You are on page 1of 25

PEMBERDAYAAN KEBIJAKAN INKLUSI KEUANGAN BANK

INDONESIA DALAM IMPLEMENTASI SISTEM BRANCHLESS


BANKING PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Di Susun Oleh:
Rahmad Kadry
10390009

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


YOGYAKARTA
2013
PEMBERDAYAAN KEBIJAKAN INKLUSI KEUANGAN BANK
INDONESIA DALAM IMPLEMENTASISISTEM BRANCHLESS
BANKING PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Oleh:
Rahmad Kadry1

Abstract

Branchless banking service system is expected to be one of the efforts to eliminate all forms of barriers to
public access in utilizing financial services. Services branchless banking system is still in trials. Nevertheless,
the system is expected to provide public access to financial services. Many obstacles in the development of
branchless banking system. This study tried to identify the dominant factors become obstacles in the
development of branchless banking system in Indonesia. This study focuses on the issues that will be faced by
banks in implementing branchless banking system. The identification results show that the main problem can
be divided into four aspects, resources, risk, regulation, and socialization. Overall, the problem is
decomposed and priority outcomes are 1) the lack of legal support, 2) lack of supervision and guidance, 3)
lack of understanding of Human Resources. This shows that branchless banking system can not be separated
from the problems and solutions that are useful in the development of branchless banking in Indonesia.

Keywords : Brancheless Banking, Inclusive, Shariah Banking

1
Mahasiswa Jurusan Keuangan Islam fakultas Syariah dan Hukum UIN Suka
Yogyakarta. Email: rahmadagara92@gmail.com No Hp 089664916946
I. PENDAHULUAN

Di Indonesia, akses masyarakat kepada institusi keuangan masih sangat


minim. Berdasarkan data Global Financial Inclusion Index 2012 dari World Bank,
baru sekitar 20% dari penduduk Indonesia yang berusia di atas 15 tahun saat ini
yang menikmati akses jasa keuangan.2 Hampir separuh dari 234,2 juta
penduduk di Indonesia tidak memiliki akses atas layanan lembaga keuangan
formal. Dari jumlah itu, sekitar 35 juta orang hanya terlayani lembaga
keuangan non-formal, seperti koperasi simpan-pinjam.Akan tetapi, ada sekitar 40
juta orang yang sama sekali tidak tersentuh layanan jasa keuangan dalam bentuk
apapun. Secara umum terjadi perbedaan yang cukup signifikan antara
kemudahaan akses di Pulau Jawa dan luar jawa. Terdapat akses yang berlebih
terhadap layanan jasa perbankan di Jawa dan Bali, sedangkan di wilayah timur
Indonesia, akses layanan terhadap jasa perbankan masih sangat rendah
Pemerintah melalui Bank Indonesia telah berupaya untuk meningkatkan
akses masyarakat kepada lembaga keuangan, terutama terkait pembiayaan. Bank
Indonesia memiliki desain strategi yang mempertimbangkan kesesuaian dan
saling mendukung antara tiga komponen, yaitu pengentasan kemiskinan, stabilitas
keuangan, dan pertumbuhan ekonomi. Pengetasan kemiskinan dilakukan dengan
cara menyasar kelompok miskin dalam pengembangan inklusif keuangan,
stabilitas keuangan dilakukan dengan mendorong regulasi yang mendukung
perlindungan konsumen dan pertumbuhan ekonomi dilakukan dengan mendorong
pengembangan ekonomi lokal. Bank Indonesia dapat berperan dengan
mengembangkan dan mengoordinasikan program inklusi keuangan (financial
inclusion) dengan ukuran pencapaian, tanggung jawab, serta komitmen jelas.
Inklusi keuangan merupakan sarana untuk memberdayakan masyarakatnya dalam
berbagai kegiatan berbasis keuangan melalui penyediaan akses ke lembaga
keuangan yang seluas-luasnya. Kebijakan inklusi keuangan diharapkan, menjadi
salah satu upaya untuk meniadakan segala bentuk hambatan terhadap akses
masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan.

2
http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/03/06/2/172648
/Inklusi-Finansial-Bisa-Dipercepat-dengan-Branchless-Banking diakses pada
21/05/2013 : 11.05 wib
Bank Indonesia saat ini tengah mengujicobakan layanan branchless
banking atau aktivitas jasa sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui unit
perantara layanan keuangan (UPLK). Uji coba ini akan dilakukan terbatas di 8
provinsi, sejak Mei hingga November 2013. Layanan perbankan oleh UPLK ini
ditujukan terutama untuk melayani masyarakat yang belum tersentuh layanan
keuangan, seperti transfer, menabung, dan kredit (unbanked dan under-banked
people).
Berdasarkan kebijakan yang di kelurkan oleh Bank Indonesia, disinilah
saatnya perbankan syariah ikut andil dalam menerapkan pelayanan branchless
banking berbasis syariah, karena secara tidak langsung pelayanan branchless
banking dapat memudahkan dan mengenalkan produk perbankan syariah kepada
masyarakat, serta untuk menambah nilai kepuasan nasabah terhadap kinerja
perbankan syariah terutama pada transaksi tunai.
Alasan mengapa penelitian ini memilih bank syariah dalam menerapkan
pelayanan branchless banking berbasis syariah di karenakan Bank syariah adalah
sistem perbankan berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam. Dalam agama Islam,
untuk pinjam meminjam dilarang mengenakan bunga (riba). Oleh karena itu,
bank syariah tidak memberikan bunga, tapi bagi hasil. Selain itu, dalam agama
Islam juga dilarang berinvestasi pada usaha-usaha terlarang (haram). Beberapa
faktor yang menjadi dasar perbankan dan investasi syariah, yakni tidak
berdasarkan riba (interest), dalam operasinya tidak melibatkan elemen gambling,
tidak melibatkan produk dan/atau menjual barang atau layanan yang haram, dan
tidak ada elemen gharar (ketidakpastian)
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di
atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apa
sajakah masalah-masalah yang dihadapi oleh perbankan syariah jika branchless
banking diterapkan? Apa saja solusi yang tepat? Bagaimana strategi yang harus
diterapkan dalam kerangka strategis jangka panjang? Bagaimana Implimentasi
Brancless Banking Pada Pembiayaan di Perbankan Syaraiah.
II. Landasan Teori
2.1. Bank Syariah

Bank sebagaimana yang didefinisikan dalam UU No. 10/1998 atau UU


Perbankan Syariah adalah “lembaga perantara keuangan: (intermediary financial
institution). Bank merupakan lembaga perantara antara pemilik modal dan
pengguna modal. Dalam hal ini bank berusaha untuk menghimpun dana dari
masyarakat untuk disalurkan kepada pengguna dana yang pada umumnya adalah
pengusaha, maupun konsumen.3
2.1.1. Sistem Penghimpunan Dana
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 02/DSN-MUI/IV/2000,
prinsip penghimpunan dana yang digunakan oleh bank syariah ada dua,
yaitu:
1. Penghimpunan dana dengan prinsip wadiah
Wadiah berarti titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan oleh yang
penerima titipan, kapan pun si penitip menghendaki. Wadiah dibagi atas
dua, yaitu:
 Wadiah yad-dhamanah
Wadiah yad-dhamanah adalah titipan yang selama belum
dikembalikan kepada penitip dapat dimanfaatkan oleh penerima
titipan. Apabila dari hasil pemanfaatan tersebut diperoleh
keuntungan, maka seluruhnya menjadi hak penerima titipan.
 Wadiah yad-amanah
Wadiah yad-amanah adalah penerima titipan tidak boleh
memanfaatkan barang titipan tersebut sampai si penitip mengambil
kembali titipannya.
2. Penghimpunan dana dengan prinsip mudharabah
Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis kerja sama usaha dimana
pihak pertama menyediakan dana dan pihak kedua bertanggungjawab

3
Wibowo, Ghofur, Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini
(Kajian Kritis Perkembangan Perbankan Syariah), 2007, Yogyakarta: Biruni
Press, hlm 80
atas pengelolaan usaha. Pihak yang menyediakan dana disebut dengan
istilah shahibul maal, sedang pihak yang mengelola usaha disebut
dengan istilah mudharib. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai
dengan nisbah bagi hasil yang disepakati bersama sejak awal. Akan
tetapi, jika terjadi kerugian, shahibul maal akan kehilangan sebagian
imbalan dari hasil kerjanya selama proyek berlangsung.
Berdasarkan PSAK 105, mudharabah dibagi menjadi tiga yaitu:
 Mudharabah Mutlaqah
Mudharabah mutlaqah adalah mudharabah yang memberi kuasa
kepada mudharib secara penuh untuk menjalankan usaha tanpa
batasan apapun yang berkaitan dengan usaha tersebut.
 Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah adalah shahibul maal memberi batasan
kepada mudharib dalam pengelolaan dana berupa jenis usaha,
tempat, pemasok maupun konsumen.
 Mudharabah musytarakah
Mudharabah musytharakah adalah perpaduan antara akad
mudharabah dan musyarakah.
3. Sistem Penyaluran Dana
Penyeluran dana bank syariah dilakukan dengan menggunakan
tigaprinsipyaitu:
1) Prinsip jual beli
Prinsip jual beli terdiri atas tiga, yaitu:
 Jual beli dengan skema murabahah
Jual beli dengan skema murabahah adalah jual beli dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
 Jual beli dengan skema salam
Jual beli dengan skema salam adalah jual beli yang pelunasannya
dilakukan terlebih dahulu oleh pembeli sebelum barang pesanan
diterima.
 Jual beli dengan skema istishna’
Jual beli dengan skema istishna’ adalah jual beli yang didasarkan atas
penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen untuk
menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan spesifikasi yang
disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.
2) Prinsip investasi
Prinsip investasi dalam pembiayaan oleh bank syariah terdiri atas:
 Investasi dengan skema mudharabah
Investasi dengan skema mudharabah adalah kerjasama investasi
dimana pihak pertama menyediakan dan pihak kedua bertanggungjawab
mengelola dana.
 Investasi dengan skema musyarakah
Investasi dengan skema musyarakah adalah kerjasama investasi para
pemilik modal yang mencampurkan modal mereka pada suatu usaha
tertentu dengan pembiayaan keuntungan berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung
semua pemilik modal berdasarkan prosi modal masing-masing.
3) Prinsip sewa
Prinsip sewa dalam bank syariah terdiri atas4:
 Sewa dengan skema ijarah
Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas
objek sewa yang disewakan.
 Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik
Sewa dengan skema ijarah muntahiya bittamlik adalah transaksi sewa-
menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan
imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan
hal milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
2.1.2. Sistem Dalam Pelaksanaan Fungsi Jasa Keuangan Perbankan
Pelaksanaan fungsi jasa keuangan perbankan dapat menggunakan prinsip-
prinsip transaksi syariah yang telah difatwakan oleh DSN, yaitu:5

4
M. Aziz, Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia, Bankit,
Jakarta,2007, hlm 104
 Prinsip wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
dalam melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti transfer.
 Prinsip kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
 Prinsip hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya.
 Prinsip sharf
Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam jual beli mata uang,
baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang yang
berlainan jenis.
 Prinsip ijarah
Al- Ijarah adalah pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
hak kepemilikan barang itu sendiri.

2.2. Kebijakan dan Sistem Branchless Banking Keuangan Bank Indonesia

Inklusi keuangan adalah kegiatan menyeluruh yang bertujuan meniadakan


segala bentuk hambatan baik yang bersifat harga maupun nonharga terhadap akses
masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan. Yang dimaksud
hambatan harga adalah prasyarat seperti mesti menyetor dana dengan besaran
tertentu ketika membuka rekening di bank, misalnya. Padahal tidak semua lapisan
masyarakat bisa memenuhi syarat minimal itu. Sedangkan hambatan nonharga
biasanya berupa persyaratan administratif seabrek yang terkadang dianggap
memberatkan konsumen

Zulfi Cahari,”Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Menurut


5

Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998”, Universitas Sumatra Utara, 2006,


hlm 15
Pemerintah dan Bank Indonesia telah menyiapkan seabrek kegiatan
dibawahpayung lima pilar “Strategi Nasional Inklusi Keuangan” agar akses
layanan jasa keuangan semakin terbuka luas bagi seluruh lapisan masyarakat.6
Pilar pertama, Edukasi Keuangan. Pilar ini berbicara upaya meningkatkan
pengetahuan masyarakat terhadap produk dan jasa keuangan. Setidaknya
ada tiga kegiatan edukasi seperti pengenalan produk keuangan (simpanan,
kredit, sistem pembayaran dan asuransi/dana pensiun), aspek perlindungan
nasabah dan pengelolaan keuangan. Misalnya, program “Ayo Ke Bank”dan
website Informasi danEdukasi Konsumen.

Pilar kedua, Eligibilitas Keuangan.Salah satu kendala masyarakat miskin


danUMKM bersentuhan dengan jasa keuangankarena persoalan di internal
mereka sendiri. Misalnya, soal legalitas. Masih banyak UMKM yang tak
memiliki badan hukum dan ijin usaha serta aspek teknis lainnya.

Pilar ketiga, Kebijakan. Pemerintah dan BI akan memberi dukungan


kebijakan berupa penerbitan regulasi yang membantu masyarakat mendapat
layanan jasa keuangan.BI, Kemenkop UKM dan Kemenkominfo mengkaji
pembuatan ketentuan terkait metode distribusi berbasis teknologi seperti e-
payment, branchless banking dan third partyagents (termasuk mobile
phones banking).

Pilar keempat, Fasilitasi Intermediasi. Pilar ini memfokuskan diri pada


upaya meningkatkan kesadaran (awareness) dari lembaga keuangan formal
terhadap karakteristik kelompok masyarakat potensial (bankable) untuk
mendapat layanan jasa keuangan. Misalnya, BI mengembangkan linkage
program, bazaar intermediasi UMKM, baseline survey, lending model dan
pendampingan UMKM. Atau, perluasan pendirian Perusahaan Penjaminan
Kredit Daerah (PPKD).

6
Difi A. Johansyah, “Seabrek Cara Genjot Inklusi Keuangan”, Gerai
Info, Edisi XV Juni 2011 Tahun 2 Newsletter Bank Indonesia, hlm 1-2
Pilar kelima, Saluran Distribusi. Bagaimana meningkatkan jangkauan
layanan lembaga keuangan formal terhadap kelompok masyarakat di
pelosok, inilah yang digarap pilar ini. Contohnya, optimalisasi jaringan
kantor pos atau gawean bareng implementasi APEX Bank untuk BPR. Atau,
proyek percobaan penerapan mobileMoney.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif adalah
metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme7 digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah (sebagai lawannya adalah
eksperimen). Dimana posisi peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
daripada generalisasi8.
Penelitian kualitatif bersifa deskriptif. Data yang dianalisis tidak untuk
menerima atau menolak hipotesis (jika ada). Hasil analisis tersebut berupa
deskripsi atas gejala-gejala yang diamati dan tidak harus berbentuk angka-angka
atau koefsien antar variabel. Namun penelitian, namun penelitian kualitatif bukan
tidak mungkin memiliki data kuantitatif9.
Penelitian ini adalah library research. Sebagai studi kepustakaan, maka
metode penelitian ini menekankan pada pustaka sebagai suatu objek studi. Studi
pustaka menekankan pada penelaahan gagasan para pakar, konsepsi yang telah
ada, aturan (rule) yang mengikat objek tertentu. Riset kepustakaan pada bidang
ekonomi pada hakikatnya sama dengan bidang ilmu sosial lainnya, yang meliputi;
objek teori dan konsep yang sudah ada, pemikiran para pakar, aspek regulasi,
7
Filsafat postpositivisme sering juga disebut sebagai paradigm
interpretif dan konstruktif,yang memandang realitas social sebagai sesuatu
yang holisttik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala
bersifat interaktif (reciprocal).
8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2008. Hlm. 9
9
Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung:
Pustaka Setia, 2005. hlm. 17
aspek praktik yang sudah ada, dan aspek kebahasaan10. Penulis mengadopsi
gagasan-gagasan terkini yang berkembang yang berkaitan dengan kebijakan
inkusip Bank Indonesia kemudian mengadopsinya dengan skema breanchless
banking untuk merumuskan formula baru berupa mekanisme dan sistem
sosialisasi, regulasi, resiko dan Sumber daya serta memberikan solusi dalam
penyelesaian masalah yang ada.

3.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data-
data yang disajikan berasal dari berbagai sumber seperti Bank Indonesia, World
Bank, dan data-data mengenai kebijakan inkusip serta beberapa sumber-sumber
terkait lainnya.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Identifikasi Masalah


Permasalahan dalam hal pemberdayaan kebijakan keuangan bank
Indonesia dalam implementasi sistem breanchless banking di lembaga keuangan
syariah dapat dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek sumber daya, resiko,
regulasi dan sosialisasi. Cluster-cluster secara keseluruhan dikelompokkan
menjadi cluster masalah, solusi dan strategi.
a. Sumber Daya
Branchless banking merupakan sistem pembayaran yang baru di
Indonesia. Guna mensukseskan penerapan sistem pembayaran tersebut diperlukan
sumberdaya manusia yang kompeten dan teknologi yang kompatibel dan
handal.Sumberdaya manusia memiliki peran penting dalam sistem pembayaran
dengan branchless banking. Lemahnya pemahaman sumber daya manusia
terhadap sistem branchles banking akan menjadi kendala dalam implementasinya.
Sumber daya manusia merupakan penggerak dan penentu berlangsungnya proses
dan segala aktivitas yang terkait dengan sistem branchless banking. Oleh karena

10
Ibnu Subiyanto, Metodologi Penelitian (e-book), (Jakarta:
Universitas Gunadarma,t.t.) hlm. 95
itu, keberhasilan penerapan sistem branchless banking ditentukan bagaimana
kualitas dan kapabilitas SDM yang terlibat di dalamnya.
Branchless Banking juga diharapkan dapat menciptakan kesadaran ruang
dan waktu pada masyarakat. Branchless banking memerlukan teknologi informasi
yang cukup handal. Akan tetapi, infrastruktur teknologi informasi untuk
mendukung sistem branchles banking masih jauh dari ideal. Oleh karena itu,
kesiapan infrastruktur teknologi informasi perlu untuk diperhatikan guna
mendukung keberhasilan sistem branchles banking.
Branchless Banking diharapkan dapat membantu perekonomian Indonesia
serta memberi peluang kepada masyarakat kelas bawah yang jumlahnya cukup
besar pada usia produktif namun masih berada di taraf konsumtif. Oleh karena itu,
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan usaha
mikro. Akan tetapi, pengembangan potensi yang cukup besar tersebut terkendala
kesipan teknis managemen bank yang masih kurang. Pemerintah dan bank
indonesia diharapkan mengadakan pelatihan-pelatihan untuk mengurangi
kelemahan teknis manajemerial dalam penerapan sistem branchles banking.
b. Risiko
Branchless banking merupakan salah satu strategi distribusi untuk
memberikan layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
bank. Di sisi teknologi, bisnis brancless banking bisa bersinergi dengan cakupan
operator seluler yang telah menjangkau ke daerah-daerah pedesaan dan perangkat-
perangkat telekomunikasi yang tersedia di pasar dengan yang harga terjangkau.
Jaringan distribusi pun dapat menjadi pasar yang menjanjikan karena di Indonesia
terdapat banyak dealer pulsa, kantor pos dan lain-lain. Oleh karena itu, berbagai
pihak bisa dijadikan partner dalam bisnis branchless banking. Penerapan
teknologi yang canggih dan melibatkan banyak pihak dalam penerapan
branchless banking dapat menimbulkan bebagai risiko, seperti risiko kredit, risiko
fraud, dan risiko keamanan.
Risiko Kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. System branchless banking
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses keuangan, khususnya
dalam hal pembiayaan. Kemudahan masyarakat dalam mengakses pembiayaan
dari tempat terpencil dapat menimbulkan risiko kredit. Terdapat perbedaan jarak
dan waktu antara masyarakat (nasabah) dengan bank, sehingga hubungan antara
bank dan nasabah cukup jauh. Dengan adanya perbedaan tersebut, bank sangat
sulit untuk mengawasi nasabah (debitur) yang terlambat atau gagal dalam
memenuhi kewajibannya.
Sistem branchless banking melibatkan banyak pihak dalam penerapanya.
Pihak-pihak tersebut diantaranya unit perantara lembaga keuangan (UPLK) dan
operator seluler. Semakin banyak pihak yang terlibat, semakin sulit untuk
mengawasi aktivitas transaksi keuangan. Lemahnya pengawasan terhadap pihak-
pihak yang terlibat memunculkan risiko kecurangan (fraud). Risiko fraud timbul
dikarenakan adanya pengawasan yang lemah sehingga memunculkan kesempatan
bagi para pihak yang terlibat untuk melakukan kecurangan.
Penggunaan teknologi informasi dalam penerapan system branchless
banking dapat menimbulkan risiko yang lain, seperti risiko keamanan.
Pengawasan yang lemah dan kurangnya evaluasi secara rutin terhadap keamanan
transaksi keuangan akan merugikan bank dan masyarakat (nasabah).
c. Regulasi
Saat ini regulasi dan panduan brancless banking sedang dalam taraf
persiapan oleh Bank Indonesia dan akan selesai akhir tahun ini. Bank Indonesia
akan berperan dalam pengawasan branchless banking karena memiliki fungsi dan
wewenang sistem pembayaran yang bersinergi dengan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Regulasi terkait SOP, sistem pengawasan, standar teknologi, persyaratan
bank, persyaratan agen, hubungan bank dengan agen, dan lain-lain harus diatur
secara tegas dan jelas..
Selain dukungan hukum, penegakan hukum ini menjadi penting mengingat
bahwa branchless banking adalah strategi inklusi Bank Indonesia yang
melibatkan banyak pihak dalam penerapnnya. Potensi untuk munculnya berbagai
pelanggaran dan penyimpangan sangat dimungkinkan. Oleh karena itu, system
branchless banking dihadapkan dengan masalah pengawasan dan pembinaan
terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam system ini. Lemahnya pengawasan dan
pembinaan akan berdampak buruk pada system ini. Selain itu, dukungan secara
akademis belum terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan branchless
banking, khususnya berbasis syariah dengan cara sistematis dan proporsional.
d. Sosialisasi
Dunia perbankan memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap
konsumennya, karena hubungan antara perbankan dan nasabah merupakan satu
kesatuan. Dengan kata lain kedua komponen tersebut saling membutuhkan. Oleh
sebab itu, bank harus dapat memberikan pelayanan terbaik kepada para
nasabahnya sehingga terjalin hubungan baik yang akhirnya menumbuhkan rasa
percaya diantara kedua belah pihak. Pada praktiknya, masih banyak masyarakat
Indonesia, terutama yang tidak tinggal diperkotaan. Masalah kepercayaan
terhadap bank masih sangat tinggi, sehingga minat masyarakat dalam menyimpan
dana di perbankan syariah masih kurang.
Penerapan branchless banking pada sistem pembayaran bank akan
menimbulkan masalah baru. Masalah awal terkait ketidak percayaan dengan
praktik perbankan ditambah dengan ketidak percayaan masyarakat terkait
penerapan teknologi informasi dalam sistem pembayaran. Masyarakat Indonesia
masih banyak yang belum tersentuh oleh lembaga keuangan, apalagi lembaga
keuangan seperti bank syariah. Masalah ketidak pahaman masyarakat terhadap
produk-produk syariah, apalagi yang dikemas dengan sistem branchless banking
perlu diperhatikan.

Adapun alternatif solusi yang dapat dilakukan dalam hal pengembangan


branchless banking antara lain:

a. Sumber Daya
Sistem branchless banking tidak terlepas dari kemajuan teknologi yang
mensyarakatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu,
pengembangan sumberdaya manusia menjadi fokus utama dalam penerapan
sistem branchless banking. Pengembangan sumber daya manusia adalah suatu
proses peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas serta etika atau
akhlak dan untuk menjadi yang lebih baik. Pengembangan sumber daya manusia
dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan secara intensif dan berkelanjutan.
Teknologi menjadi tulang punggung dari sistem branchless banking.
Infrastruktur teknologi harus segera dibangun. Pembangunan infrastruktur
teknologi harus tepat, baik teknologi hardware dan software. Teknologi yang
diterapkan dalam branchless banking harus mudah digunakan oleh pengguna
(user friendly).
Sistem branchless banking melibatkan banyak pihak dalam penerapannya.
Proses supervisi harus terus dilakukan terhadapa pihak-pihak yang terlibat dalam
sistem branchless banking. Supervisi rutin sebaiknya dilakukan agar penerapan
branchless banking tetap pada tujuannya dan meminimalkan penyimpangan.
b. Risiko
Risiko kredit jelas merupakan risiko yang selalu ada dan tidak bisa
dihindari. Bank harus memperhatikan beberapa hal sebelum memberikan kredit.
Bank harus dapat memperkirakan bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah
dapat menghasilkan return (pendapatan) yang memadai. Selanjutya, bank harus
dapat memastikan bahwa nasabah mampu untuk melunasi pinjamam dan
bunganya pada saat pembayaran tersebut jatuh tempo. Selain itu, bank perlu
mempertimbangkan jaminan yang dimiliki oleh nasabah. Jaminan tersebut dapat
digunakan apabila nasabah menghadapi risiko kegagalan atau ketidakpastian yang
berkaitan dengan penggunaan kredit yang diberikan. Untuk penerapan beberapa
hal tersebut, bank perlu membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) pemberian
kredit.
Untuk melakukan pencegahan muculnya risiko fraud, ada beberapa upaya
yang dapat dilakukan yaitu (1) membangun individu yang didalamnya
terdapat trust and openness, mencegah benturan kepentingan,dan lain-lain (2)
Membangun sistem pendukung kerja yang meliputi sistem yang terintegrasi,
standarisasi kerja, aktifitas control dan sistem rewards and punistment. (3)
membangun sistem monitoring yang didalamnya terkandung control self
asssessment, internal auditor dan eksternal auditor. Secara umum, untuk
mencegah terjadinya risiko fraud, peran dari auditor internal dan eksternal perlu
ditingkatkan
Risiko keamanan digunakan untuk mendeskripsikan perlindungan baik
peralatan komputer maupun nonkomputer, fasilitas, data, dan informasi dari
penyalahgunaan pihak-pihak yang tidak berwenang yang terkait dalam sistem
branchless banking.Risiko keamanan berhubungan langsung dengan potensi
output yang tidak diharapkan dari pelanggaran keamanan sistem oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu, bank dan perlu melakukan
beberapa langkah untuk mengurangi risiko keamanan. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan adalah 1) Identifikasi aset-aset bisnis yang harus dilindungi dari
risiko, 2) Menyadari risikonya, 3) Menentukan tingkatan dampak pada perusahaan
jika risiko benar-benar terjadi, dan 4) Menganalisis kelemahan perusahaan
tersebut. Langkah terakhir yang dilakukan adalah mengevaluasi keamanan sistem
secara keselurahan dan menindaklanjuti kelemahan-kelemahan yang ada.
c. Regulasi
Pembentukan regulasi pemerintah harus mendukung program branchless
banking. Regulasi yang dibentuk harus mengatur praktik branchless banking
secara komprehensif. Peran pengawas menjadi penting untuk mengawasi serta
memastikan bahwa pihak-pihak yang yang terkait dalam sistem branchless
banking telah patuh terhadap regulasi yang ada. Peran penting lainnya adalah para
akademisi. Penelitian-penelitian tentang sistem branchles banking perlu dilakukan
sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi bagi pengambil kebijakan, agar regulasi
dimasa yang akan datang bisa lebih baik.
d. Sosialisasi
Bank syariah perlu melakukan strategi promosi dan pemasaran yang tepat
terkait produk-produk dan layanan perbankan. Promosi dan pemasaran dapat
dilakukan diberbagai media, baik cetak, elektronik, maupun on-line. Masyarakat
perlu ditanamkan kepercayaan (trust) terhadap produk dan layanan perbankan
syariah, khususnya yang terkait dengan teknologi. Tidak semua masyarakat bisa
percaya pada teknologi yang dikarenakan isu-isu seperti keamanan. Oleh karena
itu, perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat secara masif.
SDM AturanHukum
Sumber Daya Regulasi

Infrastruktur Pengawasan

Teknis Manajerial MASALAH Penelitian

Kredit Produk

Fraud Risiko Sosialisasi Pelayanan

Keamanan Teknologi

Pelatihan AturanHukum

Teknologi Sumber Daya Regulasi Pengawasan


(Hardware& Software)

Pendampingan Penelitian

SOLUSI
SOP Media Informasi

AuditorInternal &
Eksternal Risiko Sosialisasi Trust

EvaluasiTeknologi Edukasi

STRATEGI

Intergrasi antara Bank Syariah Menjaga hubungan antara Regulasi pemerintah terkait
dan UPLK dan operatot bank syariah dan nasabah dengan sistem branchless
telekomunikasi dalam serta memberikan edukasi banking berbasis syariah
mengupayakan Branchless terkait sistem branchless
banking banking berbasis syariah
berkelanjutan
4.2.Implimentasi Brancless Banking Pada Pembiayaan di Perbankan
Syaraiah

4.2.1. Skema Transaksi Pembiayaan Murabahah Berbasis


Branchless banking

1 2 3

Nasabah UPLK BankSyariah Supplier

Transaksi Pembayaran
OperatorTeleko
munikasi

1) Nasabah pergi ke unit perantara layanan keuangan (UPKL) untuk


melakukan transaksi pembiayaan murabahah dimana nasabah ingin
mengajukan pembiayaan.
2) UPLK merupakan perantara dari banka syariah, dimana bank pemberi
pembiayaan 100%.
3) Bank syariah memesan barang ke supplier.
4) Supplier memberikan barang kepada bank
5) Bank mengirimkan barang kepada nasabah

Note : Pembayaran melalui e-banking (by phone) atau melalui unit UPLK
4.2.2. Skema Transaksi Pembiayaan Mudharabah Berbasis
Branchless banking

2
1

Bank
UPLK
Nasabah Syariah

Modal 100%
Skill
3
Proyek
4

Keuntungan

Transaksi Pembayaran

Operator
Telekomunikasi

1.) Nasabah pergi ke unit perantara layanan keuangan (UPKL) untuk


melakukan pembiayaan mudarabah dimana nasabah memiliki skill.
2.) UPLK merupakan perantara dari banka syariah, dimana bank pemilik
modal 100%.
3.) bank syariah dan nasabah melakukan kerja sama untuk mengerjakan
proyek tertentu.
4.) Hasil keuntungan yang didapatkan oleh nasabah akan di bagi ke bank
syariah sesuai dengan nisbah kesepakatan antara dua belah pihak.
4.2.3. Skema Transaksi Pembiayaan Musyarakah Berbasis
Branchless banking

2
1

3
BankSyariah
Nasabah Proyek Usaha
UPLK

Keuntungan

bagi hasil Bagi hasil keuntungan sesuai proporsi


kontribusi modal (Nisbah)

Transaksi Pembayaran

Operator
Telekomunikasi

1. Nasabah pergi ke unit perantara layanan keuangan (UPKL) untuk


melakukan pembiayaan mudarabah dimana nasabah memiliki skill.
2. UPLK merupakan perantara dari bank syariah, dimana bank
pemilik modal 100%.
3. Bank syariah dan nasabah melakukan kerja sama untuk
mengerjakan proyek tertentu dengan perantara UPKL.
4. Hasil keuntungan yang didapatkan oleh nasabah akan di bagi ke
bank syariah sesuai dengan nisbah kesepakatan antara dua belah
pihak.
4.2.4. Skema Transaksi Pembiayaan As Salam Berbasis Branchless
banking
5

1 2

Bank Syariah
Nasabah UPLK
3

Produsen

Transaksi Pembayaran

Operator
Telekomunikasi

1.) Nasabah selaku pembeli barang melakukan negosiasi pesanan


dengan kerterian barang yang jelas ke unit perantara layanan
keuangan (UPKL).
2.) Unit perantara layanan keuangan (UPKL) melaporkan ke pihak
bank syariah selaku pemilik modal.
3.) Bank membeli dalam bentuk pesanan barang ke produsen selaku
penjual barang dengan pembayaran secara tunai, dan barang harus
sesuai dengan pesanan konsumen (nasabah).
4.) Kemudian barang pesanan dikirim produsen ke Bank.
5.) Bank lalu mengirimkan ke konsumen (nasabah).
4.2.5. Skema Transaksi Pembiayaan Istishna’ Berbasis Branchless
banking

1
2

Nasabah UPLK BankSyariah

3
5

Proyek Kontraktor

Transaksi Pembayaran

Operator
Telekomunikasi

1.) Nasabah melakukan pembiayaan istishna melalui unit perantara


layanan keuangan (UPKL) disini terjadinya negosiasi antara (UPKL)
dan nasabah dimana nasabah membayar secara angsur ke pihak
(UPKL).
2.) Unit perantara layanan keuangan (UPKL) melaporkan kepihak bank
syariah selaku pemilik modal.
3.) Bank menujuk seorang kontraktor untuk mengerjakan proyek semisal
rumah.
4.) Kontraktor menyelesaikan proyek yang di inginkan oleh nasabah
(pemesan).
5.) Serah terima proyek yang telah diselesaikan oleh kontraktor kepada
bank.
6.) Serah terima proyek (rumah) oleh bank kepada nasabah (pemesan).
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam


pengembangan branchless banking terdiri dari 4 aspek penting yaitu: Sumber
Daya, teknikal, aspek legal/struktural, dan aspek kepercayaan. Penguraian aspek
masalah secara keseluruhan menghasilkan urutan prioritas: 1) Kurangnya
dukungan hukum; 2) Pengawasan dan pembinaan yang lemah; 3) Lemahnya
pemahaman, agency dan teknologi (operator/jaringan) untuk menunjang
Branchless Banking.

Sedangkan prioritas solusi yang dianggap mampu menyelesaikan


permasalahan terdiri dari: 1) Pembentukan UU tentang Branchless Banking; 2)
Revisi regulasi; 3) Pembentukan UPLK dan 4) Pendampingan.

Adapun keunggulan UPLK dan operator guna mendukung Branchless


Banking, yaitu :

1. UPLK berperan sebagai wakil (agen) dari bank syariah guna


mempermudah transaksi nasabah.
2. UPLK lebih efisien dari pada mendirikan cabang yang dimana
membutuhkan dana yang besar, sedangkan UPLK hanya sebatas
membayar jasa agen dan itu relatif lebih sedikit didalam pendanaan.
3. UPLK sendiri merupakan karyawan dari bank syariah sendiri atau bisa
juga merupakan satuan lembaga perantara dan legal secara hukum,
sehingga terdapat unsur kenyamanan dan keamanan.
4. Operator sebagai penyedia layanan penghubung transaksi nasabah dengan
bank secara “by phone” guna mempermudah transaksi.

5.2. Rekomendasi

Sementara itu, beberapa saran dan rekomendasi yang dapat diberikan


penulis antara lain:

1. Diharapkan adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam


menunjang dan mendorong upaya pengembangan industri keuangan
syariah khususnya dalam hal ini sistem Branchless Banking.
2. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian
akademik terkait sistem Branchless Banking. Prioritisasi masalah dan
solusi dalam pengembangan sistem Branchless Banking ini layaknya
mampu memberi masukan tepat kepada seluruh pihak terkait, masalah apa
yang seharusnya lebih dahulu diselesaikan dan solusi mana yang paling
tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Difi A. Johansyah, “Seabrek Cara Genjot Inklusi Keuangan”, Gerai Info, Edisi
XV Juni 2011 Tahun 2 Newsletter Bank Indonesia.

Ibnu Subiyanto, Metodologi Penelitian (e-book), (Jakarta: Universitas


Gunadarma,t.t.)

M. Aziz, Mengembangkan Bank Islam Di Indonesia, Bankit, Jakarta, 2007.

Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia,


2005.

Wibowo, Ghofur, Potret Perbankan Syariah Indonesia Terkini (Kajian Kritis


Perkembangan Perbankan Syariah), 2007, Yogyakarta: Biruni Press

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta, 2008.

Zulfi Cahari,”Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Menurut Undang Undang


Nomor 10 Tahun 1998”, Universitas Sumatra Utara, 2006.

http://www.metrotvnews.com/metronews/video/2013/03/06/2/172648/Inklusi-
Finansial-Bisa-Dipercepat-dengan-Branchless-Banking diakses pada
21/05/2013 : 11.05 wib

You might also like