengujian 24 jam minyak kamandrah sebesar 769 ppm. Nilai
LC50 minyak kamandrah pada penelitian ini tidak berbeda jauh dengan penelitian
yang dilakukan Untan terhadap ekstrak biji kamandrah melalui kerjasama Pusat
Studi Agroindustri dan Agrobisnis (PSAA) Untan dengan Laboratorium Hama
Penyakit Fakultas Pertanian Untan diperoleh nilai LC50 ekstrak biji kamandrah
pada larva nyamuk adalah 0,06% - 0,07% atau 600 ppm - 700 ppm (Sinar Harapan
6 Februari 2002).
Dari hasil pengujian ini, dilihat dari nilai LC50 pada Tabel 8 dan Tabel 10
minyak kamandrah lebih berpotensi sebagai larvasida dibandingkan dengan
minyak jarak pagar dan minyak sawit karena minyak kamandrah mempunyai nilai
LC50 yang lebih kecil dibandingkan dengan minyak jarak pagar dan minyak sawit.
Nilai LC50 dengan lamanya uji 24 jam pada minyak kamandrah sebesar 769 ppm,
sedangkan nilai LC50 dengan lamanya uji 24 jam pada minyak jarak pagar dan
sawit berturut-turut adalah 1507 ppm dan 17064 ppm. Minyak kamandrah secara
fisik lebih kental dibandingkan minyak jarak pagar, dan dari pengalaman selama
uji, minyak kamandrah menyebabkan iritasi pada kulit sedangkan minyak jarak
pagar tidak, secara tidak langsung dapat diduga minyak kamandrah lebih toksik
dibanding minyak jarak pagar.
Nilai LC50 pada minyak kamandrah dan minyak jarak pagar bila
dibandingkan dengan literatur masih relatif besar, LC50 minyak atsiri daun jukut
Hyptis suaveolens terhadap larva nyamuk Aedes aegypti instar IV sebesar 393,69
ppm (Noegroho et al. 1997), LC50 minyak hasil ekstrak Ipomoea cairica terhadap
larva Aedes aegypti sebesar 22,3 ppm (Thomas et al. 2004). Namun demikian
minyak kamandrah dan jarak pagar memiliki kelebihan pada kemudahan dalam
memperolehnya, bila dibandingkan dengan minyak atsiri yang diperoleh dengan
cara destilasi, minyak kamandrah dan jarak pagar diperoleh dengan cara dipress.
Pengepresan relatif lebih mudah dibandingkan dengan destilasi.
Uji potensi larvasida dari minyak kamandrah dan jarak pagar memiliki
kelemahan dari segi kelarutannya pada air, karena minyak bersifat non polar dan
air bersifat polar. Perlu dilakukan formulasi agar minyak kamandrah dan jarak
pagar dapat larut dalam air, sehingga diharapkan apabila kelarutannya meningkat
maka nilai LC50 akat menurun.

4.9 Identifikasi Senyawa Aktif yang Berpotensi sebagai Larvasida Aedes


aegyti
Identifikasi senyawa aktif sebagai larvasida pada minyak kamandrah dan
minyak jarak pagar dengan menggunakan GC-MS QP2010 Shimadzu. Kolom
yang digunakan Rtx®-1MS (Fused Silica) dengan bahan pengisi 100% dimethyl
olysiloxane, yang bersifat non polar sesuai untuk analisis minyak kamandrah dan
jarak pagar yang bersifat non polar.
Analisis minyak jarak pagar dan minyak kamandrah dilakukan dengan
menggunakan gas pembawa Helium dan pelarut n-Hexane karena minyak
kamandrah dan jarak pagar bersifat non polar, maka pelarut yang digunakan
adalah pelarut non polar.
Analisis minyak kamandrah dan jarak pagar dilakukan pada berbagai kondisi
pengaturan temperatur pada alat GC-MS (Colom, Injection, Ion Source dan
Interface) agar diperoleh pemisahan yang baik sehingga senyawa yang terdapat
dalam minyak kamandrah dan jarak pagar dapat diindentifikasi dengan MS dan
hasil spektra massanya dibandingkan dengan data base National Institute Standar
and Tecnology (NIST) yaitu NIST 27 dan NIST 147 selain itu dibandingkan juga
dengan database WILEY 7.
Minyak jarak pagar dan kamandrah mengandung banyak komponen atau
senyawa yang memiliki sifat fisika yang berbeda-beda, oleh sebab itu sulit sekali
mencari kondisi yang optimum dimana semua komponen yang terkandung
didalamnya dapat teridentifikasi semua. Selain itu komponen kimia yang
terkandung didalam minyak jarak pagar dan kamandrah, sebagian besar
merupakan senyawa karbon yang berantai panjang yang memiliki beberapa
isomer, hal ini dapat menyulitkan ketika identifikasi MS karena pola fragmentasi
molekulnya hampir sama. Pada penelitian ini ditampilkan hasil identifikasi MS
dengan persen kimiripan dua terbesar dengan data base. Hal ini dilakukan untuk
menunjukkan kemungkinan-kemungkinan atau prediksi senyawa apa yang
sebenarnya ada didalam minyak kamandrah dan jarak pagar.
Hasil identifikasi senyawa dengan menggunakan GC-MS, satu persatu
semua senyawa dibandingkan dengan pustaka di beberapa website untuk mencari
senyawa apa yang aktif sebagai larvasida Aedes aegypti.

4.10 Identifikasi Minyak Jarak Pagar


Analisis GC-MS minyak jarak pagar dilakukan dengan menggunakan
metode I, metode II dan metode III.
Identifikasi minyak jarak pagar dengan menggunakan metode I
Hasil indentifikasi minyak jarak pagar dengan GC-MS metode I dapat dilihat
pada Tabel 11, gambar spektrum GC dan hasil analisis MS dapat dilihat pada
Gambar 23. Hasil spektra massanya dibandingkan dengan data base NIST 27,
NIST 147 dan WILEY 7, hasil perbandingan spektra massa dengan data base
dipilih dua komponen yang memiliki persentasi kemiripan terbesar dengan data
base.
Hasil analisis minyak jarak pagar dengan GC-MS metode I berhasil
mengidentifikasi 17 senyawa diantaranya adalah Oleic acid (Gambar 21), cis-9-
Hexadecenal dan (Z)- 13-Octadecenal (Gambar 22). Senyawa cis-9-Hexadecenal
dan (Z)- 13-Octadecenal dapat berfungsi seperti feromon (Cork 2004). Menurut
Ketaren (1986) kandungan utama minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
adalah asam oleat (oleic acid) dan asam linoleat (linoleic acid). Menurut Duke
(1983) minyak Jatropha curcas mengandung 43,1% oleic acid, 34,3% linoleic
acid, 0,20% arachidic acid, 6,9% stearic acid, 14,2% palmitic acid, 0,38%
myristic acid dan 0.12% gadoleic acid.

OH

Oleic acid

Gambar 21 Struktur Asam Oleat (Oleic acid)

cis-9-Hexadecenal

(A)

13-Octadecenal, (Z)-

(B)
Gambar 22 Struktur cis-9-hexadecenal (A) dan 13-octadecenal, (Z)- (B)
Tabel 11 Hasil identifikasi komponen minyak jarak pagar dengan GC-MS metode I
No Senyawa yang teridentifikasi* % Area % Kemiripan
Fragmentasi
-- Hexane (Pelarut) 5,94 90
1a 2,4-Decadienal, (E,Z)- 0,07 87
1b 2,4-Decadienal, (E,E)- 87
2a 2,4-Decadienal, (E,E)- 0,05 93
2b 2,4-Nonadienal 89
3a Methyl laurate 0,11 94
3b Methyl tridecanoate 94
4a Diethyl Phthalate 0,25 94
4b Ethyl phthalate 92
5a Ethyl phthalate 0,16 92
5b Diethyl Phthalate 93
6a Palmitic acid 1,08 93
6b Oleic acid 93
7a 9-Hexadecenoic acid 4,08 87
7b Oleic acid 89
8a 13-Octadecenal, (Z)- 1,52 84
8b Docos-13-enoic acid 84
9a Oleic acid 70,41 91
9b cis-9-Hexadecenal 88
10a Oleoamide 0,11 88
10b Nonadecanamide 78
11a cis-9-Hexadecenal 0,50 86
11b 9,12-Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)- 86
12a 2-Monopalmitin 0,40 91
12b 2-Monoarachidin 89
13a 9-octadecenoic acid (z)-, 2-hydroxy-1,3-propanediyl 0,88 91
ester
13b cis-9-Hexadecenal 90
14a Squalene 0,95 95
14b 2,6,10,15,19,23-Hexamethyl-2,6,10,14,18,22,-
tetracosahexaene 95
15a (2E,6E)-3,7,11-Trimethyl-2,6,10-dodecatrien-1-ol 0,10 83
15b (E,E)-7,11,15-Trimethyl-3-methylene-hexadeca- 83
1,6,10,14-tetraene
16a 2H-1-Benzopyran-6-ol, 3,4-dihydro-2,7,8-trimethyl-2- 0,54 82
(4,8,12,16,20,24,28,32-octamethyl-3,7,11,15,19,
23,27,31-tritriacontaoctaenyl)-, [r-(all-E)]- atau
plastochromanol-8
16b 1H-Benzocyclohepten-7-ol, 2,3,4,4a,5,6,7,8-octahydro- 73
1,1,4a,7-tetramethyl-, cis-
17a beta.-Sitosterol 1,17 94
17b Clionasterol 91
Ket : *(yang memiliki kemiripan dua terbesar dengan library)
Gambar 23 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode I
Identifikasi minyak jarak pagar dengan menggunakan metode II.
Hasil indentifikasi minyak jarak pagar dengan GC-MS metode II dapat
dilihat pada Tabel 12, Gambar spektrum GC dan hasil analisis MS dapat dilihat
pada Gambar 25. Komponen utama dalam minyak jarak pagar yang teridentifikasi
adalah Oleic acid dan Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester (trilaurin)
(Gambar 24). Senyawa ester adalah senyawa yang meberikan aroma dan rasa
(Ketaren 1986). Pada minyak jarak pagar senyawa ester yang teridentifikasi adalah
Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester (Gambar 24)

O O O

O O

Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester

Gambar 24 Struktur Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester atau Trilaurin


Tabel 12 Hasil identifikasi komponen minyak jarak pagar dengan GC-MS metode II
No Senyawa yang teridentifikasi* % Area % Kemiripan
Fragmentasi
-- Hexane (Pelarut) 35,90 86
1a Docosanoic acid nonyl ester 0,33 72
1b Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester 82
2a Oleic acid 11,63 91
2b cis-9-Hexadecena 90
3a 9,12-Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)- 1,55 88
3b cis-9-Hexadecenal 85
4a 9-Octadecenoic acid (Z)-, 2,3-dihydroxypropyl ester atau 0,58 90
1-Monoolein
4b 9-Octadecenoic acid (z)-, 2-hydroxy-1,3-propanediyl ester 90
5a Squalene 0,33 95
5b (2E,6E)-3,7,11-Trimethyl-2,6,10-dodecatrien-1-ol 90
6a 2H-1-Benzopyran-6-ol, 3,4-dihydro-2,7,8-trimethyl-2- 0,23 81
(4,8,12,16,20,24,28,32-octamethyl-3,7,11,15,19,23,27,31-
tritriacontao
6b 1H-Benzocyclohepten-7-ol, 2,3,4,4a,5,6,7,8-octahydro- 73
1,1,4a,7-tetramethyl-, cis-
7a beta.-Sitosterol 0,11 92
7b gamma.-Sitosterol 91
8a Hexadecanoic acid, 2-[(1-oxododecyl)oxy]-1,3- 3,09 74
propanediyl ester
8b Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester 82
10a Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester / Trilaurin 66,11 86
10b Tetradecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester 68
Ket : *(yang memiliki kemiripan dua terbesar dengan library)
Gambar 25 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode II
Identifikasi minyak jarak pagar dengan menggunakan metode III
Hasil indentifikasi minyak jarak pagar dengan GC-MS metode III dapat
dilihat pada Tabel 13, Gambar spektrum GC dan hasil analisis MS dapat dilihat
pada Gambar 27. Komponen utama dalam minyak jarak pagar yang teridentifikasi
adalah oleic acid dan linoleic acid (Gambar 26). Komponen yang lain yang
teridentifikasi adalah piperine (Gambar 31) atau 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-
oxo-2,4-pentadienyl]-, (E,E)- Piperidine, yaitu suatu golongan alkaloid jenis
piperidin.
Analisis GC-MS minyak jarak pagar dengan menggunakan metode III
berhasil mengidentifikasi senyawa piperine, bila dibandingkan dengan library
kemiripan fragmentasi MS sebesar 83%. Berdasarkan hasil analisis GC-MS
diduga minyak jarak pagar mengandung senyawa piperine yang berfungsi sebagai
larvasida Aedes aegypti.
Senyawa piperine adalah senyawa yang berpotensi sebagai larvasida nyamuk
Aedes aegypti, berdasarkan penyelusuran pustaka, sudah banyak senyawa
golongan piperidin alkaloid yang diisolasi dari berbagai macam tanaman dan
berpotensi sebagai larvasida dan insektisida. Menurut Simas et al. (2007) LC50
piperine yang berasal dari tanaman Piper nigrum pada larva nyamuk Aedes
aegypti adalah 1,53 ppm.

OH

Linoleic acid
Gambar 26 Struktur asam linoleat (linoleic acid)
Tabel 13 Hasil identifikasi komponen minyak jarak pagar dengan GC-MS metode III
No Senyawa yang teridentifikasi* % Area % Kemiripan
Fragmentasi
--- Hexane (pelarut) 61,75 86
1a (2E,4E)-2,4-Decadienal 0,04 90
1b 2,4-Nonadienal 88
2a Oleic acid 21,76 88
2b 9-Decenoic acid 84
3a 9-Decenoic acid 7,99 84
3b Oleic Acid 88
4a Linoleic acid 49,47 89
4b 1-Octadecyne 87
5a 9-Hexadecenoic acid 0,29 80
5b 9-Octadecene, (E)- 79
6a cis-9-Hexadecenal 0,37 87
6b 13-Octadecenal, (Z)- 86
7a 13-Octadecenal, (Z)- 0,72 90
7b cis-9-Hexadecenal 91
8a (2E,6E)-3,7,11-Trimethyl-2,6,10-dodecatrien-1-ol 0,13 83
8b Squalene 88
9a Squalene 1,19 95
9b (2E,6E)-3,7,11-Trimethyl-2,6,10-dodecatrien-1-ol 89
10a Piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4- 1,18 83
pentadienyl]-, (E,E)- / Piperine
10b Piperic acid 66
Ket : *(yang memiliki kemiripan dua terbesar dengan library)
Gambar 27 Kromatogram GC-MS minyak jarak pagar metode III
4.11 Identifikasi Minyak Kamandrah
Analisis GC-MS minyak kamandrah dilakukan dengan menggunakan
metode IV dan metode V.
Identifikasi minyak kamandrah dengan menggunakan metode IV
Hasil indentifikasi minyak kamandrah dengan GC-MS metode IV dapat
dilihat Tabel 14, gambar spektrum GC dan hasil analisis MS dapat dilihat pada
Gambar 29.

Tabel 14 Hasil identifikasi komponen minyak Kamandrah dengan GC-MS Metode IV


No Senyawa yang teridentifikasi* % Area % Kemiripan
Fragmentasi
1a 1-Butanol, 2-methyl- 4,31 89
1b Pentane, 3-methyl- 88
2a 11-Hexadecenal, (Z)- 0,80 81
2b 13-Octadecenal, (Z)- 81
3a trans-Caryophyllene 0,03 90
3b cis-caryophyllene 90
4a Oleic Acid 9,72 90
4b 9-Hexadecenoic acid 87
5a Eicosanoic acid, 2-hydroxy-1-(hydroxymethyl)ethyl ester 0,06 82
5b Octadecanoic acid, 2,3-dihydroxypropyl ester 78
6a 13-Octadecenal, (Z)- 0,31 87
6b cis-9-Hexadecenal 87
7a cis-9-Hexadecenal 0,36 90
7b 1,2-15,16-Diepoxyhexadecane 89
8a Squalene 0,04 90
8b (2E,6E)-3,7,11-Trimethyl-2,6,10-dodecatrien-1-ol 86
9a Piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4- 0,47 85
pentadienyl]-, (E,E)- / Piperine
9b Piperic acid 65
10a gamma.-Tocopherol 0,09 84
10b beta.-Tocopherol 82
11a beta.-Sitosterol 0,17 92
11b gamma.-Sitosterol 90
12a Octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1- 35,57 85
oxotetradecyl)oxy]propyl ester
12b Hexadecanoic acid, 2-[(1-oxotetradecyl)oxy]-1,3- 78
propanediyl ester
Ket : *(yang memiliki kemiripan dua terbesar dengan library)

Hasil analisis minyak kamandrah dengan menggunakan metode IV berhasil


mengidentifikasi 12 senyawa. Salah satunya adalah senyawa ester yaitu
Octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1-oxotetradecyl)oxy]propyl
ester (Gambar 28), senyawa ester berfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa
(Ketaren 1986). Teridentifikasi juga senyawa yang berfungsi sebagai feromon
yaitu (Z)-13-Octadecenal dan cis-9-Hexadecenal.
Hasil analisis GC-MS pada minyak kamandrah dengan menggunakan
metode IV diduga minyak kamandrah mengandung senyawa piperine (Gambar
31) dengan kemiripan fragmentasi MS sebesar 85%. Piperine termasuk dalam
golongan alkaloid piperidin yang biasa digunakan sebagai larvasida dan
insektisida.

O O O

O O

Octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1-oxotetradecyl)oxy]propyl ester

Gambar 28 Struktur Octadecanoic acid, 3-[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1-


oxotetradecyl)oxy]propyl ester
Gambar 29 Kromatogram GC-MS minyak kamandrah metode IV
Identifikasi minyak kamandrah dengan menggunakan metode V
Hasil indentifikasi minyak kamandrah dengan GC-MS metode V dapat
dilihat pada Tabel 15, Gambar spektrum GC dan hasil analisis MS dapat dilihat
pada Gambar 30.

Tabel 15 Hasil identifikasi komponen minyak kamandrah dengan GC-MS metode V


No Senyawa yang teridentifikasi % Area % Kemiripan
Fragmentasi
1a 9-Octadecen-1-ol, (Z)- 0,66 90
1b 1,10-Decanediol 88
2a 1,2-Benzenedicarboxylic acid, diethyl ester atau Ethyl 1,09 96
phthalate
2b 2,4-Imidazolidinedione, 1-[[(5-nitro-2-furanyl) 89
methylene]amino]-
3a Linoleic acid 48,32 90
3b Oleic Acid 88
4a 9-Octadecenal, (Z)- 2,68 85
4b 9,12-Octadecadienoyl chloride, (Z,Z)- 85
5a Propyleneglycol monoleate atau 3-Hydroxypropyl 1,57 87
(8Z)-8-octadecenoate
5b Linoleic acid 87
6a Piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4- 1,92 88
pentadienyl]-, (E,E)- atau Piperine
6b Piperic acid 66
Ket : *(yang memiliki kemiripan dua terbesar dengan library)

Dari Tabel 15 hasil analisis minyak kamandrah dengan menggunakan


metode V berhasil teridentifikasi komponen utama adalah linoleic acid. Asam
linoleat (linoleic acid) merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada minyak
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (Ketaren 1986). Menurut Duke (1983)
minyak Croton tiglium mengandung 37,0% oleic acid, 19,0% linoleic acid, 1.5%
arachidic acid, 0.3% stearic acid, 0.9% palmitic acid, 7.5% myristic acid, 0.6%
acetic acid, 0.8% formic acid dan sedikit lauric, tiglic, valeric, dan butyric.
Selain itu diduga minyak kamandrah mengandung senyawa piperine
(Gambar 31) dengan kemiripan fragmentasi bila dibandingkan dengan library
adalah 88%. Piperine (Gambar 31) termasuk dalam golongan alkaloid piperidin
yang biasa digunakan sebagai larvasida dan insektisida.
Gambar 30 Kromatogram GC-MS minyak kamandrah metode V
Piperine adalah suatu senyawa alkaloid yang banyak ditemukan pada
tanaman diantaranya adalah Piper ningrum atau Black pepper dan Piper longum
atau Long pepper. Piperine adalah trans-trans stereoisomer dari 1-
piperoylpiperidine atau disebut juga (E, E)-1-piperoylpiperidine dan (E, E)-1-[5-
(1, 3-benzodioxol-5-y1)-1-oxo-2, 4-pentdienyl] piperidine. Salah satu senyawa
golongan piperidine yang telah diteliti sebagai pembunuh nyamuk Aedes aegypti
adalah 2-ethyl-piperidine (Pridgeon et al. 2007).

O
Piperidine, 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-pentadienyl]-, (E,E)-

Gambar 31 Struktur Piperine

NH

2-ethyl-piperidine
Gambar 32 Struktur 2-ethyl-piperidine

Senyawa golongan piperidine yang lain yaitu pipernonaline telah berhasil di


ekstrak oleh Yang et al. (2002) dari tanaman Piper longum dan dilaporkan
menunjukkan aktivitas sebagai larvasida Aedes aegypti.
Bandara et al. (2000) melaporkan telah berhasil mendapatkan senyawa
golongan piperidine dari Microcosm paniculata yaitu N-Methyl-6 beta-(deca-
1',3',5'-trienyl)-3 beta-methoxy-2 beta-methyl piperidine yang menunjukkan
aktivitas sebagai larvasida Aedes aegypti instar ke dua.
Pridgeon et al. (2006) telah berhasil mensintesis senyawa golongan
piperidine yaitu 1-undec-10-enoyl-piperidine dan 2-ethyl-1-undec-10-enoyl-
piperidine (Gambar 33) dan Piperine [(E, E)-1-piperoyl-piperidine], dan diuji
sebagai adulticides Aedes aegypti.

O O

2-ethyl-1-undec-10-enoyl-piperidine 1-undec-10-enoyl-piperidine

Gambar 33 Contoh beberapa senyawa piperidine

Hasil identifikasi minyak kamandrah dan jarak pagar menunjukkan


keduanya diduga mengandung senyawa piperine, yang menurut kajian pustaka
berpotensi sebagai larvasida Aedes aegypti. Minyak kamandrah dan jarak pagar
sama-sama mengandung asam oleat dan asam linoleat sebagai kandungan utama,
menurut Ketaren (1986) minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan mengandung
banyak asam oleat dan asam linoleat. Perbedaan minyak kamandrah dan minyak
jarak pagar adalah pada senyawa ester yang berfungsi sebagai pemberi rasa dan
aroma. Pada minyak kamandrah senyawa esternya adalah Octadecanoic acid, 3-
[(1-oxohexadecyl)oxy]-2-[(1-oxotetradecyl)oxy]propyl ester, sedangkan pada
minyak jarak pagar adalah Dodecanoic acid, 1,2,3-propanetriyl ester.
Hasil studi pustaka beberapa senyawa yang berhasil terdeteksi oleh GC-MS
pada minyak kamandrah dan jarak pagar, ditemukan senyawa yang bersifat toksik,
dan ada pula senyawa yang bersifat seperti feromon. Senyawa yang diduga bersifat
toksik sebagai larvasida nyamuk adalah 1-[5-(1,3-benzodioxol-5-yl)-1-oxo-2,4-
pentadienyl]-,(E,E)-Piperidine atau disebut juga piperine, sedangkan senyawa
yang dapat berfungsi seperti feromon adalah yaitu (Z)-13-Octadecenal dan cis-9-
Hexadecenal.
5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1 Hasil uji potensi larvasida Aedes aegypti menunjukkan minyak kamandrah
(Croton tiglium) lebih berpotensi sebagai larvasida dibanding minyak jarak
pagar (Jatropha curcas) karena nilai LC50 minyak kamandrah lebih kecil
dibandingkan dengan minyak jarak pagar. Nilai LC50 untuk 24 jam pada
minyak kamandrah adalah 769 ppm atau 0,0769% dan minyak jarak pagar
adalah 1507 ppm atau 0,1507%. Sedangkan ekstrak air dan etanol dari kulit
biji jarak pagar, endosperm biji jarak pagar, daun kamandrah, batang
kamandrah dan biji kamandrah tidak berpotensi sebagai larvasida.
2 Hasil analisis minyak kamandrah dan jarak pagar dengan menggunakan GC-
MS menunjukkan bahwa senyawa aktif yang diduga sebagai larvasida Aedes
aegypti adalah piperine yaitu suatu alkaloid golongan piperidine.

5.2 Saran
1 Perlu adanya kajian hubungan karakteristik lingkungan dan kemasakan biji
terhadap senyawa yang terkandung didalamnya.
2 Perlu adanya kajian khusus analisis kualitatif dan kuantitatif piperine pada
minyak kamandrah dan minyak jarak pagar dan identifikasi lanjut senyawa
lain yang aktif sebagai larvasida Aedes aegypti.
3 Perlu adanya kajian formulasi minyak kamandrah dan minyak jarak pagar agar
mudah larut dalam air.
DAFTAR PUSTAKA

Adebowale KO, Adedire CO. 2006. Chemical composition and insecticidal


properties of the underutilized Jatropha curcas seed oil. Afr J Biotechnol 5
(10): 901-906.

Amer A, Mehlhorn H. 2006. Larvicidal effects of various essential oils against


Aedes, Anopheles, and Culex larvae (Diptera, Culicidae). J Parasitol Res 99
(4): 466-472

Aminah NS, Sigit SH, Partosoedjono S, Chairul. 2001. S. rarak, D. metel dan E.
prostate sebagai Larvisida Aedes aegypti. Cermin Dunia Kedokteran 131:
7-9

Asbani N, Amir AM, Subiyakto. 2007. Inventarisasi hama tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.). Prosiding lokakarya-II status teknologi tanaman jarak
pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Bandara KA, Kumar V, Jacobsson U, Molleyres LP. 2000. Insecticidal piperidine


alkaloid from Microcos paniculata stem bark. J Phytochem 54(1): 29-32

Banerjee KK, Sen A.1983. Haemolysis of rabbit erythrocytes by a lectin from the
seeds of Croton tiglium. J Biosci 5(1):121–129.

BPPD. 2006. Kabupaten Barito Timur dalam angka. Kerjasama Badan


Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Barito Timur dengan Badan
Pusat Statistik Kabupaten Barito Selatan.

Cetin H, Yanikoglu A. 2006. A study of the larvicidal activity of Origanum


(Labiatae) species from southwest Turkey. J Vect Ecol 31(1): 118-122.

Cork A. 2004. A pheromone manual. Reader in chemical ecology, Natural


Resources Institute University of Greenwich UK.

Chansang U, Zahiri NS, Bansiddhi J, Boonruad T, Thongsrirak P, Mingmuang J,


Benjapong N, Mulla MS. 2005. Mosquito larvicidal activity of aqueous
extracts of long pepper (Piper retrofractum Vahl) from Thailand. J Vect
Ecol 30(2): 195-200

DEPKES. 2004. Perilaku dan siklus hidup nyamuk Aedes aegypti. Buletin harian
Tim Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan RI. Edisi10 Maret 2004.

Duke JA. 1983. Handbook of Energy Crops.


http://www.hort.purdue.edu/newcrop/duke_energy [3 Desember 2007]

Dzulkarnain B. 1989. Obat tradisional tidak tanpa bahaya. Cermin Dunia


Kedokteran 59: 7-10.
Fitriana D. 2006. Uji aktivitas larvasida minyak atsiri kuncup bunga cengkeh
(Syzygium Aromatikum (L.) Meer. & Perry) terhadap larva nyamuk
Anopheles aconitus instar III. [Skripsi]. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiah Surakarta.

George S, Vincent S. 2005. Comparative efficacy of Annona squamosa Linn. and


Ponamia glabra Vent. to Azadirachta indica A. Juss against mosquitoes. J
Vect Borne dis 42:159-163.

Hadi S. 1997. Berbagai cara pemberantasan larva Aedes aegypti. Cermin Dunia
Kedokteran 119: 32-34.

Hadi UK, Sigit SH, Gunandini DJ, Soviana S, Wirawan IA, Chalidaputra M,
Rivai M, Priyambodo S, Yusuf S, Utomo S. 2006. Hama pemukiman
indonesia. Unit Kajian Pengendalian Hama Pemukiman FKH IPB. Bogor

Hamidah. 2002. Pengaruh berbagai fraksi daun Annona muricata terhadap


perkembangan dan mortalitas larva Aedes aegypti. University Research
Report; JIPTUNAIR/2002-09-06. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Airlangga Surabaya.

Harborne JB. 1996. Metode fitokimia. Terjemahan Padmawinata K & Soediro L.


Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Hariyadi MS. 2005. Budidaya tanaman jarak (Jatropha curcas) sebagai sumber
bahan alternatif biofuel. http://www.ristek.go.id [17 september 2007]

Hasnan. 2007. Status perbaikan dan penyediaan bahan tanaman jarak pagar
(Jatropha curcas L.). Prosiding lokakarya-II status teknologi tanaman jarak
pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Hasyimi M, Soekirno M. 2004. Pengamatan tempat perindukan Aedes aegypti


pada tempat penampungan air rumah tangga pada masyarakat pengguna air
olahan. J ekol kes 3(1): 37-42

Info Ristek. 2006. Demam berdarah dengue (DBD). Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Info Ristek 4(1). 12 p

Irwanto. 2006. Pengembangan tanaman jarak (Jatropha curcas L) sebagai sumber


bahan bakar alternatif. http://www.irwantoshut.com [6 Mei 2007].

Ketaren S. 1986. Pengantar teknologi minyak dan lemak pangan. Jakarta: Penerbit
UI-Press.

Koban AW. 2005. Kebijakan pemberantasan wabah penyakit menular: Kasus


kejadian luar biasa demam berdarah dengue (KLB DBD). The Indonesian
Institute. www.theindonesianinstitute.com [8 Desember 2007]
Kompas. 2007. Jakarta dinyatakan KLB demam berdarah dengue. Harian Koran
Kompas 10 April 2007: 1

Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Kajian kesehatan demam berdarah dengue.


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan
Jakarta Indonesia.

LAPAN. 2007. Laporan pemantauan cuaca dan iklim di Indonesia bulan


september 2007. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi
Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jakarta

Marshall GT, Klocke JA, Lin LJ, Kinghorn AD. 2005. Effects of diterpene esters
of tigliane, daphnane, ingenane, and lathyrane types on pink bollworm,
Pectinophora gossypiella saunders (Lepidoptera: Gelechiidae). J Chem Ecol
11(2):191-206.

Narang AT. 2007. Mengintegrasikan pembangunan di segala bidang, guna


mewujudkan kalimantan tengah yang sejahtera dan bermartabat. Serial
tulisan gubernur kalimantan tengah. http://www.kalteng.go.id [8 desember
2007]

Noegroho, Srimulyani, Mulyaningsih. 1997. Aktivitas larvasida minyak atsiri


daun jukut Hyptis suaveolens (L) Poit, terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti, instar IV dan analisis Kromatografi Gas - Spektroskopi Massa. Maj
Farm Ind (MFI) 8(4): 11

Opender K, Dhaliwal GS. 2005. Phytochemical biopesticides. Harword Academic


Publishers India

Pet J, 1997. Destructive fishing methods in and around Komodo National Park.
SPC Live Reef Fish Information Bulletinm [May 1997]

Pridgeon JW, Becnel JJ, Meepagala KM, Clark GG. 2006. Synthesis and
structure-activity relationships of 1-undec-10-enoyl-piperidines as
adulticides against the yellow fever mosquito Aedes aegypti (Diptera:
Culicidae). The 2006 ESA Annual Meeting, December 10-13, 2006

Pridgeon JW, Meepagala KM, Becnel JJ, Clark GG, Pereira RM, Linthicum KJ.
2007. Structure-Activity Relationships of 33 Piperidines as Toxicants
Against Female Adults of Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). J Med
Entomol 44(2): 263-269.

Rumini W, Karmawati E. 2007. Hama pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas
L.). Prosiding lokakarya-II status teknologi tanaman jarak pagar. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.a

Salatino A, Faria ML, Giuseppina N. 2007. Traditional uses, chemistry and


pharmacology of Croton species (Euphorbiaceae). J Braz Chem Soc 18(1):
11-33.
Saputera. 2007. Karakterisasi bioaktif biji Kamandrah (Croton tiglium L.) dan
pengembangan teknologi proses ekstrak terstandar sebagai bahan laksatif
[Desertasi]. Seminar Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor 2007.

Simas NK, Lima EC, Kuster RM, Lage CLS, Oliveira F, Alfredo MT. 2007.
Potential use of Piper nigrum ethanol extract against pyrethroid-resistant
Aedes aegypti larvae Fonte. Rev Soc Bras Med Trop 40(4) : 405-407

Sinar Harapan. 2002. Tanaman kemandah pembunuh jentik nyamuk demam


berdarah. Harian Umum Sinar Harapan 6 Februari 2002: 1

Singh IP, Bharate SB, Bhutani KK. 2005. Anti-HIV natural products. Current
Science 89(2): 269-290.

Stirpe F, Pession-Brizzi A, Enzo L, Strocchi P, Lucio M, Simonetta S. 1976.


Studies on the proteins from the seeds of Croton tiglium and Jatropha
curcas. Biochem J 156(1): 1-6

Thomas TG, Rao S, Lal S. 2004. Mosquito larvicidal properties of essential oil of
an indigenous plant, Ipomoea cairica Linn. Jpn J Infect Dis 57: 176-177.

Thangam S, Kathiresan. 1997. Mosquito larvicidal activity of mangrove plant


extracts and synergistic activity of Rhizophora apiculata with Pyrethrum
against Culex quinquefasciatus. Form Int J Pharm 35(1): 69-71

Wanita YP, Hartono J. 2007. Pengaruh tingkat kemasakan buah terhadap kadar
minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.). Prosiding lokakarya-II status
teknologi tanaman jarak pagar. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan.

Widiyanti N, Muyadihardja S. 2004. Uji toksisitas Jamur Metarhizium anisopliae


terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Med Litbang Kes 14(3): 25-30

WHO. 2005. Guidelines for laboratory and field testing of mosquito larvicides.
World Health Organization Communicable Disease Control, Prevention and
Eradication WHO Pesticide Evaluation Scheme.

Yang YC, Lee SG, Lee HK, Kim MK, Lee SH, Lee HS. 2002. A piperidine amide
extracted from Piper longum L. fruit shows activity against Aedes aegypti
mosquito larvae. J Agric Food Chem. 50(13):3765-3767

Yuningsih RD, Laba U. 2007. Efek toksiko-patologik beberapa tanaman beracun


pada mencit dalam upaya mencari zat pengganti racun strychnine untuk
pemberantasan penyakit rabies pada anjing [Abstrak].
http://peternakan.litbang.deptan.go.id [21 Maret 2007]

Zulkifli N. 2005. Proses pembuatan minyak jarak sebagai bahan bakar alternatif.
Laporan penelitian tim Departemen Teknologi Pertanian USU Medan.
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir penelitian

PREPARASI TANAMAN
(DAUN, BATANG DAN BIJI)

* Keterangan : Jarak pagar (Kulit Biji dan Endosperm Biji)


UJI FITOKIMIA
Kamandrah (Daun, Batang dan Biji)

EKSTRAK AIR DAUN, EKSTRAK ETANOL DAUN,


PENGEPRESAN BIJI
BATANG DAN BIJI BATANG DAN BIJI
EKSTRAK TERPILIH

UJI POTENSI LARVASIDA UJI POTENSI LARVASIDA UJI POTENSI LARVASIDA


UJI LARVASIDA
ANALISA GC-MS
LC50

MENENTUKAN SENYAWA
AKTIF

Lampiran 2. Rendemen ekstrak air dan etanol

Sampel / Ulangan Berat Kadar air Jenis Volume Berat Rendemen


Sampel Sampel Pelarut Pelarut ekstrak (%)
(g) (%) (ml) kering (g)
Biji Kamandrah / I 40 6,81 Air 280 2,03 5,46
Biji Kamandrah / II 40 7,69 Air 280 1,92 5,21
Biji Kamandrah / I 40 6,81 Etanol 280 3,27 8,77
Biji Kamandrah / II 40 7,69 Etanol 280 1,67 4,52
Batang Kamandrah /I 50 8,00 Air 350 0,73 1,59
Batang Kamandrah / II 50 9,80 Air 350 0,39 0,87
Batang Kamandrah / I 50 8,00 Etanol 350 0,29 0,63
Batang Kamandrah / II 50 9,80 Etanol 350 0,95 2,10
Daun Kamandrah 40,15 8,38 Air 320 4,92 13,36
Daun Kamandrah 40,02 8,38 Etanol 120 3,01 8,20
Kulit Biji Jarak / I 50 12,57 Air 350 0,79 1,81
Kulit Biji Jarak / II 50 12,73 Air 350 0,72 1,65
Kulit Biji Jarak / I 50 12,57 Etanol 350 0,41 0,93
Kulit Biji Jarak / II 50 12,73 Etanol 350 0,87 1,99
Endosperm Biji Jarak / I 50 6,29 Air 350 4,79 10,22
Endosperm Biji Jarak / II 50 7,32 Air 350 3,15 6,81
Endosperm Biji Jarak / I 50 6,29 Etanol 350 1,83 3,90
Endosperm Biji Jarak / II 50 7,32 Etanol 350 4,26 9,20

Lampiran 3. Rendemen pengepresan minyak kamandrah

Berat biji (gram) Kadar air Berat kering Berat minyak (gram) Rendemen
172 6.81% 160.2868 11.7708 7%
160 6.81% 149.104 7.9 5%
200 6.81% 186.38 45.1683 24%
Lampiran 4. Hasil uji potensi larvasida
Lampiran 5. Nilai toksisitas minyak jarak pagar dan kamandrah terhadap larvasida
Aedes aegypti.

A. Nilai toksisitas minyak jarak pagar terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dalam 24 jam

Konsentrasi Jumlah Larva yang Mati dalam 24 Jam (ekor) LC50


Bahan Uji Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
(ppm) (ppm)
1 2 3 4 5
5000 24 22 24 25 24
4000 20 23 23 23 22
3000 18 21 20 20 24
Minyak
2000 19 10 9 12 10
Biji 1507
Jarak pagar 1000 9 6 7 9 10
500 2 1 3 4 4
400 0 6 2 3 0
300 0 0 0 1 1

B. Nilai toksisitas minyak jarak pagar terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dalam 48 jam

Konsentrasi Jumlah Larva yang Mati dalam 48 Jam (ekor) LC50


Bahan Uji Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
(ppm) (ppm)
1 2 3 4 5
5000 25 22 24 25 25
4000 20 24 24 24 24
3000 19 22 25 24 24
Minyak
2000 24 14 15 15 17
Biji 866
Jarak pagar 1000 22 12 7 13 17
500 11 7 9 10 6
400 0 7 4 7 3
300 5 5 8 5 3

C. Nilai toksisitas minyak kamandrah terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dalam 24 jam

Konsentrasi Jumlah Larva yang Mati dalam 24 Jam (ekor) LC50


Bahan Uji Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
(ppm) (ppm)
1 2 3 4 5
5000 25 25 25 25 25
4000 25 23 25 24 24
Minyak 3000 22 23 22 25 25
Biji 2000 25 21 11 17 25 769
Kamandrah 1000 23 12 11 6 20
500 1 7 9 12 6
300 3 5 9 9 2
D. Nilai toksisitas minyak kamandrah terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dalam 48 jam
Konsentrasi Jumlah Larva yang Mati dalam 48 Jam (ekor) LC50
Bahan Uji Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
(ppm) (ppm)
1 2 3 4 5
5000 25 25 25 25 25
4000 25 24 25 25 25
Minyak 3000 25 25 25 25 25
Biji 2000 25 25 22 23 25 384
Kamandrah 1000 24 23 19 15 24
500 2 13 17 17 20
300 8 10 14 14 10

E. Nilai toksisitas minyak sawit terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dalam 24 jam

Konsentrasi Jumlah Larva yang Mati dalam 24 Jam (ekor) LC50


Bahan Uji Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
(ppm) (ppm)
1 2 3 4 5
6000 10 12 10 3 17
4000 6 3 4 5 10
Minyak 2000 8 3 5 2 2
17064
Sawit 500 3 2 4 0 1
300 1 2 4 2 0

F. Nilai toksisitas minyak sawit terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dalam 48 jam

Konsentrasi Jumlah Larva yang Mati dalam 48 Jam (ekor) LC50


Bahan Uji Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan
(ppm) (ppm)
1 2 3 4 5
6000 14 18 10 10 20
4000 12 5 9 7 10
Minyak 2000 9 5 7 4 3
7714.5
Sawit 500 4 3 4 6 2
300 4 2 8 5 1
Lampiran 6. Hasil analisis probit dengan menggunakan BioStat 2007

A. Hasil analisis probit minyak jarak pagar selama 24 jam


B. Hasil analisis probit minyak jarak pagar selama 48 jam
C. Hasil analisis probit minyak kamandrah selama 24 jam
D. Hasil analisis probit minyak kamandrah selama 48 jam
E. Hasil analisis probit minyak sawit selama 24 jam
F. Hasil analisis probit minyak sawit selama 48 jam
Lampiran 7. Spesifikasi alat GC-MS QP2010 Shimadzu

Kolom : Rtx®-1MS (Fused Silica) (Crossbond® 100% dimethyl


polysiloxane)
General purpose columns for solvent impurities, PCB congeners or (e.g.)
Aroclor® mixes, simulated distillation, drugs of abuse, gases, natural gas
odorants, sulfur compounds, essential oils, hydrocarbons, semivolatiles,
pesticides, oxygenates.
 Temperature range: -60°C to 350°C.
 Equivalent to USP G1, G2, G38 phases.
Rtx®-1 columns exhibit long lifetime and very low bleed at high
operating temperatures. A proprietary synthesis process eliminates
residual catalysts that could cause degradation and increase bleed.

Column Oven

Temperature Range (Ambient + 4°C) ~ 450°C (using LCO2 gas: –50°C – 450°C)

Dimensions 280 (W) x 280 (H) x 175 (D) mm

Oven Capacity 13.7L

Temperature Accuracy Set value (K) ±1% (calibration at 0.01°C increments)

Temperature Variation
0.01°C/°C
Coefficient

Temperature Program Steps Up to 20 (cooling program possible)

Programmed rate setting


–250°C ~ 250°C/min
range

Total time for all steps 9999.99 minutes max.

RF Filter

Resolution 2M or unity mass

Mass Range 1.5 to 1024

Mass Stability 0.15 daltons in 12 hours

Mass Defect Measurement 0.05 daltons

Scan Rate 6750 daltons/second and 50 scans/second

SIM Mode 64 ions and 64 ion sets

Scan and SIM 64 time interleaved full scan or 64 ions

Quadrupole Offset 0 – 15V


Ion Source

Modes EI, PCI and NCI

Electron Energy 10 – 200eV

Source Temperature 0 – 260°C

Mass Acceleration Voltage 0 – 50V

Emission Current 10 – 250uA

Filament Dual rhenium coil type

Filament On/off time programmable

Detector

Tune Offset Detector Voltage Full Range

Dynode Detector Voltage SetTabel from 1 to 10kV

Detector 0.7kV to 3kV settings. Time programmable

Vacuum System

Dual Differential Turbo Pumps 300L/secand 70L/sec

Maximum Flow 15mL/min

Rotary Pump 117L/min N2 – RV–5

Injection Port

Maximum 2 independently temperature–controlled injector units are provided

Split/Splitless injection unit provided as standard

Direct (without split) injection unit (option)

On–column/PTV (programmable temperature vaporizer) injection unit (option)

Flow Control Unit

Advanced Flow Controller (AFC)

Pressure Range 0 – 970kPa

Number of programmable
7 (negative pressure step is available)
Steps

Program Rate Setting Range 400 – 400 kPa/min

Split Ratio Range 0 – 9999.9

Mass Flow Rate Setting


0 – 1200mL/min
Range
Dimensions / Weight / Power Requirements

Dimensions 715 (W) x 440 (H) x 610 (D) mm

Weight 55kg

AC100V/115V/230V ±10%
Power Requirements 2800VA (Normal oven type) or 3600VA (High Power oven type),
50/60Hz

AOC-20i AOC-20s
Sample Injection Method Liquid sample injection via special microsyringe

0.1 ~ 8.0 µl, 0.1µl steps (using 10ul syringe)


Sample Volume 0.5 ~ 40 µl, 0.5 µl steps (using 50ul syringe)
2.5 ~ 200 µl, 2.5 µl steps (using 250ul syringe)

6 vials (with option, 1.5ml sample vials - 150 vials


Number of Samples
12 possible) 4ml sample vials- 96 vials

Sample Vials Glass construction, 1.5ml, 4ml, screw top, PTFE-coated septum

Rinse Solvent Vials Glass construction, 4ml, screw top, PTFE-coated septum

Number of Sample Injections 1 ~ 99 injections per sample

Syringe Speed 2 Modes: Fast and Slow

Plunger Speed 3 Modes: Fast, Medium and Slow

Wait Time 0 ~ 99 sec following sample aspiration (in 0.1 sec steps)

3 Modes: Traditional, Solvent Flush and Solvent Flush with a


Type of Sample Injection
Second Solvent

Injection Volume Linearity ±0.5% (injection volume 1 ~ 5 µl, sample n-C12

Less than 10-4 (as determins with a 1% diphenyl in hexane using 4


Cross Contamination
solvent rinses)

A priority sample injection can be injected during a sample


Priority Sample
sequence, the the sequence can be resumed

Available on GC-17A One set of AOC-20s can feed sample vials


Dual Injection System
platform only to two sets of AOC-20i

0 ~ 60°C, with optional cooling rack


Sample Cooling/Heating connected to a general laboratory
circulating water bath

External Control Includes optional optical link or RS232C interface

126 (W) x 380 (H) x


Dimensions, weight 320 (W) x 135 (H), 2.4 kg
78 (D) mm, 2.5 kg

Power Supply: 260 (W) x 70 (H) x 420 (D) mm, 2.8kg

Power requirements AC100/115/220V±10% 50/60HZ


Lampiran 8 Program temperatur oven pada GC-MS

Program temperatur oven metode I


Rate Temperature (0C) Hold Time (Min)
- 80 2
20 280 15
3 300 1
0 300 0

Program temperatur oven metode II


Rate Temperature (0C) Hold Time (Min)
- 80 2
20 280 5
3 320 15
0 320 0

Program temperatur oven metode III


Rate Temperature (0C) Hold Time (Min)
- 150 4
25 280 15
0 280 0

Program temperatur oven metode IV


Rate Temperature (0C) Hold Time (Min)
- 80 2
20 280 5
3 320 15
0 320 0

Program temperatur oven metode V


Rate Temperature (0C) Hold Time (Min)
- 50 2
50 310 5
0 310 0
Lampiran 9 Foto alat GC-MS

Lampiran 10 Foto alat Hydraulic pressing

Lampiran 11 Foto alat Moisture analysis Ohaus MB45


Lampiran 12 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol biji Kamandrah (B)

A B

Lampiran 13 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol endosperm biji Jarak pagar (B)

A B

Lampiran 14 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol kulit biji Jarak pagar B)

A B
Lampiran 15 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol daun Kamandrah (B)

A B

Lampiran 16 Foto hasil ekstrak air (A) dan etanol batang Kamandrah

A B
Lampiran 17 Biosintesis piperine

You might also like