You are on page 1of 20

PALEONTOLOGI

Oleh:

Hita Pandita
Hanindya R

Program Studi: Teknik Geologi (S-1)

Sekolah Tinggi Teknologi Nasional


Yogyakarta
ANALISIS INSTRUKSIONAL

1. 2. 3.
Pendahuluan Sejarah Paleontologi & Aplikasi Paleontologi
Konsep Dasar

6. 5. 4.
Filum Protozoa Taksonomi Proses Pemfosilan
& Archaeocyata

7. 8. 9.
Filum Coelenterata Filum Moluska Filum Moluska
Klas Klas
Gastropoda Pelecypoda

12. 10.
11.
Filum Echinodermata Filum Arthropoda Filum Brachiopoda

13.
14.
Vertebrata Fosil Jejak
KAJIAN PUSTAKA

Buku Teks:
1. Shrock and Twenhofel, 1953, Principles of Invertebrate
Paleontology, McGraw-Hill Book Co, New York
2. Briggs, D.E.G., and Crowther, P.R., 1996, Palaeobiology
a Synthesis, The Palaeontological Association
3. Lehman, U., 1985, Invertebrate of Paleontology,
Freeman & Company, San Francisco
4. Raup, D., and Stanley, S., 1971, Principle of
Paleontology, Freeman & Company, San Francisco

Referensi :
1. Ekdale, A.A., Broomley, R.G. and Pemberton, S..G.,
1984, Ichnology: The Use of Trace Fossils in
sedimentology and Stratigraphy, SEPM, Tulsa-
Oklahoma.
2. Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology of Indonesia,
The Hague, Martinus Nijhoff, vol. IA.
KAJIAN PUSTAKA
Publikasi Ilmiah (Pengampu):
1. Kase, T., Kurihara, Y., Hayashi, H., Pandita, H., and Aquilar, Y. M., 2008, Age
Refinement of the Sonde Molluscan Fauna, East Java, Indonesia, Memoirs of
the National Museum of Nature And Science, March 2008, NMNS, Ueno
Park, Tokyo, Japan.
2. Kase, T., Kitao, F., Aguilar, Y.M., Kurihara, Y., Pandita, H., 2008,
Recontruction of Color Markings in Vicarya, a Miocene Potamidid Gastropod
(Mollusca) from SE Asia And Japan, Paleontological Research, vol. 12, no. 4,
pp. 345 -353, Paleontological Society of Japan.
3. Pandita, H., 2008, Lingkungan Pengendapan Formasi Sambipitu
Berdasarkan Fosil Jejak di daerah Nglipar, JTM, vol. XV, no. 2, hal. 85-94,
Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB, Bandung.
4. Pandita, H., 2011, Verifikasi Spesies Dari Famili Turritellidae Pada Formasi
Cimandiri di Sungai Cilanang Jawa Barat, Prosiding Seminar Nasional
Kopertis Wilayah V, tahun 2011, KOPERTIS V, Yogyakarta.
5. Pandita, H., Zaim, Y., Aswan, Rizal, Y., 2013, Relationship of Biometrical
Aspect of Turritellidae with Geochronological Aspect in West Java,
International Journal of Geosciences, 2013, vol 4, 777-784
doi:10.4236/ijg.2013.44071
METODE PEMBELAJARAN
(untuk 2 sks)
Tatap Muka:
1. Kuliah direncanakan 14 kali pertemuan dengan waktu
100 menit/kuliah.
2. 10 menit pertama diskusi/kuis materi sebelumnya
3. 80 menit penyampaian materi.
4. 10 menit terakhir diskusi materi yang diberikan.

Tugas:
1. Tugas diberikan sebanyak 3-4 kali, dengan bobot waktu
setara 6-7 jam/tugas.
2. Tugas dikerjakan berkelompok (6-8 mhs/kelompok).

Belajar Mandiri:
1. Mahasiswa diminta belajar secara mandiri minimal 2
jam/minggu.
2. Hasil belajar mandiri akan di cek dari hasil kuis/diskusi
harian.
PENILAIAN

No. Deskripsi Penilaian Bobot (%)

1. Tugas-tugas, kuis dan diskusi 15-20

2. Ujian Tengah Semester (UTS) 30-35

3. Ujian Akhir Semester (UAS) 50

Jumlah 100%
PENDAHULUAN
GEOLOGI-
PALEONTOLOGI
Geologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang bumi meliputi
proses-proses pembentukannya
dan gejala-gejala yang ada di
dalamnya.
PENDAHULUAN
GEOLOGI-
PALEONTOLOGI
Di dalam mempelajarinya terdapat tiga
pilar ilmu yang diperlukan, yaitu:
Paleontologi-Stratigrafi, Mineral-
Batuan, dan Struktur Geologi
Paleontologi
-Stratigrafi
Geologi
Mineral- Struktur
Batuan

Fisika Geofisika
Kimia - Geokimia
GEOLOGI Matematika - Geomatika

SAINS SUMBER DAYA LINGKUNGAN


ALAM

Paleontologi memegang peranan penting dalam ilmu geologi, terutama


dalam stratigrafi.
PENDAHULUAN

PENGERTIAN/DEFINISI
Paleontologi berasal dari kata Paleos (masa lampau), Onto
(kehidupan) dan Logos (ilmu). Sehingga paleontologi
merupakan ilmu yang mempelajari kehidupan masa
lampau.

Shrock & Twenhofel (1952):


Paleontologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan
masa lampau dalam kurun waktu geologi.

BATASAN
Studi Paleontologi dibatasi oleh skala waktu geologi yaitu umur termuda
adalah Awal Kala Holosen (0,01 jt. th. yang lalu).
MASA ZAMAN KALA RADIOMETRIC
DATING
Kenozoikum Kuarter HOLOSEN
PLEISTOSEN
Tersier PLIOSEN
MIOSEN
OLIGOSEN
EOSEN
PALEOSEN
Mesozoikum Kapur
Yura
Trias
Paleozoikum Perm
Karbon
Devon
Silur
Ordovisium
Kambrium
OBYEK STUDI :

Fosil, sisa atau jejak organisme yang terawetkan di dalam


lapisan kerak bumi, yang terawetkan oleh proses-proses alami,
dan dibatasi oleh umur termuda pada Awal Kala Holosen.
FOSIL

Sisa atau jejak organisme yang terawetkan di dalam lapisan


kerak bumi, yang terawetkan oleh proses-proses alami, dan
dibatasi oleh umur termuda pada Kala Holosen.

Ada 4 kriteria untuk disebut sebagai fosil :

1. Sisa atau Jejak Organisme. Contoh: tulang, cangkang, footprint,


dll
2. Terawetkan di dalam batuan atau kerak bumi.
3. Terawetkan secara alami. Contoh: fosil Stegodon di daerah
Sangiran
4. Umur fosil tidak lebih muda dari Awal Holosen (+ 10.000 th).
Sisa organisme: cangkang

Batuan
UKURAN FOSIL
Berdasarkan ukurannya dalam mempelajari fosil dibedakan menjadi dua,
yaitu Mikrofosil, dan Makrofosil

1. Mikrofosil, jika dalam mengamati diperlukan mikroskop.


2. Makrofosil, jika dalam mengamati cukup menggunakan mata tanpa
alat bantu.
Proses Pembentukan Fosil

Ada 3 faktor yang mempengaruhi dapat tidaknya suatu organisme terawetkan


menjadi fosil. Ketiga faktor tersebut adalah:

1. Biologis, predator dan bakteri scavenger selalu ada di semua


lingkungan. Mencegah terawetkannya tubuh suatu organisme

2. Fisik/Mekanik, fosil sulit terbentuk pada lingkungan dengan energi


sedimentasi yang kuat.

3. Kimiawi, faktor kimiawi bisa menjadi pendukung untuk terjadinya proses


pemfosilan, misal replacement pada cangkang/tulang. Namun dapat
menjadi faktor perusak, misalnya leaching.
Biologis

Proses bioologis, dimana predator


memangsa dengan cara melobangi
cangkang.
Fisika

Fosil akan hancur pada arus yang kuat. Sehingga fosil umumnya
dapat dijumpai pada batuan berfraksi halus.

Contoh:
1. Batulanau betulempung: mikrofosil banyak dijumpai
2. Batupasir halus sedang: Mikrofosil sedikit, makrofosil banyak.
3. Batupasir sedang kerikil: Vertebrata dan cangkang-cangkang
moluska.
Kimia

Proses kimia dapat berfungsi untuk proses pengawetan, tetapi juga


dapat menjadi penghancur bagi proses pemfosilan.

Contoh:
1. Replacement, merubah unsur kimia pada organisme. Proses ini
mendukung terjadinya pengawetan.
2. Leaching, yaitu terlarutkannya unsur-unsur organisme
(cangkang). Mengakibatkan hilangnya bagian tubuh organisme.
3. Destilasi, terlingkupnya bagian tubuh oleh lapisan karbon.

You might also like