You are on page 1of 82

ANALISIS RESIKO LINGKUNGAN PENGEMBANGAN

PASAR ANGSO DUO KOTA JAMBI


DI PROVINSI JAMBI

LINDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
LINDAWATI. Enviroment Risk Analisys of Traditional Market Development in
Angso Duo Jambi – Jambi Province. Under direction of NASTITI SISWI INDRASTI
and SUPRIHATIN

Angso Duo Market in Jambi City is a traditional market which is located on an


area of 5 hectares, with a number of traders about 1000 peoples. In last few years, this
market expand into the wholesale market. Local Government of Jambi City plans to
develop this market in order to meet the needs of the traditional trading activity in the
market as well as the wholesale market.
This market is located in the center of the main traffic of Jambi city and near the
riparian river area of Batanghari watershed (DAS) which is in critical category. Local
Government of Jambi City has alternative plans to develop this market , there were: 1)
to relocate the market away from the existing market, 2) to relocate the market to the
area which were provided by the Local Government of Jambi Province near the existing
market, and 3) to maintain existing market by improving infrastructure. The
alternative area in second and third alternative is a protected area and asset of Local
Government of Jambi Province. The aims of this study were 1) to analyze the
environmental risk of market development, 2) to analyze policy alternatives in market
development.
The research was conducted during December 2010 and March 2011 in Jambi
City. The informations were collected through indivial interviewed with 100 traders and
some key informans from the Provincial Government, City Government, NGOs,
universitiy, and community. Data were analyzed by 1) environmental risk analysis to
determine the magnitude of risk appears, 2) stakeholders analysis to determine the
importance and influence of stakeholders and 3) analytical hierarchy process to
determine policy alternative in developing Angso Duo traditional market.
Based on analysis of environmental risks due to the existence of the current
Angso Duo traditional market, there were some results could be concluded: 1) solid
waste as organic waste has a great chance to produce methane that causing global
warming, 2) liquid waste does not affect the Batanghari river water quality, 3) flood in
the market cause malfunctions of riparian area of Batanghari watershed. Priority of
development market alternatives were: 1) to move away the market from the existing
location, 2) to relocate the market into Jambi Province area, and 3) to make market
improvements at existing location. The second and third alternatives require
coordination with the provincial government because the alternative area is an asset of
Jambi Province. Waste and riparian functions management was required in each
alternative. This research recommended to performe in-situ composting on the first
alternative and to provide solid waste collection sites and storage tank of liquid waste
for the second and third aternative
Key words: traditional markets, organic solid waste, methane gas, flood, river
border
RINGKASAN

Pasar Angso Duo Kota Jambi merupakan pasar tradisional yang berdiri seiring
dengan lahirnya Kota Jambi, terletak di atas lahan seluas 5 hektar, dengan jumlah
pedagang sekitar 1000 orang. Beberapa tahun terakhir pasar ini tidak hanya menjadi
pasar tradisional tetapi juga berkembang menjadi pasar induk. Untuk itu Pemerintah
Kota Jambi berencana untuk mengembangkan pasar agar dapat memenuhi kebutuhan
aktivitas perdagangan sebagai pasar tadisional sekaligus pasar induk.
Pasar ini berada di kawasan sempadan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai
(DAS) Batanghari yang masuk kategori DAS kritis. Pasar ini juga berada di pusat jalur
utama lalu lintas Kota Jambi. Alternatif pengembangan pasar yang direncanakan oleh
pemda Jambi yakni 1) merelokasi pasar dengan lokasi yang jauh dari pasar yang ada
saat ini; 2) merelokasi pasar di lahan yang telah disediakan oleh pemerintah Provinsi
Jambi seluas 9 ha dengan lokasi bersebelahan dari pasar yang ada, dan 3) tidak
memindahkan pasar yang ada tetapi membenahi infrasturktur pasar.
Permasalahan dalam pengembangan pasar ini adalah alternatif kedua dan ketiga
merupakan kawasan lindung dan dari segi kepemilikan merupakan asset Pemerintah
Provinsi Jambi. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kondisi sosial dan ekonomi pasar saat ini, resiko pengembangan pasar
terhadap lingkungan dan menganalisis alternatif kebijakan pengembangan pasar yang
akan datang.
Penelitian berlangsung selama 4 (empat) bulan mulai Desember 2010 sampai
Maret 2011. Analisis kondisi pasar saat ini digunakan data yang bersumber dari
dinas/instansi terkait. Sampel keadaan umum dan karakteristik pedagang digunakan
10% dari populasi pedagang. Responden stakeholders yang terkait penelitian ditentukan
dengan menggunakan teknik purposive sampling yang berasal dari kelompok
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, LSM, Perguruan Tinggi, dan masyarakat.
Metode analisis yang digunakan meliputi analisis resiko lingkungan untuk mengetahui
besaran resiko yang muncul, analisis stakeholders untuk mengetahui kepentingan dan
pengaruh stakeholders serta analisis hierarki proses untuk mengetahui alternatif
kebijakan yang akan dipilih oleh stakeholders.

Berdasarkan analisis resiko lingkungan akibat keberadaan Pasar Angso Duo saat
ini dapat disimpulkan : 1) limbah padat berupa sampah organik mempunyai peluang
yang besar dalam menghasilkan gas metan sebagai gas rumah kaca penyebab
pemanasan global; 2). Limbah cair tidak mempengaruhi kualitas air sungai Batanghari;
3). Gangguan fungsi sempadan sungai karena di lokasi pasar akan tergenang dan
banjir. Urutan prioritas alternatif pengembangan pasar adalah 1) merelokasi jauh dari
pasar yang ada; 2).merelokasi dilahan yang disediakan pihak Pemprov.Jambi; dan
3).tetap pada lokasi lama tetapi dilakukan pembenahan. Alternatif kedua dan ketiga
memerlukan koordinasi dengan pihak pemprov, karena lahan tersebut merupakan asset
Pemprov.Jambi. Pengelolaan limbah dan penanganan fungsi sempadan diperlukan
disetiap alternatif. Pengomposan dan penyediaan IPAL dapat dilakukan secara in-situ di
alternatif pertama. Penyediaan unit pengumpulan limbah padat dan penyediaan storage
tank untuk limbah cair perlu disediakan untuk alternatif kedua dan ketiga. Pemerintah
daerah sebaiknya menyediakan unit pengolahan lanjutan untuk sampah padat maupun
cair dengan merevitalisasi TPA Talang Gulo dan IPAL Terpadu untuk limbah cair.
ANALISIS RESIKO LINGKUNGAN PENGEMBANGAN
PASAR ANGSO DUO KOTA JAMBI
DI PROVINSI JAMBI

LINDAWATI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperolah
gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr.Ir. Lailan Saufina. M.Sc
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Analisis Resiko Lingkungan Pengembangan


Pasar Angso Duo Kota Jambi di Provinsi Jambi
Nama Mahasiswa : Lindawati
NIM : P 052 090 211

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Prof.Dr.Ing.Ir.Suprihatin.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan

Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas karunianya penelitian
dengan judul “Analisis Resiko Lingkungan Pengembangan Pasar Angso Duo Kota
Jambi di Provinsi Jambi” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka
penulisan tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada yang terhormat :


1. Prof. Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ing
Ir. Suprihatin. selaku Anggota Komisi Pebimbing.

2. Bapak Gubernur Jambi, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB.

3. Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, MS dan Dr.Ir. Lailan Saufina. M.Sc selaku Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi S2 PSL IPB.

4. Dosen dan rekan Program Studi PSL IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak
yang tidak dapat disebutkan namanya.

Terimakasih yang sangat mendalam penulis persembahkan kepada ibunda


tersayang Siti Maryam Yakin dan anak-anakku Harya Aji Sinatrya, Arum Indira Rizki
dan Hana Nur Rahmadani yang telah dengan sabar menemani selama pendidikan.
Penulis berharap tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011


Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 17 November 1969 dari ayah


M.Yakin.MS dan ibu Siti Maryam. Penulis merupakan anak ketujuh dari delapan
bersaudara. Tahun 1988 penulis lulus SMA Negeri 1 Jambi dan pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Jambi pada Fakultas Peternakan. Tahun
1997 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di Badan Litbang Departemen
Pertanian. Tahun 2003 penulis dipromosikan menjadi Kasubbag Program di
Balitbangda Provinsi Jambi. Tahun 2006 penulis menjadi Kasubbid Produksi dan
Teknologi pada Bappeda Provinsi Jambi. Pada tahun 2009 penulis menjadi Kasubbag
Program di Biro Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kantor Gubernur
Jambi.

Pada tahun 2009 penulis diizinkan untuk melanjutkan pendidikan di Program


Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kota Jambi merupakan ibukota Provinsi Jambi terdiri dari 10 (sepuluh) kabupaten
dan kota. Letak kota ini berada di pusat pertumbuhan ekonomi serta berada di jalur
perdagangan di Provinsi Jambi. Pertumbuhan ekonomi kota ini terus meningkat dari
tahun ke tahun, pada tahun 2005 sebesar 5,69%, tahun 2006 sebesar 5,93% dan tahun
2007 sebesar 6,09%. Pertumbuhan ekonomi Kota Jambi sangat dipengaruhi oleh sektor-
sektor pembangunnya. Salah satu sektor yang sangat berpengaruh yakni sektor
perdagangan dan jasa. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selama tiga tahun
terakhir menunjukkan bahwa sektor perdagangan memberi kontribusi sebesar 25% dari
total keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah terus berupaya untuk
membangun sarana dan prasarana penunjang pedagangan di Kota Jambi.
Pasar Angso Duo Kota Jambi merupakan pasar tradisional yang berdiri seiring
dengan lahirnya Kota Jambi, terletak di atas lahan seluas 5 hektar, dengan jumlah
pedagang sekitar 800 orang (KPP Kota Jambi, 2010). Beberapa tahun terakhir pasar ini
tidak hanya menjadi pasar tradisional tetapi juga berkembang menjadi pasar induk.
Dengan perkembangan tersebut diperkirakan jumlah pedagang bertambah sebanyak 200
orang. Dengan demikian dibutuhkan penambahan ruang untuk aktivitas perdagangan.
Berdasarkan hal itu maka pemerintah daerah berencana untuk mengembangkan pasar
agar dapat memenuhi kebutuhan aktivitas perdagangan sebagai pasar tradisional
sekaligus pasar induk.
Pada tahun 2012 Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi merencanakan pengembangan
Pasar Angso Duo. Pemerintah menetapkan tiga alternatif untuk pengembangan pasar
tersebut yakni 1) merelokasi pasar dengan lokasi yang jauh dari pasar yang ada saat ini;
2) merelokasi pasar di lahan yang telah disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov)
Jambi seluas 9 ha berada di lokasi bersebelahan dari pasar yang ada; atau 3) tidak
memindahkan pasar yang ada tetapi membenahi infrasturktur pasar. Kondisi pasar saat
ini berada di sempadan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari bagian hilir, DAS
Batanghari ini berada dalam kategori kritis serta berada di pusat jalur utama lalu lintas
Kota Jambi.

1
Perencanaan pengembangan pasar tersebut hendaknya mengacu pada prinsip
pembangunan berkelanjutan, yang berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan selain
kepentingan ekonomi dan sosial (Salim, 2009). Diperlukan suatu perencanaan yang
matang serta mampu menghitung serta meminimalkan dampak yang akan muncul dari
suatu pembangunan (Sugandhy dan Hakim, 2007), serta menghindari pola pikir yang
bersifat lokal dan tidak berpikir keterkaitannya dengan lingkungan secara global yang
merupakan penyebab dari lemahnya pembangunan saat ini (Gore, 1994).
Pasar tradisional merupakan salah satu tempat yang memproduksi limbah cair
maupun padat. Berdasarkan hasil penelitian Susilawaty (2009) peraiaran sungai
Batanghari termasuk dalam kategori tercemar berat. Hal ini mengindikasikan bahwa
aktivitas di sekitar sungai tersebut memberi beban ke dalam sungai. Sementara limbah
padat berupa sampah organik merupakan sumber penghasil gas metan, salah satu gas
rumah kaca. Gas metan tidak dapat terserap oleh klorofil tumbuh-tumbuhan melalui
proses fotosintesis seperti gas CO 2, sehingga lebih stabil di atmosfir.
Berdasarkan hal tersebut perlu suatu kajian khusus pengembangan pasar tersebut,
hal ini di maksudkan agar memperkecil masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan
pasar bagi lingkungan. Untuk itu dilakukan penelitian Analisis Resiko Lingkungan
Pengembangan Pasar Angso Duo di Kota Jambi.

1.2. Kerangka Pemikiran


Pembangunan sarana fisik pelayanan umum hendaknya mengacu pada prinsip
pembangunan berkelanjutan, yakni ekonomi, sosial dan lingkungan. Berkaitan dengan
rencana pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi pada tahun 2012, pemerintah
daerah menetapkan tiga alternatif yakni 1) merelokasi pasar dengan lokasi yang jauh
dari pasar yang ada saat ini; 2) merelokasi pasar dilahan yang telah disediakan oleh
Pemprov. Jambi seluas 9 ha di lokasi bersebelahan dari pasar yang ada; atau 3) tidak
memindahkan pasar yang ada tetapi membenahi infrastruktur pasar.
Untuk memutuskan alternatif yang hendak dipilih maka perlu untuk menganalisis
keberadaan pasar saat ini. Alternatif kedua dan ketiga merupakan kawasan lindung
sempadan Daerah Aliran Sungai. Dampak negatif keberadaan pasar dapat diukur
melalui jumlah limbah padat yang dihasilkan, pencemaran perairan sungai akibat

2
masuknya limbah cair ke dalam sungai, serta pengaruh terhadap penurunan fungsi
sempadan. Untuk itu perlu menganalisis resiko pasar saat ini guna mengantisipasi
dampak yang akan ditimbulkan akibat pengembangan pasar bagi lingkungan. Analisis
resiko lingkungan merupakan upaya mengidentifikasi sumber dan jenis resiko yang
mungkin terjadi serta upaya untuk mencari alternatif pengendaliannya.
Agar hasil dari analisis resiko ini dapat digunakan dalam pertimbangan
pengembangan pasar, maka perlu dilakukan analisis terhadap stakeholders terkait.
Stakeholders merupakan semua pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh dampak,
baik positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan, atau dengan kata
lain stakeholders merupakan pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dari suatu kebijakan yang diambil (Igbal dan Sumaryanto, 2007). Dengan
mengetahui stakeholders maka persepsi stakeholders terhadap alternatif pengembangan
pasar dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis Hierarkhi Proses (AHP). Alternatif
yang dihasilkan merupakan solusi yang menjadi masukan untuk dipilih oleh pihak
pemerintah daerah dalam pengembangan pasar selanjutnya. Adapun bagan kerangka
penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah.

3
Rencana Pengembangan
Pasar Induk Angso Duo

Kondisi Eksisting :
1.Berada di sempadan Sungai Batanghari
2.Potensi pencemaran limbah padat &cair

Identifikasi Resiko : Pengendalian Resiko Analisis


1. Dampak pencemaran (minimalisir resiko) Resiko
2. Penurunan fungsi sempadan Lingkungan
sungai

Analisis Stakeholders Persepsi Analisis Hierarki


Sta
Stakeholders Terkait Stakeholder Proses (AHP)

Alternatif Pengembangan

Pengembangan Kembali
Pasar Induk Angso Duo

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

1.3. Perumusan Masalah


Untuk mengetahui besaran resiko pasar terhadap lingkungan serta alternatif
pengembangan pasar kedepan maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagaimana
berikut:
1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi pasar saat ini
2. Seberapa besar dampak dari pasar yang ada terhadap lingkungan, baik dari sisi
pencemaran maupun gangguan terhadap fungsi sempadan sungai
3. Bagaimana alternatif kebijakan pengembangan Pasar Angso Duo kedepan.

4
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganilisis kondisi sosial ekonomi pasar saat ini
2. Menganalisis Resiko dari kondisi Pasar Angso Duo saat ini.
3. Menganalisis alternatif pengembangan Pasar Angso Duo kedepan

1.5. Manfaat Penelitian


Penelitian ini berguna bagi Pemerintah Kota Jambi dalam mempertimbangkan
pengembangan Pasar Angso Duo dan dapat mengetahui permasalahan lingkungan yang
muncul selama ini, sehingga pengembangan pasar kedepan diharapkan tidak
menurunkan daya dukung lingkungan.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pasar Tradisional


Pasar tradisional di Indonesia dikenal dengan pasar yang kumuh hal ini
dikarenakan sifat pengelolaannya yang kurang profesional. Akibat pengelolaan
demikian pasar ini menimbulkan eksternalitas negatif bagi lingkungan. Salah satunya
adalah sampah/limbah yang merupakan bahan tidak digunakan lagi, sehingga dibuang
sebagai bahan yang tidak berguna (Sudarso, 2003). Limbah dapat berada pada
setiap fase materi yaitu fase padat, cair, atau gas (limbah ketika dilepaskan dalam dua
fase yaitu cair dan gas). Bila limbah masuk ke dalam lingkungan (ke air, udara dan
tanah) maka kualitas lingkungan akan menurun. Peristiwa masuknya limbah ke
lingkungan dikenal sebagai peristiwa pencemaran lingkungan.

2.1.1. Limbah Padat/ Sampah


Komposisi sampah di Indonesia umumnya terdiri dari kertas (2%), sisa sayur,
buah-buahan dan daun-daunan (94%), gelas dan benda padat lainnya (1%), plastik (2%),
serta residu (1%) (Flintof dalam Sudarso, 2003) Limbah pasar tradisional berdasarkan
jenisnya, digolongkan ke dalam dua kelompok yakni limbah yang dapat terurai yaitu
limbah yang tersusun dari senyawa organik seperti sisa tanaman, hewan, atau pun
kotoran, dan limbah yang tidak terurai yang terdiri dari plastik, botol, logam. Sampah
/limbah di Indonesia pada umumnya dibuang pada Tempat Pemprosesan Akhir (TPA).
Metode penanganan sampah di Tempat Pembuangan Akhir antara lain :
1. Open Dumping merupakan cara pembuangan sampah sederhana, sampah
dihamparkan di tempat terbuka tanpa penutupan dan pengolahan.
2. Controlled landfill sampah dihamparkan pada lokasi cekungan dan permukaannya
diratakan dan ditutupi tanah pada ketebalan tertentu yang dilakukan secara periodik
3. Sanitary landfill sampah diratakan pada suatu lokasi yang cekung, kemudian pada
ketebalan tertentu ditutup dengan tanah. Bagian atas urugan digunakan untuk
menimbun sampah lalu ditutup lagi dengan tanah sehingga terbentuk lapisan lapisan
sampah dan tanah. Bagian dasar konstruksi sanitary landfill dibuat lapisan kedap air

6
yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) yang
terbentuk dari proses penguraian sampah organik.
Pengelolaan sampah meliputi antara lain daur ulang, insinerasi / pembakaran dan
pengomposan.
1. Daur Ulang
Daur ulang atau recycling adalah mengembalikan suatu produk atau sisa dari suatu
proses produksi ke dalam siklus produksi. Recycling dibedakan atas dua jenis
(Widyatmoko dan Sintorini, 2001) reuse yaitu menggunakan kembali suatu
produk untuk tujuan yang sama, misalnya tabung gas, reutilization yaitu
menggunakan buangan untuk keperluan yang berbeda dari konsep awal, untuk itu
diperlukan perlakuan fisik, kimia atau biologis.
2. Insinerasi
Insinerasi adalah proses pembakaran sampah yang terkendali menjadi gas dan abu.
Alat insinerasi dinamakan insinerator. Gas yang dihasilkan berupa karbondioksida
dan gas-gas lain, dilepaskan ke udara. Abu/residu yang dihasilkan dibuang ke TPA
atau dicampur dengan bahan lainya sehingga menjadi bahan yang berguna. Residu
setelah pembakaran merupakan 20% sampai 30% dari berat awal (Salvato, 1982
dalam Murniwati, 2006). Untuk mendapatkan operasi insinerasi yang optimum dan
efisien, proses pembakaran harus dikontrol sehingga residu yang dihasilkan sekecil
mungkin dan emisi berbahaya dapat dicegah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
efisiensi proses pembakaran antara lain adalah karakteristik sampah (Pavoni et al
1975 dalam Wahyono, 2001). Berdasarkan material sampah yang dibakar,
insinerator terbagi atas berbagai jenis seperti insinerator di pusat pembuangan
sampah (skala TPA) insinerator untuk kawasan terbatas (skala untuk pemukiman),
insinerator untuk bulky material, insinerator sampah berbahaya dan insinerator
untuk lumpur.
3. Pengomposan
Kompos adalah sejenis pupuk yang merupakan bentuk akhir dari bahan bahan
organik setelah mengalami pembusukan. Bahan utama pembuatan kompos adalah
sampah, terutama sampah rumah tangga, pasar, taman, dan kebun. Perbandingan
kandungan karbon dan nitrogen (C/N rasio) sebesar 30/1. Pembuatan kompos

7
terjadi karena adanya kegiatan jasad renik yang beragam jenisnya dan secara
serentak bekerja dalam habitatnya masing masing pada suhu tertentu. Proses
pembusukan terjadi secara aerobik maupun anaerobik. Kedua proses pembusukan
ini dapat terjadi secara bersamaan dalam satu tumpukan. Pembusukan aerobik
lebih cepat daripada pengomposan anaerobik. Dalam proses pengomposan, bahan
organik diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat diserap jasad renik maka ukuran
bahan organik berubah menjadi partikel-partikel yang kecil. Volume tumpukan
menyusut kira-kira sebanyak tiga perempatnya sepanjang proses pengomposan
(CPIS, 1992)

Sampah Organik sebagai Penghasil Gas Metan


Pembuangan sampah yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya
pembusukan anaerobik. Pembusukan anaerobik terjadi pada tumpukan bagian dalam
yang tidak berongga dan memiliki kadar udara cukup. Tumpukan sampah yang
mengalami keadaan kekurangan oksigen (anaerobik) menghasilkan gas metan. Jumlah
emisi gas metan dari pembuangan akhir sampah secara keseluruhan di dunia mencapai
kira-kira 30 – 70 juta ton per tahun. Kebanyakan gas metan dari sumber ini berasal dari
negara-negara berkembang yang kadar pembuangan sampahnya cenderung besar
(www.Methanlandfield, 2010). Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika
Serikat (US-EPA), sumber gas metan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama
berasal dari kegiatan penambangan dan pemakaian bahan bakar, peternakan serta
tempat pembuangan akhir sampah (Wikiepedia, 2010).
Salah satu masalah lingkungan yang pada saat ini banyak menarik perhatian baik
nasional maupun internasional adalah masalah pemanasan global. Pemanasan global
dilaporkan telah menimbulkan dampak yang kurang baik seperti terjadinya perubahan
iklim yang sangat ekstrim di bumi, terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, serta
kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara-negara kepulauan akan
mendapatkan pengaruh yang sangat besar. Pemanasan global disebabkan oleh
bertambahnya gas-gas rumah kaca di atmosfir. Gas metan digolongkan sebagai gas
rumah kaca karena gas ini dapat menyebabkan kenaikan temperatur pada atmosfir bumi.
seperti efek dalam rumah kaca. Pada rumah kaca, atap atau dinding kaca dari rumah

8
kaca tersebut dapat dilewati radiasi matahari gelombang panjang. Selanjutnya radiasi
tersebut masuk ke dalam rumah kaca. Oleh permukaan tanah radiasi gelombang panjang
dari sinar matahari tersebut dipantulkan kembali dalam bentuk sinar gelombang pendek
atau sinar infra merah yang panas. Sinar gelombang pendek ini tidak dapat menembus
atap atau dinding kaca sehingga menaikkan temperatur di dalam ruangan rumah kaca
tersebut. Demikian halnya yang terjadi di atmosfir bumi, radiasi gelombang panjang
yang dapat melewati atmosfir bumi dipantulkan kembali oleh permukaan bumi dalam
bentuk sinar infra merah. Pada kondisi normal sinar infra merah sebagian besar akan
kembali ke luar angkasa. Namun, terdapatnya gas seperti karbon dioksida, metan dan
sebagainya dalam atmosfir yang dapat menyerap sinar panas pantulan dari bumi
tersebut telah menaikkan temperatur udara di atmosfir.
Gas metan dibandingkan dengan gas karbon dioksida, dapat menimbulkan
pemanasan global yang lebih besar. Gas metan tidak dapat terserap oleh klorofil
tumbuh-tumbuhan sehingga lebih stabil di atmosfir dibanding gas CO 2 yang dapat
terserap tanaman melalui proses fotosintesis. Gas metan merupakan senyawa
hidrokarbon paling sederhana yang berbentuk gas, tidak berwarna dan juga tidak berbau
dengan rumus kimia CH 4 . Gas ini ditemukan oleh Alessandro Volta sekitar tahun 1776-
1778 yang melakukan penelitian di Danau Manggiore dan mengamati adanya
gelembung-gelembung gas dan ternyata gas tersebut dapat terbakar. Kadar gas metan di
atmosfir telah mengalami kenaikan yang cukup besar sejak sebelum era industrialisasi.
Pada sekitar tahun 1750, kadar metan di atmosfir masih sekitar 700 parts per billion
(ppb) dan pada saat ini diperkirakan sudah mencapai 1800 ppb. Selain tidak berwarna
dan tidak berbau, sifat-sifat lain gas metan antara lain dapat terbakar pada kadar antara
5-15%, mempunyai titik didih−161°C dan mempunyai kelarutan dalam air sekitar 35
mg/L pada tekanan 1 atmosfir. Gas metan termasuk salah satu jenis gas rumah kaca
yang cukup potensial (www.methanlandfield, 2010).

2.1.2. Limbah Cair


Limbah cair merupakan bahan pencemar yang berbentuk cair yang masuk ke
dalam badan air /sungai. Hampir setiap saat sungai yang ada di dunia menerima
sejumlah besar aliran sedimen baik secara alamiah maupun buangan hasil kegiatan

9
manusia. Terkadang sungai menerima pencemaran yang berat dengan kandungan
pencemar yang tinggi. Sungai dinyatakan tercemar jika sifat fisik, kimia dan biologinya
mengalami perubahan kearah negatif. Menurut Wardhana (2001) indikator air tercemar
adalah 1) perubahan suhu air, pH, warna, bau, dan rasa; 2) timbulnya endapan, koloid
dan bahan terlarut; 3) meningkatnya mikroorganisme dan radioaktivitas air.
Parameter Fisik – Kimia Peraiaran
Perubahan suhu, pH, warna, bau dan rasa dapat terjadi dengan meningkatnya
buangan industri dan aktivitas manusia lainnya, akibatnya akan menurunkan kadar
oksigen air, meningkatkan reaksi kimia dan mengganggu kehidupan organisme air
(Kristanto, 2004).
Endapan dan koloid serta bahan terlarut yang berasal dari buangan akan
mempengaruhi kualitas air sungai. Bahan buangan padat kalau tidak dapat larut
sempurna akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut akan menjadi koloid.
Endapan sebelum sampai ke dasar akan melayang bersama koloid, kondisi ini akan
menghalangi penetrasi cahaya matahari yang mengganggu proses fotosintesis.
Akibatnya akan mengganggu kehidupan mikroorganisme air. Penentuan padatan yang
terdapat di air sangat berguna dalam analisis perairan dan menentukan efisensi unit
pengolahan.
Dissolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen yang terkandung
didalam air dan diukur dalam satuan milligram per liter (Gurnham, 1965). Oksigen
terlarut di dalam perairan bersumber dari difusi langsung melalui lapisan permukaan
dan proses fotosintesis. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh suhu air dan tekanan parsial
oksigen di atmosfir. Penyebab utama berkurangnya konsentrasi oksigen terlarut adalah
pencemar yang masuk dan mengkonsumsi oksigen terutama bahan organik.
Parameter Biokimia Perairan
Kandungan oksigen secara biokimia dapat digunakan untuk menduga banyaknya
senyawa organik yang ada dalam suatu perairan melalui pengukuran BOD dan COD.
Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis adalah sejumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah bahan buangan organik
yang masuk ke perairan (Wardhana, 2001). BOD merupakan gambaran seberapa banyak
oksigen yang telah digunakan oleh aktivitas mikroba selama kurun waktu yang

10
ditentukan. Analisis BOD adalah suatu analisa empirik yang mendekati secara global
proses biokimia maupun mikrobiologis yang benar-benar terjadi di alam, sehingga uji
BOD berlaku sebagai simulasi suatu proses biologis. Semakin besar nilai BOD semakin
besar tingkat pencemaran oleh bahan organik.
Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan ukuran banyaknya oksigen yang
digunakan dalam mendegradasi bahan organik dengan menggunakan kalium dikromat,
yang merupakan pengoksidasi kuat untuk mengoksidasi zat organik secara lengkap
dalam suasana asam dengan katalis peraksulfat. Hubungan antara COD dan BOD
menggambarkan bahwa jumlah senyawa kimia yang dapat doksidasi secara kimiawi
lebih besar dari biologis (Kristianto, 2004).
Mikroorganisme Perairan.
Mikrorganisme sangat berperan dalam proses degradasi bahan buangan yang
masuk ke sungai. Parameter mikrobiologi seperti Eschericia coli (E.coli) termasuk
parameter baku mutu air. Keberadaan E.coli dalam perairan menunjukkan pencemaran
akibat tinja manusia. Dalam saluran pencernaan E.coli berkembang biak dan mengalami
mutasi dari yang tidak potogen menjadi patogen atau sebaliknya sebagai penyebab
penyakit diare (Hasutji, 1995).

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Sistem Daerah Aliran Sungai


Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu sistem ekologi. Sebagai suatu
sistem ekologi maka setiap masukan (input) akan mengalami proses dan akan
menghasilkan keluaran/output (Asdak, 2004). Dalam ekosistem DAS komponen
masukan terdiri dari curah hujan, sedang komponen keluaran terdiri dari debit air dan
muatan sedimen (termasuk unsur hara di dalamnya). Komponen DAS yang terdiri dari
vegetasi, tanah dan air /sungai berlaku sebagai prosessor di dalam sistem tersebut.
Selanjutnya disebutkan juga bahwa evaluasi terhadap DAS dapat mengindikasikan
sejumlah kejadian yang menyebabkan kenormalan atau ketidaknormalan suatu DAS.
Indikasi tersebut dapat dilihat dari 1) bentuk dan perubahan tataguna lahan yang telah
dan sedang berlangsung; 2) tingkat kerusakan dari vegetasi penutup tanah di daerah
tangkapan air DAS yang bersangkutan; 3) luasan tanah-tanah kritis semakin meningkat;
4) terjadinya kerusakan pada alur-alur sungai; 5) luas permukaan lahan yang diperkeras

11
semakin meningkat; 6) kerusakan pada daerah resapan (recharge area) sehingga
mengganggu pasokan air. Hasil evaluasi terhadap DAS akan menunjukkan status dari
DAS tersebut, jika termasuk dalam status kritis hal ini menginformasikan adanya
gangguan dalam kesehatan DAS baik dibagian hulu maupun hilir. Salah satu gangguan
di hilir DAS adalah semakin tingginya areal yang mengalami pengerasan dan kerusakan
pada daerah resapan dan pengaliran air.
Suatu bentuk penggunaan lahan yang salah adalah pembangunan fisik di daerah
sempadan sungai. Akibat yang ditimbulkan dari pengerasan sempadan bagian hilir
menyebabkan berkurangnya daya infiltrasi air hujan dan tingginya air limpasan (run
off). Dampak akhir gangguan pada sempadan berupa bencana erosi, banjir dan
sedimentasi sebagia variabel ketidak optimalan kondisi ruang DAS. Hal ini berawal
dari ketidak terpaduan antar wilayah atau antar sektor dalam pengelolaan DAS tersebut
(Aswandi, 2003)
Limpasan permukaan merupakan sebagian dari air hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah. Jumlah air yang menjadi limpasan ini sangat bergantung kepada
jumlah air hujan per satuan waktu (intensitas), keadaan penutupan tanah, topografi
(terutama kemiringan lereng), jenis tanah, dan ada atau tidaknya hujan yang terjadi
sebelumnya (Rahim, 2006).
Jumlah dan kecepatan limpasan permukaan bergantung kepada luas areal
tangkapan dan intensitas hujan maksimum. Limpasan permukaan dengan jumlah dan
kecepatan yang besar sering menyebabkan pemindahan atau pengangkutan massa tanah
secara besar-besaran yang dikenal dengan istilah banjir. Banjir ini meluapkan
sedimentasi depresi alami, saluran-saluran, anak-anak sungai, sungai-sungai, dan
selanjutnya waduk-waduk. Menurut Rahim (2006), terdapat dua tujuan alasan
mengetahui jumlah dan laju limpasan permukaan yakni untuk merancang jumlah dan
dimensi saluran atau struktur lainnya dalam rangka untuk menyimpan limpasan
permukaan, dan untuk mengetahui besarnya laju limpasan permukaan di suatu daerah
yang digunakan sebagai dasar untuk antisipasi penangannya.
Pendugaan limpasan permukaan bergantung antara lain 1) berapa jumlah
maksimum curah hujan per satuan waktu; 2) berapa dari curah hujan tersebut yang
menjadi limpasan permukaan; dan 3) luas areal tangkapan (cathment area).

12
Daya infiltrasi air merupakan kemampuan air tanah untuk terserap secara vertikal
oleh gaya grafitasi bumi ataupun secara horizontal oleh gaya kapileritas tanah. Daya
infiltrasi ini sangat erat hubungannya dengan kelembaban tanah, sifat permukaan tanah,
stuktur dan tekstur tanah. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi mekanisme daya
infiltrasi air yang terdiri dari proses masuknya air hujan melalui pori-pori tanah,
tertampungnya air hujan ke dalam tanah, serta proses mengalirnya air (Asdak, 2004).

2.3. Analisis Resiko Lingkungan


Resiko merupakan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak
dapat diduga/tidak diinginkan, ketidak pastian atau kemungkinan terjadinya sesuatu,
yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian.
Manajemen risiko adalah suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola
ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman, atau suatu rangkaian aktivitas manusia
termasuk penilaian resiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi
resiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang
dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko, menghindari resiko, mengurangi
efek negatif resiko (Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999).
Tahap-Tahap dalam Analisis Risiko
Tahap-tahap yang dilalui dalam mengimplementasikan analisis resiko adalah
mengidentifikasi terlebih dahulu resiko-resiko yang mungkin akan terjadi, setelah
mengidentifikasi maka dilakukan evaluasi atas masing-masing resiko ditinjau dari
severity (nilai resiko) dan frekuensinya. Evaluasi dampak lingkungan mencakup
mengenai elemen analisa dampak, yang menggambarkan kemungkinan yang akan
timbul akibat kegiatan. Metode ini merupakan kegiatan menghitung resiko dari suatu
kegiatan dan menentukan dampak dari kegiatan/peristiwa secara kualitatif maupun
kuantitatif .

2.4. Analisis Kebijakan Pembangunan


Keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh sumberdaya manusia, institusi,
dan organisasi yang juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan rekayasa ulang.
Menurut Parsons (1995), dalam model proses suatu penetapan kebijakan dapat dikaji

13
dari input dan output. Faktor-faktor input terdiri dari persepsi, organisasi, tuntutan,
dukungan, dan keluhan. Unsur kebijakan antara lain adalah regulasi, distribusi,
redistribusi, kapitalisasi, dan nilai-nilai etika. Outputnya antara lain adalah aplikasi,
penegakan hukum, interpretasi, evaluasi, legitimasi, modifikasi, penyesuaian, dan
penarikan diri atau pengingkaran.
Ilmu kebijakan dibangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
perannya dalam upaya meningkatkan kualitas keputusan, yang diperoleh dari proses
perumusan tujuan kebijakan, mengenali permasalahan kebijakan, dan mencari jalan
pemecahan masalah kebijakan. Dunn (2003) mengemukakan bahwa prosedur analisis
kebijakan merupakan subordinat dari standar plausibilitas dan relevansi kebijakan, dan
terhadap tuntutan umum atau aturan multiplisme kritis. Peranan prosedur ini adalah
untuk menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi
kebijakan, hasil kebijakan. Ada lima prosedur analisis kebijakan yang dipakai dalam
pemecahan masalah manusia yaitu 1) perumusan masalah (definisi) untuk menghasilkan
informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan; 2)
peramalan (prediksi) untuk menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa yang
akan datang dari penerapan alternatif kebijakan; 3) rekomendasi (preskripsi) untuk
menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan realatif dari konsekuensi di masa
depan dari suatu pemecahan masalah; 4) pemantauan (deskripsi) untuk menghasilkan
informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif
kebijakan; dan 5) evaluasi, yang memberikan nama sama dengan yang dipakai dalam
bahasa sehari-hari.
Analisis Stakeholders dan Analisis Hierarki Proses
Beberapa alat analisis yang dapat digunakan dalam analisis kebijakan yaitu
analisis stakeholder dan Analisis Hierarki Proses. Keberhasilan suatu proyek sangat
bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan
perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk mengenali
perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering mengarah pada
perlawanan terhadap kebijakan dan proyek, yang diakibatkan oleh kegagalan dalam
mempertemukan tujuan mereka.

14
Keterlibatan langsung dari partai kunci yang memiliki hubungan dengan analisis
masalah dan proyek perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan
komitmen pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan
suatu proyek. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang
tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini menggunakan
keragaman ketertarikan tersebut sebagai titik awal. (Grontjik, 2003). Untuk
menyederhanakan permasalahan dalam pengambilan keputusan maka digunakan
Analisis Hierarki Proses (AHP). Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu
persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam
suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk
kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu
pengambilan keputusan (Saaty, 1993).

15
I. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kota Jambi Provinsi Jambi. Penelitian berlangsung
selama 4 (empat) bulan mulai Desember 2010 sampai Maret 2011. Peta lokasi
penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut.

Lokasi Penelitian
Gambar 2. Lokasi Penelitian

3.2. Rancangan Penelitian


3.2.1. Jenis & Sumber Data
Berdasarkan cara memperolehnya, jenis data dikelompokkan menjadi dua yaitu
data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi lapangan dan

16
wawancara dengan stakeholders. Jenis data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Primer
No Jenis Data Sumber
1. Karakteristik Pedagang Pasar Observasi & Responden
2. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders Responden
3. Alternatif Kebijakan Pengembangan Pasar Responden

Parameter yang diukur dari karakteristik pedagang yakni : 1) kondisi umum pedagang;
2) persepsi dan partisipasi pedagang terhadap pasar. Parameter yang diukur dari
kepentingan dan pengaruh stakeholders adalah : 1) kepentingan berdasarkan ekologi,
sosial, ekonomi, politis dan tugas pokok dan fungsi stakeholders dan 2) pengaruh
stakeholders yang didasarkan pada tahap perencanaan, fasilitasi, kewenangan, regulasi
serta anggaran. Parameter yang mendasari pemilihan alternatif kebijakan
pengembangan pasar yakni aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
Data sekunder diperoleh dari dokumen yang dipublikasikan oleh pihak-pihak
terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, peraturan perundangan, data dari
instansi terkait, serta data pendukung lainnya terkait dengan pengembangan pasar.
Secara rinci jenis dan sumber data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian disajikan
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Sekunder yang Dibutuhkan
No Jenis Data Sumber
1. Laporan Tahunan Dinas KPP. KPP, Dispenda,
2. Hasil Penelitian Jurnal Ilmiah
3. Peraturan Perundangan Depdagri, Pemkot Jambi
4. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Bappeda Kota Jambi
5. Laporan (RTRW, Lakip, Statistik) Bappeda, BPS,BMG
6. Data Penunjang Lainnya Dinas instansi lainnya

3.2.2. Teknik Penentuan Sampling


Penentuan contoh atau sampling dilakukan dengan 2 (dua) cara random
sampling dan purposive sampling. Random sampling digunakan untuk mengetahui
karakteristik pedagang yang diambil sebanyak 10 % dari populasi, yakni 100 orang
responden (dari 1000 pedagang pasar tradisional dan pasar induk). Untuk data

17
kepentingan dan pengaruh stakeholders serta persepsi terhadap alternatif kebijakan
pengembangan pasar digunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan
responden yang dipilih mengetahui dan terkait dengan permasalahan penelitian.
Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan alternatif
kebijakan pengembangan pasar dapat dilihat pada Tabel 3 .
Tabel 3. Responden Penelitian
No Kelompok Stakeholders Jumlah Responden
(orang)
1. Pemerintah Provinsi Assisten II Gubernur 1
Bappeda 1
BLH 1
Dinas Pekerjaan Umum 1
2. Pemerintah Kota Bappeda 1
BLH 1
Dinas Tata Ruang 1
Dinas Kebersihan, Pertamanan 1
dan Pemakaman
Kantor Pengelola Pasar 1
3. Perguruan Tinggi Pusat Studi DAS Unja 1
4. LSM Walhi 1
5. Masyarakat Ketua Adat Jambi 1
Total 12

3.2.3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan terdiri dari tiga cara, yakni review
dokumen, wawancara, dan observasi lapangan. Untuk pengumpulan data sekunder
dilakukan melalui review dokumen (studi literatur), kondisi karakteristik pedagang
menggunakan teknik observasi lapang dan wawancara. Sedangkan kepentingan,
pengaruh serta persepsi stakeholders menggunakan teknik wawancara mendalam (deep
interview) dengan bantuan kuisioner. Secara rinci teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
A. Kondisi Sosial Ekonomi Pasar Angso Duo
Untuk mengetahui karakteristik pedagang maka dilakukan melalui wawancara
dan observasi lapang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi umum dan
persepsi pedagang. Observasi lapang digunakan untuk mengetahui partisipasi pedagang
dalam menjaga kebersihan lingkungan. Untuk data kontribusi pasar Angso Duo

18
terhadap Pendapatan Asli Daerah menggunakan teknik review dokumen Dinas
Pedapatan Daerah.
B. Resiko Lingkungan
• Limbah Padat dan Cair Pasar
Data limbah padat berupa jumlah dan komposisi sampah dikumpulkan melalui
teknik review dokumen dari Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota
Jambi tahun 2011. Sedangkan data limbah cair berupa kualitas air dibagian hulu dan
hilir lokasi pasar dikumpulkan melalui review dokumen dari Badan Lingkungan Hidup
Kota Jambi tahun 2009.
• Penurunan Fungsi Sempadan
Penurunan fungsi sempadan dikumpulkan melalui 2 (cara) yakni wawancara
serta melalui review dokumen terhadap hasil-hasil penelitian dan pemerhati Daerah
Aliran Sungai (DAS) Batanghari dari Pusat Studi DAS Batanghari Universitas Jambi.
Data pendukung tentang kondisi umum yang berkaitan dengan fungsi sempadan
dikumpulkan melalui review dokumen Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Jambi.
C. Kepentingan, Pengaruh dan Persepsi Stakeholders
• Data Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders
Data kepentingan dan pengaruh stakeholders dikumpulkan melalui wawancara
mendalam serta review dokumen terhadap Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang
Pembagian Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah (UU otonomi daerah) dan
Dokumen Tugas Pokok dan Fungsi dari Lembaga pemerintah terkait.
Jawaban responden yang diperoleh ditransformasi menjadi data kuantitatif
dengan terlebih dahulu membuat kriteria kepentingan dan pengaruh stakeholders
terhadap pengembangan pasar (Asikin, 2001). Penentuan skoring pertanyaan untuk
mengukur tingkat kepentingan dan pengaruh stakeholders mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Abbas (2005) yakni pengukuran berjenjang lima yang disajikan
pada Tabel 4. Nilai skor dari lima pertanyaan dijumlahkan dan nilainya dipetakan dalam
bentuk matrik kepentingan dan pengaruh.

19
Tabel 4. Ukuran Kuantitatif terhadap Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders
Skor Nilai Kriteria Keterangan
Kepentingan Stakeholders
5 20-25 Sangat Tinggi Sangat Mendukung
4 16-20 Tinggi Mendukung
3 11-15 Cukup tinggi Cukup Mendukung
2 6-10 Kurang Tinggi Kurang Mendukung
1 0-5 Rendah Tidak Mendukung
Pengaruh Stakeholders
5 20-25 Sangat Tinggi Sangat mampu mempengaruhi
4 16-20 Tinggi Mampu
3 11-15 Cukup tinggi Cukup Mampu
2 6-10 Kurang Tinggi Kurang Mampu
1 0-5 Rendah Tidak Mampu
Sumber : Abbas, 2005

Pengukuran tingkat kepentingan stakeholders terhadap pengembangan Pasar


Angso Duo (AD) berdasarkan lima pertanyaan berikut : Kepentingan Pertama (K1)
yakni : Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi tugas pokok langsung
stakeholders dari sisi ekologis? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) menurunkan sumber
pencemaran air di lingkungan di wilayah kewenangan stakeholders; 2) meningkatkan
fungsi sempadan sungai di wilayah kewenangan stakeholders; 3) mengurangi potensi
produksi gas pencemar dari sampah pasar; 4) meningkatkan program 3 R (Reuse,
Reduce, Recycle) untuk meminimalkan sampah; 5) perlindungan dan pengawasan
sumber air minum bagi masyarakat.
Kepentingan Kedua (K2) Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi
tupoksi stakeholders dari sisi ekonomis? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) sumber
penerimaan daerah; 2) meningkatkan pendapatan pedagang di daerah kewenangan
stakeholder; 3) meningkatkan nilai tambah pasar; 4) perluasan lapangan kerja baru; 5)
mengurangi pembiayaan pengelolaan pasar bersumber Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD)
Kepentingan Ketiga (K3) Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD bagi
tupoksi stakeholders dari sisi sosial? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) meningkatkan
nilai estetika pasar; 2) meningkatkan keamanan dalam pasar di wilayah stakeholders; 3)
menertibkan perizinan pedagang; 4) memudahkan pengelolaan pungutan retribusi; 5)
memudahkan monitoring dan evaluasi bagi stakeholders.

20
Kepentingan Keempat (K4) Berapa besar manfaat pengembangan Pasar AD
bagi tupoksi stakeholders dari sisi politis? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1)
peningkatan pelayanan pada daerah kewenangan; 2) penyelamatan lingkungan SDA
(DAS Batanghari secara umum); 3) meningkatkan nilai ekonomis wilayah; 4)
meningkatkan nilai keamanan wilayah; 5) penyelamatan peninggalan nilai budaya
daerah.
Kepentingan Kelima (K5) Berapa besar tingkat prioritas rencana pengembangan
Pasar AD terhadap tupoksi atau kebutuhan stakeholders? Unsur-unsur yang dinilai
yakni 1) jika ≥ 80% diberi skor 5; 2) jika 60-79% diberi skor 4; 3) jika 40-59% diberi
skor 3; 4) jika 20-39% diberi skor 2; dan 5) jika < 20% diberi skor 1.
Tingkat pengukuran pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Pasar Angso
Duo berdasarkan pertanyaan berikut : Pengaruh Pertama (P1) Berapa besar tingkat
keterlibatan stakeholders terkait rencana pengembangan Pasar AD? Unsur-unsur yang
dinilai yakni 1) perencanaan; 2) pengorganisasian; 3) pelaksanaan; 4) pengawasan
pemanfaatan; 5) evaluasi.
Pengaruh Kedua (P2). Kontribusi fasilitas yang diberikan stakeholders untuk
Pengembangan Pasar Angso Duo ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) pemberian izin
prinsip pembangunan; 2) pemberian izin Kelayakan lingkungan; 3) pembiayaan
pembangunan sarana dan prasarana; 4) kepemilikan lahan rencana bangunan; 5)
pengelolaan pasca pengembangan
Pengaruh Ketiga (P3) Berapa besar tingkat kewenangan stakeholders terkait
rencana pengembangan Pasar AD ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) jika ≥ 80% diberi
skor 5; 2) jika 60-79% diberi skor 4; 3) jika 40-59% diberi skor 3; 4) jika 20-39%
diberi skor 2; dan 5) jika < 20% diberi skor 1.
Pengaruh Keempat (P4) Berapa besar tingkat dukungan regulasi terhadap
kewenangan stakeholders terkait rencana pengembangan kembali Pasar AD ? Unsur-
unsur yang dinilai yakni 1) UU No.32/2004; 2) UU No. 33/2004; 3) UU No.26/2004; 4)
UU No.32/2009; 5) PP No.38/2007.
Pengaruh Kelima (P5) Berapa besar dukungan anggaran stakeholders yang
digunakan rencana pengembangan Pasar AD ? Unsur-unsur yang dinilai yakni 1) jika ≥

21
80% diberi skor 5; 2) jika 60-79% diberi skor 4; 3) jika 40-59% diberi skor 3; 4) jika
20-39% diberi skor 2; dan 5) jika < 20% diberi skor 1.

D. Alternatif Kebijakan Pengembangan Pasar Angso Duo.


Data yang dikumpulkan berupa data primer tentang persepsi alternatif kebijakan
pengembangan pasar. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan kuisioner.

3.3. Metode Analisis


Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka digunakan metode analisis yakni
analisis diskriptif, analisis resiko lingkungan, analisis stakeholders, dan analisis
hierarkhi proses.
A. Analisis Kondisi Sosial Ekonomi Pasar Angso Duo.
Analisis kondisi sosial ekonomi dilakukan secara diskriptif terhadap data
karakteristik pedagang (kondisi umum. persepsi dan partisipasi pedagang). Untuk
data ekonomi dilakukan analisis diskriptif terhadap kontribusi retribusi pasar dalam
pendapatan daerah.
B. Analisis Resiko Pengembangan Pasar Angso Duo
• Pencemaran Limbah Padat
Untuk mengetahui pengaruh limbah padat terhadap resiko lingkungan yang
ditimbulkan maka dilakukan melalui hasil pengukuran jumlah sampah dan komposisi
sampah. Dari data tersebut kemudian dianalisis resiko yang muncul.
• Pencemaran Limbah Cair
Pengukuran besaran resiko yang muncul terhadap limbah cair di ukur melalui
hasil pengukuran kualitas air di bagian hulu dan hilir pasar.
• Penurunan Fungsi Sempadan.
Untuk mengetahui besaran resiko akibat aktivitas pasar terhadap fungsi
sempadan maka dianalisis melalui hasil pengukuran curah hujan tahunan, jenis tanah,
luas penutupan lahan serta kejadian banjir dilokasi penelitian.
Untuk mengetahui seberapa besar resiko yang muncul akibat pengembangan
maka dilakukan metode Analisis Resiko Lingkungan secara kualitatif maupun

22
kuantitatif. Setelah semua data yang teridentifikasi maka dilakukan analisis kualitatif,
semi kuantitatif dan kuantitatif pada Tabel 5 dan 6 di bawah ini.
Tabel 5. Pengukuran Dampak secara Kualitatif
Level Kriteria Keterangan
1 Insignificant Tidak berbahaya dan tidak memerlukan biaya pengendalian
2 Minor Berbahaya, perlu bantuan pertama kecelakaan dan memerlukan
biaya sedang dalam pengendaliannya.
3 Moderate Berbahaya, memerlukan penanganan segera dan memerlukan
biaya pengendalian yang besar
4 Major Sangat berbahaya, menyebabkan kehilangan produktivitas dan
memerlukan biaya yang sangat besar dalam pengendalian
5 Catastrophic Menimbulkan kematian segera, membutuhkan biaya pengendalian
yang sangat besar
Sumber : Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999

Tabel 6. Pengukuran Peluang


Level Kriteria Keterangan
A Pasti Terjadi Peluang kejadian yang sudah pasti terjadi
B Terjadi Peluang kejadian yang tidak bisa dihindari
C Kemungkinan Besar Terjadi Peluang kejadian besar
D Kecil Terjadi Peluang kejadian kecil
E Jarang Terjadi Peluang sangat jarang terjadi
Sumber : Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999

Tabel 7. Matrik Analisis Resiko Kualitatif dan Level Resiko


Dampak
Peluang Insignificant Minor Moderate Major Catastrophic
1 2 3 4 5
A (Pasti Terjadi) H H E E E
B (Terjadi) M H H E E
C (Kemungkinan besar L M H E E
terjadi)
D (Kecil terjadi) L L M H E
E (Jarang Terjadi) L L M H H
Sumber : Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999
Keterangan :
E : Resiko yang Ekstrim, memerlukan penangan segera
H : Resiko besar/tinggi, memerlukan penanganan serius
M : Resiko sedang, memerlukan penanganan khusus
L : Resiko rendah, penanganan rutin

23
C. Analisis Alternatif Kebijakan Pembangunan Pasar Angso Duo
Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas stakeholders kunci dan
melakukan penilaian terhadap perannya, tingkat pengaruh/kekuatannya dalam
pengembangan Pasar Angso Duo di Kota Jambi. Alat analisis yang digunakan adalah
stakeholder grid dengan bantuan microsoft exel. Hasil analisis diilustrasikan dalam
Gambar 3 dimana stakeholders dikategorikan menurut tingkat kepentingan dan
kekuatannya. Data jawaban terhadap tingkat kepentingan dan pengaruh masing-masing
stakeholders hasil skoring dikelompokkan menurut jenis indikatornya, yang kemudian
disandingkan sehingga membentuk koordinat.

Tinggi
Subjects KeyPlayers
(Kuadran I) (Kuadran II)
Kepentingan

Crowd Context Setters


Rendah (Kuadran III) (Kuadran IV)

Rendah Pengaruh Tinggi


Gambar 3. Matrik Hasil Analisis Stakeholders (Groenendijk, 2003)

Posisi pada kuadran dapat menggambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang
dimainkan oleh masing-masing stakeholders terkait dengan pengembangan pasar
adalah 1) Subject (kepentingan tinggi tapi pengaruh rendah); 2) Key Players
(kepentingan dan pengaruh tinggi); 3) Crowd (kepentingan dan pengaruh rendah; 4)
Context setters (kepentingan rendah tapi pengaruh tinggi).

D. Persepsi Stakeholders terhadap Alternatif Pengembangan Pasar Angso Duo di


Kota Jambi
Metode analisis yang digunakan untuk merumuskan alternatif kebijakan
pengembangan pasar adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja
AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak terstruktur,
strategis dan dinamis serta merata dalam suatu hirarki. AHP merupakan salah satu alat
analisis yang dapat digunakan untuk kondisi ketidakpastian dan ketidaksempurnaan

24
informasi dan beragamnya kriteria suatu pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses
analisis dengan AHP dilakukan dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise
comparison) untuk mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif
terhadap kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan
berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat, tingkat 1 (tujuan umum), tingkat 2
(kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan berbagai
pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang memiliki prioritas
tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sitem tersebut (Marimin, 2004).
Pendekatan AHP menggunakan skala banding berpasangan menurut Saaty (1993).

Tabel 8. Skala Banding Secara Berpasangan


Tingkat Definisi Penjelasan
Kepentingan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu
elemen lainnya elemen dibanding elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung
elemen lainnya satu elemen dibanding elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan
yang lainnya terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada Bukti yang mendukung elemen satu terhadap
elemen lainnya elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang
mungkin menguatkan
2,4,6,8Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua
berdekatan pilihan
Sumber : Saaty (1993)

Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan sebagai
berikut :

1. Identifikasi sistem, yaitu mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi


yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi
dan berdiskusi dengan para responden yang memahami permasalahan, sehingga
diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi;

2. Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan
sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan paling
bawah. Berdasarkan hasil dengan para pakar dan penelitian di lapangan dapat
disusun struktur hierarki seperti Gambar 4 berikut.

25
Pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi
Tujuan

Aspek Ekologis Ekonomis Sosial

sasaran F.Sem Cemar N.Tam PAD Esttk Tibum

Alternatif RJKL RDKL Tetap

Gambar 4. Struktur Hierarkhi Alternatif Kebijakan


Ket :
F. Sem : Menaiknya fungsi sempadan
Cemar : Menurunnya pencemaran
N. Tam : Meningkatnya nilai tambah pasar
PAD : Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah
Esttk : Meningkatnya nilai estetika pasar
Tibum : Meningkatnya ketertiban umum
RJKL : Relokasi Jauh dengan Kelola Lingkungan
RDKL : Relokasi Dekat dengan Kelola Lingkungan
Tetap : Tanpa Relokasi dengan Kelola Lingkungan

3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap


masing-masing tujuan atau kriteria yang tingkatnya di atasnya. Teknik ini yang
digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden
yang dianggap key person. Mereka dapat berperan sebagai 1) pengambil keputusan;
2) para pakar; serta 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang
dihadapi.

4. Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan pada Tabel 9.


Tabel 9. Matrik Pendapat Individu
A1 A2 ...... An
A1 1 A 12 ...... a 1n
A=(aij)= A2 1/a 12 1 ...... a 2n
...... ...... ...... ...... ......
An 1/a 1n A 2n ...... 1

26
Dalam hal ini A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan
hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matrik
berukuran n x n, nilai Aij merupakan nilai matrik pendapat hasil komparasi
berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj.

5. Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal dari
rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio
inkonsistensinya memenuhi syarat.

6. Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi


jawaban responden.

7. Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan tertentu
terhadap sasaran utama

Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup
tinggi (> 0,10). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya
responden tersebut dihilangkan. Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan
terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan
menunjukkan nilai CR < 0,1 artinya penilaian pada pengisian kuisioner tergolong
konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses analisis AHP ini dilakukan
dengan perangkat lunak Expert Choise versi 9.0.

8. Penggabungan Pendapat Responden


Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu responden
ahli. Namun demikian, dalam aplikasinya penilaian kriteria dan alternatif dilakukan
oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya pendapat beberapa ahli tersebut
perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian
digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik. Tujuan menyusun matrik ini
adalah untuk membentuk suatu yang mewakili matriks-matriks pendapat individu.

27
IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil Wilayah Studi

Kota Jambi memiliki luas 205.38 km² dan terdiri dari 8 kecamatan, dengan pusat
administrasi di Kecamatan Kota Baru. Kota Jambi terletak pada kordinat 01° 30’ 2.98"
- 01° 7’ 1.07" Lintang Selatan dan 103° 40’ 1.67" - 103° 40 0.23" Bujur Timur.
Jumlah penduduk Kota Jambi pada tahun 2009 sebesar 532.743 jiwa dengan kepadatan
penduduk 30 jiwa/ha.
Kota Jambi beriklim tropis, tahun 2009 rata-rata suhu di Kota Jambi berkisar
antara 26,3°C sampai 28,3°C. Dengan suhu maksimum 35,4°C yang terjadi pada bulan
Maret dan suhu minimum 20,8°C terjadi pada bulan Februari dan Maret. Curah hujan di
Kota Jambi selama tahun 2009 beragam antara 60 mm sampai 345 mm, dengan jumlah
hari hujan antara 10 hari sampai 26 hari per bulannya. Sedangkan rata-rata kelembaban
udara berkisar 78% - 87%. Berdasarkan topografi Kota Jambi relatif datar dengan
ketinggian 0-60 m di atas permukaan laut. Bagian bergelombang terdapat di utara dan
selatan kota, sedangkan daerah rawa terdapat di sekitar aliran Sungai Batanghari, yang
merupakan sungai terpanjang di pulau Sumatera dengan panjang keseluruhan lebih
kurang 1.700 km.

4.2. Analisis Kawasan Lindung dan Rawan Bencana


a. Kawasan Lindung
Kawasan lindung setempat yang terdapat di Kota Jambi adalah sempadan sungai.
Penetapan garis sempadan sungai dimaksudkan sebagai upaya agar kegiatan
perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian atas sumber daya yang ada
pada sungai dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuannya.
1. Sempadan Sungai
Sungai Batanghari merupakan sungai yang membelah Kota Jambi, karena itu
sempadan sungai dibedakan menjadi:

• Sempadan sungai yang melewati kawasan perkotaan dengan kepadatan tinggi.


Kawasan ini merupakan kawasan dengan aktivitas perdagangan dan jasa. Bila

28
dilihat dari kriteria sempadan sungai, sungai yang melewati kawasan perkotaan
dengan kepadatan tinggi termasuk kedalam sempadan sungai bertanggul di
dalam kawasan perkotaan. Dari kriteria tersebut, maka sempadan sungai yang
berlaku di daerah ini sebesar sekurang-kurangnya 3 m di sebelah luar sepanjang
kaki tanggul.

• Kawasan perkotaan dengan kepadatan rendah. Kawasan ini merupakan kawasan


dengan fungsi perumahan dan fungsi pendukung kawasan perkotaan dengan
kepadatan rendah. Sungai Batanghari yang melewati kawasan ini merupakan
sungai yang tidak memiliki tanggul dengan kedalaman lebih dari 20 meter.
Berdasarkan ciri ini maka sempadan sungai untuk daerah ini sekurang-
kurangnya sebesar 100 m

2. Sempadan Danau
Berdasarkan keputusan Presiden R.I Nomor 32 tahun 1990 tentang
pengelolaan kawasan lindung, sempadan danau ditetapkan sekurang-kurangnya 50
m dari titik pasang tertinggi ke arah darat.

b. Kawasan Rawan Bencana


Secara umum wilayah Kota Jambi memiliki beberapa potensi bahaya yang dapat
menimbulkan bencana yakni potensi bencana gempa bumi, banjir, serta kebakaran.
Adapun gambaran kawasan bencana tersebut dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Kejadian Bencana Alam di Kota Jambi
Jenis Bencana
Nama Kecamatan
Kebakaran Banjir Angin Topan
Kota Baru 1 1 -
Jambi Selatan 2 - -
Jelutung 1 1 -
Pasar Jambi - 2 -
Telanaipura 2 2 -
Danau Teluk - 2 -
Pelayangan - 2 -
Jambi Timur 1 2 1
Jumlah 7 12 1
Sumber : Kota Jambi dalam Angka, Tahun 2009

29
1.Bencana Banjir
Berdasarkan kejadian banjir yang dicatat melalui Stasiun Pengamat Tanggo
Rajo dan berdasarkan hasil perhitungan banjir menggunakan data banjir, maka
kejadian banjir Kota Jambi pada tahun 2003 diduga merupakan banjir periode
ulang 50 tahun. Hal tersebut didasarkan pada hasil pencatatan kejadian banjir
tahun 2003, dimana luas genangan banjir untuk Kota Jambi adalah 708.019 Ha.
2. Bencana Kebakaran
Berdasarkan pendekatan standar, luas Wilayah Manajemen Kebakaran
(WMK) adalah 176.625 km2. Apabila dibandingkan dengan luas Kota Jambi secara
keseluruhan (205,38km2), maka untuk Kota Jambi dengan tingkat kepadatan
penduduk dan pemakaian intensitas lahan perkotaan diperlukan 1 (satu) buah
WMK. Pelayanan dengan lingkup menengah dinyatakan dalam tingkat Sektor
Pemadam Kebakaran (SPK). Adapun setiap SPK akan membawahi Pos Pelayanan
Kebakaran (PPK) yang maksimal melayani 3 (tiga) kelurahan.

4.3. Analisis Struktur Tata Ruang


Struktur pusat permukiman atau sistem kota yang membentuk nodes atau simpul
wilayah merupakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan pelayanan sosial ekonomi.
Hal ini didasarkan pada teori tempat pusat (central place theory), dimana dalam suatu
wilayah terdapat pusat-pusat pelayanan yang memiliki wilayah belakang (hinterland).
Untuk Kota Kecamatan di Kota Jambi ditentukan ada 3 (tiga) hirarki yaitu hirarki I,
hirarki II, dan hirarki III. Batas ambang untuk ketiga tingkatan tersebut adalah sebagai
berikut :

• Hirarki I adalah kota yang memiliki indeks sentralitas di atas 1227.


• Hirarki II adalah kota yang memiliki indeks sentralitas antara 808 sampai dengan
1227.
• Hirarki III adalah kota yang memiliki indeks sentralitas kurang dari 808.

30
Tabel 11. Hirarki Kota di Kota Jambi
No Kecamatan Nilai Hirarki
1 Kota Baru 1645,5 I
2 Telanai Pura 970,5 II
3 Jambi Selatan 945,5 II
4 Pasar Jambi 845,5 II
5 Danau Teluk 657,1 III
6 Pelayangan 600,0 III
7 Jambi Timur 445,5 III
8 Jelutung 390,5 III
Sumber: Bappeda Kota Jambi 2010-2030

Bagian Wilayah Kota (BWK)

Berdasarkan RTRW Kota Jambi 2010-2030 (Bappeda Kota Jambi, 2010), Kota Jambi
dibagi ke dalam tujuh BWK dan tiap kelurahan berfungsi menjadi pusat lingkungan .
1. Bagian Wilayah Kota (BWK) Telanaipura
BWK Telanaipura berfungsi sebagai pusat pemerintahan Provinsi Jambi, pendidikan,
perkantoran dan permukiman dengan pusat di Kantor Gubernur. Luas pusat BWK
Telanaipura sebesar ± 25 Ha yang berfungsi sebagai kawasan hijau. Daerah pelayanaan
adalah seluruh Kecamatan Telanaipura dan Kecamatan Putri Ayu.
2. Bagian Wilayah Kota (BWK) Pasar Jambi
BWK Pasar Jambi berfungsi sebagai pusat bisnis, perdagangan dan jasa yang berpusat
di pertokoan abadi. Luas pusat BWK Pasar Jambi sebesar ± 25 Ha yang berfungsi
sebagai kawasan hijau. Daerah pelayanan adalah seluruh Kecamatan Pasar Jambi.
3. Bagian Wilayah Kota (BWK) Kota Baru
BWK Kota Baru berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kota Jambi, perkantoran dan
permukiman, pusat BWK di kantor walikota dengan luas pusat pelayanan sebesar ± 25
Ha yang berfungsi sebagai kawasan hijau. Daerah pelayanan adalah Kecamatan Kota
Baru dan Kecamatan Jelutung.
4. BWK Jambi Timur-Selatan
BWK Jambi Timur-Selatan berfungsi sebagai perdagangan dan jasa, permukiman dan
industri yang melayani kawasan sekitarnya. BWK Jambi Timur-Selatan terletak di
Kelurahan Selincah dengan luas sub pusat pelayanan kota sebesar ± 10 Ha. Sub pusat

31
pelayanan kota di manfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat
berkumpul.
5. BWK JAMSEKO
BWK Jambi Kota Seberang berfungsi sebagai permukiman kepadatan rendah yang
melayani Kecamatan Danau Teluk dan Pelayangan. Pusat BWK Jambi Kota Seberang
terletak di Kelurahan Olak Kemang dengan luas sub pusat pelayanan kota sebesar ± 10
Ha. Sub pusat pelayanan kota di manfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan
sebagai tempat berkumpul.
6. BWK Talang Gulo
BWK Talang Gulo berfungsi sebagai pusat perdagangan regional, pemandu moda dan
permukiman yang melayani kawasan sekitar. Pusat sub BWK Talang Gulo terletak di
Kelurahan Kenali Asam Bawah dengan luas pusat sub BWK sebesar ± 10 Ha. Pusat sub
BWK dimanfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul.
7. BWK Kenali Besar
BWK Kenali Besar berfungsi sebagai pertambangan, perdangangan dan jasa dan
permukiman yang melayani Kecamatan Alam Barajo. Pusat BWK Kenali Besar terletak
di terminal Alam Barajo dengan luas sub pusat pelayanan kota sebesar ± 10 Ha. Sub
pusat pelayanan kota di manfaatkan sebagai taman yang dapat dimanfaatkan sebagai
tempat berkumpul.

4.4. Sarana Perdagangan dan Jasa


Ragam sarana perdagangan di Kota Jambi saat ini ialah pasar yang dikelola oleh
Pemerintah Kota Jambi, pusat perbelanjaan modern (mall), serta rumah-toko (ruko).
Pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kota Jambi sebanyak 18 buah dengan 2
diantaranya menggunakan format rumah-toko. Adapun pusat perbelanjaan modern yang
cukup terkenal di Kota Jambi ialah Mall Kapuk, Mall Trona, Meranti Swalayan, WTC
Batanghari, Ramayana, dan sebagainya. Dalam hal ketersediaan sarana perdagangan
dan jasa dalam bentuk rumah-toko (ruko) yang perlu menjadi perhatian ialah kurang
terjaganya sisi urban design sehingga ruko-ruko yang ada kurang teratur dan
mendominasi akses suatu wilayah sehingga mulai dapat dijumpai slum area di belakang
ruko-ruko di Kota Jambi.

32
Perkembangan ekonomi yang pesat di Kota Jambi menjadikan kota ini juga
mengalami percepatan dalam hal pembangunan sarana perdagangan dan jasa yang
dilakukan oleh pihak swasta. Perhitungan kebutuhan penyediaan sarana perdagangan di
Kota Jambi dilakukan mengacu kepada Standar Pelayanan Minimal yang diatur dalam
Kepmen Kimprawil Nomor 534 Tahun 2001. Pada standar tersebut diatur bawah sarana
pasar dibangun untuk melayani 30.000 jiwa penduduk. Jumlah tersebut mengalami
perubahan sesuai dengan proyeksi jumlah penduduk Kota Jambi.
Tabel 12. Proyeksi Kebutuhan Sarana Perdagangan

Sumber : Bappeda Kota Jambi 2009


Berdasarkan tabel proyeksi di atas, apabila dibandingkan dengan jumlah pasar yang saat
ini dikelola oleh Kantor Pengelola Pasar Kota Jambi, maka perlu terdapat 140 pasar
yang perlu disediakan. Akan tetapi jumlah tersebut dapat direduksi sebanyak 10 buah
apabila memperhitungkan dengan keberadaan sarana perdagangan yang dikelola oleh
pihak swasta. Namun demikian, solusi pembangunan sisa pasar yang baru perlu disikapi
dengan mempertimbangkan jenis yang akan dibangun meliputi alternatif pusat
perbelanjaan modern, kelompok rumah-toko, atau pasar lingkungan. Di sisi lain, usaha
revitalisasi pasar tradisional perlu dijadikan pertimbangan. Aspek revitalisasi meliputi
perbaikan kualitas prasarana dan fisik bangunan, perbaikan kualitas lingkungan
kegiatan, serta manajemen perdagangan pasar. Beberapa pasar yang perlu direvitalisasi
meliputi Pasar Angso Duo, Talang Banjar, Olak Kemang, dan Tanggo Rajo (Bappeda
Kota Jambi, 2010).

33
4.5.Sistem Transportasi Darat
Jaringan Jalan
Dalam realisasi RUTR Kota Jambi 2000 – 2010 diatur bahwa sistem jaringan
transportasi Kota Jambi terdiri atas jaringan jalan arteri primer yang mengelilingi Kota
Jambi (Jalan Lingkar) yang menghubungkan pusat-pusat pada struktur Kota Jambi;
serta jaringan jalan arteri dan kolektor sekunder yang menghubungkan kegiatan-
kegiatan di dalam Kota Jambi. Sistem jaringan jalan Kota Jambi kemudian membentuk
pola radial konsentrik dimana jaringan jalan kolektor terhubung secara radial dengan
jaringan jalan arteri (jalan lingkar) yang melingkari seluruh wilayah Kota Jambi.
Kondisi saat ini telah mulai menampakkan adanya gejala kemacetan yang terjadi
di Kota Jambi. Hal ini dapat dilihat dari kondisi beberapa ruas jalan yang memiliki
kecepatan di bawah 30 km/jam. Hal yang sama juga akan diindikasikan melalui
peningkatan jumlah antrian pada persimpangan-persimpangan yang akan meningkat
menjadi 168 antrian.

4.6.Arahan Kawasan Strategis


Arahan pembangunan yang ada di Kota Jambi dijadikan pemacu untuk
pembangunan. Arahan kawasan strategis menekankan faktor kekuatan, kelemahan dan
peluang, sehingga percepatan pembangunan dapat dititik beratkan pada arahan tersebut.
Adapun arahan kawasan strategis Kota Jambi adalah sebagai berikut:
1. Adanya rencana penyediaan jalur kereta api trans sumatera di dalam RTRWN dan
RTRW Provinsi Jambi yang akan diaplikasikan didalam RTRW Kota Jambi.
Dengan adanya jalur kereta trans sumatera ini diharapkan Kota Jambi akan lebih
maju lagi dan akan direncanakan pemadu moda di Talang Gulo yang diharapkan
menjadi kawasan strategis bisnis (opportunity.
2. Adanya keberadaan Kuburan Cina yang dapat dialihfungsikan menjadi Hutan Kota
yang akan dimanfaatkan sebagai penyejuk Kota Jambi (strengh).
3. Adanya cadangan lahan potensial di Kecamatan Danau Teluk dan Kecamatan
Pelayangan diarahkan menjadi pusat permukiman berkepadatan rendah (strengh).

34
4. Adanya keberadaan Danau Teluk Kenali, Danau Teluk, dan Danau Sipin yang
dapat diarahkan menjadi Taman Wisata Alam, dengan potensi ekonomis sekaligus
berwawasan lingkungan (strengh).
5. Terdapat cadangan lahan potensial berupa lahan pertanian di Kelurahan Silencah
sekitar koordinat 01o34’42.9” LS dan 103o38’53.8” BT yang dapat dipromosikan
untuk menjadi kawasan industri (strengh).
6. Adanya kawasan Pasar Angso Duo yang memerlukan kebutuhan penataan
(weakness), namun memiliki potensi sebagai kawasan perdagangan dan jasa
(strengh).

35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Pedagang Pasar Angso Duo Jambi


Pasar Angso Duo menurut sejarahnya merupakan pasar yang tumbuh mengikuti
kebiasaan masyarakat Jambi yang hidup di pinggiran sungai. Pasar ini telah mengalami
2(dua) kali perpindahan tetapi tidak diikuti oleh perpindahan pedagang setempat.
Karakteristik umur pedagang di pasar ini adalah berumur lebih dari 40 tahun (39%),
antara 30-40 tahun (38 %) dan kurang dari 30 tahun (23 %), Tingkat pendidikan
pedagang meliputi PT (1%), SMA (55%), SMP (24 %) dan SD (20%). Lama para
pedagang menempati Pasar Angso Duo berkisar antara 5 – 10 tahun (43 %), lama
berdagang >10–20 tahun (29 %) dan kurang dari 5 tahun (28%), dapat dilihat pada
Gambar 5 berikut.

Gambar 5. Persentase Umur, Pendidikan dan Lama Berdagang

Tingkat kenyamanan pasar dirasakan bahwa kondisi pasar tidak nyaman (72%),
nyaman (21%), dan biasa saja (7%). Penyebab ketidaknyamanan tersebut adalah
kondisi pasar yang kumuh dan becek sewaktu musim hujan (80%), faktor keamanan
(13%) dan bencana banjir (7%). Solusi yang dikehendaki adalah perbaikan infrastruktur
pasar yang ada (52 %), relokasi dekat dari pasar yang ada (42%) dan relokasi jauh dari
pasar yang ada (6%). Gambaran tingkat kenyamanan pasar, penyebab dan solusi yang
dikehendaki pedagang dapat dilihat pada Gambar 6.

36
Gambar 6. Persentase Tingkat Kenyamanan, Penyebab dan Solusi Terhadap Pasar

Tingkat partisipasi pedagang terhadap pasar dilihat dari kesediaan pedagang dalam
mengumpulkan sampah dilokasi penjualan masing-masing (89%), dan membiarkan
sampah dilokasi penjualannya(11%) serta kesediaan dari pedagang untuk membayar
iuran diluar iuran resmi pemerintah (93%) dan yang tidak bersedia (7%). Gambaran
partsipasi pedagang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Persentase Partsipasi Pedagang

5.2. Peran Pasar Angso Duo dalam Struktur Pendapatan Daerah


Pendapatan daerah sebagai sumber keuangan daerah merupakan unsur yang
sangat penting dalam rangka melaksanakan pembangunan daerah dan penyelenggaraan
pemerintahan. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari Pendapatan daerah, Belanja daerah, dan Pembiayaan daerah.

37
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum
daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah sebagaimana
peraturan menteri dalam negeri tersebut dikelompokan atas Pendapatan Asli Daerah,
Dana Perimbangan, dan lain- lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah. Kewenangan untuk mendayagunakan sumber keuangan sendiri dilakukan
dalam wadah Pendapatan Asli Daerah yang sumber utamanya adalah pajak daerah dan
retribusi Daerah.
Secara nominal PAD Kota Jambi terus meningkat dalam 10 tahun terakhir,
meskipun demikian kontribusi PAD terhadap realisasi pendapatan cenderung terus
menurun. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 13 berikut.

Tabel 13. Rekapitulasi Penerimaan PAD Kota Jambi TA 2000 sd 2009


Tahun Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp) Persen
2000 10.226.396.000,00 8.779.734.488,17 85,85%
2001 15.253.906.000,00 15.091.877.627,07 98,94%
2002 18.245.610.000,00 18.796.320.380,57 103,02%
2003 19.590.117.000,00 23.414.799.096,16 119,52%
2004 26.005.893.206,00 32.096.106.601,02 123,42%
2005 31.020.175.426,00 35.947.627.688,48 115,88%
2006 34.886.577.274,00 43.323.298.454,14 124,18%
2007 38.091.111.699,00 45.418.865.368,69 119,24%
2008 45.034.596.937,95 54.075.188.473,39 120,07%
2009 51.847.106.988,00 55.671.281.869,55 107,38%
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah 2010

Pendapatan asli daerah merupakan nilai total dari pajak dan retribusi daerah.
Tahun 2000 sampai 2005 retribusi daerah memberikan kontribusi terbesar bagi PAD,
namun sejak Tahun 2006 sampai 2009 kontribusi terbesar bagi PAD diberikan oleh
pajak daerah. Untuk melihat kontribusi pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan
daerah lainnya terhadap PAD dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

38
Tabel 14. Kontribusi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan laninya terhadap Pendapatan
Asli Daerah Selama 2000 s/d 2009
No Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Lain-lain
Anggaran (%) (%) (%)
1 2000 38,60 57,29 4,11
2 2001 34,84 51,42 13,74
3 2002 39,44 50,98 9,58
4 2003 37,21 49,79 13,00
5 2004 48,25 40,98 10,77
6 2005 47,91 41,84 10,25
7 2006 44,44 38,34 17,22
8 2007 45,32 38,11 16,57
9 2008 45,18 31,78 19,54
10 2009 51,80 32,89 10,30
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Jambi 2010

Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Salah satu sumber retribusi daerah
adalah Pasar Angso Duo, pasar ini merupakan pasar tradisional terbesar di Kota Jambi.
Besaran nilai retribusi daerah selama lima tahun terakhir dapat dilihat dari Tabel 15
berikut.
Tabel 15. Penerimaan Retribusi Daerah dan Retribusi Pasar Angso Duo selama 5 Tahun
Tahun Anggaran Retribusi Daerah Retribusi Pasar Angso Duo
2005 13.374.228.000 1.496.955.125
2006 16.608.658.772 1.482.302.135
2007 16.368.741.425 2.336.985.424
2008 17.186.702.058 2.568.951.383
2009 18.308.852.178 2.588.600.514
Sumber : Dinas Pendapatan Daerah Jambi 2010

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 6 tahun 2006, pengelolaan pasar
yang ada di Kota Jambi menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Kantor Pengelola
Pasar (KPP). Diantara tupoksi tersebut adalah penarikan retribusi pasar dan
pengembangan pasar kedepan. Jika dilihat dari tabel diatas bahwa retribusi Pasar
Angso Duo mengalami peningkatan terhadap retribusi total Kota Jambi, walaupun
kontribusi tidak terlalu besar bagi PAD tetapi sangat berperan bagi keberlangsungan
mata pencarian bagi 1000 pedagang di Kota Jambi.

39
5.3. Analisis Resiko Lingkungan Pasar Angso Duo Jambi
5.3.1. Jumlah dan Komposisi Sampah Pasar Angso Duo
Berdasarkan data Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jambi
(2011), dalam satu hari Pasar Angso Duo menghasilkan sampah sebanyak 13 – 17
ton/hari pada hari-hari besar (bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri) dan 9 – 11
ton/hari pada hari biasa. Komposisi sampah terdiri dari bahan organik 92 %, kertas dan
kardus 0,72 %, plastik 5,58 %, dan residu 1,7%. Komposisi sampah organic dapat
dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Komposisi Sampah Pasar

Sampah pasar dibuang ke Tempat Pemprosesan Sampah Akhir (TPA) Talang


Gulo yang berjarak sekitar 10 km dari pasar. Secara umum kondisi TPA ini dapat dilihat
pada Tabel 16
Tabel 16. Gambaran Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) Sampah Talang Gulo
Kota Jambi
Prasarana dan Sarana TPA Kondisi
Luas Lahan 7 ha
Luas lahan terpakai 6,75 ha
Luas lahan sisa 0,25 ha
Sistem Pengelolaan TPA Open Dumping
Sumber : Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman (2011)

Jika dilihat dari kondisi TPA ini maka dalam jangka panjang kapasitasnya sudah tidak
memungkinkan untuk digunakan. Hal ini disebabkan kapasitas lahan yang tersisa hanya
0,25 ha saja, sementara jumlah semua sampah kota yang masuk ke TPA harian sebanyak

40
1,439.82 liter dan 37,17 % dari jumlah sampah tersebut berasal dari lokasi perdagangan
dan pasar. Jumlah sampah yang dibuang di TPA dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Sumber dan Jumlah Sampah yang di Proses di TPA Talang Gulo

Jumlah Timbulan
No Sumber Sampah Prosentase
Sampah (harian)
1 Permukiman 45.25 651.520
2 Perdagangan dan Pasar 37.17 535.182
3 Industri 0.05 0.720
4 Perkantoran 5.58 80.342
5 Koridor Jalan 0.65 9.359
6 Penginapan dan Wisata 5.07 72.999
7 Taman dan Rereasi 6.15 88.549
8 Lain-lain 0.08 1.152
Jumlah 100 1.439.82
Sumber: Dinas Kebersihan, Pertamanan Dan Pemakaman Kota Jambi 2009

Sistem pengelolaan sampah TPA Kota Jambi dilakukan secara open dumping,
sistem ini berpotensi menghasilkan gas metan sebagai produk akhir dari fermentasi
anaerob sampah. Gas metan merupakan salah satu gas rumah kaca yang menyebabkan
pemanasan global (Donald dan Sertio, 1990). Metan merupakan gas yang mampu
mengabsorsi inframerah yang kuat, dan juga merupakan gas yang paling reaktif di
throposfir, dibandingkan dengan gas rumah kaca lainnya, metan bersama N 2 O serta
CFC dapat tertinggal lama di atmosfir. Sumbangan gas metan tersebut ikut menaikan
temperatur bumi, kenaikan tertinggi terjadi pada abad 20 hingga memasuki abad 21
(Hartman, 1990).
Berdasarkan hasil penelitian Winayati (2010) terhadap perlakuan penyimpanan
15 kg sampah selama 40 hari yang ditimbun sedalam 20 cm akan menghasilkan gas
metan sebanyak 2,25cm3. Menurut Henry dan Heinke (1996) dalam Indrasti (2005)
menyatakan bahwa 1 (satu) ton sampah organik menghasilkan gas metan sebanyak 0,2 –
0,27 m3.
Prediksi gas metan yang dihasilkan oleh Pasar Angso Duo dengan menggunakan
perhitungan Henry dan Heinke tersebut rata-rata adalah 3.05 m3/hari pada hari besar dan
2,16 m3/hari pada hari biasa. Dengan menggunakan perhitungan pada hari biasa dimana
gas metan yang dihasilkan sebanyak 2,16 m3, maka gas metan akan terproduksi

41
sebanyak 64.8 m3/bulan atau 777.6 m3/tahun. Sampah yang dihasilkan perlu dikelola
lebih lanjut, mengingat gas metan yang dihasilkan bersifat mampu bertahan di atmosfir
dan jumlahnya tidak berkurang oleh aktifitas fotosintesis seperti halnya CO 2 . Sehingga
setiap metan yang dihasilkan akan bertahan dan terakumulasi di udara sepanjang waktu
dan akan menambah besar efek pemanasan global.
Salah satu upaya untuk meminimalisir jumlah gas metan dapat dilakukan
melalui pengolahan sampah organik menjadi kompos, dimana setiap pengolahan 1,9 ton
sampah maka gas metan dapat direduksi sebesar 0,21-0,29 ton atau setara dengan 5 – 7
ton CO 2 (Indrasti, 2005).
Upaya penanggulangan gas metan tersebut telah banyak dilakukan. Dilaporkan
bahwa pengolahan limbah organik padat dengan proses biogas di Brazil menghasilkan
energi mencapai 50 TWh sama dengan 17 % dari kebutuhan energi nasional Brazil.
Upaya ini dilakukan untuk menghindari produksi gas rumah kaca serta membuka
ribuan peluang kerja untuk pengangguran (Oliveiraa dan Rosaa, 2003). Pengolahan
limbah padat di Cina dilakukan dengan pengomposan, hal ini di nilai lebih efisien dan
ramah lingkungan dibanding dengan pembakaran (Bala et al, 2010). Di Kanada
melalui Program Solid Waste-Enviroment Manajemen Sistem (SW-EMS) telah mampu
menurunkan penumpukan sampah sistem landfill sebesar 65%, dengan
memperkenalkan Sistem Manajemen Lingkungan (SML) terhadap limbah padat kota
dengan pelatihan kelembagaan dan finansial pengolahan sampah (Dowie et al, 1998).
Berdasarkan hasil kajian di Nigeria, manajemen pengolahan limbah padat di daerah
Enugu hanya dapat dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat, sehingga tujuan
untuk perbaikan lingkungan dapat tercapai (Nzeadibe, 2009). Sementara di Hubli
(India), untuk mengurangi dampak dari jumlah sampah yang terproduksi maka di
lakukan pasar jual beli sampah organik (Nunan, 2000)

5.3.2. Analisis Resiko Kualitas Air Sungai

Kualitas perairan secara umum dapat diartikan sebagai faktor fisika, kimia dan
biologis yang mempengaruhi kehidupan ikan dan organisme air baik secara langsung
maupun tidak langsung. Untuk menjaga kualitas perairan perlu penetapan baku mutu
pada perairan tersebut. Baku mutu air adalah keadaan ideal yang ingin dicapai atau

42
kondisi maksimum yang boleh ditoleransi sesuai dengan peruntukkannya. Menurut
Wardoyo (1991) perairan yang ideal adalah perairan yang memiliki keseimbangan fisik,
kimia, dan biologi yang diperlukan bagi kehidupan ikan dan organisme air lainnya
dalam rangka menyelesaikan daur hidupnya. Kualitas air akan dipengaruhi oleh
aktivitas yang ada disekelilingnya, Untuk melihat kualitas air di Sungai Batanghari
akibat aktivitas Pasar Angso Duo dapat dilihat pada Tabel 18 dan 19.
Tabel 18. Hasil Pengukuran Kualitas Air Bagian Hulu (sebelum pasar)
BATAS HASIL PEMERIKSAAN BULAN
No. PARAMETER SATUAN
MAKSIMUM* JAN APR JUL OKT

1 pH - 6,0-9,0 5.1 7.4 7.7 7.8


2 TDS mg/l 1000 22.9 23.2 43.3 l 31.6
3 DHL ųS/cm - 45.9 46.9 87.1 63.1
o Deviasi 3
4 Suhu udara C 27.5 29.4 28.3 29.1
Suhu air Deviasi 3 27.7 30.4 28.9 31
5 Warna Pt.Co - 297 550 369 291
6 Kekeruhan FAU - 35 109 45 35
7 TSS mg/l 50 29 90 43 28
8 Cyanide mg/l 0,05 0.017 0.009 0.006 0
9 Nitrit mg/l 0,06 0 0 0.01 0.01
10 Amonia mg/l 0,05 1.82 0.51 0.1 0.2
11 DO mg/l 6 5.3 4.9 7.6 7.6
12 Iron (Fe) mg/l 0,3 0.89 1.62 0.9 1.26
13 Mangan mg/l 0,1 0 0 0 0.1
14 Copper (Cu) mg/l 0,02 0.07 0 0 0
15 Chrom mg/l 0,05 0 0 0 0.04
16 Flour mg/l 0,5 0 0 0 0
17 Zinc mg/l 0,05 0.02 0.01 0.03 0.11
18 Nitrat mg/l 10 2.2 0 1.8 3.7
19 BOD 5 mg/l 6 13 8 27 2
20 COD mg/l 10 17 12 41 6
21 Fosfat (PO4) mg/l 0,2 0.1 0.1 0.24 0.16
22 Sulfat mg/l 400 0 0.09 1 1
23 Chloride mg/l 0.03 1.3 5.1 1.8 0
Minyak & 1
24 Lemak mg/l 0 0 0 0
25 Fecal Coliform Jlh/100ml 100 60 140 840 140
26 Total Coliform Jlh/100ml 1000 3000 5000 3800 4500
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kota Jambi,2009
Ket. * Baku Mutu Peraturan Pemerintah No.82/2001

Berdasarkan hasil pengukuran selama 4 (empat) periode dalam tahun 2009


terlihat bahwa kualitas air dibagian hulu lokasi pasar terdapat kecenderungan

43
peningkatan pH, TDS, DHL, suhu udara, suhu air, warna, dan kekeruhan. Sementara
BOD, COD, DO, Amoniak, Fe, Cu, Zn, Phospat dan Cl, serta total/ fecal coliform
melebihi batas baku mutu yang ditentukan. Dengan demikian air bagian hulu tersebut
telah tercemar sebelum memasuki lokasi pasar.
Penurunan kualitas air sungai diduga disebabkan oleh pembuangan limbah
industri yang berada di sepanjang sungai Batanghari seperti industri crumb rubber,
sawmill /penggergajian kayu, aktifitas pertambangan, limbah pestisida dari kegiatan
pertanian, serta limbah dari kegiatan permukiman yang berada sepanjang sungai.
Sebagian masyarakat dan pelaku ekonomi yang tinggal di tepi sungai telah
membuang sampah dan limbah ke badan-badan Sungai Batanghari. Hal ini
mengakibatkan pengaruh yang buruk terhadap ekosistem sungai. Sungai merupakan
komponen lingkungan yang memiliki keanekaragaman hayati berfungsi sebagai bahan
baku air minum, pertanian, perikanan serta fungsi sistem drainase dan pengendali
banjir. Sungai menjadi penunjang pembangunan ekonomi serta peningkatan
kesejahteraan penduduk di sekitar DAS.
Adanya phospat dalam air dapat berasal dari bahan yang ditambahkan pada
pengolahan air minum. Kadar yang tinggi kemungkinan berasal dari deterjen. Di bidang
pertanian digunakan sebagai pupuk sehingga limbah pertanian mengandung phospat.
Kandungan phospat yang tinggi menyebabkan suburnya pertumbuhan ganggang dan
organisme lain, hal ini menghalangi kelancaran arus air, sehingga mengakibatkan
berkurangnya oksigen terlarut dan kesuburan tanaman lainnya.
Nitrogen amoniak secara alami ada pada air permukaan dan air tanah serta air
limbah. Nitrogen dalam amoniak (nitrogen bebas) dihasilkan dari hasil pembusukan
secara bakterial zat-zat organik yang mengandung nitrogen dan dari hidrolisa urea.
Adanya amoniak dalam air akan menimbulkan bau busuk yang menyengat. Amoniak
dapat diubah jadi nitrit oleh bakteri, ini terjadi jika air tersebut tidak mengalir. Nitrit di
dalam air tidak dapat bertahan lama karena akan diubah oleh bakteri menjadi nitrat dan
air yang mengandung nitrat tinggi bila diminum berbahaya karena dapat menimbulkan
kematian.

44
Tabel 19. Hasil Pengukuran Kualitas Air Bagian Hilir (Sesudah Pasar )
BATAS HASIL PEMERIKSAAN BULAN
No. PARAMETER SATUAN
MAKSIMUM* JAN APR JUL OKT

1 pH - 6,0-9,0 5.1 7.4 7.7 8.1


2 TDS mg/l 1000 22.9 23.2 43.3 31.8
3 DHL ųS/cm - 45.9 46.9 87.1 62.6
o Deviasi 3
4 Suhu udara C 27.5 29.4 28.3 29.1
Suhu air Deviasi 3 27.7 30.4 28.9 31.1
5 Warna Pt.Co - 297 550 369 314
6 Kekeruhan FAU - 35 109 45 41
7 TSS mg/l 50 29 90 43 29
8 Cyanide mg/l 0,05 0.017 0.009 0.006 0.02
9 Nitrit mg/l 0,06 0 0 0.01 0.01
10 Amonia mg/l 0,05 1.82 0.51 0.1 0.2
11 DO mg/l 6 5.3 4.9 7.6 7.5
12 Iron (Fe) mg/l 0,3 0.89 1.62 0.9 0.97
13 Mangan mg/l 0,1 0 0 0 0
14 Copper (Cu) mg/l 0,02 0.07 0 0 0.02
15 Chrom mg/l 0,05 0 0 0 0.01
16 Flour mg/l 0,5 0 0 0 0
17 Zinc mg/l 0,05 0.02 0.01 0.03 0.01
18 Niitrat mg/l 10 2.2 0 1.8 5.9
19 BOD5 mg/l 6 13 8 27 8
20 COD mg/l 10 17 12 41 14
21 Fosfat (PO4) mg/l 0,2 0.1 0.1 0.24 0.14
22 Sulfat mg/l 400 0 0.09 1 0
23 Chloride mg/l 0,03 1.3 5.1 1.8 0
24 Minyak & Lemak mg/l 1 0 0 0 0
25 Fecal Coliform Jlh/100ml 100 60 140 840 120
26 Total Coliform Jlh/100ml 1000 3000 5000 3800 5500
Sumber : Badan Lingkungan Hidup Kota Jambi,2009
Ket. * Baku Mutu Peraturan Pemerintah No.82/2001

Berdasarkan hasil pengujian kualitas air selama 4 periode pengukuran (bulan Januari,
April, Mei dan Oktober tahun 2009) dibagian hilir pasar tidak menunjukkan perbedaan
dengan bagian hulu kecuali pada pengukuran bulan Oktober. Pada bulan Oktober
dibagian hilir terjadi peningkatan pencemar, kemungkinan hal ini disebabkan oleh
naiknya buangan kota yang bermuara ke lokasi pasar. Lokasi pasar merupakan daerah
terendah, berbentuk cekungan sehingga jika musim hujan semua buangan kota akan
mengalir ke arah ini sesuai dengan Gambar 5 dan 6. Gambar nilai kualitas air untuk tiga
parameter penting pencemaran dapat dilihat pada Gambar 9 berikut.

45
Gambar 9. Nilai DO Bagian Hulu dan Hilir Pasar

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa nilai DO untuk bagian hulu dan hilir tidak
berbeda nyata. Nilai BOD5 dapat dilihat pada Gambar 10 berikut .

Gambar 10. Nilai BOD 5 Bagian Hulu dan Hilir Pasar

Berdasarkan Gambar 10 terlihat bahwa nilai BOD 5 pada bagian hulu dan hilir pasar
berbeda pada periode pengukuran Bulan Oktober. Nilai COD bagian hulu dan hilir
pasar dapat dilihat pada Gambar 11. Berdasarkan gambar tersebut nilai COD bagian
hilir terlihat lebih tinggi dari pada hulu pada pengukuran Bulan Oktober.

46
Gambar 11. Nilai COD Bagian Hulu dan Hilir Pasar

Berdasarkan hasil analisis kualitas air keselurahan dalam empat periode


pengukuran yang tidak menjukkan perbedaan maka dapatdikatakan bahwa Pasar Angso
Duo Jambi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas air Sungai
Batanghari yang sudah tercemar dari bagian hulu DAS Batanghari.

5.3.3. Penurunan Fungsi Sempadan Sungai Batanghari


Sempadan sungai hakekatnya merupakan satu kesatuan ekosistem dalam
pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), berfungsi sebagai penyangga pengaliran air
(Asdak, 2004). Resiko lingkungan yang muncul dengan berdirinya pasar selama ini
berkaitan dengan kondisi curah hujan dan penutupan permukaan lahan setempat, letak
lokasi pasar dalam jaringan terendah anak-anak sungai dan sistem draenase kota, dan
anatomi DAS Batanghari bagian hilir secara umum merupakan daerah luapan banjir.

Berdasarkan jumlah curah hujan dalam setahun dan banyaknya hujan rata-rata per
bulan maka lokasi di sempadan sungai ini termasuk dalam kategori curah hujan tinggi.
Total curah hujan pertahun selama 5 tahun terakhir yakni 2.186 – 3.030 mm/tahun
dengan rata-rata 182,2 – 252.5 mm/bulan (BMG Kota Jambi, 2010). Jika dihubungkan
dengan jenis tanah alluvial dan jumlah penutupan lahan yang digunakan untuk
bangunan dan fasilitas pasar saat ini, maka besarnya curah hujan akan menggambarkan
sejumlah air yang tidak akan terserap oleh jenis tanah alluvial yang mempunyai sifat
porositas tinggi. Dengan adanya penutupan lahan tersebut maka air hujan akan menjadi

47
genangan dilokasi pasar (Aswandi, 2004). Besarnya curah hujan juga berpengaruh
terhadap peningkatan air larian sekitar lokasi. Koefisien air larian di lokasi penelitian
tercatat paling besar dibanding sub DAS yang ada di sepanjang DAS Batanghari yakni
0,18 % (BP DAS Batanghari, 2007 dalam Susilawati, 2009).

Tabel 20. Data Hasil Analisis Curah Hujan Kota Jambi Tahun 2006-2010
Bulan Curah Hujan pertahun (mm)
2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah 2.186,4 2.397 2.279,3 2.454,6 3.030,1
Rata-rata 182,2 199,7 189,9 204,5 252,5
Maksimal 379,4 333,9 315,4 323 371,5
Minimal 76,1 131,7 64,8 77 119,9
Sumber : BMG Kota Jambi Stasiun Sungai Duren, 2011

Pasar Angso Duo berada pada ketinggian terendah dari daerah sekitarnya di pusat
Kota Jambi. Maka secara alami karakteristik sungai-sungai atau jaringan drainase
disekitar lokasi pada umumnya menuju ke pusat kota, yakni di sekitar Pasar Angso
Duo. Hal tersebut menyebabkan seluruh buangan kota dan air hujan bermuara ke lokasi

sempadan sekitar pasar di musim penghujan (Aswandi, 2004). Kondisi tersebut


digambarkan pada Gambar 12 dan 13 berikut.

Pusat Kota

Ket : Noktah biru adalah sumber buangan kota


Lokasi pasar

Gambar 12 . Arah Aliran Air Hujan dan Drainase Kota Terkonsentrasi ke


Pusat Perkotaan Jambi (Sekitar Pasar Angso Duo)

48
Ket : Lokasi pasar

Gambar 13. Visualisasi Peta Kontur Kota Jambi dan Pembagian ke Dalam
Beberapa Sub-Sub DAS

Menurut Aswandi (2004) jika dihubungkan dengan Sistem DAS Batanghari,


anatomi Sungai Batanghari, mulai dari wilayah tengah (Kabupaten Tebo) hingga ke hilir
dikategorikan sebagai dataran banjir. Kemiringan permukaan air sungai berkisar antara
1m/10 km sampai 1m/15 km serta rasio panjang sungai terhadap jarak lurus adalah 2:1
dan potensi debit rata-rata tahunan 46.826 x 106 m3 maka variabel ini memperkuat
kenyataan kawasan sempadan sungai Batanghari sangat mudah terpengaruh meluapnya
air sungai (Aswandi, 2005). Kejadian banjir bandang di sepanjang DAS Batanghari
pada tahun 1991-1992 dan tahun 2002-2003 merupakan banjir terbesar, puncaknya
terjadi pada bulan 17 Desember 2003 mencapai Tinggi Muka Air (TMA) tertinggi
dalam periode pencatatan data Automatic Water Level Record (AWLR) periode tahun
1955 sampai akhir 2003, yaitu 14.7 m di depan rumah dinas Gubernur Jambi dan Pasar
Angso Duo (Aswandi, 2004).
Menurut Aswandi (2004) kerusakan di hulu DAS Batanghari berjalan sangat
intensif akibat perubahan tata guna lahan dari hutan alam menjadi lahan pertanian
intensif. Curah hujan kawasan ini lebih besar dari bagian DAS lainnya, sehingga
diestimasi menimbulkan ancaman lebih serius. Dampak dari hal tersebut meningkatnya
laju sedimentasi diperairan sungai Batanghari akibat erosi. Sedimen yang terangkut dari

49
Batang Solok akan bergabung dengan aliran Batang Tebo, Batang Bungo, Batang
Pelepat, dan Batang Tabir menuju Batanghari
Peningkatan laju erosi di lahan bagian hulu, telah berdampak terhadap sistem
perairan DAS Batanghari, diduga bahwa jalur sungai Batanghari dari Kota Jambi hingga
Kabupaten Tanjung Jabung mengalami pendangkalan yang semakin hebat. Menurut
laporan Team Study JICA pada 2002 laju debit sedimen pada DAS Batanghari
mencapai 2,9 juta m3/tahun, lebih besar dibandingkan dengan Sungai Siak dan Sungai
Musi (Aswandi, 2005). Pengamatan peta landsat, karakretistik alur Sungai Batanghari
dari Kota Jambi sampai Muara Sabak sangat potensial menjadi kawasan pengendapan
sedimen. Volume dan kecepatan arus lebih lemah dengan banyaknya belokan tajam
(meander), kemudian kemiringan sungai kecil dan dorongan pasang naik dari mulut
sungai yang lebih lebar (Aswandi, 2005). Akibat tingginya laju sedimentasi dari hulu,
maka pasokan sediment load dari sungai perlu dikendalikan akibat pendangkalan, oleh
karena itu pengendalian sedimentasi yang in-stream tidak akan menyelesaikan masalah,
terutama untuk DAS Batanghari yang sangat luas, yaitu hampir mencapai 5 juta hektar
(Aswandi, 2005).
4.2.3.4. Perhitungan Besaran Resiko Lingkungan
Keberadaan Pasar Angso Duo selama ini telah menimbulkan resiko terhadap
lingkungan. Adapun resiko yang ditimbulkan berasal dari limbah padat yang dihasilkan,
limbah cair dan penurunan fungsi sempadan. Perhitungan besaran resiko dapat dilihat
pada Tabel 21 berikut.
Tabel 21. Perhitungan Besaran Resiko Lingkungan
Sumber Resiko Dampak Resiko Kategori
Besaran Peluang
Terjadi
1.Limbah Padat Menghasilkan gas metan Mayor Terjadi Resiko
(sampah Organik) 3.05 m3/hari pada hari besar tinggi
2.16 m3/hari pada hari biasa *
2. Kualitas Air Penurunan kualitas air Minor Kemunkinan Resiko
kecil terjadi rendah
3.Fungsi Lokasi tergenang & kejadian Mayor Terjadi Resiko
Sempadan banjir berulang tinggi
(Aswandi,2003,2004,2005)
Sumber : Data diolah
Ket. * Berdasarkan perhitungan Henry&Heinke,1996

50
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa keberadaan pasar selama ini
menimbulkan resiko terhadap lingkungan yang berasal dari limbah padat dan penurunan
fungsi sempadan. Besaran resiko tersebut termasuk pada kategori tinggi/besar.

5.4. Analisis Kebijakan Pengembangan Pasar Angso Duo Jambi


Beberapa alternatif lokasi dalam pengembangan Pasar Angso Duo adalah
merelokasi pasar ketempat baru dan jauh dari sempadan sungai dan pasar saat ini,
merelokasi pasar dilokasi yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi,
dan membenahi pasar yang ada. Alternatif lokasi kedua dan ketiga pasar tersebut
merupakan lahan hak milik Pemprov. Jambi yang di dalam RTRW Kota Jambi
merupakan kawasan lindung sempadan sungai.

5.4.1. Analisis Stakeholders Pengembangan Pasar Angso Duo Jambi


Jika pemilihan alternatif pada lokasi kedua dan ketiga maka peran
Pemprov.Jambi tidak bisa diabaikan. Untuk itu perlu dilakukan analisis stakeholders
yang terkait dengan rencana pembangunan kembali Pasar Angso Duo. Dinas/instansi
dari Pemerintah Provinsi Jambi seperti Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, Badan
Lingkungan Hidup, Assisten II Gubernur (ketua Tim Percepatan Pembangunan Pasar
Angso Duo), sedangkan dinas/instansi yang terkait pada level Pemerintah Kota Jambi
adalah Bappeda, Dinas Tata Ruang, Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman,
Kantor Pengelola Pasar, Badan Lingkungan Hidup. Dari luar pemerintahan lembaga
yang terkait adalah Perguruan Tinggi (Pusat Studi DAS Batanghari Universitas Jambi),
Lembaga Swadaya Masyarakat (Walhi) serta masyarakat secara umum (ketua adat
Jambi). Stakeholders yang terkait dan kepentingan serta pengaruhnya dapat dilihat pada
Tabel 22.

51
Tabel 22. Stakeholder yang Terkait Pengembangan Pasar Angso Duo Kota Jambi

Kelompok Pemprov Pemkot Perguruan LSM Masyarakat


No Stakeholder Tinggi
1 Bappeda Prov.Jambi V
2 Dinas Pekerjaan Umum V
3 Assisten II Gubernur V
4 Badan Lingkungan Hidup V
5 Bappeda Kota Jambi V
6 Dinas Tata Ruang V
7 Dinas Kebersihan V
8 Badan Lingkungan Hidup V
9 Kantor Pengelola Pasar V
10 PT (PS Studi DAS V
Universitas Jambi)
11 LSM (Walhi) V
12 Masyarakat (ketua adat) V

Hasil penilaian terhadap tingkat kepentingan stakeholders dalam upaya pembangunan


kembali Pasar Angso Duo dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Tingkat Kepentingan Stakeholders Pengembangan Pasar Angso Duo


No Stakeholders K1 K2 K3 K4 K5 Total
1 Bapeda Prov 1 1 1 5 5 13
2 BLH Prov 3 1 1 2 1 8
3 PU Prov 1 1 1 4 5 12
4 AsistenII Gub 1 1 1 5 5 13
5 Bapeda Kota 5 5 5 5 4 24
6 BLH Kota 5 5 5 5 4 24
7 Dinas TTR Kota 5 5 5 5 4 24
8 Dinas Kebersihan Kota 3 2 1 3 4 13
9 Kantor Pengelola Pasar 1 5 5 4 5 20
10 LSM (Walhi) 5 5 2 4 5 21
11 PT (PS Studi DAS 5 5 2 4 4 15
Universitas Jambi)
12 Masyarakat (ketua adat) 5 5 3 4 5 22

Notasi 1 sampai 5 menyatakan tingkat kepentingan stakeholders terhadap aspek


yang terkait pengembangan Pasar Angso Duo. Notasi 5 menyatakan kepentingan
stakeholders yang sangat tinggi, notasi 4 termasuk pada kepentingan yang tinggi, notasi
3 menyatakan stakeholders yang cukup tinggi, notasi 2 menyatakan kepentingan yang
kurang tinggi, dan notasi 1 menyatakan tingkat kepentingan yang rendah.
Notasi K1 menyatakan tingkat kepentingan stakeholders dalam aspek ekologi,
Notasi K2 menyatakan tingkat kepentingan stakeholders dari aspek ekonomi, notasi K3
menyatakan tingkat kepentingan stakeholders dari aspek sosial, notasi K4 menyatakan

52
tingkat kepentingan stakeholders dari aspek politis, notasi K5 menyatakan prioritas
tingkat kepentingan stakeholders dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Penilaian terhadap pengaruh stakeholders dilakukan dengan mengukur tingkat
kemampuan stakeholders dalam mempengaruhi proses dan implementasi dalam
pengembangan Pasar Angso Duo mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas
(2005) dan Asikin (2001). Hasil penilaian tingkat pengaruh stakeholders dalam
pengembangan Pasar Angso Duo dapat dilihat pada Tabel 24.

Tabel 24. Tingkat Pengaruh Stakeholders Pengembangan Pasar Angso Duo

No Stakeholders K1 K2 K3 K4 K5 Total
1 Bapeda Prov 5 4 1 2 5 17
2 BLH Prov 1 1 1 3 1 7
3 PU Prov 5 3 1 2 5 16
4 AsistenII Gub 5 4 1 2 5 17
5 Bapeda Kota 1 3 5 5 1 15
6 BLH Kota 1 1 1 2 1 6
7 Dinas TTR Kota 1 1 5 4 2 12
8 Dinas Kebersihan Kota 1 1 1 2 1 6
9 KPP 2 1 1 3 1 8
10 LSM 1 1 1 2 1 6
11 PT 1 1 1 2 1 6
12 Masyarakat 1 1 1 5 1 9

Notasi 1 sampai 5 menyatakan tingkat pengaruh stakeholders terhadap rencana


pengembangan Pasar Angso Duo Jambi. Notasi 5 menyatakan bahwa stakeholders
sangat berpengaruh, notasi 4 menyatakan pengaruh stakeholders tinggi, notasi 3
menyatakan pengaruh stakeholders cukup tinggi, notasi 2 pengaruh stakeholders kurang
tinggi, notasi 1 menyatakan pengaruh yang rendah.
Notasi P1 menyatakan berapa besar pengaruh stakeholders dari sisi perencanaan
hingga evaluasi pelaksanaan, P2 menyatakan pengaruh stakeholders dalam penyediaan
fasilitas pengembangan Pasar Angso Duo, P3 menyatakan tingkat kewenangan
stakeholders dalam pengembangan Pasar, P4 menyatakan tingkat dukungan regulasi
dalam pengembangan pasar, P5 menyatakan besarnya dukungan anggaran stakeholders
dalam pengembangan pasar.
Hasil skoring jawaban stakeholders terhadap kepentingan dan pengaruh dalam
pengembangan pasar Angso Duo dianalisis dalam bentuk koordinat yang memudahkan
pembacaan masing-masing posisi stakeholders. Berdasarkan hasil analisis diketahui

53
tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders dalam pengembangan Pasar Angso Duo,
yakni kelompok Subject (kuadran I), kelompok Key Players (kuadran II), kelompok
Context Setters (kuadran III), kelompok Crowd (kuadran IV). Kelompok Subject adalah
masyarakat, KPP Kota Jambi, LSM, BLH Kota, Dinas Tata Ruang dan Dinas KPP
Kota. Kelompok Key Player adalah Asisten II Gubernur, Bappeda Kota, Bappeda
Provinsi. Kelompok Context Setters (kuadran III) hanya ada Dinas Perencanaan Umum
Provinsi, serta kelompok terakhir adalah Crowd (kuadran IV) yaitu BLH Provinsi
Jambi dan Perguruan Tinggi. Peta pengaruh dan kepentingan stakeholders
pengembangan Pasar Angso Duo dapat dilihat pada Gambar 14 berikut.

Gambar 14. Peta Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders Terkait.

Subject merupakan stakeholders yang memiliki kepentingan yang tinggi tetapi


pengaruhnya rendah, mereka tidak memiliki kapasitas untuk menentukan perubahan,
mereka menjadi berpengaruh jika beraliasi dengan stakeholders lainnya. Key Player
merupakan stakeholders yang harus dipersiapkan untuk menjadi aktif, karena mereka
mempunyai kepentingan dan pengaruh yang tinggi atas suatu kebijakan tertentu.
Contaxt setter adalah stakeholders yang berpengaruh tinggi tetapi memiliki
kepentingan yang rendah. Crowd merupakan stakeholders yang mempunyai
kepentingan dan pengaruh rendah terhadap kebijakan tersebut. Kepentingan dan

54
pengaruhnya bisa berubah dengan berjalannya waktu dan dampak perubahan yang
terjadi.
Jika pengembangan pasar dilakukan, maka penyelesaian masalah kewenangan
harus diselesaikan melalui sistem yang diperbolehkan, baik pada perizinan maupun
pengganggaran. Dalam pelaksanaannya pemerintah provinsi maupun kota sebaiknya
melakukan beberapa pendekatan yang dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah
pihak tanpa mengurangi tingkat pengaruhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Asikin
(2001) bahwa dalam pembangungan perlu di berdayakannya bentuk-bentuk partisipasi
stakeholders. Derajat partisipasi ini dibedakan menjadi empat tingkat diseminasi
informasi adalah aliran informasi satu arah kepada publik, hal ini menyangkut
kepentingan publik terhadap pasar, seperti masyarakat, Perguruan Tinggi, maupun
Lembaga Swadaya Masyarakat. Konsultasi merupakan pertukaran informasi dua arah
antara koordinator pelaksana dan publik atau sebaliknya, disini lebih menitikberatkan
antara kelompok kuadran II maupun kepada kuadran III atau sebaliknya. Kolaborasi
merupakan pembagian hak dan kerjasama di dalam penetapan keputusan, pada tahap ini
lebih terkait pada stakeholders yang berada di Kuadran II yaitu Bappeda Provinsi,
Bappeda Kota, maupun Assisten II Gubernur. Pada tahap kolaborasi stakeholders
terkait lebih menitikberatkan pada bentuk kewenangan yang diambil menyangkut
pengembangan pasar, baik sistem perizinan maupun pengganggaran, serta bentuk
pengaruh tata letak pasar terhadap lingkungan berdasarkan aspek ekologis. Delegasi
adalah pemberian kewenangan bagi pengambilan keputusan dan pengelolaan
sumberdaya pada stakeholder sesama kuadran II maupun ke kuadran III. Dimana jika
sudah tercapai kesepakatan antara stakeholders kunci maka pembangunan dapat
dilimpahkan pada pelaksana yaitu Dinas Pekerjaan Umum Provinsi.
Tetapi jika Pasar Angso Duo akan dibangun dilokasi baru dengan status
kepemilikan lahan hak milik Pemkot Jambi, maka kepentingan dan pengaruh Pemprov.
Jambi dapat diabaikan hal ini sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang pembagian
kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah yang mengatur tentang kewenangan
pemerintahan.

55
5.4.2. Alternatif Kebijakan Pembangunan Kembali Pasar Angso Duo Jambi
Menurut Dwidjowijoto (2007) bahwa isu pokok dalam analisis kebijakan
pembangunan adalah alternatif kebijakan yang akan dihasilkan. Untuk mengetahui
alternatif yang akan dipilih dalam pengembangan pasar Angso Duo maka dilakukan
Analisis Hierarkhi Proses (AHP) pada stakeholders terkait baik pada jajaran
Pemprov.Jambi, Pemkot Jambi maupun pihak terkait diluar itu. Hasil analisis terhadap
aspek, sasaran dan alternatif pengembangan pasar dapat dilihat pada Tabel 25 berikut.
Tabel 25. Aspek Pengembangan Pasar Angso Duo Jambi
No Aspek Bobot Pendapat Pakar Prioritas
1. Ekologi 0,250 2

2. Ekonomi 0,250 2

3. Sosial 0,500 1

5.4.2.1. Level Aspek


Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak stakeholders, level fokus diuraikan
menjadi beberapa aspek yakni ekologis, ekonomis dan sosial. Hasil analisis pendapat
stakeholders menyatakan bahwa ketiga aspek tersebut memperlihatkan posisi
kepentingan yang berbeda untuk dipertimbangkan dalam pengembangan Pasar Angso
Duo Jambi. Bobot nilai masing-masing aspek yakni 0,500 untuk aspek sosial, untuk
aspek ekologi dan ekonomi yakni 0,250. Hal ini menunjukkan stakeholders memiliki
konsep membangun dengan kepedulian ekologis dan ekonomi yang sama.
Tingginya aspek sosial dikarenakan secara historis pasar ini merupakan pasar
yang tumbuh dan berkembang bersama dengan perkembangan masyarakat Jambi. Ada
hubungan emosional yang tinggi antara pasar dengan masyarakat Jambi, dimana pasar
ini merupakan penghubung antara masyarakat seberang sungai dengan masyarakat di
Kota Jambi. Stakeholders mengganggap bahwa pasar tradisional telah menjadi icon
masyarakat Jambi. Oleh karena itu stakeholders pakar memprioritaskan aspek sosial
yang harus didahulukan. Keseimbangan bobot antara aspek ekonomi dan ekologi
menggambarkan bahwa stakeholders tidak hanya menganut diskursus developmentaslist
tetapi juga conservationist dalam merancang pengembangan pasar kedepan.

56
5.4.2.2. Level Sasaran
Sasaran dari ketiga aspek dalam mencapai tujuan pengembangan pasar kedepan
adalah 1) menurunnya tingkat pencemaran; 2) meningkatnya fungsi sempadan; 3)
meningkatnya pendapatan daerah; 4) meningkatnya nilai tambah pasar; 5)
meningkatnya nilai estetika; dan 6) meningkatnya ketertiban umum. Bobot nilai
pendapat stakeholders untuk level sasaran dapat dilihat pada Tabel 26 berikut.
Tabel 26. Sasaran dalam Pengembangan Pasar Angso Duo Jambi
No Aspek Sasaran Bobot Prioritas
Pendapat
1 Ekologi Menurunnya Pencemaran 0,125 3
Meningkatnya Fungsi Sempadan 0,125 3
2 Ekonomi Meningkatnya PAD 0,082 4
Meningkatnya Nilai Tambah Pasar 0,167 2
3 Sosial Meningkatnya Nilai Estetika Pasar 0,167 2
Meningkatnya Nilai Ketertiban 0,333 1
Umum

Pendapat stakeholders berdasarkan sasaran aspek ekologi, memperlihatkan bobot


nilai yang sama antara menurunnya pencemaran dan meningkatnya fungsi sempadan.
Untuk aspek ekonomi, stakeholders lebih memprioritaskan meningkatkan nilai tambah
pasar daripada peningkatan PAD. Alternatif untuk meningkatkan nilai tambah pasar
dapat dilakukan melalui pengolahan sampah pasar menjadi kompos maupun biogas.
Sementara aspek sosial, sasaran untuk meningkatkan ketertiban umum lebih
diprioritaskan daripada meningkatkan nilai estetika pasar. Stakeholders berpendapat
bahwa tata letak pasar saat ini perlu di pertimbangkan. Letak pasar yang berada pada
jalur utama di pusat kota dengan sistem lalu lintas yang terkonsentrasi di sekitar pasar
menimbulkan kemacetan lalu lintas. Selain masalah kemacetan lalulintas, Pasar Angso
Duo berada dalam kondisi yang kumuh. Kerusakan infrastruktur terjadi hampir pada
semua sarana dan prasarana pasar. Sistem drainase yang tidak berjalan, sehingga di
musim hujan menjadi genangan.

5.4.2.3. Alternatif Kebijakan

57
Alternatif kebijakan merupakan hasil akhir dari analisis terhadap level aspek
maupun sasaran dalam pengembangan Pasar Angso Duo. Berdasarkan hasil analisis
tersebut prioritas alternatif kebijakan pengembangan pasar tersebut disajikan pada Tabel
27.
Tabel 27. Alternatif Kebijakan Pengembangan Pasar Angso Duo Jambi
No Alternatif Kebijakan Bobot Prioritas
Pendapat
1. Relokasi jauh dari pasar yang ada (lokasi 0,385 1
baru)
2. Relokasi pasar di lokasi yang telah disiapkan 0,340 2
(dekat dengan pasar yang ada)
3. Tidak merelokasi tetapi membenahi pasar 0,275 3
yang ada

Berdasarkan tabel diatas, prioritas pertama dalam pengembangan Pasar Angso Duo
adalah relokasi jauh dengan pengelolaan lingkungan, prioritas kedua adalah relokasi
pada lokasi yang telah disiapkan oleh Pemprov.Jambi dan urutan prioritas ketiga tidak
merelokasi pasar tetapi membenahi pasar yang ada.

A. Relokasi Jauh dengan Pengelolaan Lingkungan (RJKL)

Prioritas pertama dari ketiga alternatif adalah merelokasi pasar jauh dari lokasi
yang telah disediakan maupun dari lokasi pasar saat ini. Merelokasi jauh dari pasar saat
ini merupakan salah satu alternatif terbaik yang bisa dipilih oleh Pemerintah Kota
Jambi, alternatif ini dapat disesuaikan dengan aspek ekologis, sosial dan ekonomi.
Beberapa lokasi yang dapat dijadikan daerah pembangunan kembali pasar ini dengan
persyaratan 1) jauh dari sempadan sungai sebagaimana pasar saat ini/ memenuhi
persyaratan dalam penggunaan sempadan sungai ataupun danau; 2) memungkinkan
adanya lahan untuk pengelolaan lingkungan berupa Instalasi Pengelolaan Limbah cair
maupun padat; 3) adanya kesesuaian secara ekonomi maupun sosial. Salah satu lokasi
yang dapat dipilih untuk merelokasi ini adalah wilayah kecamatan Jambi Timur dan
Selatan. Kecamatan ini menurut RTRW 2010-2030 (Bappeda Kota Jambi, 2010)
diproyeksikan menjadi Bagian Wilayah Kota (BWK) perdagangan dan jasa,
pemukiman dan industri (Gambar 15). Berdasarkan hasil perhitungan Kimpraswil
(2007) dalam Bappeda Kota Jambi (2010) maka pemindahan pasar ke BWK Jambi

58
Timur dan Jambi Selatan sangat memenuhi syarat dimana berdasarkan jumlah
penduduk saat ini maka jumlah pasar yang dibutuhkan sebanyak 7 unit.

1.

Gambar 15. Peta Pengembangan Bagian Wilayah Kota Berdasarkan RTRW


Kota Jambi 2010-2030
Pengelolaan limbah padat dan cair pada alternatif ini dapat dilakukan di lokasi
pasar. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan lahan, sehingga pengaturan penggunaan
lahan untuk pengelolaan limbah dapat disediakan. Untuk pengolahan limbah padat
dapat dilakukan dengan pengomposan. Pengomposan
Pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi gas metan yang
terproduksi jika sampah di kelola secara open dumping. Dengan pengomposan maka
jumlah gas metan dapat di reduksi sebesar 0,21 -0,29 ton/1,9 ton sampah (Indrasti,
2005). Pengolahan sampah dengan pengomposan ini memerlukan tempat dan tenaga
kerja yang sesuai dengan jumlah sampah yang dihasilkan. Melalui pengomposan
sampah yang terdiri dari bahan organik akan diubah menjadi zat-zat yang mudah di
serap oleh tanaman. Pupuk organik yang dihasilkan merupakan produk yang

59
mempunyai nilai ekologis untuk perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis tanah (Indrasti,
2005). Selain itu Pupuk organik memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.
Perkembangan permintaan terhadap produk organik yang terus meningkat telah
menaikan pasar dan bisnis pupuk organik. Sehingga pengomposan limbah padat
menjadi pupuk organik menjadi peluang mengatasi pengangguran di perkotaan.
Pengolahan limbah cair untuk alternatif ini dapat dilakukan dengan pembuatan
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) communal (Metcalf and Eddy, 2003). Pemkot
sebaiknya menyediakan IPAL Terpadu pada daerah yang dipersiapkan menjadi daerah
BWK Jambi Timur dan Selatan ini, hal ini dikaitkan dengan rencana Pemkot. Jambi
menjadikan daerah tersebut menjadi kawasan perdagangan, jasa, industry dan bisnis
(Bappeda Kota Jambi, 2010). Sebagai daerah yang diperuntukkan menjadi kawasan
bisnis, maka IPAL Terpadu sudah harus dirancang sejak daerah tersebut belum
berkembang.

B. Relokasi Dekat dengan Pengelolaan Lingkungan


Prioritas kedua dari alternatif pengembangan pasar ini adalah merelokasi pasar
ditempat yang telah disediakan oleh pihak pemda yakni dekat dengan pasar yang sudah
ada, tetapi tetap berada di sempadan sungai. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam alternatif kedua ini adalah resiko keberadaan pasar terhadap penurunan fungsi
sempadan. Sementara untuk resiko limbah cair dan padat memungkinkan untuk
diantisipasi dengan pembangunan IPAL dan pengolahan sampah pasar.
Alternatif kedua ini kemungkinan besar dipilih oleh Pemerintah Kota Jambi dan
Pemerintah Provinsi, hal ini berdasarkan RTRW Kota Jambi tahun 2010-1030, kota
dibagi menjadi tiga pusat pelayanan, salah satunya, adalah Pusat Pelayanan Pasar
Angso Duo yang akan dikembangkan dalam suatu kompleks terpadu seluas 25 ha.
Fungsi khusus yang diemban pusat pelayanan ini menjadi Kawasan Strategis
Perdagangan dan Jasa skala kota dan Kawasan Strategis Pusat Bisnis (Lampiran 1).
Kawasan ini mencakup seluruh Kecamatan Pasar Jambi dengan luas kawasan 263,53
ha. Hal ini didasarkan pada potensi ekonomi yang cepat tumbuh serta dukungan
prasarana yang ada.

60
Jika alternatif ini yang dipilih maka memerlukan upaya minimalisasi resiko
terhadap sempadan. Rencana pemerintah kota membangun Pasar Angso Duo di lokasi
baru dengan luas 9 ha adalah tidak berbeda dengan lokasi lama yang terdapat pada
posisi tinggi muka air yang sama dari air sungai. Menurut Aswandi (2005)
pertimbangan komponen lingkungan perlu di perhatikan dengan pendekatan hidrologi
yang akan terpengaruh, antara lain 1) meningkatnya tinggi luapan air bila terjadi banjir,
karena konsentrasi aliran sudah tertekan oleh penampang sungai yang disebabkan
penyempitan aliran, dan sedimen mudah tergelontor ke bahagian hilir; 2) adalah bagian
lahan yang paling luar berbatasan dengan sungai tetap dijadikan akses jalan atau tempat
parkir, sehingga pengendalian daya rusak luapan banjir masih dapat diminimalisasi, dan
tidak dibenarkan bangunan gedung sampai ke batas turap atau batas pengedaman.
Dampak yang akan terjadi adalah daya rusak air ke dasar sungai semakin kuat,
sehingga daya pengelontoran akan mengikis dasar turap atau dam atau bangunan. Nilai
keindahan/estetika lingkungan sungai adalah sangat ditentukan oleh fasilitas jalan, jika
akses jalan tidak tersedia di pinggir sungai, fungsi kontrol lingkungan juga tidak dapat
dilakukan; 3) lokasi baru dan lama termasuk dataran banjir dari Sungai Batanghari,
sehingga masih diperlukan peninggian lahan untuk menghindari genangan tertinggi dari
banjir; 4) membangun tanggul pengendali banjir untuk melindungi pasar dari daya
rusak air; dan 5) upaya pengendalian kualitas air dari seluruh aktivitas pasar, artinya
diperlukan sistem drainase tertutup yang saling tersambung ke sistem kolam sanitasi
untuk menghindari pembuangan langsung ke sungai. Kolam sanitasi ini dapat dibangun
sebagai storage tank pengumpulan sementara, setelah terkumpul limbah diangkut dan
diproses pada IPAL Terpadu. Pemerintah daerah harus menyiapkan IPAL terpadu untuk
kebutuhan pertumbuhan industri di Kota Jambi. Hal ini sesuai dengan arah kebijakan
daerah yang menjadikan Kota Jambi sebagai daerah perdagangan, jasa dan industri.
C. Tanpa Relokasi dengan Pengelolaan Lingkungan
Alternatif ketiga adalah tidak merelokasi pasar kemanapun, merupakan suatu
pilihan yang sulit dilakukan dimana pasar yang ada saat ini dengan luas lima hektar
tidak memungkinkan untuk menambah unit pengelolaan limbah cair maupun padat,
sementara pasar berada dari titik nol (0) dari tepian sempadan. Kesulitan lainnya jika
dilakukan pembenahan prasarana dan sarana pasar maka harus memindahkan para

61
pedagang terlebih dahulu, tidak seperti alternatif pertama dan kedua. Kesulitan lainnya
adalah posisi pasar saat ini secara langsung menghadap jalan utama, yang
menghubungkan beberapa lokasi dan merupakan pusat konsentriasi jalur lalu lintas di
Kota Jambi maka pembenahan pasar tidak dapat menghindari kemacetan saat ini
maupun kedepan sesuai. Kemacetan ini terlihat pada Peta Proyeksi Kemacetan Kota
Jambi sampai tahun 2027 (Lampiran 2). Tetapi jika pemerintah merencanakan
pembenahan pasar dengan membongkar terlebih dahulu pasar yang ada, maka alternatif
pengolahan limbah dapat diupayakan, terutama untuk limbah cair. Penyediaan storage
tank dapat dibangun dibawah tanah, akses untuk pengambilan disediakan agar limbah
dapat disedot dan diangkut ke IPAL Terpadu. Sementara untuk limbah padat,
penyediaan unit penampungan sementara harus disediakan oleh pihak pemerintah
daerah. Limbah padat harus diangkut dan diproses di TPA Talang Gulo. Untuk itu
pemerintah daerah harus merevitalisasi TPA Talang Gulo menjadi TPA yang
memproses limbah dengan sistem yang disesuaikan dengan jumlah dan jenis sampah
yang ditampung. Upaya meminimalkan jumlah sampah melalui 3 R (Reduce, Reuse dan
Recycle) harus dimulai di TPA ini. Pengolahan lingkungan untuk ketiga alternatif dapat
diringkas pada Tabel 28 berikut.

Tabel 28. Pengelolaan Lingkungan Pasar


Alternatif Alternatif Pengelolaan Lingkungan Lokasi
Pengembangan Limbah Padat Limbah Cair Fungsi
Pasar Sempadan
1.Relokasi Jauh Pengomposan IPAL comunal - Jauh dari
dengan kapasitas sempadan
disesuaikan
sampah pasar
2.Relokasi Dekat Unit penampungan Storage tank Disesuaikan Sempadan
sampah sementara, sementara, dengan
sampah diangkut limbah diangkut bangunan
ke TPA ke IPAL hidrologi
Terpadu sungai
3. Pembenahan Unit penampungan Storage tank Disesuaikan Sempadan
Pasar dengan sampah sementara, sementara, dengan
pembongkaran sampah diangkut limbah diangkut bangunan
bangunan ke TPA ke IPAL hidrologi
yang ada Terpadu sungai

62
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :
1. Untuk tingkat kenyamanan pasar pedagang merasa bahwa kondisi pasar tidak
nyaman (72%). Penyebab ketidaknyamanan tersebut adalah kondisi pasar yang
kumuh dan becek sewaktu musim hujan (80%), solusi yang dinginkan adalah
perbaikan infrastruktur pasar yang ada (52 %), menghendaki relokasi dekat dengan
pasar yang ada (42%) dan relokasi jauh (6%).
2. Berdasarkan analisis resiko lingkungan dampak keberadaan Pasar Angso Duo saat ini
1) limbah padat berupa sampah organik mempunyai peluang yang besar dalam
menghasilkan gas metan sebagai gas rumah kaca yang dapat berkontribusi pada
pemanasan global; 2) Limbah cair tidak mempengaruhi kualitas air sungai
Batanghari; 3) Terdapat gangguan fungsi sempadan sungai karena diwaktu musim
hujan pasar tergenang dan banjir.

63
3. Urutan alternatif pengembangan pasar adalah 1) merelokasi jauh dari pasar yang ada;
2).merelokasi dilahan yang disediakan pihak Pemprov.Jambi; dan 3) tetap pada
lokasi lama tetapi dilakukan pembenahan. Alternatif kedua dan ketiga memerlukan
koordinasi dengan pihak pemprov, karena lahan tersebut merupakan asset
Pemprov.Jambi. Pengelolaan limbah dan penanganan fungsi sempadan diperlukan
disetiap alternatif. Pengomposan dan penyediaan IPAL dapat dilakukan secara in-situ
di alternatif pertama. Unit pengumpulan limbah padat dan penyediaan storage tank
untuk limbah cair perlu disediakan untuk alternatif kedua dan ketiga. Pemerintah
daerah sebaiknya menyediakan unit pengolahan lanjutan untuk sampah padat
maupun cair dengan merevitalisasi TPA Talang Gulo dan IPAL Terpadu untuk
limbah cair.

4. Saran :
Dalam pemilihan alternatif pengembangan pasar sebaiknya pihak pemerintah
daerah mempertimbangkan setiap dampak yang timbul dan melakukan antisipasi
terhadap dampak tersebut. Jika memilih alternatif kedua dan ketiga diharapkan pihak
Pemkot dan Pemprov. Jambi melakukan fungsi koordinasi dalam bentuk 1) Kolaborasi
yang merupakan pembagian hak dan kerjasama di dalam penetapan keputusan baik
sistem perizinan maupun pengganggaran serta tata letak pasar terhadap lingkungan;
2).Delegasi adalah pemberian kewenangan bagi pengambilan keputusan dan
pengelolaan sumberdaya.

64
VII. DAFTAR PUSTAKA

Abbas R. 2005. Mekanisme Perencanaan Partisipasi Stakeholders Taman Nasional


Gunung Rinjani. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Asikin M. 2001. Stakeholders Participation in SME Policy Design and Implementation.


ADB Technical Asistence SME Development. Jakarta.

Aswandi. 2005. Konsep Smart Untuk Tata Ruang DAS Batanghari Jambi. Jurnal Riak
Batanghari, Forum DAS Batanghari. Edisi 1.

Aswandi. 2004. Pemetaan Daerah Rawan Pencemaran Kota Jambi. Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Kota Jambi.

65
Aswandi. 2003. Tinjauan Kritis Peluang dan Tantangan Pengelolaan dengan Pendekatan
Bioregion di DAS Batanghari Jambi. Makalah disampaikan pada Media
Konsultasi Publik Regional Sumatera Barat-Jambi.

Bala J, Shen and Dong. 2010. Study on Eco-utilization and Treatments of Highway
Greening Waste. International Society for Environmental Information Sciences
2010 Annual Conference (ISEIS). Procedia Environme Ental Sciences 2 (2010)
25–31. Published by Elsevier Ltd.

[BAPPEDA Kota Jambi] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Jambi. 2010.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Jambi 2010-2030, Bappeda Kota
Jambi.

[BLH Kota Jambi] Badan Lingkungan Hidup Kota Jambi, 2009. Hasil Pengkuran
Kualitas Air Tahunan. Laporan Tahunan.

[BMG Kota Jambi] Badan Meteorologi dan Geofisika Kota Jambi. 2011. Data Curah
Hujan 5 Tahun Terakhir.

[BPS Kota Jambi] Badan Pusat Statistik Kota Jambi. 2009. Kota Jambi Dalam Angka.

[DISPENDA Kota Jambi] Dinas Pendapatan Daerah Kota Jambi. 2010. Profil
Pendapatan Daerah Kota Jambi 2000-2009. Dinas Pendapatan Daerah Kota
Jambi.

[DKPP Kota Jambi]Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jambi. 2011.
Revitalisasi Data Persampahan Kota Jambi. Dinas Kebersihan, Pertamanan dan
Pemakaman Kota Jambi.

Centre for Policy and Implemention Studies. 1992. Buku Panduan Teknik Pembuatan
Kompos dari Sampah. Teori dan Aplikasi. Jakarta

Donald GJM and L Sertio. 1990. Global Climate and Ecosystem Change. NATO ASI
Series Vol 240. Plenum Press, New York

Dowie WA, MC Cartney and JA Tami. 1998. A Case Study of an Institusional Solid
Waste Enviroment Management System. Jounal of Enviroment Management.
53:137-146.

Dwidjowoto RN. 2007. Analisis Kebijakan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Groenendijk L. 2003. Planning and Management. ITC. Enschede. The Netherlands.

Gurnham CF. 1965. Industrial Waste Water Control. Academic Press. New York.

66
Gore, Al. 1994. Bumi Dalam Keseimbangan Ekologi dan Semangat Manusia. Yayasan
Obor Indonesia

Hartman DL. 1990. Modelling Climate Change. Global Climate and Ecosystem Change.
NATO ASI Series Vol 240. Plenum Press, New York

Igbal dan Sumaryanto. 2007. Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian
Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Analisis Kebijakan Pertanian. 5 (2): 167-
182.

Indrasti, NS. 2005. Pengomposan Sampah Sebagai Upaya Mereduksi Emisi Gas Rumah
Kaca dan Pemanasan Global. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Joint Technical Committee Australian and New Zealand, 1999. Australian and
NewZealand Standards. Council of Standards Australia and Council of Standards
New Zealand.

Kristanto P. 2004. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta

[KPP Kota Jambi] Kantor Pengelola Pasar Kota Jambi, 2010. Laporan Tahunan

Marimin, 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Grasindo Jakarta.

Metcalf and Eddy. 2003. Waste Water Manajemen : Treatment and Reuse. McGraw-
Hill. New York. America.

Methane. Source of Methane-Landfill. ///D:/Methane-Landfill.htm. Di download pada


tanggal 12 Desember 2010.

Nunan F. 2000. Urban Organic Waste Markets: Responding to Change in Hubli


Dharwad, India. Habitat International 24: 347-360.

Nzeadibe TC. 2009. Solid Waste Reforms and Informal Recycling in Enugu Urban
Area, Nigeria. Habitat International 33: 93–99.

Parson W. 1995. Public Policy: An Introduction To The Theory And Practice of Policy
Analysis. Edward Elgar Publishing Co., London.

Wahyono S. 2001. Pengolahan Sampah Oragnik dan Teknik Sanitasi. Jurnal Teknologi
Lingkungan. 2 : 113-118.

Wardhana WA. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Wardoyo STH. 1991. Kriteria Kualitas Air untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan.
Training Analisis Dampak Lingkungan. PPLH. PUSDI. PSL-IPB. Bogor.

67
Widyatmoko H dan Sintorini. 2001. Menghindari, Mengolah, dan Menyingkirkan
Sampah. Abdi Tanur. Jakarta.

Rahim SE. 2006. Pengendalian Erosi Tanah : Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan
Hidup. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. Proses Hierarki Analitik
untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Komplek. (Terjemahan) Seri
Manajemen No.143. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta

Salim E. 2009. Teknologi dalam Pembangunan Berkelanjutan. Pidato Ilmiah dalam


Acara Penganugrahan Gelar Doktor Kehormatan ITB. ITB, Bandung.

Sanusi A. 2003. Metodelogi Penelitian Praktis. Buntaran Media. Malang

Sudarso Y. 2003. Pendugaan Status Kesehatan Sungai dengan Menggunakan Indikator


Makrobentos. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sugandhy A dan R Hakim, 2009. Prinsip Dasar Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan


Berwawasan Lingkungan. Bumi Aksara Jakarta.

Susilawaty E. 2007. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi.


Tesis Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Oliveiraa LB. and LP. Rosaa. 2003. Brazilian Waste Potential: Energy, Environmental,
Social and Economic Benefits. Energy Policy 31 (2003) 1481–1491. Elsevier
Science Ltd.

Winayati I. 2010. Studi Produksi Gas Metan dan Karbon Dioksida dari Timbunan
Sampah. Skripsi. ITS

Wikipedia. GreenHouse Effect. The Free Encyclopedya. wikipedia,htm. Di download


pada tanggal 12 Desember 2010

68
69
70
Lampiran 1. Peta Kawasan Strategis Pusat Bisnis Kota Jambi berdasarkan RTRW 2010-2030

71
Lampiran 2. Peta Proyeksi Kemacetan Kota Jambi sampai Tahun 2027

Pasar

72
Lampiran 3. Perhitungan Gas Metan dari Limbah Padat

Waktu Jumlah Jumlah Jumlah Sampah Jumlah Gas Jumlah Rata-Rata


Limbah Sampah Organik Rata- Metan Gas Metan (m3/hari)
Padat Organik Rata (ton) (0,2- ,27ton/hari)
(ton/hari) (92% x b)

(a) (b) (c) (d) (e) (d x e)


Hari Besar 13-17 14,13-15.64 14.89 2.98-4.02 3.50

Hari Biasa 9-11 8,28-10,12 9.2 1.84-2.48 2.16

73

You might also like