You are on page 1of 14

l

JURNALPELANGI IIMU VOLlfME 2 NO.5, MEl 2009

Pengukuran Ranah Afektif Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam


Dalam Penilaian Berbasis Kelas
r Oleh: Burhanudin AK. Mantau, M.Pd.I
• I

Abstrak
Affective domain is domain related to attitude and value, attitude is one of
psychology area term relating to perception and behaviour. The figures divide level
of its interest into five level that is; recognition (receiving), response giving
(responding), appreciation to value (valuing), organization (organization), and deed
(characterization). Each interest haves the character of hierarchical. For every
subject in school has affective indicator measured by teacher, so do education
subject of Islam prioritizing expansion of affective domain, for the reason the
affective indicator domain must be measured by using some scales that is Iikert,
double helix scale, scale thurstone, scale diperensial, measurement scale of
enthusiasm and attitude scale.

..
\'
Kata Kunci: Pengukuran, Ranah Afektif, Pendidikan Agama, PBK

Pendahuluan pemberdayaan swnber daya


pendidikan dan kurikulum sekolah
Kurikulwn Berbasis Kom-
Kurikulwn ini memiliki ciri-
petensi merupakan kebijakan baru
ciri:
dalam Pendidikan Nasional, seka-
1. Menekankan kepada keterca-
ligus merupakan penyempurnaan
paian kompetensi baik secara
hasil penelitian terhadap kurikulum
individu maupun klasikal.
1994. Kurikulum Berbasis Kom-
2. Berorientasi pada hasil belajar
petensi merupakan seperangkat
dan keberagaman.
rencana dan pengaturan tentang
3. Penyampaian dalam pembe-
kompetensi dan hasil yang harus
lajaran menggunakan pende-
dicapai oleh siswa, penilaian
katan dan metoc,le yang
kegiatan belajar mengajar dan
berfariasi.

EJ
JURNALPELANG! 1/MU VOLUME 2 NO. 5, ME! 2009

4. Sumber balajar bukan hanya ditekankan pada aspek kognitif maka


guru, tetapi juga smnber belajar pada penilaian berbasis kelas harus
lainnya yang memenuhi unsur memberikan porsi yang sama pada
edukatif. ranah kognitif, psikomotor dan
5. Penilaian menekankan pada afektif terlebih-lebih pada mata
proses dan hasil belaj ar dalarn pelajaran agarna Islam yang lebih
upaya penguasaan atau menekankan pada ranah afektif,
pencapaian suatu kompetiti. karena mata pelajaran agama tidak
Kurikulum ini memiliki hanya sekedar memahamkan materi
empat komponen, yaitu: kurikulmn tetapi juga harus mampu menga-
dan hasil belajar, penilaian berbasis plikasikan dalam prilaku kehidupan
kelas (PBK), kegiatan belajar sehari-hari.
mengajar dan pengelolaan kurikulmn Oleh karenanya sangat perlu
berbasis sekolah. diketahui oleh guru-guru mata
Pengembangan kurikulum pelajaran pendidikan agama Islam
berbasis kompetensi ditandai dengan tentang ranah-ranah penilaian dalam
berbagai em yang secara penilaian berbasis kelas. Makalah ini
keseluruhan merupakan upaya hanya menguraikan ranah afektif
r penyempurnaan kelemahan yang kerena pengukuran afektif selama ini
ditemui dalam kurikulum sebelum- agak terabaikan. Dalam uraian
nya, diantara ciri tersebut yang berikutnya ini dipaparkan pengertian
mendapat catatan penting adalah ranah afektif, tingkat kompetensi
bahwa kurikulum sebelumnya afektif, teknik pengukuran dan
kurang mengapresiasi empat pilar pensekoran serta analisis muatan
pendidikan yang direkomendasikan afektif pada mata pelajaran
UNESCO yaitu: Learning to do, pendidikan agama Islam di
learning to know, learning to be dan Madrasah lbtidaiyah.
learning to live together.
Perubahan kurikulum tersebut A. Pengertian Ranah Afektif
maka secara langsung akan
Ranah afektif adalah ranah
menyebabkan perubahan pada unsur-
yang berkaitan dengan sikap dan
unsur tranformasi lainnya seperti :
r.:- nilai. Sikap adalah salah satu istilah
desain pembelajaran, strategi
bidang psikologi yang berhubungan
pembelajaran, penilaian hasil belajar
dengan persepsi dan tingkah laku
dan lain-lain. Jika selama ini
(Depag RI: 3). Istilah sikap dalam
penilaian hasil belajar lebih
bahasa Inggris disebut attitude.

El
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009

Attitude adalah suatu cara bereaksi Sikap juga diartikan sebagai


terhadap suatu perangsang. Suatu "suatu konstruk untuk memung-
kecenderungan untuk bereaksi kinkan terlihatnya suatu aktifitas".
terhadap suatu perangsang atau Pengertian sikap itu sendiri dapat
situasi yang dihadapi. Ellis dipandang dari berbagai unsur yang
mengatakan bahwa sikap melibatkan terkait seperti sikap dengan kepriba-
beberapa pengetahuan tentang dian, motif, tingkat keyakinan, dll.
situasi, namun aspek yang paling Namun dapat diambil pengertian
esensial dalam sikap adalah adanya yang memiliki persamaan karak-
perasaan atau emosi, kecenderungan teristik, dengan demikian sikap
terhadap perbuatan yang berhu- adalah tingkah laku yang terkait
bungan dengan pengetahuan (Ellis: dengan kesediaan untuk merespon
23). obyek sosial yang membawa dan
Dari pendapat Ellis tersebut, menuju ke tingkah laku yang nyata
sikap melibatkan pengetahuan dari seseorang. Hal itu berarti
tentang situasi termasuk situasi. tingkah laku dapat diprediksi apabila
Situasi di sini dapat digambarkan telah diketahui sikapnya.
sebagai suatu objek yang pada (Wrightman: 1998)
akhirnya akan mempengaruhi emosi, Tiap orang mempunyai
kemudian memungkinkan muncul- sikap yang berbeda-beda terhadap
nya reaksi atau kecenderungan untuk suatu objek. Ini berarti bahwa sikap
berbuat. Dalam beberapa hal sikap itu dipengaruhi oleh berbagai faktor
adalah penentuan yang paling yang ada pada diri masing-masing
penting dalam tingkah laku manusia. seperti perbedaan bakat, minat,
Sebagai reaksi maka sikap selalu pengalaman, pengetahuan, intensitas
berhubungan dengan dua altematif perasaan dan juga situasi
menang dan tidak senang untuk lingkungan. Demikian juga sikap
melaksanakan atau menjauhinya. seseorang terhadap suatu yang sama
Perasaan senang meliputi sejumlah mungkin saja tidak sama.
perasaan yang lebih spesifik seperti
rasa puas, sayang, dll, perasaan tidak B. Tingkat Kompetensi Ranah ,(
senang meliputi sejumlah rasa yang Afektif
spesifik pula yaitu rasa takut, Krathwohl, Bloom dan
gelisah, cemburu, marah, dendam, Marsia ( 1964) mengembangkan
dll. taksonomi ini yang berorientasi
kepada perasaan atau afektif.

-
.,

JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009

Taksonomi Int menggambarkan tingkatan yaitu: Pengenalan


proses seseorang di dalam mengenali (receiving), pemberian respon
dan mengadopsi nilai dan sikap
tertentu yang menjadi pedoman
baginya dalam bertingkah laku.
(responding), penghargaan terhadap ,
nilai (valuing), pengorganisasian
(organization), dan pengamalan
j
Domain afektif, Krathwohl (characterization) (Winkel: 42) ·
I
membaginya atas lima kategori/ I

PengamaJa

Penghargaan
Pengorganisasia ------1
Pemberian Terhadap
Respon
pengenalan

Gambar 1: Domain Afektif: Menurut Kratbwohl, dkk


Pembagian 1nt bersifat penerimaan mencakup kemampuan
hierarkhis, pengenalan tingkat yang untuk mengenal, bersedia menerima
peling rendah dan pengalaman dan memperhatikan berbagai
sebagai tingkat yang paling tinggi stimulasi. Dalam hal ini mahasiswa
seseorang memiliki kompetensi masih bersifat pasif, sekedar
pengalaman jika sudah memiliki mendengarkan atau memperhatikan
kompetensi pengenalan, pemberian saja. Contoh kata kerja operasional
respon, penghargaan terhadap nilai pada tingkat m1 adalah
pengorganisasian. mendengarkan, menghadiri, melihat
Menurut A.J Nitko jenjang dan memperhatikan (Suciati: 2006). ,t
afektif sama dengan pendapat Pemberian respon mencakup
Krathwohl hanya saja uraiannya kemampuan wttuk berbuat sesuatu
lebih terperinci pada masing-masing sebagai reaksi terhadap suatu
tingkatan (Nitko: 23) Pengenalan/ gagasan, benda atau sistem nilai,

EJ
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009

lebih dati sekedar pengenalan. sikap mendukung penghapusan


Dalam hal ini mahasiswa diharapkan terorisme ketika membahas issu
untuk menunjukan perilaku yang sosial. Kata kerja operasionalnya
diminta, misalnya berpartisipasi, adalah: memilih, meyakinkan, ber-
patu.h atau memberikan tanggapan tindak dan mengemukakan argumen-
secara sukarela hila diminta. Contoh tasi.
hasil belajar dalam tingkat ini Pengorganisasian menunjukan
berpartisipasi dalam keberhasilan saling berhubungan antara nilai-nilai
kelas, berlatih membaca Al-Qur'an, tertentu dalam suatu sistem nilai,
dll. Kata keija operasionalnya serta menentukan nilai mana yang
meliputi: mengikut~ mendiskusikan, mempunyai prioritas lebih tinggi
berlatih, berpartisipasi, dan mema- datipada nilai yang lain. Dalam hal
tu.hi. ini mahasiswa menjadi commited
Penghargaan terhadap nilai terhadap suatu sistem nilai. Dia
merupakan perasaan, keyakinan atau diharapkan untuk mengorgani-
anggapan bahwa suatu gagasan, sasikan berbagai nilai yang dipilih-
benda atau cara berfikir tertentu nya ke dalam suatu sistem nilai dan
mempunyai nilai. Dalam hal ini menentukan hubungan diantara nilai-
..

mahasiswa secara konsisten berperi- nilai tersebut. Sebagai contoh,
laku sesuai dengan suatu nilai seorang mahasiswa mem-punyai
meskipun tidak ada pihak lain yang anggapan bahwa mempunym
meminta atau mengharuskan. Nilai pengetahuan secara umum penting
ini dapat saja dipelajati dari orang sekali. Dia juga beranggapan bahwa
lain misalnya dosen, ternan atau pengetahuan tentang IPTEK sangat
keluarga. Dalam proses belajar penting tetapi tidak lebih penting
mengajar, peserta didik tidak hanya dari pengetahuan agama Islam.
menerima nilai yang ajarkan tetapi sebab pengetahuan agarna Islam
telah tidak mampu untuk memilih akan memberi pedoman dan kontrol
baik atau buruk jenjang ini mulai terhadap pengembangan IPTEK.
dati hanya sekedar penerimaan Kata kerja operasional pada tingk:at
sampai ketingkat komitmmen yang pengorganisasian adalah: memilih,
kebih tinggi (menerima tanggung memutuskan, memformulasikan.
r . • jawab untuk fungsi kelompok yang membandingkan dan membua1
lebih efektif) (Selverius: 3). Contoh sistematisasi.
hasil belajar dalam tingkat ini Pengalaman (charac-
mahasiswa mampu menunjukan terization) berhubungan dengan
·.,

JURNAL PELANGI 1/MU VOLUME 2 NO. 5, ME/ 2009

pengorganisasian dan pengin- pengembangan minat dan


tegrasian nilai-nilai kedalam suatu penghargaan serta nilai-nilai
sistem nilai pribadi. Hal rm (Arikunto: 14)
diperlihatkan melalui perilaku yang Pengukuran afektif berguna
konsisten dengan sistem nilai untuk mengetahui sikap dan minat
tersebut. Ini adalah merupakan siswa ataupun untuk mengetahui ·
tingkatan afektif tertinggi, karena tingkat pencapaian kompetensi
sikap batin peserta didik philosophy afektif pada setiap tingkat (level).
of life yang mapan (Sujiono: 43) Pada mata pelaj aran tertentu,
Contoh hasil belajar pada tingkatan misalnya seorang siswa
ini adalah : mahasiswa memiliki mendapatkan nilai tertinggi pada
kebulatan sikap untuk menjadikan mata pelajaran tertentu belum tentu
surat Al-Ashr sebagai pegangan menyenangi mata pelajaran tersebut.
hidup dalarn disiplin waktu baik di Ada beberapa bentuk skala
sekolah, di rumah maupun di tengah yang dapat digunakan untuk
masyarakat. Kata kerja operasional mengukur sikap (afektif) yaitu:
pada tingkatan rm adalah 1. Skala Iikert.
menunjukan sikap, menolak, 2. Skala pili han ganda.
mendemonstrasikan dan 3. Skala thurstone.
menghindari. 4. Skala guttman.
Afektif yang harus 5. Skala diffrential.
dikembangkan oleh guru dalarn 6. Pengukuran minat.
proses belajar tentunya sangat
bergantung kepada mata pelajaran Ad. l. Skala Iikert
dan jenjang kelas, narnun yang pasti Skala Iikert digunakan untuk
setiap mata pelajaran memiliki mengukur sikap seseorang terhadap
indikator afektif dalarn kurikulum sesuatu, misalnya pada mata
hasil belajar. pelajaran Al-Qur'an Hadits siswa
menunjukan sikap dan perilaku
C. Pengukuran Ranah Afektif
gemar melafalkan ayat-ayat Al-
Pengukuran ranah afektif
Qur' an, siswa menunjukan sikap
tidaklah semudah mengukur ranah
hormat pada orang tua dll. Skala
kognitif karena tidak dapat
Iikert terdiri dari dua unsur yaitu
dilakukan setiap selesai menyajikan
pemyataan dan altematif jawaban.
materi pelajaran. Perubahan sikap
Pemyataan ada dua bentuk yaitu
seseorang memerlukan waktu yang
pernyataan positif dan negatif,
relatif lama, demikian juga
....

JURNAL PELANGI IIMU VOLl.f.ME 2 NO. 5, MEl 2009

sedangkan altematif jawaban terdiri Ad. 2. Skala pilihan ganda


dari : sangat setuju, setuju, netral,
Skala ini bentuknya seperti soal
kurang setuju dan tidak setuju.
bentuk pilihan ganda yaitu suatu
Langkah-langkah untuk mem-
pemyataan yang diikuti oleh
buat Skala Iikert untuk menilai
sejumlah altematif pendapat.
afektif antara lain adalah: ( 1) pilih
variabel afektif yang akan diukur,
Contoh:
(2) buat pemyataan positif terha~ap
Dalam melaksanakan shalat
variabel yang diukur, (3) mmta
fardhu, saya merasa:
pertimbangan kepada beberapa
a. senang karena dapat berdialog
orang tentang pemyataan positif dan
dengan Allah
negatif yang dirumuskan, (4)
b. mudah untuk melakukan kon-
tentukan alternatif jawaban yang
sentrasi
digunakan, (5) tentukan pensekoran-
c. tidak begitu sulit untuk berkon-
nya dan, (6) tentukan dan hilangk~
sentrasi
pemyataan yang ti~ak ber~g~1
d. dapat berkonsentrasi tetapi
dengan pemyataan lamnya. (Setladi:
mudah terganggu
2005)
e. sulit untuk berkonsentrasi
Contoh:
Saya membaca Al-Qur' an Ad. 3. Skala thurstone
setiap selesai shalat Magrib
Skala ini mirip dengan kala
a. sangat setuju
Iikert karena merupakan instrumen
b. setuju
yang jawabannya menunjukan
c. netral
adanya tingkatan thurstone
d. kurang setuju
menyarankan · pernyataan yang
e. tidak setuju
diajukan ± 10 item.
1
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, ME/ 2009

Contoh:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Very Netral Very
Favoureble
Unfavoureble
_·.'
Ad. 4. Skala guttman Ad. S. Skala diffrential
Skala ini sama dengan skala Skala ini bertujuan untuk
yang disusun Bogardus yaitu mengukur konsep-konsep untuk tiga
pernyataan yang dirumuskan empat dimensi. Dimensi yang akan diukur
atau tiga pernyataan. Pemyatan dalam kategori:
tersebut menunjukan tingkatan yang Baik- tidak baik
berurutan, apabila responden setuju Kuat- lemah
persyaratan 2, diduga setuju Cepat- lambat atau aktif-pasif
pemyataan 1, selanjutnya setuju
pernyataan 3 diduga setuju
pemyataan 1 dan 2 dan apabila
setuju pemyataan 4 diduga setuju
pemyataan 1, 2 dan 3.
Contoh afektif yang
indikatomya hormat pada orang tua:
1. Saya permisi kepada orang tua
bila bermain ketetangga
2. Saya permisi kepada orang tua
bila pergi kemana saja
3. Saya permisi kepada orang tua
bila pergi kapan saja dan
kemanasaja
r
4. Saya tidak pergi kemana saja
tanpa permisi kepada orang tua

--------------==~--~----~------~----------
JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009

Contoh:
Baik 1 2 3 4 5 6 7 Tidak baik
Berguna 1 2 3 4 5 6 7 Tidak berguna
Aktif 1 2 3 4 5 6 7 Pasif
• I

Ad. 6. Pengukuran minat kuualitatif, maka 12 - 27 = C, 28 -


43 = B, 44 - 60 = A.
Untuk mengetahui/mengu-
Paling tidak ada dua
kur minat siswa terhadap mata
komponen afektif yang penting
pelajaran terlebih dahulu diten~an
untuk dinilai setiap mata pelajaran
indikator misalnya: kehadiran
yaitu sikap dan minat (Mm:dapi: 1~) .
dikelas, keaktifan bertanya, tepat
Sikap terhadap mata pela.Jaran btsa
waktu mengumpulkan tugas,
positif, netral dan negatif Tentu
kerapian. Catatan, mengetjakan
diharapkan sikap siswa terha~ap
latihan, mengulang pelajaran dan
semua mata pelajaran postttf
mengunjungi perpustakaan dll.
sehingga akan muncul minat yang
Untuk mengukur minat lebih
~- tinggi untuk dipelajarinya, karena
y tepat digunakan kuesioner skala
I minat belajar yang besar cenderung
Iikert dengan skala lima yaitu :
menghasilkan prestasi yang tinggi
sangat sering, sering, netral, jarang
sebaliknya minat belajar yang
dan tidak pemah.
kurang akan menghasilkan prestasi
Jawaban sangat sering diberi
yang rendah (Dalyono: 12). .
skor 5, sering diberi skor 4, netral
Untuk mengukur sikap stswa
diberi skor 3, jarang skor 2, dan
tepat digunakan pengematan
tidak pemah skor 1. selanjutnya
terhadap siswa dengan menggunakan
tehnik pensekoran minat s~swa
skala lima yaitu: 1 = sangat kurang,
terhadap mata pelajaran dengan ttem
2 = kurang, 3 = cukup, 4 = baik, 5 =
pemyataan 12 butir maka skor
amatbaik.
terendah 12 dan skor tertinggi 60,
Skor yang masing-masing
jika dibagi menjadi tiga kategori
sikap di atas dapat berupa ~gka
maka skala 12 sampai 27 termasuk
pada tahap akhir skor tersebut drra~­
r. . minat rendah, 28 sampai 43 berrninat
ratakan. Selanjutnya teknik
dan 44 sampai 60 sangat berminat,
pensekoran minat siswa dengan item
maka dapat dikonfersi ke
11 butir maim skor terendah 11 dan
pengukuran kualitatif karena
skor tertinggi 55, jika dibagi menjadi
penilaian afektif dilakukan secara

L~J I
I

~-----------------------=~-----~ "
1
JURNALPELANGI IIMU VOLUME 2 NO.5, ME/ 2009

3 kategori maka skala 11 - 24 D. Analisa Muatan Ranah Afektif


termasuk cukup, 25 - 38 baik, dan pada Mata Pelajaran
39 - 55 amat bail<, maka dapat Pendidikan Agama Islam di
dokonfersikan ke penelitian Madrasah lbtidaiyah
kualitatif 11 - 24 = C, 25 - 38 = B,
dan 39- 55 =A Mata pelajaran pendidikan
Untuk menilai afektif dapat agama Islam di madrasah ibtidaiyah
juga dilakukan dengan ko1okium yaitu: Akidah akhlak, Qur'an Hadits,
yaitu diskusi mendalam tentang fiqih, sejarah kebudayaan Islam dan
suatu topik tertentu untuk Bahasa Arab, untuk kelas 1 s/d kelas
mengungkapkan pengetahuan dan 3 hanya mempelajari mata pelajaran
pengalaman seseorang. Kolokium ini Aqidah Akhlak, Qur'an Hadits dan
dilakukan untuk pe1engkap Fiqih.
portopolio. Dari Kurikulum Hasil Belajar
Apabila dari sekian banyak Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah
siswa temyata tidak berminat dan tahun 2003 dapat dilihat bahwa ~
bersikap baik dengan substansi mata muatan ranah efektif mata pelajaran
pelajaran pendidikan agama maka Aqidah Akhlak di Madrasah
guru harus mencari sebab-sebabnya, Ibtidaiyah kelas I Semester I
perlu dikaji dan dilihat kembali sebanyak 4 indikator, Semester II
secara menyeluruh hal yang terkait sebanyak 6 indikator, Kelas II
dengan pelajaran mata pelajaran Semester I sebanyak 3 indikator,
tersebut atau guru belum Semester II sebanyak 4 indikator dan
menyampaikan diawal pembelajaran Kelas III Semester I sebanyak 5
indikator yang dimiliki oleh siswa, indikator dan semester II sebanyak 6
oleh karenanya guru seharusnya indikator.
menyampaikan kepada siswa Dari dua puluh sembilan
kompetensi dasar yang harus dicapai indicator afektif tidak hanya memuat
siswa sekaligus indikator-indikator tingkat kompetensi afektif pengenal-
yang mesti dimiliki siswa. an tetapi ada juga pengorganisasian
dan pengenalan, oleh karenanya gllfl1
JURNAL PELANGI IIMU VOLfJME 2 NO. 5, MEl 2009

harus lebih mengembangkan dan tingkat kompetensi yang rendah.


menanamkan afektif ini dan harus Muatan ranah afektif mata
diingat bahwa afektif itu bersifat pelajaran Qur'an Hadits pada
herevcis artinya tingkat kompetensi Madrasah Ibtidaiyah tercantum pada
tinggi tidak mungkin dicapai apabila tabel berikut: - l
tidak diawali dengan pencapaian

Tabell
Muatan lndikator Ranah Afektif
Mata Pelajaran Qur'an Hadits Madrasah Ibtidaiyah

No Kelas Semester Materi Afektif


1 2 3 4 5
Hadits tentang honnat kepada Menunjukan perilakU
1 IV I orang tua hormat pada orang tua
Menunjukan perilaku 1
2 IV II Hadits tentang persaudaraan
tidak bermusuhan
Menunjukan perilak'U
3 IV II Hadits tentang silaturahmi
senang silaturahmi ·
Mengamalkan isi
4 v I Terjemahan surat Al-Ma'un kandungan pokok surat
Al-Ma'un
Menunjukan perilak'U
Hadits tentang menyayangi
5 v I
anakyatim
suka menyantuni anak
yatim
Menunjukan perilalm
yang mencerminkan
6 v II Hadits tentang taqwa
pemahaman terhadap isi
hadits
Menunjukan perilaku
Hadits tentang ciri-ciri orang
7 v II
munafiq
menjauhi perbuatan
munafiq
Menunjukan perilaku
Hadits tentang keutamaan sesuai dengan hadits
8 VI I
memberi tentang keutamaan
memberi
Menunjukan perilal'U
9 VI II Hadits tentang amal shaleh
amal shaleb
Sumber: Kurikulum Hasil BelaJar Aq1dah Akhlak Madrasah lbt:Idaiyah 2003

'J
•-·
. •.
1

JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009

Dari tabel di atas menunjukan Dari Kurikulum Hasil Belajar


bahwa indikator ranah afektif kelas 1 Fiqih Madrasah Ibtidaiyah tahun
sld 3 tidak ditemukan indikator 2003 menunjukan bahwa indikator
ranah afektif Sedangkan untuk kelas ranah afektif Fiqih kelas I semester I
IV semester I hanya (satu) indikator, tidak ada, semester II hanya satu
semester II 2 (dua) indikator, untuk indikator, kelas II semester I ada dua
kelas V semester I ada 2 (dua) indikator, semester II tiga indikator,
indikator, semester n ada 2 (dua) kelas IV semester I ada dua
indikator. Selanjutnya untuk kelas indikator, kelas V semester I enam
VI semester I hanya 1 (satu) indikator, kelas VI semester I satu
indikator dan semester II juga 1 indikator dan semester II satu
(satu) indikator. Indikator afektif indikator.
tersebut hila dikategorikan lebih Indikator tersebut cenderung
cenderung tingkat kompetensinya beragam mulai dari tingkat
tinggi yaitu pada tingkat pengor- kompetensi rendah sampai tingkat
ganisasian dan pengalaman. Oleh tinggi kompetensi tertinggi. Oleh
karenanya tugas gurulah menanam- karenanya tugas guru harus
kan afektif tersebut pada peserta mengenali ranah afektif pada
didik, untuk penanaman ini harus masing-masing semester dan kelas
dimulai dari tingkat kompetensi tercantum dalam KHB .
. yang rendah (penge-nalan), selan-
jutnya pemberian respon, penghar- E. Peoutup
gaan terhadap nilai, pengorga- Ranah afektif bertingkat dari
nisasian dan pengamalan. Oleh tingkat pengenalan dan yang
karenanya pengukuran yang diguna- tertinggi pengamalan· tingkatan ini
kan oleh guru untuk menge-tahui bersifat hararkis. Teknik pengukuran
tingkat pencapaian ranah ini harus dapat dilakukan dengan koesioner,
menggunakan instrtunen yang tidak wawancara, maupun. observasi.
hanya mengukur sikap dan minat Namun secara spesifik pengukuran
saja, tetapi harus diukur seluruh dapat dilakukan dengan skala Iikert,
indikator afektif yang tercantum. skala pilihan ganda, skala thurstone,1
Oleh karenanya guru harus skala guttman, skala differential, dan
mengenali satu persatu indikator pengukuran minat dan sikap.
ranah afektif yang tercantum dalam Muatan ranah afekktif dalam
KHB. mata pelajaran pendidikan agama
Islam di Madrasah lbtidaiyah:

El
....

JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009

temyata pada mata pelajaran Aqidah harus menggunakan instrumen agar


Akhlak lebih banyak dibandingkan basil pengukuran akurat dan
dengan mata pelajaran Fiqih dan merupakan laporan basil belajar
rr Qur'an Hadits, oleh karenanya guru yang dapat dipertanggung jawabkan
dalam mengukur aspek afektif ini baik kepada siswa, guru, orang tua,
maupun pihak madrasah.

Daftar Pus taka

Departemen Pendidikan Nasional (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi,


(Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Diknas)

Departemen Agama (2003). Dirjen Kefembagaan Agama Istam, Penilaian


Berbasis Aqidah Akhlak, Jakarta: Direktorat Madrasah dan
Pendidikan Islam pada Sekolah Umum

Departemen Agama, Dirjen Kelembagaan Agama Islam (2003). Penilaian


Berbasis Kelas Fiqih. Jakarta: Direktorat Madrasah dan Pendidik.an
Islam pada Sekolah Umum

Anas Sudijono (1998). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

RobertS. Ellis (1998). Educational Psychology: a Problem approach, New


York: d Van Nostrard Co

Winkel. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia Widia Sarana i


Indonesia !' d
-'

JURNAL PELANGI IIMU VOLUME 2 NO. 5, MEl 2009 ,

Mar'at. (1982). SikapManusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta :


Ghalia

K. Deaux & L.S. Weightman (1986). Social Psychology. California: Bosks/Cole


Publishing Company

Robert S. Ellis, Education Psychology,

Suciati (1994). Taksonomi Tujuan Jnstruksiona/, Dalam Mengajar di Perguruan


Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. ·

A.J. Nitko (1983), Educational Test and Measurement, an introduction, New


York: Garcourt Brace Javanovich, Inc

Suke Selverius (1991). Evaluasi Hasil Be/ajar dan Umpan Balik, Jakarta:
Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Suharsimi Arikunto (1997). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara

Hari Setiadi, Bahrul Hayat, ( 1999). Makalah Penilaian Kemampuan dan


Keterampilan Siswa di Dalam Kelas, Disajikan Pada Penataran
Pengujian Nasional Untuk Guru-Guru SLTP se Indonesia Angkatan V
Cisarua 28 Oktober - 17 November

Djemari Mardapi (2004). Pengembangan Sistem Penilaian Kurikulum.


Yogyakarta: UNY

Daliyono M. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

You might also like