You are on page 1of 11

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/302595717

Palinomorf Eosen dari Selat Makasar

Article · August 2007

CITATIONS READS

0 181

1 author:

Eko BUDI Lelono


Research and Development Center for Oil and Gas Technology "LEMIGAS"
12 PUBLICATIONS 18 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Palynology of Neogene Papua View project

Permian lacustrine palynology View project

All content following this page was uploaded by Eko BUDI Lelono on 10 May 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1 - 10

Palinomorf Eosen dari Selat Makasar


Oleh:
Eko Budi Lelono

SARI
Analisis palinologi yang dilakukan terhadap percontoh serbuk bor yang diambil dari Sumur O
interval kedalaman 8100’-11850’ yang ditajak di Selat Makasar memperlihatkan keragaman
dan kelimpahan palinomorf rendah (bagian bawah interval) sampai sedang (bagian atas inter-
val). Palinomorf yang ditemukan mencirikan umur Eosen seperti Proxapertites operculatus,
Proxapertites cursus, Palmaepollenites kutchensis, Diporoconia iszkaszestgyorgyi dan
Cicatricosisporites eocenicus. Dibandingkan dengan Formasi Nanggulan di Yogyakarta,
kelimpahan dan keragaman palinomorf Sumur O relatif rendah. Palinomorf yang dijumpai melimpah
pada Formasi Nanggulan seperti aff. Beaupreadites matsuokae, Palmaepollenites kutchensis
dan Dicolpopollis malesianus memperlihatkan kelimpahan rendah di Sumur O. Hal ini dapat
terjadi karena percontoh sedimen di Sumur O interval 8100’-11850’ berada pada level stratigrafi
lebih muda dari pada Formasi Nanggulan yang berumur Eosen Tengah. Diperkirakan percontoh
sedimen yang diteliti berumur Eosen Akhir. Interpretasi ini didukung oleh kemunculan polen
Proxapertites operculatus (fine reticulate) yang juga muncul pada Formasi Bayah umur Eosen
Akhir di Jawa Barat. Selain itu, kelimpahan sedang polen Restioniidites punctulosus
mengindikasikan terbentuknya iklim kering yang menandai umur Eosen Akhir seperti terjadi di
Jawa, Eropa Barat dan Amerika Utara.
Kata kunci: palinomorf eosen dari Selat Makasar
ABSTRACT
Palynological analysis on cutting samples situated in the interval 8100’-11850’ of
well O drilled on the Makasar strait indicates low assemblage in the lower interval which
gradually increases to medium assemblage in the upper interval. Palynomorphs found in
the studied well section characterises Eocene age including Proxapertites operculatus,
Proxapertites cursus, Palmaepollenites kutchensis, Diporoconia iszkaszestgyorgyi and
Cicatricosisporites eocenicus. The palynological assemblage of the studied sediments is much
lower than that occurring in the Nanggulan Formation of the Central Java. In addition,
some selected palynomorphs appearing in the Middle Eocene Nanggulang Formation
with high occurrences such as aff. Beaupreadites matsuokae, Palmaepollenites kutchensis
and Dicolpopollis malesianus decrease significantly or even disappear from the studied
well. This can happen because the studied sediments are stratigraphically younger than
those of the Middle Eocene Nanggulan Formation. It is assumed that the studied sediment
belong to the Late Eocene age. This is supported by the occurrence of pollen Proxapertites
operculatus with fine reticulate which was also found in the Late Eocene Bayah Formation
of the West Java. More over, the appearance of the moderate abundance of pollen
Restioniidites punctulosus indicates the presence of dry climate during Late Eocene as oc-
curred in Java, West Europe and North America.
Key Words: palinomorf, eosen, selat makasar

1
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1- 10

I. PENDAHULUAN dan Formasi Toraja. Seandainya pun dijumpai,


Penelitian palinologi terhadap sedimen umur umumnya memperlihatkan kelimpahan rendah. Hal
Paleogen belakangan ini semakin banyak dilakukan ini menunjukkan bahwa baik Formasi Bayah maupun
dipicu oleh peningkatan permintaan jasa teknologi yang Formasi Toraja mempunyai posisi stratigrafi yang lebih
terkait analisis sedimen umur Paleogen. Meskipun muda dari pada Formasi Nanggulan. Lebih lanjut
demikian, data hasil penelitian ini tidak leluasa untuk palinomorf pada Formasi Bayah dan Formasi Toraja
dipublikasikan karena ada kewajiban untuk tidak umumnya menunjukkan kumpulan umur Eosen Akhir
membagi data ini dengan pihak lain (data bersifat yang dicirikan oleh kelimpahan dan keragaman
rahasia). Data yang diperoleh dari pemboran ini rendah-sedang. Palinomorf yang dijumpai pada kedua
dikategorikan sebagai data bawah permukaan, formasi tersebut antara lain Diporoconia
sedangkan data yang diperoleh dari singkapan batuan iszkaszentgyorgyi, Dandotiospora laevigata,
disebut data permukaan. Dibanding data bawah Palmaepollenites kutchensis, Proxapertites
permukaan, data permukaan belum mengalami operculatus, Proxapertites cursus dan
penambahan yang berarti karena terbatasnya jumlah Retistephanocolpites williamsi. Sementara itu,
singkapan sedimen Paleogen yang ada. Beberapa sedimen lain umur Eosen yang telah dianalisis adalah
penelitian yang pernah dilakukan secara intensif pada Formasi Ngimbang yang diperoleh dari sumur
singkapan permukaan adalah sedimen Formasi Bayah eksplorasi yang ada di Jawa Tengah dan Timur.
yang tersingkap di Jawa Barat (Morley, 2000 dan Analisis biostratigrafi menunjukkan bahwa sedimen
Lelono, 2003), sedimen Formasi Nanggulan di Formasi Ngimbang yang diteliti mempunyai umur
Yogyakarta (Lelono, 2000) dan sedimen Formasi relatif sama dengan sedimen pada Formasi Bayah
Toraja di Kalumpang, Sulawesi Selatan (Lelono, dan Formasi Toraja. Kesamaan jenis palinomorf Eosen
2003). Sementara itu, dalam kegiatan jasa teknologi yang muncul di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa
telah dianalisis batuan sedimen umur Eosen dari Timur serta Sulawesi Selatan mengindikasikan bahwa
beberapa sumur eksplorasi yang ditajak di Jawa daerah-daerah tersebut pernah saling berhubungan
Tengah (on-shore) dan lepas pantai Jawa Timur Utara dalam satu daratan yang sama.
(off-shore). Selain itu data yang
menjadi bahan dalam tulisan ini
berasal dari sumur eksplorasi Gambar 1
yang dibor di kawasan Selat Lokasi sumur O tempat pengambilan percontoh
serbuk bor untuk analisis pelindung ( )
Makasar.
Sejauh ini terbukti bahwa
Formasi Nanggulan adalah
sedimen tertua diantara sedimen
umur Eosen yang pernah diteliti.
Palinomorf yang dijumpai pada
Formasi Nanggulan menun-
jukkan kumpulan umur Eosen
Tengah sampai Eosen Akhir
yang ditandai oleh kelimpahan
dan keragaman yang tinggi.
Palinomorf yang muncul dengan
kelimpahan sedang pada umur
Eosen Tengah antara lain aff.
Beaupreadites matsuokae,
Ruellia type, Polygalacidites
clarus dan Cupanieidites cf. C.
flaccidiformis. Kenyataannya
palinomorf tersebut tidak
dijumpai pada Formasi Bayah

2
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1 - 10

Tulisan ini disusun untuk mempublikasikan hasil standar. Teknik preparasi meliputi perendaman
penelitian palinologi pada sedimen umur Eosen yang perconto dalam HCl, HF dan HNO 3 untuk
terdapat di selat Makasar. Tujuannya adalah untuk memisahkan palinomorf dari sedimen sehingga didapat
melengkapi data tentang palinologi umur Eosen yang jumlah yang memadai untuk analisis yang bersifat
ada di kawasan barat Indonesia. Selain itu, hasil kuantitatif. Perendaman dalam HNO3 yang dikenal
penelitian ini dapat membuktikan hipotesis tentang sebagai proses oksidasi dilanjutkan dengan
kesamaan kondisi palinologi umur Eosen di kawasan perendaman dalam larutan KOH dengan konsentrasi
barat Indonesia, seperti yang dikemukakan oleh 10%. Proses perendaman dalam KOH disebut proses
peneliti terdahulu. alkali yang bertujuan untuk membersihkan residu
Materi yang digunakan dalam tulisan ini berupa perconto akibat proses oksidasi. Tahap selanjutnya
data yang berasal dari sedimen umur Eosen yang adalah menyaring residu dengan saringan berukuran
ditembus sumur pemboran O yang terletak di Selat 5 mikron untuk memisahkan palinomorf dari material
Makasar (Gambar 1). Secara umum palinomorf yang lain berukuran debris (lebih kecil dari 5 mikron)
ditemukan cukup beragam dengan kelimpahan rendah sehingga mampu meningkatkan jumlahnya dalam
sampai sedang. Palinomorf umur Eosen yang residu. Terakhir, residu dipindahkan ke gelas preparat
ditemukan pada sedimen Eosen ini umumnya dijumpai untuk pembuatan slide dengan menggunakan poly-
pula pada sedimen Eosen lain yang pernah diteliti vinyl alcohol dan canada balsam. Pada tahapan
seperti pada Formasi Nanggulan, Formasi Bayah, ini, residu telah siap dianalisis di bawah mikroskop.
Formasi Ngimbang dan Formasi Toraja. Sangat Pengujian fosil polen dan spora dilakukan dengan
mungkin bahwa daerah penelitian di Selat Makasar menggunakan mikroskop transmisi untuk memberi
ini merupakan satu daratan dengan Jawa dan Sulawesi nama dan menghitung jumlahnya. Hasil pengujian ini
Selatan pada kala Eosen. Mengingat keterbatasan dicatat dalam lembar pencatatan yang selanjutnya
ruang, penulis hanya menampilkan data palinologi digunakan untuk berbagai analisis. Pekerjaan
berupa distribusi palinomorf pilihan yang terkait mikroskopis ini juga bertujuan untuk mendapatkan
dengan analisis umur, lingkungan purba dan perubahan palinomorf sebanyak 250 individu dalam setiap
iklim. perconto agar penerapan metode analisis kuantitatif
dianggap valid (Morley, pers. comm.). Selanjutnya,
II. KETERSEDIAAN DATA nama-nama fosil tersebut dan kelimpahannya
Percontoh batuan yang diproses untuk penelitian (jumlahnya) diplotkan dalam suatu diagram dengan
palinologi diambil dari sumur O pada interval menggunakan perangkat lunak StrataBugs.
kedalaman 8100’ sampai 11850’ yang ditajak di Selat Interpretasi umur sedimen ditentukan dengan merujuk
Makasar. Percontoh batuan yang dianalisis merupakan pada zonasi polen yang diusulkan oleh Rahardjo dkk.
perconto serbuk bor (cutting) dengan kriteria berbutir pada tahun 1995 (Gambar 2). Sedangkan analisis
halus dan berwarna gelap. Mengingat perconto batuan lingkungan pengendapan purba mengadaptasi
ini dimiliki oleh pengguna jasa LEMIGAS, maka klasifikasi lingkungan transisi-laut seperti yang
semua data yang dipakai dalam tulisan ini bersifat diterapkan pada Formasi Nanggulan (Lelono, 2000).
rahasia dan LEMIGAS wajib menjaga kerahasia-
IV. BIOSTRATIGRAFI
annya sebagaimana diamanatkan dalam dokumen
Sistem Mutu SNI 19-9001-2001 dan SNI 19-17025- Analisis palinologi batuan sedimen yang ditembus
2000 yang dianut LEMIGAS selama ini. Untuk sumur O pada interval 8100’-11850’ berhasil
menjaga kerahasiaan data ini maka digunakan nama menemukan 193 jenis palinomorf yang terdiri dari polen
samaran untuk penamaan sumur dengan tanpa dan spora. Dibandingkan dengan keragaman
menyebutkan lokasinya dengan pasti. palinomorf yang terdapat pada Formasi Nanggulan
yang mencapai sekitar 300 jenis spesies, tentunya
III. METODOLOGI keragaman palinomorf di daerah penelitian relatif
Pada penelitian ini digunakan perconto cutting rendah. Secara umum palinomorf indeks yang
yang berasal dari sumur O interval 8100’-11850’. terdapat di daerah penelitian banyak dijumpai pada
Semua perconto ini diproses di laboratorium Stratigrafi sedimen umur Eosen lainnya seperti pada Formasi
LEMIGAS dengan menggunakan teknik preparasi Bayah (Jawa Barat), Formasi Nanggulan (Jawa

3
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1- 10

Zonasi Polen Pulau Jawa yang diusulkan oleh Rahardjo Dkk. (1994)
Gambar 2

4
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1 - 10

Penyebaran palinomorf indeks di sumur O yang menentukan zonasi polen dan umur batuan
Gambar3

5
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1- 10

Tengah), Formasi Ngimbang (Jawa Timur) dan dari sedimen umur Eosen Akhir adalah kandungan
Formasi Toraja (Sulawesi Selatan). Palinomorf palinomorf yang menurun secara drastis, baik
tersebut antara lain adalah Cicatricosisporites keragaman maupun kelimpahannya, dibandingkan
eocenicus, Cupanieidites cf. C. flacidiformis, dengan sedimen Eosen Tengah seperti terlihat pada
Diporoconia iszkaszentgyorgyi, Dandotiospora Formasi Nanggulan (Lelono, 2000 dan 2003).
laevigata, Lakiapollis ovatus, Palmaepollenites Beberapa palinomorf yang muncul melimpah pada
kutchensis, Proxapertites operculatus dan Eosen Tengah menurun drastis pada Eosen Akhir,
Proxapertites cursus. Palinomorf yang muncul di seperti Palmaepollenites kuchensis, Proxapertites
daerah penelitian berasal dari lingkungan air payau operculatus, Proxapertites cursus, Cupanieidites
(mangrove dan back-mangrove) sampai air tawar cf. C. flacidiformis dan Dandotiospora laevigata.
(ratan swamp dan freshwater swamp). Selain itu Bahkan beberapa taksa menghilang, seperti aff.
dijumpai pula polen penciri iklim kering yang hadir Beaupreacidites matsuokae, Ruellia type dan
dengan kelimpahan sedang, yaitu Restioniidites Ixonanthes type. Selain itu, umur Eosen Akhir ditandai
punctulosus yang merupakan polen yang dihasilkan pula oleh kemunculan polen Proxapertites
oleh ilalang. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka operculatus dengan retikulasi lebih halus
dapat disusun zonasi polen dan umur sedimen serta dibandingkan dengan polen sejenis yang muncul pada
lingkungan pengendapan batuan sedimen. Palinomorf umur Eosen Tengah (Lelono, 2003). Polen
yang dijumpai selanjutnya dikelompokkan berdasarkan Proxapertites operculatus yang memiliki retikulasi
lingkungan di mana mereka tumbuh (ekologinya) halus ini terekam dengan baik di Formasi Bayah yang
dengan mengacu pada klasifikasi lingkungan transisi- tersingkap di Jawa Barat (Morley, pers. comm.),
laut yang diusulkan oleh Lelono (2000). Formasi Ngimbang di lepas pantai Jawa Timur Utara
(Lemigas Stratigraphy Group, 2006a dan b) dan
A. Zonasi polen
Formasi Toraja yang tersingkap di Kalumpang,
Berdasarkan kemunculan polen Proxapertites Sulawesi Selatan (Lelono, 2003).
operculatus sepanjang interval 8100’-11850’, maka Menurunnya keragaman dan kelimpahan
disimpulkan bahwa batuan sedimen yang terdapat palinomorf pada Eosen Akhir kemungkinan
pada interval tersebut termasuk dalam zona disebabkan oleh penurunan dasar cekungan diikuti oleh
Proxapertites operculatus (Rahardjo dkk., 1994). kenaikan muka laut yang mengakibatkan
Kumpulan palinomorf yang mencirikan keberadaan berkurangnya daratan tempat vegetasi penghasil
zona polen ini antara lain adalah Cicatricosisporites polen tumbuh. Selain itu, penurunan kandungan
eocenicus, Cupanieidites cf. C. flacidiformis, palinomorf berhubungan dengan pembentukan iklim
Diporoconia iszkaszentgyorgyi, Dandotiospora kering pada kala Eosen Akhir, terbukti dengan
laevigata, Lakiapollis ovatus, Palmaepollenites kemunculan polen rumput dengan kelimpahan
kutchensis, Proxapertites operculatus dan memadai yaitu Restioniidites punctulosus (Gambar
Proxapertites cursus (Gambar 3). Kumpulan 4). Indikasi iklim kering pada Eosen Akhir ditemukan
palinomorf ini dijumpai pula pada Formasi Bayah pula di Amerika Utara (Wolfe, 1992) dan Eropa Barat
(Jawa Barat), Formasi Nanggulan (Yogyakarta), (Collinson, 1992). Puncak dari iklim kering ini terjadi
Formasi Ngimbang (Jawa Timur) dan Formasi Toraja pada akhir Eosen Akhir yang dikenal dengan istilah
(Sulawesi Selatan) yang memiliki zona polen terminal Eocene cooling event, yang ditandai dengan
Proxapertites operculatus. menurunnya keragaman dan kelimpahan palinomorf
B. Umur sedimen secara drastis. Di sisi lain, polen penciri iklim kering
meningkat kelimpahannya secara signifikan.
Palinomorf indeks yang ditemukan pada batuan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur
sedimen di sumur O interval 8100’-11850’ mempunyai
batuan sedimen di sumur O interval 8100’-11850’
keragaman yang sama dengan sedimen umur Eosen
adalah Eosen Akhir yang ditandai oleh penurunan
Akhir yang didapat dari Formasi Bayah (Jawa Barat),
drastis dari keragaman dan kelimpahan palinomorf
bagian atas Formasi Nanggulan (Yogyakarta),
yang semula melimpah pada Eosen Tengah dan
Formasi Ngimbang (Jawa Timur) dan Formasi Toraja
kehadiran polen Proxapertites operculatus dengan
(Sulawesi Selatan). Ciri umum yang mudah diamati
retikulasi halus.

6
EKO BUDI LELONO
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR

Gambar 4
Kelimpahan polen Restiolidites punctulosus (herbaceous swamp pollen) di sumur O
menandai pembentukan iklim lebih kering dari pada umur sebelumnya
LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1 - 10

7
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1- 10

V. LINGKUNGAN PURBA Lingkungan pengendapan kemudian bergeser ke


area yang lebih dangkal yaitu laut dangkal (shallow
Mengacu kepada hasil kajian palinomorf umur
marine environment) pada interval kedalaman
Eosen yang dilakukan oleh Lelono (2000 dan 2003),
10530’-9810’. Secara umum pergeseran ini ditandai
palinomorf yang muncul di daerah penelitian
oleh meningkatnya keragaman dan kelimpahan
dikelompokkan ke dalam ekologinya sebagai berikut
palinomorf (Gambar 5). Spora Leiotriletes adriennis
possible mangrove, probable mangrove, freshwa-
(possible mangrove) dijumpai melimpah pada inter-
ter swamp and rain forest, herbaceous swamp,
val 10530’-9810’. Selain itu polen Spinizonocolpites
gymnosperm, other freshwater palynomorph dan
echinatus form1 (probable mangrove) dijumpai
Pteridophytes (Gambar 5). Meskipun demikian
secara menerus pada interval ini. Yang menarik, alge
banyak palinomorf yang belum diketahui lingkungan
air tawar Pediastrum menunjukkan kelimpahan tinggi
hidupnya. Palinomorf-palinomorf tersebut belum
pada interval 10530’-9810’, yang diikuti dengan
pernah dideskripsi oleh peneliti terdahulu. Deskripsi kelimpahan tinggi polen rumput (herbaceous swamp
palinomorf yang akan diusulkan hendaknya mencakup pollen) Restioniidites punctulosus. Kondisi ini
morfologi, perbandingan dengan palinomorf yang menerus sampai ke atas mencapai kedalaman 8900’.
sudah didiskripsi, botanical affinity dan kelompok Hal ini mengindikasikan telah terbentuk danau atau
ekologinya. Sayangnya, tulisan ini tidak mungkin rawa air tawar yang dikelilingi oleh rumput-rumputan
memuat hal tersebut di atas karena untuk publikasi pada kala Eosen Akhir di daerah penelitian.
palinomorf baru ada medianya tersendiri. Oleh karena Kemungkinan pembentukan danau atau rawa air
itu, palinomorf yang belum dideskripsi tidak digunakan tawar ini terkait dengan fase syn-rift akibat pelepasan
sebagai acuan dalam membuat interpretasi lingkungan gaya kompresi yang terjadi di daerah penelitian pada
purba (paleoenvironment). Disamping polen dan umur tersebut (Bergman et al., 1996). Semakin lama
spora, ditemukan pula taksa laut dinoflagelata (ma- danau atau air tawar akan tenggelam di bawah laut
rine dinoflagellates) hampir di sepanjang interval bersamaan dengan penurunan dasar cekungan yang
yang diteliti menandai pengaruh lingkungan laut diikuti dengan naiknya muka laut.
selama proses pengendapan. Alge juga dijumpai
melimpah pada bagian tengah interval, terutama alge Interval 9810’-8900’ ditandai dengan sedikit
air tawar Pediastrum sp. menunjukkan tingginya peningkatan keragaman dan kelimpahan palinomorf,
pasokan sedimen dari daratan pada interval tersebut. mengindikasikan adanya sedikit pergeseran
Palinomorf lain yang juga hadir adalah fungi yang lingkungan pengendapan menjadi sedikit lebih dangkal
dijumpai hampir di semua perconto batuan. yaitu shallow marine-brackish/ marginal marine.
Kelimpahan dinoflagelata penciri lingkungan laut
Interval kedalaman 11850’-10530’ ditandai dengan menurun, tetapi palinomorf mangrove (possible dan
keragaman dan kelimpahan palinomorf yang rendah. probable) meningkat baik keragaman maupun
Interval ini didominasi oleh Proxapertites operculatus kelimpahannya. Interval teratas di sumur O (interval
(possible mangrove), Palmaepollenites kutchensis, 8900’-8190’) dicirikan oleh keragaman dan
Palmaepollenites sp. 2 dan 3 (freshwater swamp kelimpahan tertinggi. Dinoflagelata meningkat baik
and rain forest), Dicolpopollis sp. (medium reticu- keragaman maupun kelimpahannya. Demikian pula
late; rattan swamp), Laevigatosporites spp., dengan possible mangrove, seperti ditunjukkan oleh
Verrucatosporites spp (pteridophyte) dan Triorites Leiotriletes adriennis, Leiotriletes sp. 1,
minutipori (undifferentiated pollen). Selain itu Proxapertites operculatus dan Discoidites
ditemukan pula dinoflagelata dalam jumlah memadai novaguenensis. Di sisi lain, palinomorf dari fresh-
seperti Spiniferites sp. dan dinoflagellate cysts. water swamp dan rain forest mengalami sedikit
Rendahnya keragaman dan kelimpahan palinomorf peningkatan seperti terlihat pada Palmaepollenites
kemungkinan disebabkan lingkungan sedimentasi yang kutchensis, Palmaepollenites spp., Quiloni-
relatif jauh dari sumber palinomorf (daratan). Dengan pollenites sp., Rhoipites 1 form 1 dan
memperhatikan kelimpahan sedang dari dinoflagelata Sapotaceoidaepollenites sp. 2. Hal senada terlihat
laut, maka diperkirakan sedimen pada interval 11850’- pada palinomorf rattan swamp, antara lain
10530’ diendapkan di lingkungan laut dalam (deep Dicolpopollis malesianus, Dicolpopollis sp. (fine
marine environment). ret.) dan Dicolpopollis sp. (med. ret.). Berdasarkan

8
EKO BUDI LELONO
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR

Gambar 5
Diagram palinologi kuantitatif sumur O yang memperlihatkan penyebaran vertikal
spesies tertentu sebagai penentu lingkungan
LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1 - 10

9
PALINOMORF EOSEN DARI SELAT MAKASAR LEMBARAN PUBLIKASI LEMIGAS
EKO BUDI LELONO VOL. 41. NO. 2, AGUSTUS 2007: 1- 10

data di atas disimpulkan bahwa sedimen pada inter- KEPUSTAKAAN


val 8900’-8190’ terbentuk di lingkungan laut dangkal
1. Bergman, S. C., Coffield, D. Q., Talbot, J. P. and
(shallow marine).
Garrard, R. A. 1996. Tertiary Tectonic and Mag-
VI. KESIMPULAN matic Evolution of Western Sulawesi and the
Makasar Strait, Indonesia: Evidence for a Mi-
Penelitian palinologi pada sedimen umur Eosen ocene Continent-Continent Collision. In: Hall, R.
di Selat Makasar menambah wawasan tentang kondisi and Blundell, D. (eds.), Tectonic Evolution of
palinologi Eosen di Indonesia. Secara umum Southeast Asia, Geological Society Special Pub-
keragaman dan kelimpahan palinomorf yang lication, 106, pp. 391-429.
ditemukan di daerah penelitian memiliki kesamaan
dengan yang dijumpai di Formasi Bayah (Jawa Barat), 2. Collinson, M. E., 1992. Vegetational and Floristic
Formasi Nanggulan (Jawa Tengah), Formasi Changes around the Eocene/ Oligocene Bound-
Ngimbang (Jawa Timur) dan Formasi Toraja ary in Western and Central Europe. In: Prothero,
(Sulawesi Selatan). Beberapa palinomorf kunci yang D. R. and Berggren, W. A. (eds.), Eocene-Oli-
ditemukan antara lain Cicatricosisporites eocenicus, gocene Climatic and Biotic Evolution,
Cupanieidites cf. C. flacidiformis, Diporoconia Princeton University Press, pp. 437 – 450.
iszkaszentgyorgyi, Dandotiospora laevigata, 3. Lelono, E. B., 2000. Palynological Study of the
Lakiapollis ovatus, Palmaepollenites kutchensis, Eocene Nanggulan Formation, Central Java,
Proxapertites operculatus dan Proxapertites Indonesia. Unpublished PhD Thesis. University
cursus. Beberapa palinomorf yang muncul melimpah Of London.
pada Eosen Tengah menurun drastis pada Eosen
Akhir, seperti Palmaepollenites kuchensis, 4. Lelono, E. B., 2003. Tropical Eocene
Proxapertites operculatus, Proxapertites cursus, Palynomorphs from the Toraja Formation,
Cupanieidites cf. C. flacidiformis dan Kalumpang, South Sulawesi. Lemigas Scientific
Dandotiospora laevigata. Bahkan beberapa taksa Contribution 1/2003.
tidak muncul seperti aff. Beaupreacidites 5. Lemigas Stratigraphy Group, 2006a. Biostrati-
matsuokae, Ruellia type dan Ixonanthes type. graphic Analyses of the Jahe-1 Well, Interval
Berdasarkan data ini disimpulkan bahwa sedimen in- 875’–5180’. Unpublished Service Report.
terval 8100’-11850’ di sumur O mempunyai zona polen
6. Lemigas Stratigraphy Group, 2006b. Biostrati-
Proxapertites operculatus dengan umur Eosen Akhir.
graphic Analyses of the Merica-1 Well, Inter-
Batuan sedimen pada interval 8100’-11850’ val 602’–5350’. Unpublished Service Report.
diendapkan bervariasi dari lingkungan laut dalam
sampai brackish/marginal marine. Pengendapan 7. Morley, R. J., 1990. Introduction to Palynology
diawali di lingkungan laut dalam pada interval 11850’- (with Emphasis on Southeast Asia). Lemigas, un-
10530’, yang kemudian bergeser ke lingkungan lebih published, 112 pp.
dangkal yaitu di laut dangkal (interval 10530’-9810’). 8. Morley, R. J., 2000. Origin and Evolution of
Selanjutnya, lingkungan pengendapan terus bergeser Tropical Rain Forests. Wiley, London.
ke tempat yang lebih dangkal yaitu di brackish/ mar-
9. Rahardjo, A. T., Polhaupessy, A. A., Wiyono, S.,
ginal marine-laut dangkal (interval 9810’-8900’).
Nugrahaningsih, L. and Lelono, E. B., 1994.
Akhirnya pengendapan beralih ke lingkungan lebih
Zonasi polen Tersier Pulau Jawa. Proc. IAGI,
dalam di laut dangkal (interval 8900’-8100’). Selain
23rd Annual Convention, pp.77-87.
itu, diperkirakan terdapat danau atau rawa air tawar
yang terbentuk oleh fase syn-rift akibat pelepasan 10. Wolfe, J. A., 1992. Climatic, Floristic, and Veg-
gaya kompresi yang secara umum terjadi di Indone- etational Changes near the Eocene/ Oligocene
sia barat pada umur Eosen-Oligosen. Semakin lama Boundary in North America. In: Prothero, D. R.
danau atau air tawar akan tenggelam di bawah laut and Berggren, W. A. (eds.) Eocene-Oligocene
bersamaan dengan penurunan dasar cekungan dan Climatic and Biotic Evolution, Princeton Uni-
naiknya muka laut. versity Press, pp. 421 – 436.ˇ

10

View publication stats

You might also like