Professional Documents
Culture Documents
Di Susun Oleh:
Rahmad Kadry
10390009
Oleh:
Rahmad Kadry1
Abstract
Branchless banking service system is expected to be one of the efforts to eliminate all forms of barriers to
public access in utilizing financial services. Services branchless banking system is still in trials. Nevertheless,
the system is expected to provide public access to financial services. Many obstacles in the development of
branchless banking system. This study tried to identify the dominant factors become obstacles in the
development of branchless banking system in Indonesia. This study focuses on the issues that will be faced by
banks in implementing branchless banking system. The identification results show that the main problem can
be divided into four aspects, resources, risk, regulation, and socialization. Overall, the problem is
decomposed and priority outcomes are 1) the lack of legal support, 2) lack of supervision and guidance, 3)
lack of understanding of Human Resources. This shows that branchless banking system can not be separated
from the problems and solutions that are useful in the development of branchless banking in Indonesia.
1
Mahasiswa Jurusan Keuangan Islam fakultas Syariah dan Hukum UIN Suka
Yogyakarta. Email: rahmadagara92@gmail.com No Hp 089664916946
I. PENDAHULUAN
2
http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/03/06/2/172648
/Inklusi-Finansial-Bisa-Dipercepat-dengan-Branchless-Banking diakses pada
21/05/2013 : 11.05 wib
Bank Indonesia saat ini tengah mengujicobakan layanan branchless
banking atau aktivitas jasa sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui unit
perantara layanan keuangan (UPLK). Uji coba ini akan dilakukan terbatas di 8
provinsi, sejak Mei hingga November 2013. Layanan perbankan oleh UPLK ini
ditujukan terutama untuk melayani masyarakat yang belum tersentuh layanan
keuangan, seperti transfer, menabung, dan kredit (unbanked dan under-banked
people).
Berdasarkan kebijakan yang di kelurkan oleh Bank Indonesia, disinilah
saatnya perbankan syariah ikut andil dalam menerapkan pelayanan branchless
banking berbasis syariah, karena secara tidak langsung pelayanan branchless
banking dapat memudahkan dan mengenalkan produk perbankan syariah kepada
masyarakat, serta untuk menambah nilai kepuasan nasabah terhadap kinerja
perbankan syariah terutama pada transaksi tunai.
Alasan mengapa penelitian ini memilih bank syariah dalam menerapkan
pelayanan branchless banking berbasis syariah di karenakan Bank syariah adalah
sistem perbankan berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam. Dalam agama Islam,
untuk pinjam meminjam dilarang mengenakan bunga (riba). Oleh karena itu,
bank syariah tidak memberikan bunga, tapi bagi hasil. Selain itu, dalam agama
Islam juga dilarang berinvestasi pada usaha-usaha terlarang (haram). Beberapa
faktor yang menjadi dasar perbankan dan investasi syariah, yakni tidak
berdasarkan riba (interest), dalam operasinya tidak melibatkan elemen gambling,
tidak melibatkan produk dan/atau menjual barang atau layanan yang haram, dan
tidak ada elemen gharar (ketidakpastian)
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di
atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apa
sajakah masalah-masalah yang dihadapi oleh perbankan syariah jika branchless
banking diterapkan? Apa saja solusi yang tepat? Bagaimana strategi yang harus
diterapkan dalam kerangka strategis jangka panjang? Bagaimana Implimentasi
Brancless Banking Pada Pembiayaan di Perbankan Syaraiah.
II. Landasan Teori
2.1. Bank Syariah
3
Wibowo, Ghofur, Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini
(Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah), 2007, Yogyakarta: Biruni
Press, hlm 80
atas pengelolaan usaha. Pihak yang menyediakan dana disebut dengan
istilah shahibul maal, sedang pihak yang mengelola usaha disebut
dengan istilah mudharib. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai
dengan nisbah bagi hasil yang disepakati bersama sejak awal. Akan
tetapi, jika terjadi kerugian, shahibul maal akan kehilangan sebagian
imbalan dari hasil kerjanya selama proyek berlangsung.
Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi menjadi tiga yaitu:
Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah yang memberi kuasa
kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa
batasan apapun yang berkaitan dengan usaha tersebut.
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah shahibul maal memberi batasan
kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha,
tempat, pemasok maupun konsumen.
Mudharabah musytarakah
Mudharabah musytharakah adalah perpaduan antara akad
mudharabah dan musyarakah.
3. Sistem Penyaluran Dana
Penyeluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan
tigaprinsipyaitu:
1) Prinsip jual beli
Prinsip jual beli terdiri atas tiga, yaitu:
Jual beli dengan skema murabahah
Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
Jual beli dengan skema salam
Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya
dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan
diterima.
Jual beli dengan skema istishna’
Jual beli dengan skema istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas
penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk
menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang
disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
2) Prinsip investasi
Prinsip investasi dalam pembiayaan oleh bank syariah terdiri atas:
Investasi dengan skema mudharabah
Investasi dengan skema mudharabah adalah kerjasama investasi
dimana pihak pertama menyediakan dan pihak kedua bertanggungjawab
mengelola dana.
Investasi dengan skema musyarakah
Investasi dengan skema musyarakah adalah kerjasama investasi para
pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha
tertentu dengan pembiayaan keuntungan berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung
semua pemilik modal berdasarkan prosi modal masing-masing.
3) Prinsip sewa
Prinsip sewa dalam bank syariah terdiri atas4:
Sewa dengan skema ijarah
Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakan.
Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik
Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-
menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan
imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan
hal milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
2.1.2. Sistem Dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan
Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan prinsip-
prinsip transaksi syariah yang telah difatwakan oleh DSN, yaitu:5
4
M. Aziz, Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia, Bankit,
Jakarta,2007, hlm 104
Prinsip wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti transfer.
Prinsip kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
Prinsip hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya.
Prinsip sharf
Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam jual beli mata uang,
baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang yang
berlainan jenis.
Prinsip ijarah
Al- Ijarah adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
hak kepemilikan barang itu sendiri.
6
Difi A. Johansyah, “Seabrek Cara Genjot Inklusi Keuangan”, Gerai
Info, Edisi XV Juni 2011 Tahun 2 Newsletter Bank Indonesia, hlm 1-2
Pilar kelima, Saluran Distribusi. Bagaimana meningkatkan jangkauan
layanan lembaga keuangan formal terhadap kelompok masyarakat di
pelosok, inilah yang digarap pilar ini. Contohnya, optimalisasi jaringan
kantor pos atau gawean bareng implementasi APEX Bank untuk BPR. Atau,
proyek percobaan penerapan mobileMoney.
10
Ibnu Subiyanto, Metodologi Penelitian (e-book), (Jakarta:
Universitas Gunadarma,t.t.) hlm. 95
itu, keberhasilan penerapan sistem branchless banking ditentukan bagaimana
kualitas dan kapabilitas SDM yang terlibat di dalamnya.
Branchless Banking juga diharapkan dapat menciptakan kesadaran ruang
dan waktu pada masyarakat. Branchless banking memerlukan teknologi informasi
yang cukup handal. Akan tetapi, infrastruktur teknologi informasi untuk
mendukung sistem branchles banking masih jauh dari ideal. Oleh karena itu,
kesiapan infrastruktur teknologi informasi perlu untuk diperhatikan guna
mendukung keberhasilan sistem branchles banking.
Branchless Banking diharapkan dapat membantu perekonomian Indonesia
serta memberi peluang kepada masyarakat kelas bawah yang jumlahnya cukup
besar pada usia produktif namun masih berada di taraf konsumtif. Oleh karena itu,
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan usaha
mikro. Akan tetapi, pengembangan potensi yang cukup besar tersebut terkendala
kesipan teknis managemen bank yang masih kurang. Pemerintah dan bank
indonesia diharapkan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk mengurangi
kelemahan teknis manajemerial dalam penerapan sistem branchles banking.
b. Risiko
Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi untuk
memberikan layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
bank. Di sisi teknologi, bisnis brancless banking bisa bersinergi dengan cakupan
operator seluler yang telah menjangkau ke daerah-daerah pedesaan dan perangkat-
perangkat telekomunikasi yang tersedia di pasar dengan yang harga terjangkau.
Jaringan distribusi pun dapat menjadi pasar yang menjanjikan karena di Indonesia
terdapat banyak dealer pulsa, kantor pos dan lain-lain. Oleh karena itu, berbagai
pihak bisa dijadikan partner dalam bisnis branchless banking. Penerapan
teknologi yang canggih dan melibatkan banyak pihak dalam penerapan
branchless banking dapat menimbulkan bebagai risiko, seperti risiko kredit, risiko
fraud, dan risiko keamanan.
Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. System branchless banking
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses keuangan, khususnya
dalam hal pembiayaan. Kemudahan masyarakat dalam mengakses pembiayaan
dari tempat terpencil dapat menimbulkan risiko kredit. Terdapat perbedaan jarak
dan waktu antara masyarakat (nasabah) dengan bank, sehingga hubungan antara
bank dan nasabah cukup jauh. Dengan adanya perbedaan tersebut, bank sangat
sulit untuk mengawasi nasabah (debitur) yang terlambat atau gagal dalam
memenuhi kewajibannya.
Sistem branchless banking melibatkan banyak pihak dalam penerapanya.
Pihak-pihak tersebut diantaranya unit perantara lembaga keuangan (UPLK) dan
operator seluler. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin sulit untuk
mengawasi aktivitas transaksi keuangan. Lemahnya pengawasan terhadap pihak-
pihak yang terlibat memunculkan risiko kecurangan (fraud). Risiko fraud timbul
dikarenakan adanya pengawasan yang lemah sehingga memunculkan kesempatan
bagi para pihak yang terlibat untuk melakukan kecurangan.
Penggunaan teknologi informasi dalam penerapan system branchless
banking dapat menimbulkan risiko yang lain, seperti risiko keamanan.
Pengawasan yang lemah dan kurangnya evaluasi secara rutin terhadap keamanan
transaksi keuangan akan merugikan bank dan masyarakat (nasabah).
c. Regulasi
Saat ini regulasi dan panduan brancless banking sedang dalam taraf
persiapan oleh Bank Indonesia dan akan selesai akhir tahun ini. Bank Indonesia
akan berperan dalam pengawasan branchless banking karena memiliki fungsi dan
wewenang sistem pembayaran yang bersinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Regulasi terkait SOP, sistem pengawasan, standar teknologi, persyaratan
bank, persyaratan agen, hubungan bank dengan agen, dan lain-lain harus diatur
secara tegas dan jelas..
Selain dukungan hukum, penegakan hukum ini menjadi penting mengingat
bahwa branchless banking adalah strategi inklusi Bank Indonesia yang
melibatkan banyak pihak dalam penerapnnya. Potensi untuk munculnya berbagai
pelanggaran dan penyimpangan sangat dimungkinkan. Oleh karena itu, system
branchless banking dihadapkan dengan masalah pengawasan dan pembinaan
terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam system ini. Lemahnya pengawasan dan
pembinaan akan berdampak buruk pada system ini. Selain itu, dukungan secara
akademis belum terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan branchless
banking, khususnya berbasis syariah dengan cara sistematis dan proporsional.
d. Sosialisasi
Dunia perbankan memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap
konsumennya, karena hubungan antara perbankan dan nasabah merupakan satu
kesatuan. Dengan kata lain kedua komponen tersebut saling membutuhkan. Oleh
sebab itu, bank harus dapat memberikan pelayanan terbaik kepada para
nasabahnya sehingga terjalin hubungan baik yang akhirnya menumbuhkan rasa
percaya diantara kedua belah pihak. Pada praktiknya, masih banyak masyarakat
Indonesia, terutama yang tidak tinggal diperkotaan. Masalah kepercayaan
terhadap bank masih sangat tinggi, sehingga minat masyarakat dalam menyimpan
dana di perbankan syariah masih kurang.
Penerapan branchless banking pada sistem pembayaran bank akan
menimbulkan masalah baru. Masalah awal terkait ketidak percayaan dengan
praktik perbankan ditambah dengan ketidak percayaan masyarakat terkait
penerapan teknologi informasi dalam sistem pembayaran. Masyarakat Indonesia
masih banyak yang belum tersentuh oleh lembaga keuangan, apalagi lembaga
keuangan seperti bank syariah. Masalah ketidak pahaman masyarakat terhadap
produk-produk syariah, apalagi yang dikemas dengan sistem branchless banking
perlu diperhatikan.
a. Sumber Daya
Sistem branchless banking tidak terlepas dari kemajuan teknologi yang
mensyarakatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu,
pengembangan sumberdaya manusia menjadi fokus utama dalam penerapan
sistem branchless banking. Pengembangan sumber daya manusia adalah suatu
proses peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas serta etika atau
akhlak dan untuk menjadi yang lebih baik. Pengembangan sumber daya manusia
dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan secara intensif dan berkelanjutan.
Teknologi menjadi tulang punggung dari sistem branchless banking.
Infrastruktur teknologi harus segera dibangun. Pembangunan infrastruktur
teknologi harus tepat, baik teknologi hardware dan software. Teknologi yang
diterapkan dalam branchless banking harus mudah digunakan oleh pengguna
(user friendly).
Sistem branchless banking melibatkan banyak pihak dalam penerapannya.
Proses supervisi harus terus dilakukan terhadapa pihak-pihak yang terlibat dalam
sistem branchless banking. Supervisi rutin sebaiknya dilakukan agar penerapan
branchless banking tetap pada tujuannya dan meminimalkan penyimpangan.
b. Risiko
Risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa
dihindari. Bank harus memperhatikan beberapa hal sebelum memberikan kredit.
Bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah
dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai. Selanjutya, bank harus
dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjamam dan
bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo. Selain itu, bank perlu
mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat
digunakan apabila nasabah menghadapi risiko kegagalan atau ketidakpastian yang
berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan. Untuk penerapan beberapa
hal tersebut, bank perlu membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian
kredit.
Untuk melakukan pencegahan muculnya risiko fraud, ada beberapa upaya
yang dapat dilakukan yaitu (1) membangun individu yang didalamnya
terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan,dan lain-lain (2)
Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi,
standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and punistment. (3)
membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self
asssessment, internal auditor dan eksternal auditor. Secara umum, untuk
mencegah terjadinya risiko fraud, peran dari auditor internal dan eksternal perlu
ditingkatkan
Risiko keamanan digunakan untuk mendeskripsikan perlindungan baik
peralatan komputer maupun nonkomputer, fasilitas, data, dan informasi dari
penyalahgunaan pihak-pihak yang tidak berwenang yang terkait dalam sistem
branchless banking.Risiko keamanan berhubungan langsung dengan potensi
output yang tidak diharapkan dari pelanggaran keamanan sistem oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu, bank dan perlu melakukan
beberapa langkah untuk mengurangi risiko keamanan. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan adalah 1) Identifikasi aset-aset bisnis yang harus dilindungi dari
risiko, 2) Menyadari risikonya, 3) Menentukan tingkatan dampak pada perusahaan
jika risiko benar-benar terjadi, dan 4) Menganalisis kelemahan perusahaan
tersebut. Langkah terakhir yang dilakukan adalah mengevaluasi keamanan sistem
secara keselurahan dan menindaklanjuti kelemahan-kelemahan yang ada.
c. Regulasi
Pembentukan regulasi pemerintah harus mendukung program branchless
banking. Regulasi yang dibentuk harus mengatur praktik branchless banking
secara komprehensif. Peran pengawas menjadi penting untuk mengawasi serta
memastikan bahwa pihak-pihak yang yang terkait dalam sistem branchless
banking telah patuh terhadap regulasi yang ada. Peran penting lainnya adalah para
akademisi. Penelitian-penelitian tentang sistem branchles banking perlu dilakukan
sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi pengambil kebijakan, agar regulasi
dimasa yang akan datang bisa lebih baik.
d. Sosialisasi
Bank syariah perlu melakukan strategi promosi dan pemasaran yang tepat
terkait produk-produk dan layanan perbankan. Promosi dan pemasaran dapat
dilakukan diberbagai media, baik cetak, elektronik, maupun on-line. Masyarakat
perlu ditanamkan kepercayaan (trust) terhadap produk dan layanan perbankan
syariah, khususnya yang terkait dengan teknologi. Tidak semua masyarakat bisa
percaya pada teknologi yang dikarenakan isu-isu seperti keamanan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat secara masif.
SDM AturanHukum
Sumber Daya Regulasi
Infrastruktur Pengawasan
Kredit Produk
Keamanan Teknologi
Pelatihan AturanHukum
Pendampingan Penelitian
SOLUSI
SOP Media Informasi
AuditorInternal &
Eksternal Risiko Sosialisasi Trust
EvaluasiTeknologi Edukasi
STRATEGI
Intergrasi antara Bank Syariah Menjaga hubungan antara Regulasi pemerintah terkait
dan UPLK dan operatot bank syariah dan nasabah dengan sistem branchless
telekomunikasi dalam serta memberikan edukasi banking berbasis syariah
mengupayakan Branchless terkait sistem branchless
banking banking berbasis syariah
berkelanjutan
4.2.Implimentasi Brancless Banking Pada Pembiayaan di Perbankan
Syaraiah
1 2 3
Transaksi Pembayaran
OperatorTeleko
munikasi
Note : Pembayaran melalui e-banking (by phone) atau melalui unit UPLK
4.2.2. Skema Transaksi Pembiayaan Mudharabah Berbasis
Branchless banking
2
1
Bank
UPLK
Nasabah Syariah
Modal 100%
Skill
3
Proyek
4
Keuntungan
Transaksi Pembayaran
Operator
Telekomunikasi
2
1
3
BankSyariah
Nasabah Proyek Usaha
UPLK
Keuntungan
Transaksi Pembayaran
Operator
Telekomunikasi
1 2
Bank Syariah
Nasabah UPLK
3
Produsen
Transaksi Pembayaran
Operator
Telekomunikasi
1
2
3
5
Proyek Kontraktor
Transaksi Pembayaran
Operator
Telekomunikasi
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi
Difi A. Johansyah, “Seabrek Cara Genjot Inklusi Keuangan”, Gerai Info, Edisi
XV Juni 2011 Tahun 2 Newsletter Bank Indonesia.
http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/03/06/2/172648/Inklusi-
Finansial-Bisa-Dipercepat-dengan-Branchless-Banking diakses pada
21/05/2013 : 11.05 wib