Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
This research is aimed to produce a treatment method for bullying in high
schools/vocational schools in the city of Yogyakarta. More specifically, the
research is expected to (1) describe the intensity of bullying among students, (2)
identify problems that occur in the field, (3) describe the perceptions of teachers,
students, and parents on the implementation of the handling of bullying.
The study was conducted at six senior high schools/vocational schools in the
city of Yogyakarta as a whole, amounted to 353 students, 115 school staffs and
47 parents of students. Data obtained using the documentation, the scale, in-
depth interviews, and observation technique. The scale is designed to identify the
victims and perpetrators of bullying and the perception of teachers, learners, and
parents to acts of bullying in schools. Observation technique is used to examine
the teaching and learning process. While interview is used to dig deeper
understanding in matters related to the handling of bullying. The study will
conclude by outlining a treatment model whereby to meet the challenge of school
bullying.
Definisi Bullying
Dalam bahasa sederhana, bullying digunakan untuk menjelaskan berbagai
perilaku kekerasan yang sengaja dilakukan secara terencana oleh seseorang atau
sekelompok orang yang merasa lebih berkuasa terhadap seseorang atau
sekelompok orang yang merasa tidak berdaya melawan perlakuan tersebut.
Dalam kamus bahasa, bullying adalah orang yang mengganggu orang yang
lemah, dapat pula diartikan sebagai anak yang lebih tua mengganggu anak yang
lebih muda (Sadely, 2003). School bullying, bentuk bullying yang terjadi di ranah
pendidikan, dapat berbentuk verbal seperti ancaman, mengejek, atau ancaman
fisik, seperti serangan maupun pencurian (Hendershot, dkk, 2006). Kekuatan
fisik dan psikologis yang tidak seimbang, baik yang nyata atau yang merupakan
anggapan, juga merupakan makna lain dari bullying (Woods & White, 2005).
Perilaku bullying mengandung risiko berbahaya dan kerugian bagi orang lain
maupun pelakunya. Tindakan ini dapat terjadi dalam lingkup yang luas baik
dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perilaku bullying merupakan bentuk
perilaku agresi yang saat ini menjadi isu serius, seperti tawuran siswa,
perselisihan antar pribadi, pelecehan terhadap guru maupun orangtua siswa yang
dapat mengakibatkan luka fisik bahkan kematian. Buss (dalam Berkowitz, 2003)
mengatakan bahwa para pelaku agresi sering tidak menunjukkan tujuan mereka
yang sebenarnya ketika mereka menyerang seseorang, dan kalaupun mereka ingin
jujur, mungkin mereka tidak dapat mengatakan perilaku bullying banyak
mempunyai kesamaan elemen dengan perilaku agresif. Sebagai tambahan,
bullying dapat berbentuk perilaku sosial seperti mengucilkan diri dari teman-
teman bergaul (Due dkk, 2005). Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005)
mengelompokkan perilaku bullying dalam 5 bentuk, yaitu: (1) Kontak fisik
langsung, (2) Kontak verbal langsung, (3) Perilaku non-verbal langsung, (4)
Perilaku non-verbal tidak langsung, dan (5) Pelecehan seksual.
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang berasosiasi negatif
yaitu mengarah pada perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun
mental yang dianggap sebagai mekanisme untuk melepaskan energi destruktif
sebagai cara melindungi stabilitas intra fisik pelakunya.
Pengembangan Model Penanganan Tindakan Bullying
Hasil Riset Olweus (1993) yang didasarkan pada kuesioner tersebut di atas
dari 2500 siswa, 112 kelas, meliputi kelas 4 sampai dengan kelas 7, dari 42
sekolah dasar/primary school dan sekolah menengah pertama/junior high school
di Bergen, Norwegia, menunjukkan adanya penurunan perilaku agresi, setelah 8
hingga 20 bulan setelah program kampanye dilakukan. Berdasarkan hasil rating
teman sebaya (peer rating) yang dilakukan oleh teman sekelas menunjukkan
bahwa jumlah siswa yang dianiaya di dalam kelas dan jumlah siswa yang
menganiaya siswa lain menurun. Selain itu, perilaku antisosial seperti
vandalisme, mencuri, membolos juga menurun secara signifikan. Siswa
melaporkan lebih puas dengan kehidupan sekolah.
4. Pelatihan "guru penyemai potensi". Pelatihan "pelayanan prima". Pelatihan
"anti bullying di sekolah". Target: siswa senior dan pengurus OSIS MOS
"seru tanpa bullying di sekolah".
a. Pelatihan "guru penyemai potensi" bertujuan, (1) Memotivasi diri
mereka sendiri untuk melayani siswa dan menjarankan peran
sebagai pendidik, (2) Berperan sebagai suri tauladan yang mampu
menginspirasi siswa untuk menjadi individu yang lebih baik.
Menjalani kehidupan dengan menjunjung nilai-nilai keluhuran
seperti integritas yang tinggi, saling menghargai, tanggung jawab,
toleransi, kerendahan hati, cinta.
"
b. Anti-Bullying di Sekolah" bertujuan, (1) Mengidentifikasi
berbagai tindakan bullying, serta pelaku dan korbannya. (2)
Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa
depan korban, (3) Membangun kesadaran tentang nilainilai yang
kondusif untuk terciptanya budaya sekolah yang lebih manusiawi
dan bebas dari perilaku bullying, (4) Mengembangkan kebijakan
anti-bullying, (5) Membantu siswa untuk menghadapi bullying
secara asertif, (6) Mengambil langkah awal untuk membangun
sistem anti-bullying yang anggotanya meliputi guru dan siswa.
c. "Masa Orientasi Tanpa bullying" bertujuan (1) Mengidentifikasi
berbagai tindakan bullying, serta pelaku dan korbannya, (2)
Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa
depan korban, (3) Memiliki kesadaran tentang konsep diri yang
positif sehingga mampu menjadi bagian dari budaya sekolah yang
manusiawi dan bebas dari perilaku bullying, (4) Mampu
menciptakan acara MOS yang seru, berkesan, dan bermakna
namun tanpa ada tindakan bullying dari siswa senior kepada siswa
junior.
d. Interpersonal Problem Solving Skills Training (IPSST)
Langkah-langkah IPSST
1) Anak dilatih agar mampu mengungkapkan pendapat yang
berbeda, tanpa rasa takut.
2) Anak dilatih untuk memikirkan akibat dari perbuatan sosial.
3) Anak dibantu untuk mengembangkan sifat kepekaan untuk
menyelesaikan masalah interpersonal.
4) Anak dilatih untuk mengembangkan cara berfikir
menyelesaikan masalah interpersonal.
e. Parent Management Training (PMT)
1) Program PMT difokuskan pada interaksi antara anak
dengan orang tua yang sesuai dengan perilaku prososial.
2) Menggunakan reward dan punisment untuk membentuk
perilaku anak.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan riset dan pengembangannya. Pada
tahun pertama, dilakukan studi tentang tindak bullying siswa SMA/SMK. Selain
itu dilakukan juga identifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi para
guru dan siswa ketika mereka terlibat dalam penanganantindak bullying. Persepsi
guru, siswa, dan orang tua murid juga dideskripsikan pada tahun pertama. Need
Survey dan Need Analysis juga dilakukan pada tahun pertama untuk
pengembangan model penanganan untuk tindak, penyusunan modul dan media
penanganan yang akan dilaksanakan pada tahun kedua. Berdasarkan studi
lapangan dan kajian teoritis yang relevan dikembangan suatu model, modul, dan
media penanganan tindak bullying. Model dan modul tersebut diuji, direvisi, dan
divalidasi serta disosialisasikan pads tahun ketiga. Berikut disampaikan tahapan
kegiatan penelitian pada tahun pertama.
Model penanganan
tindak bullying pada
siswa SMA/SMK
Deskripsi perilaku
bullying siswa Identifikasi Persepsi guru siswa
SMA/SMK perilaku bullying dan orangtua siswa
Subjek penelitian ini adalah guru, siswa, dan orang tua siswa di 6 SMA/SMK
yang ada di kota Yogyakarta. Selanjutnya, penelitian ini melibatkan 120 orang
guru SMA/SMK, 50 Orang tua siswa dan 400 orang siswa SMA/SMK di kota
Yogyakarta. Pengambilan subjek digunakan tehnik Purposive yaitu dengan cara
melakukan penelitian terhadap subjek secara individual berdasarkan ciri-ciri yang
telah ditentukan dalam karakteristik dari penelitian (Azwar, 2003).
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi,
skala, wawancara mendalam, DKT (diskusi terarah dan observasi. Skala didesain
untuk menjaring korban, pelaku tindak bullying yang dihadapi dan dilakukan oleh
siswa dan untuk menjaring persepsi guru, peserta didik, dan orang tua murid
terhadap tindak bullying di sekolah yang digunakan sebagai subjek penelitian.
Teknik observasi digunakan melihat pelaksanan proses belajar mengajar. Teknik
wawancara digunakan menggali lebih dalam terkait dengan penanganan tindak
bullying, permasalahan yang tilnbul, persepsi, dan sebagainya yang terkait dengan
rumusan masalah yang diajukan.
Analisis data dimulai sejak tahun pertama pelaksanaan penelitian, yakni
dengan mendeskripsikan persepsi siswa terhadap tindakan bullying, persepsi
orang tua siswa terhadap tindakan bullying yang dialami anaknya, persepsi staf
sekolah terhadap tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa di lingkungan
sekolah. Untuk analisis, digunakan program SPSS versi 12,0. Dan prosentase
terbesar akan diperoleh kesimpulan mengenai suatu fenomena persepsi.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa perilaku bullying yang
dialami siswa di Yogyakarta sebagai berikut:
1. Persepsi Siswa terhadap Perilaku Bullying
a. Bentuk-bentuk Bullying Beberapa tindakan bullying yang sering
dialami siswa/I di sekolah antara lain: 1) Bullying Fisik, 2) Bullying
Psikologis
Hasil penelitian dapat di lihat pada data-data frekuensi bullying
fisik dan psikologis yang tercantum dalam tabel 1.
Tabel 1
Bentuk Bullying Fisik dan Psikologis
(N=353)
Tabel 2
Penyebab Mendapatkan Perlakuan dan Dampak dari Tindakan Bullying
(N=353)
Dampak Tindakan
No Penyebab F % No F %
Bullying
1 Sulit bergaul 118 33 1 Merasa 194 55
tertekan/gugup
2 Fisik kecil/lemah/cacat 94 26 2 Konsentrasi 130 37
berkurang
3 Menantang bully 67 19 3 Tidak 108 31
nyaman/terancam
4 Orangtua miskin/kaya 59 17 4 Mati 1107 30
5 Kurang percaya diri 56 16 5 Kehilangan Percaya 100 28
6 Mempunyai logat 54 15 6 diri dan sakit hati
Stres 87 27
tertentu/gagap
7 Sulit bergaul/canggung 44 12 7 Tidak bahagia/tidak 69 20
berguna
8 Over percaya diri 43 12 8 Membalas bully 54 15
9 Cantik/ganteng/tidak 42 12 9 Menangis 52 15
cantik/ganteng
10 Rebutan pacar 38 11 10 Kasar dan dendam 54 15
11 Kurang pandai 27 8 11 Berbohong 44 12
c. Reaksi yang Dilakukan Setelah Mendapatkan Bullying dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3
Reaksi yang Dilakukan setelah Mendapat Bullying
(N=353)
No Reaksi Tindakan Bullying F %
Tabel 5
Pelaku Tindak Bullying
(N=352)
Seri B
Tabel 7
Persepsi Orang Tua Terhadap Tindakan Bullying
(N=27)
No Pernyataan TT TS S
Anak anda tidak masuk sekolah karena tidak nyaman 93 7 0
1 di sekolah/perjalanan ke sekolah
2 Apakah seseorang mengancam atau melukai anak anda 100 0 0
3 di sekolah
Apakah anak anda terlibat perkelahian secara fisik di 96 0 4
4 sekolah anda membicarakan tentang bullying di
Apakah 93 0 7
5 sekolah anak
Apakah anda ands
membicarakan tentang bullying dengan 100 0 0
staf
Jikasekolah
ya apakah anda merasa bahwa staf sekolah akan
6 70 0 0
menindaklanjuti
7 Jika tidak apakah anda akan datang ke sekolah 30 0 0
3. Persepsi Staf Sekolah Terhadap Tindakan Bullying
Tabel 8
Observasi Tindakan Bullying
(N=115)
Tidak Pernah Sering
N Pernyataan
pernah
o
1 Staf memantau siswa sebelum dan sesudah 18 19 63
sekolah
Staf berada di halaman sekolah selama 48 16 36
2
pergantian jam pelajaran
Ada beberapa staf yang siswa di kantin selama 37 19 44
3
jam istirahat
4 Siswa saling bersikap baik satu dengan yang 13 7 80
lain
Apakah diantara siswa saling mengatakan 51 23 26
5 sesuatu yang bermakna?
Apakah diantara siswa saling mengatakan 18 30 52
6
sesuatu yang baik
Apakah diantara siswa saling mengambil 42 28 30
7 sesuatu yang bermakna?
8 Apakah diantara siswa saling 95 5 0
memukul/mendorong?
9 Apakah diantara siswa saling membantu 18 26 46
Apakah diantara siswa saling mengatakan 91 9 0
10
sesuatu yang
Berapa kali seseorang mengancam/melukai
11 menyakitkan? 67 22 11
siswa di
sekolah
Tabel 9
Observasi Tindakan Bullying
(N=115)
No Pernyataan Ya Tidak
Tabel 11
Kekhawatiran staf sekolah Terhadap Bullying
(N=115)
Tabel 12
Tindakan dan Penanganan Apabila Terjadi Bullying
(N=115)
No Tindakan F % No Penanganan F %
Membantu mengawasi 46 50
1 Mengingatkan pada 65 57 1
pelaku
pelaku
Melaporkan pada bullying
Memberikan dukungan
2
46 40 2 31 37
sekolah/orang tua pengasuhan
Mendukungsekolah saat
3 Memberikan hukuman 31 27 3 memberikan konsekuensi 22 19
pada
pelaku bullying
Memberikan pelatihan /
4 Ragu-ragu 12 10 4 3 11
kebijaksanaan
Pembahasan
Permasalahan yang dialami siswa SMA/SMK, yang mayoritas sedang
menginjak masa remaja, pada dasarnya sangatlah kompleks, sebagai hasil
interaksi dari berbagai penyebab antara lain; keadaan remaja itu sendiri, yaitu
berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis serta perkembangan psikis
remaja yang sedang mengalami banyak perubahan (masa transisi), berikut
sumber masalah yang berasal dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan
sosial (Gardner, 1988).
Penelitian yang dilakukan terhadap siswa SMA/SMK di kota Yogyakarta ini
menunjukkan bahwa dari 353 siswa yang menjadi subjek penelitian, terdapat 244
(69,3%) siswa mengungkapkan pemah mengalami tindakan bullying di sekolah,
baik itu dari teman, guru maupun orangtua. Jumlah tersebut dapat dikatakan
cukup mengejutkan dan memprihatinkan bagi semua kalangan, khususnya bagi
orangtua dan pendidik, terutama kenyataan bahwa hal tersebut paling banyak
terjadi di sekolah, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa71,68% tindakan
bullying diperoleh dari teman sekolah.
Merujuk pada hasil penelitian tersebut, diperlukan adanya usaha dari sekolah
untuk membentuk kebij akan sekolah yang anti bullying. Menurut Andrew
Mellor, pakar anti bullying dari Skotlandia, ada empat hal yang harus
diperhatikan dalam pembentukan kebijakan sekolah yang anti bullying, yaitu:
kejujuran, keterbukaan, pemahaman dan tanggung jawab.
Banyaknya remaja yang mengalami gangguan perilaku bullying disebabkan
oleh faktor lingkungan (contoh; kemiskinan, orang tua berpendidikan rendah, dan
lingkungan rumah yang tidak harmonis). Penyebab pokok seperti: gangguan
mental, skor IQ rendah (75 sampai 90), dan buruknya pengawasan dari guru dan
orang tua juga dapat memberikan kontribusi pada faktor-faktor lingkungan atau
menjadi penyebab gangguan perilaku bullying yang saling berkaitan.
Namun, gangguan perilaku bullying yang terus menerus ada dan meningkat
secara signifikan dapat pula terjadi karena bimbingan dan pengawasan
pendidikan yang kurang tepat, tingkat kecerdasan, dan status sosial-ekonomi
keluarga, serta ketidakmampuan untuk menghargai orang lain (contoh; ganguan-
gangguan yang berkembang yang dapat juga terjadi pada area kemampuan
menangani konflik diantara pelajar, perasaan sensitif, dan ekspresi menghina
orang atau kelompok lain). Semuanya merupakan penyebab munculnya perilaku
bullying di kalangan pelajar.
Dampak dominan dari perlakuan bullying yang dialami oleh korban adalah
berkurangnya konsentrasi, mencapai 41,46%. Akibat konsentrasi yang berkurang
tentu berdampak pada menurunnya prestasi remaja. Siswa yang menjadi korban
bullying biasanya menunjukkan beberapa sikap dan perilaku yang berbeda dari
teman-teman lainnya, seperti; perilaku distress, depresi, atau kesedihan
mendalam, takut atau enggan masuk sekolah, tertutup pada guru atau orang
dewasa lainnya terhadap masalah yang dihadapinya, menghabiskan waktu
sendirian karena merasa terisolasi, membutuhkan uang dalam jumlah banyak
tanpa alasan yang jelas, pulang ke rumah dalam kondisi memar-memar di tubuh,
dan menunjukkan kemerosotan prestasi akademik (Handwerk dalam Bolton dan
Graeve, 2010).
Sedangkan dampak bullying yang paling memprihatinkan berkaitan dengan
psikologis para pelajar, yang akhirnya berpengaruh pada tumbuhnya perasaan
inferior dan gangguan mental. Dari hasil penelitian terhadap siswa kota
Yogyakarta, diperoleh beberapa tanda-tanda seorang pelajar yang menjadi korban
bullying di sekolah. Prosentase dampak perilaku bullying mengindikasikan,
bahwa 37% siswa/i merasa konsentrasi belajar mereka berkurang, yang berimbas
pada menurunnya prestasi akademik.
Reaksi korban setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan pelaku,
yaitu 49,56%. Dengan membalas perlakuan bully, tentunya akan menurunkan
situasi belajar mengajar yang kondusif di lingkungan sekolah. Hal ini jika
dibiarkan dapat berakibat pada terjadinya perkelahian antar pelajar maupun
perkelahian massal antar kelompok, karena masing-masing, dengan dalih
solidaritas, akan membantu siswa yang dianggap sebagai teman. Namun
demikian, rata-rata korban bullying enggan melaporkan kejadian yang dialaminya
di sekolah kepada orangtua dan guru. Dengan alasan bahwa melaporkan tindakan
bullying tidak akan menyelesaikan masalah. Sebuah dilema terjadi saat korban
bullying melaporkan pada guru, maka guru akan memanggil dan menegur sang
pelaku, berikutnya pelaku bullying akan kembali menghadang korban dan
memberikan siksaan yang lebih keras (Argiati, 2010). Pelaku bullying akan
memberi ancaman jika korban berani melapor, dan dari sisi korban, ancaman
pelaku bullying lebih nyata dan lebih menakutkan dibanding dengan konsekuensi
jika tidak melapor ke guru. Akibatnya, para korban bullying beranggapan bahwa
mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik.
Ada beberapa reaksi yang dimunculkan seseorang apabila mereka menerima
perlakuan bullying dari temannya. Ada sebagian yang mampu menahan dan
mengkontrol emosinya dan mengabaikan perlakuan bullying yang diterimanya,
ada yang memendam perlakuan bullying dan tidak berani bergaul dengan
temannya karena merasa malu atas kejadian yang diterimanya serta merasa
terisolasi dari teman-teman yang lainnya. Namun ada sebagian yang membalas
perlakuan bullying, bahkan dengan balasan yang lebih menyakitkan. Reaksi yang
paling banyak dilakukan pelajar Yogyakarta setelah mendapat perilaku bullying
adalah dengan mengabaikan tindakan perilaku bullying yaitu sejumlah 43%.
Ditinjau dari perspektif perbedaan gender tentang perilaku bullying pada
remaja, hasil penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) menunjukkan
bahwa remaja laki-laki usia 15 tahun lebih cenderung melakukan bullying dengan
kontak fisik langsung, sementara remaja perempuan lebih cenderung melakukan
bullying dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan perbedaan
dalam kecenderungan melakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18 tahun,
kecenderungan remaja laki-laki, melakukan bullying dengan kontak fisik menurun
tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perilaku verbal langsung dan
perilaku tidak Wigging meningkat, meskipun anak perempuan masih memiliki
tingkat kecenderungan yang lebih tinggi dalam hal ini.
Dalam penelitian ini secara skala hanya melihat bentuk bullying secara fisik
dan psikis, adapun untuk melihat bullying dalam bentuk pelecehan seksual
dilaksanakan melalui wawancara dan observasi. Dari skala yang telah dibagikan
ke beberapa sekolah menengah di kota Yogyakarta yang sekaligus menjadi subjek
dalam penelitian, yaitu Sekolah Taman Madya (32 pelajar), SMKN 2 (68 pelajar),
SMA 8 (47 pelajar), SMK Muh 3 (59 pelajar), SMK Muh 5 (58 pelajar), dan SMU
Muh 1 (97 pelajar), ditemukan beberapa hasil bentuk bullying fisik dan psikis
yang banyak terjadi pada pelajar di sekolah di kota Yogyakarta.
Berdasarkan prosentase perilaku bullying di atas, dari 353 pelajar kota
Yogyakarta, terdapat satu diantara dua pelajar secara signifikan mengalami
korban bullying baik secara fisik maupun psikis. Bukti nyata ditunjukkan dengan
banyaknya frekuensi penelitian yang terdaftar pada tabel 1 yang menunjukkan
bahwa 72% pelajar mengaku pernah terkena bullying, dan sedikitnya 2% pelajar
akan mengancam adik kelas jika tidak memberikan uang. Perhatian terhadap
perilaku bullying yang dilakukan oleh para pelajar merupakan hal penting, dan
seharusnya para orang tua, guru dan stakeholder berusaha keras untuk
mengidentifikasi perilaku pelajar korban bullying maupun pelaku bullying dan
memberi intervensi sejak awal. Perilaku bullying pelajar merupakan prediksi yang
sangat memungkinkan untuk menunjukkan gangguan merosotnya prestasi
akademik para pelajar kota Yogyakarta.
Daftar Pustaka
Argiati, SHB, 2008, Efektivitas Pelatihan Asertivitas untuk Meningkatkan
Ketahanan istri rentan korban kekerasan suami, Proceding Seminar. Nasional
Pendidikan Berkarakter Bangsa, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
John Naisbit, 1982, Megatrends: Ten New Directions Transforming Our Lives.
Pepler dan Craig, 1989. "Bullying" Dalam dunia Pendidikan: Mengenal korban
Lebih Jauh. Diambil dari http://www.popsy. wordpress.com/2007. 15 Mei
2007.
Ramli, A. M. Nora, B.M, Siti, M.S. 2005. Gejala Buli. Diambil dari
http://seminar pendidikan.com. kertas2012.pdf. 13 April 2008
Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S.R. (2005). `Gencetgencetan' di mata
siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah Kognitif tentang arti, skenario, dan dampak
'gencet-gencetan'. Journal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13
Sears, D.O. fredman, J.L., and Paplan, L. A.1994. Social Psychology. New
Jersey. Prentice Hall: Inc.