You are on page 1of 6

Chapter 1

Title : Sword Of Blood

Lantai hitam berbau amis yang di selimuti lalat-lalat hijau dimana eksekusi berlangsung. Seorang
perempuan di tarik paksa dari balik pintu bernoda darah dari ujung tempat itu. Ia meronta-ronta
menolak, namun apa daya keputusan hakim itu mutlak meski telah banyak yang berkata keberatan.
Banyak orang di sana yang ingin menolongnya akan tetapi mereka di cegah oleh para pengawal hakim.
Di ingatan mereka masih terekam jelas apa yang sebenarnya terjadi atas perbuatan tak manusiawi yang
di lakukan oleh hakim lalim tersebut.

Sebuah kereta kuda melintasi sebuah jembatan di kota Gildford dengan tergesa-gesa menerjang
penghalang jalan. nampaknya kereta itu menuju ke suatu tempat di kota itu.

"Edlin cepatlah...!". Perintah Gadis di belakangnya.

"Ini sudah Ku usahakan tau !". Dengan tampang serius Ia memacu kuda-kudanya.

Di tempat eksekusi Hakim Bartholomeus menyuruh para penjagal untuk menyiapkan pisau-pisau
mereka guna memenggal kepala perempuan yang tengah diseret paksa itu. Entah apa yang ada di
kepala Bartholomeus sehingga dia begitu senang melihat orang lain di siksa seperti itu.

"Kau Iblis lak..! Wooghgooh..."

Belum selesai berbicara Bartholomeus menebas leher perempuan itu dengan pisau makannya yang
biasanya Ia gunakan untuk mengiris daging. Darah merah menyembur deras dari luka perempuan itu
sedang Bartholomeus tertawa terbahak-bahak ketika menyaksikan perempuan di hadapannya sekarat
dengan menyedihkan. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa terdiam, merasa ngeri
atas apa yang barusan mereka saksikan. Mengingat sebenarnya perempuan itu tidaklah bersalah dia
hanya memungut karung beras bekas yang di buang oleh Bartholomeus di jalan, untuk di jadikan selimut
anaknya yang sedang sakit keras. Mengetahui itu hakim Bartholomeus merasa tersinggung karena
merasa benda miliknya di curi.
Tingkat kemiskinan di kota ini setiap tahun meningkat karena pajak yang tinggi dari pemerintah yang
semena-mena. Banyak perajurit yang memilih untuk menjadi grilyawan dari pada harus menjadi anjing
kejahatan pemerintahan. Namun tidak semudah itu untuk menjatuhkan pemerintahan yang korup ini,
terlalu banyak nyawa yang terbuang sia-sia demi hanya berurusan dengan pion-pion mereka. Tapi akhir-
akhir ini ada kabar burung yang mengatakan jika banyak pejabat negara Gildford yang telah tewas
secara misterius, tidak ada yang tau siapa yang telah melakukan pembunuhan berdarah ini. Mereka
pasti orang-orang yang kuat itu opini semua orang di Gildford. Semua masyarakat berdukacita akan
kematian para petinggi negara, tapi di hati mereka sebenarnya mereka senang mendengar kabar buruk
ini.

Di tempat eksekusi tampak dua orang yang hendak masuk ke ruangan tersebut dengan mengenakan
jubah abu-abu. Mereka berdua berbaur dengan orang-orang yang masih tercengang di sana. Mereka
melihat sepuluh mayat di tempat eksekusi tapi ada satu mayat yang tampaknya telah mendapatkan
perlakuan khusus dari hakim itu.

Karena sudah tidak tahan dan melihat targetnya tepat berada di hadapannya Edlin hendak menarik
pedangnya keluar, namun Eve partnernya yang berada di sebelahnya menghentikannya.

"Kita tunggu sedikit lebih lama.. ", Eve berusaha menenangkan Edlin.

"Ciihh.. ", Edlin menggigit bibirnya dan mulai memperhatikan sekitarnya.

Sebenarnya Eve juga merasa marah akan apa yang telah ia lihat.

"Ini bukanlah keadilan melainkan pembantaian, manusia mana yang akan melakukan hal sekeji ini", itu
yang terlintas di pikiran Eve.

Hakim Bartholomeus tampaknya masih tidak puas akan kematian sepuluh orang tadi. Ia menyuruh para
tukang jagal untuk melempar mayat-mayat itu ke kandang anjing. Ketika seorang penjagal hendak
mengambil tubuh perempuan tadi, sebuah benda merah panjang dan tipis melayang di udara dan
berakhir menusuk leher penjagal itu seperti menusuk sebuah roti dengan mudahnya. Ketika darah akan
menetes dari pedang itu seseorang berbadan pendek dan berjubah abu-abu yang tidak lain adalah Eve
berlari tepat ke arah pedang merah tadi melesat. Bartholomeus yang mengetahui itu langsung
menyuruh para pengawal dan penjagalnya untuk membunuh gadis mungil itu. Ketika telah memegang
pedangnya Eve menyayat keluar leher penjagal tadi hingga lehernya hampir-hampir putus, darah
meledak berhamburan di udara. Orang-orang di sana berlarian tunggang langgang meninggalkan
ruangan eksekusi.

Melihat partnernya di kepung, Edlin dengan sigap berlari menuju Eve dengan mengacungkan pedangnya.
Seorang pengawal hakim hendak menghalanginya, namun Edlin tampaknya dapat mengatasinya Ia
melakukan loncatan kecil ke samping membuat pengawal itu tidak berkutik.

"A-Apa itu cepat sekali..!". Pengawal Bartholomeus terkejut.

Semua pengawal hakim Bartholomeus berhasil di lewati Edlin dengan mudahnya.

"Ini terlalu mudah..!" Edlin tertawa kecut.

Eve yang tampaknya telah berhasil membunuh empat penjagal itu. Kini mulai mengejar Bartholomeus
yang hendak melarikan diri. Melihat hal itu Edlin, merasa tidak mau kalah Ia mulai menggorok satu per
satu pengawal hakim Bartholomeus. Dengan cekatan Ia menebas-nebaskan pedangnya ke arah leher
musuhnya. Ketika Edlin berhenti sejenak, seorang pengawal hakim Bartholomeus yang terakhir
tampaknya terlihat lebih tangguh dari yang lainnya. Edlin merendahkan tubuhnya dan berlari menuju ke
arah pengawal hakim Bartholomeus itu dengan cepat. Seperti yang di harapkan pengawal itu mampu
menangkis serangan Edlin dengan pedang beratnya.

"Matilah kau matilah kau!!". Pengawal itu menebas membabi buta ke arah Edlin berada.

Edlin hanya tersenyum sambil menghindari semua serangan pengawal itu.

"Hahh.. apa sampai di sini kekuatanmu!". Edlin mengejek pengawal di hadapannya.

Sepertinya pengawal itu memang telah kehabisan tenaga nafasnya terengah-engah. Dengan sekali tebas
Edlin memotong tubunya.
"Benar-benar mudah.." Gumam Edlin seraya melihat partnernya berada.

Eve yang kini berhadapan dengan Bartholomeus sang hakim lalim Gildford, tampaknya mulai memanas.
Lantai licin karena genangan darah tidak mereka hiraukan lagi, pedang dan golok mereka saling
bertatapan hingga berakhir beradu maut dengan tebasan-tebasan gila. Edlin yang ada di sana hanya bisa
kaku melihat pertarungan itu.

Eve terpental ke belakang oleh serangan Bartholomeus yang kuat. Dua golok jagal di kedua tangan
Bartholomeus bukanlah golok biasa, golok itu telah memenggal ribuan kepala hingga sekarang, jeritan-
jeritan parau sering terdengar dari golok-golok itu. Bartholomeus yang melihat Eve sedang lengah
melempar satu goloknya tepat ke dada Eve. Meski dapat menghindarinya Eve terkena goresan dari
golok itu. Tiba-tiba Eve merasa pusing dan mual apa yang dia cium hanyalah bau amis yang menyengat
dan ternyata itu berasal dari golok jagal Bartholomeus.

"Kau kenapa gadis kecil sepertinya kau kurang sehat, tunggu sepertinya aku tau obatnya ..." Sambil
berlari seperti ibu-ibu gendut Bartholomeus melanjutkan kata-katanya.

"Kematiannnn!!!". Teriak Bartholomeus sambil menyeringai.

Mendengar perkataan itu Edlin yang ada di sisi lain hendak menyelamatkan Eve, tapi entah kenapa
kakinya kaku tidak dapat di gerakkan. Sebuah ingatan menyengat otak Eve hingga membuatnya terdiam.
Eve yang masih berdiri lemah seakan dia pasrah menerima serangan dari Bartholomeus itu tiba-tiba
bereaksi.

Dia mundur dua langkah dari posisinya tatapannya benar-benar kosong, gelap kelam seperti alam
semesta yang tak berisi. Bartholomeus yang menyadari itu langsung melancarkan serangan tunggal ke
arah Eve dengan tangan kanannya.

Eve masih tetap berdiri di hadapan Bartholomeus dengan keadaan lemah. Bartholomeus terkejut atas
apa yang Eve lakukan ia menangkap mata tajam golok Bartholomeus menggunakan tangan kirinya
dengan mudah. Seketika itu Eve menusuk perut Bartholomeus lalu memutar mata pedangnya
menghadap ke atas di perut Bartholomeus dan lalu memotong tulang-tulang rusuk dan tengkorak tubuh
Bartholomeus hingga ke kepala. Mulut Bartholomeus yang masih menganga kesakitan kini mulai
terbelah sampai ke perutnya, darah membanjiri tubuhnya, ususnya menjuntai keluar dari perutnya. Eve
yang tepat berada di depan tubuh Bartholomeus tampak sangatlah dingin dan tenang membuat Edlin
merinding melihatnya.

Edlin memberanikan diri berlari menuju Eve, sesampainya di sana dia

menepuk pundak gadis mungil itu. Tiba-tiba saja Eve tidak sadarkan diri, membuat Edlin kaget.

"O-Oy, Eve apa kau baik-baik saja!!". Teriak Edlin cemas.

Eve tidak meresponnya tampaknya dia telah benar-benar pingsan. Ini pertama kalinya Edlin melihat Eve
sampai seperti ini, mungkin karena ingatan masa lalunya.

"Tidak ada pilihan lain selain membopongnya pulang. Tapi, jika dia tau aku pasti akan di habisinya
bagaimana ini?" Edlin merasa bimbang.

***

Di tempat lain di mana anggota selain Eve dan Edlin yang tengah menjalankan misi pembunuhan serupa
yaitu Fae dan Dysis. Tengah menyusup di Istana Gildford guna membunuh tangan kanan raja yang licik.

"Takkkk..........Takkk........Takk.....Tak...Taktaktaktaktak" seperti suara katrol yang diputar tali yang sangat


panjang. Kerangka tangan raksasa yang terbuat dari emas menggenggam sebuah roda, memutar secara
bersamaan dengan suara yang nyaring.

"Duak...dakkk!!"
Pintu kokoh nan indah dicampur dengan butiran mutiara yang bergemerlapan seperti bintang di malam
hari. Itu adalah pintu utama yang menghubungkan lorong Istana dengan Aula. Terbuka perlahan seakan
memiliki daya berat yang luar biasa.

"Trakng...Trakngg...Traknggg" terdengar suara langkah kaki yag keras bersamaan dengan engsel baju
besi yang saling bergretakan bertabrakan. Semua orang terdiam seakan menjadi patung untuk sesaat.
Yang terdengar hanyalah suara gemuruh dari dalam pintu. Sosok bayangan-bayangan satu, tiga, sepuluh
terus bermunculan dari dalam lorong. Itu adalah tangan kanan raja yaitu Proctor yang diiringi sepuluh
pengawal Holly-nya.

"Semua mohon perhatiannya !" teriak Proctor yang menggantikan raja dan disambungnya

"Terimakasih telah jauh-jauh datang kepertemuan ini" Lanjutnya.

Seorang pelayan menghampiri Proctor dengan membawa beberapa gelas anggur di tangan kanannya
dengan alas dari perak dengan sedikit ukiran hewan reptile. Tentu tangan Proctor langsung menyambar
gelas yang berisi anggur di hadapannya itu lalu sedikit mengangkat gelas yang ia pegang tadi keatas dan
berakhir meminumnya. Para tamu merespon pula tingkah Proctor dengan cara yang sama termasuk
Dysis dan Fae pun mengikutinya, guna menghilangkan kecurigaan.

Di sebelah Timur sisi Kota Gildford perburuan lain di mulai, suara pedang dan prisai saling beradu. Para
archer tampak bersiap dengan busur perak milik mereka.

"Bersiap!! Tembak!!!" perintah pemimimpin Pharos dengan suara serak.

You might also like