You are on page 1of 17

BAB II

IDENTIFIKASI LAPANGAN

A. ASPEK EKOLOGI
1. TEORI
Seiring dengan perkembangan pembangunan nasional di segala
bidang, degradasilahan juga berkembang dengan pesat dalam arti negatif,
yaitu makin mengancamkeberlanjutan sistem pertanian. Hutan-hutan lebat
ditebang habis dan danau-danau penampung air ditimbun untuk berbagai
keperluan lain, mengakibatkan penurunan fungsihidrologis. Jutaan hektar
kawasan hutan secara formal masih terdaftar dan terbaca pada
peta penggunaan lahan, namun di lapangan tidak lagi mampu menyerap air
pada musim hujandan mensuplai air pada musim kemarau. Berbagai
kegiatan pembangunan seringmenggunakan lahan pertanian subur, seperti
untuk infrastruktur, pemukiman, perkantoran, pertambangan dan industri.
Bahkan, kegiatan pertanian sendiri pun sering mengancamsustainabilitas
pertanian, seperti penggunaan lereng terjal untuk tanaman
semusim, perladangan berpindah dan penggunaan agrokimia beracun.
Soemarwoto, O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Djambatan. Jakarta.
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan
sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan
sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources), untuk proses
produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan
seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan
sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses
produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada
penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan.
Pertanian organik merupakan salah satu bagian pendekatan pertanian
berkelanjutan, yang di dalamnya meliputi berbagai teknik sistem pertanian,
seperti tumpangsari (intercropping), penggunaan mulsa, penanganan
tanaman dan pasca panen. Pertanian organik memiliki ciri khas dalam
hukum dan sertifikasi, larangan penggunaan bahan sintetik, serta
pemeliharaan produktivitas tanah. Sunaryo, L dan Joshi. 2003. Peranan
Pengetahuan Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestri. World Agroforestry
Centre. Bogor.
Saat ini kita juga mengenal sebuah konsep Low Eksternal Input
Sustainable Agriculture (LEISA) yang merupakan penyangga dari konsep
pertanian terpadu dan pertanian yang berkelanjutan. Konsep ini
mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal sebagai bahan baku pola
pertanian terpadu, sehingga nantinya akan menjaga kelestarian usaha
pertanian agar tetap eksis dan memiliki nilai efektifitas, efisiensi serta
produktifitas yang tinggi. Dalam konsep ini dikedepankan dua hal : yang
pertama adalah memanfaatkan limbah pertanian terutama sisa budidaya
menjadi pakan ternak dan yang kedua adalah mengubah limbah peternakan
menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan kembali dalam proses
budidaya tanaman. Konsep LEISA merupakan penggabungan dua prinsip
yaitu agro-ekologi serta pengetahuan dan praktek pertanian masyarakat
setempat/tradisional. Agro-ekologi merupakan studi holistik tentang
ekosistem pertanian termasuk semua unsur lingkungan dan manusia.
Dengan pemahaman akan hubungan dan proses ekologi, agroekosistem
dapat dimanipulasi guna peningkatan produksi agar dapat menghasilkan
secara berkelanjutan, dengan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan
bagi lingkungan maupun sosial serta meminimalkan input eksternal. Konsep
ini menjadi salah satu dasar bagi pengembangan pertanian yang
berkelanjutan. Reijntjes, C., Haverkort, B., dan Ann Waters-Bayer. 1999.
Pertanian Masa Depan. Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan
Input Luar Rendah (eds. Terjemahan). Kanisius. Yogyakarta.
Aspek ekologi sangat penting dalam mendukung pertanian
berkelanjutan, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam dipertahankan
dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan, dari manusia, tanaman,
dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua hal ini akan
terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta
masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber
daya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara,
biomassa, dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu
mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumber daya
yang bisa diperbarui. Sunaryo, L dan Joshi. 2003. Peranan Pengetahuan
Ekologi Lokal dalam Sistem Agroforestri. World Agroforestry Centre.
Bogor.

2. HASIL PENGAMATAN
a. Tanah dan Air
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Jenis
3 (cukup 3 (cukup
penguasaan >50% sewa >50% sewa
baik) baik)
lahan
2) Ketinggian 5 (sangat 5 (sangat
<500m <500m
tempat baik) baik)
3) Kemiringan 5 (sangat
0-3 % 3-5% 4 (baik)
lahan/slop baik)
4) Kedalaman 5 (sangat 5 (sangat
>50 cm >50 cm
solum baik) baik)
Geluh pasir, Geluh pasir,
5) Tekstur bahan geluh 3 (cukup geluh 3 (cukup
mineral lempung baik) lempung baik)
pasiran pasiran
5 (sangat
6) Drainase sedang kurang 4 (baik)
baik)
5 (sangat
7) pH tanah 5,5 – 7,5 4,5 – 5,5 4 (baik)
baik)
5 (sangat 5 (sangat
8) pH air 5,5 – 7,5 5,5 – 7,5
baik) baik)
Sedang Sedang
2 (kurang 2 (kurang
9) Bahan organik (BO=1,5 – (BO=1,5 –
baik) baik)
3%) 3%)
10) Bau air irigasi Tidak 5 (sangat Tidak 5 (sangat
berbau baik) berbau baik)
11) Kekeruhan air 5 (sangat 5 (sangat
Jernih Jernih
irigasi baik) baik)
12) Pengelolaan Olah Tanah 3 (cukup Olah Tanah 3 (cukup
tanah Minimum baik) Minimum baik)

b. Tanaman
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
2
2 Jenis 1 Jenis 1 (tidak
1) Jenis tanaman (kurang
tanaman tanaman baik)
baik)
Tidak pernah Tidak pernah
2) Benih lahan 1 (tidak 1 (tidak
membuat/selalu membuat/selalu
sawah baik) baik)
membeli membeli
3) Benih lahan 1 (tidak 1 (tidak
Selalu membeli Selalu membeli
tegalan baik) baik)
Semua pupuk Semua pupuk
4) Pupuk yang 5 (sangat 5 (sangat
organik (100% organik (100%
digunakan baik) baik)
organik) organik)
5) Penggunaan Tidak
Semua
pestisida menggunakan
pestisida 5 (sangat 1 (tidak
untuk pestisida hayati
hayati/nabati baik) baik)
pengendalian atau pestisida
(100% hayati)
OPT kimia
6) Pengelolaan Limbah tidak 1 (tidak Limbah tidak 1 (tidak
limbah dikelola baik) dikelola baik)

c. Iklim
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
5 (sangat 5 (sangat
1) Curah hujan >1500 mm >1500 mm
baik) baik)
5 (sangat 5 (sangat
2) Suhu udara 24-29oC 24-29oC
baik) baik)
3) Kelembapan >40% 5 (sangat >40% 5 (sangat
udara baik) baik)
4) Jumlah bulan 7-9 7-9
4 (baik) 4 (baik)
basah bulan/tahun bulan/tahun
5) Jumlah bulan 3-6 3-6
4 (baik) 4 (baik)
kering bulan/tahun bulan/tahun

B. ASPEK EKONOMI
1. TEORI
Pembangunan pertanian berkelanjutan lebih mentitikberatkan pada
keadaan yang akan terjadi pada beberapa tahun kedepan, seperti
kekurangan pangan akibat situasi ekonomi politik yang tidak
menguntungkan dan ledakan penduduk yang luar biasa. Yang menjadi
permasalahn yang harus dapat diatasi adalah bagaimana cara yang harus
dilakukan untuk dapat menekan jumlah penduduk dan mencukupi
kebutuhan pangan secara nasional maupun internasional. Pembangunan
pertanian seharusnya dilakukan dengan mengadopsi model tertentu,
dimana model pertanian itu harus dirubah secara total. Pertanian
tradisional dianggap tidak layak lagi karena yang dibutuhkan adalah
ketersediaan pangan dalam jumlah besar dan cepat. Dengan menerapkan
sistem pertanian berkelanjutan maka kemungkinan besar masalah-masalah
tersebut akan dapat teratasi. Karena dengan pertanian berkelanjutan ini
dilihat dari segi teknologi sudah sangat mendukung, bibit unggul tersedia,
pemilihan lahan yang tepat dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan
ditanam. Karwan, A.Salikin.2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan.Kanisius. Yogyakarta
Pada dasarnya sistem pertanian berkelanjutan merupakan sistem
perubahan dari pertanian tradisional dengan tujuan untuk dapat memenuhi
target-target maksimal yang telah direncanakan, mengatasi permasalahan
perekonomian dunia dan memaksimalkan kebutuhan yang cepat dan siap
saji. Hal tersebut juga didasarkan pada pengelolaan sumberdaya yang ada
dengan maksimal, memanfaatkan, mempertahankan dan lebih
meningkatkan kualitas lingkunagn serta konservasi sumberdaya alam.
Pemilihan komoditas dan areal usaha yang cocok merupakan kunci dalam
pelaksanaan pembangunan pertanian berkelanjutan, komoditas harus yang
menguntungkan secara ekonomis, masyarakat sudah terbiasa
membudidayakannya, dan dibudidayakan pada lahan yang tidak
bermasalah dari segi teknis, ekologis dan menguntungkan secara
ekonomis.
Sistem budidaya pertanian harus mengacu pada pertimbangan
untung rugi, baik bagi diri sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan
jangka panjang, serta bagi organisme dalam sistem ekologi maupun diluar
sistem ekologi. Prinsip Sosial ekonomis menekankan pada penerimaan
model pertanian secara sosial dan secara ekonomis menguntungkan petani.
Selain itu juga mendorong berkembangnya kearifan lokal, kesetaraan
antara perempuan dan laki-laki, dan mendorong kemandirian petani.
Reijntjes, Coen Dkk. 2002. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta

2. HASIL PENGAMATAN
a. Sumber Pendapatan
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Jenis Petani 5 (sangat
4 (baik) Petani Pemilik
Pekerjaan penggarap baik)
2) Jenis
On + off/non On + off + non 5 (sangat
Pendapatan 4 (baik)
farming farm baik)
Petani

b. Sistem Hasil
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Distribusi Hasil Harian 5 (sangat baik) Harian 5 (sangat baik)

c. Input Saprodi
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Benih yang Tidak pernah 1 (tidak Tidak pernah 1 (tidak
digunakan membuat atau baik) membuat atau baik)
selalu membeli selalu membeli
5
2) Pupuk yang Sering membuat 3 (cukup Selalu membuat
(sangat
digunakan sendiri (50%) baik) sendiri (100%)
baik)
3) Pestisida 5
Selalu membuat 5 (sangat Selalu membuat
yang (sangat
sendiri (100%) baik) sendiri (100%)
digunakan baik)
Semua tenaga Separoh tenaga 3
4) Tenaga kerja 5 (sangat
kerja keluarga kerja keluarga (cukup
yang terlibat baik)
(100%) (50%) baik)
5) Kepemilikan
lahan 1 (tidak Milik sendiri +
Sewa 4 (baik)
usahatani baik) bengkok/sewa

6) Alat dan
mesin 5
Milik sendiri +
pertanian 4 (baik) Milik sendiri (sangat
sewa/beli
yang baik)
digunakan
5
7) Air 3 (cukup Tidak
Sukarela (sangat
pengairan baik) membayar iuran
baik)

d. Tingkat Pendapatan
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Tingkat Rendah (jarang 2 (kurang Tinggi (kadang
4 (baik)
Pendapatan kekurangan) baik) bisa menabung)

C. ASPEK SOSIAL BUDAYA


1. TEORI
Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, berkaitan dengan
kebutuhan akan kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan
sosial yang harmonis (termasuk tercegahnya konflik sosial), preservasi
keragaman budaya dan modal sosio-kebudayaan, termasuk perlindungan
terhadap suku minoritas. Untuk itu, pengentasan kemiskinan, pemerataan
kesempatan berusaha dan pendapatan, partisipasi sosial politik dan
stabilitas sosial budaya merupakan indikator-indikator penting yang perlu
dipertimbangkan dalam pelaksanaan pembangunan. Simatupang, P. 1995.

Industrialisasi Pertanian Sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era
Globalisasi. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian, Bogor.

Masalah dan tantangan yang dihadapi pemerintah dalam sistem


pertanian berkelanjutan dalam kaitannya dengan sosial budaya masyarakat
yaitu:
a. Membangun pemerintah yang baik dan memposisikan pertanian sebagai
sektor andalan perekonomian nasional.
Cara penyelenggaraan pemerintah yang baik (good goverment) sangat
diperlukan dalam pelaksanaan pembangunan pertanian yaitu; bersih
(clean), berkemampuan (competent), memberikan hasil positif (credible),
dan secara publik dapat dipertanggung jawabkan (accountable).
Pembangunan pertanian akan berhasil bila diawali dengan cara
penyenggaraan pemerintah yang baik, dimana pemerintah merupakan agen
pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan pencapaian sasaran
pembangunan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana membangun
pemerintah yang bersih, berkemampuan, berhasil dan dapat dipertanggung
jawabkan.
b. Mewujudkan kemandirian pangan dalam tatanan perdagangan dunia yang
bebas dan tidak adil
Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu
bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan
pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka
mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat
globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil.
Kecukupan pangan merupakan masalah hidup dan matinya suatu
bangsa, sehingga kemandirian pangan merupakan prioritas tujuan
pembangunan pertanian. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam rangka
mewujudkan kemandirian pangan adalah meningkatnya derajat
globalisasi perdagangan dunia yang tidak adil.
Di negara Indonesia juga menghadapi permasalahan dalam negeri
yang berkaitan dengan produksi pangan yaitu:
1) Upaya meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi jumlah petani
gurem, sementara pada saat bersamaan muncul gejala pelambatan
produktivitas dan penurunan nilai tukar petani;
2) Upaya mempertahankan momentum pertumbuhan tinggi produksi
pangan dan membalikkan kecenderungan deselerasi pertumbuhan
produksi menjadi akselerasi;
3) Upaya mengatasi fenomena ketidakpastian produksi; dan
4) Upaya meningkatkan daya saing produk pangan.
c. Mengurangi jumlah petani miskin, membangun basis bagi partisipasi
petani dan pemerataan hasil pembangunan
Krisis multidimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah
mengakibatkan jumlah penduduk miskin pada tahun 1998 melonjak.
Apabila hal ii dikaitkan dengan fakta bahwa sebagian besar mata
pencaharian penduduk di wilayah pedesaan bergantung pada sektor
pertanian, maka hal ini berarti bahwa permasalahan kemiskinan terkait
dengan sektor pertanian.
1. Meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian sangat dibutuhkan untuk
mengakselerasi perekonomian pedesaan. Sektor pertanian Indonesia,
hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga nilai
tambah yang diperoleh masih sangat rendah dan kurang kompetitif di pasr
dalam negeri maupun luar negeri.
Pemerintah harus dapat mendorong perkembangan produk pertanian
olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai tambah juga meningkatkan
dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar negeri. Negara
berkembang penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang melakukan
pengembangan produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia
yang tidak adil.
Apabila hal ini dapat dilakukan maka sektor pertanian akan tumbuh
dengan cepat dan tinggi lagi dibandingkan dengan yang telah selama ini
dicapai. Pertumbuhan sector pertanian yang makin cepat akan memacu
pertumbuhan sector-sektor lain secara lebih cepat melalui kaitan ke
belakang dan ke depan dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan
demikian, sektor pertanian akan lebih dikenal sebagai pengganda tenaga
kerja, dan bukan sekedar pencipta kesempatan kerja. Reijntjes, Coen Dkk.

2002. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Yogyakarta

2. HASIL PENGAMATAN
a. Umur Petani
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
2 (kurang
1) Usia Petani 36-45 tahun 3 (cukup baik) 46-55 tahun
baik)

b. Pendidikan Petani
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Pendidikan
SMU/SMK 4 (baik) SMU/SMK 4 (baik)
formal
Mengikuti
Tidak pernah 2
2) Pendidikan 1 (tidak kegiatan
mengikuti kegiatan (kurang
non formal baik) pelatihan
pelatihan baik)
1kali/musim

c. Luas Lahan Usahatani


Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
1) Luas lahan
<0,25 ha 1 (tidak baik) <0,25 ha 1 (tidak baik)
usahatani

d. Tingkat Keterbukaan
Responden 1 Responden 2
Pengamatan
Hasil Skor Hasil Skor
Hati-hati Sangat terbuka
1) Keterbukaan 3 5
(menerima (menerima dan
terhadap (cukup (sangat
inovasi dengan menyebarkan
inovasi baru baik) baik)
syarat) inovasi baru)
2) Kemampuan 5
Sangat tinggi
pendanaan Tinggi (61-80%) 4 (baik) (sangat
>80%
inovasi baik)

D. PEMBAHASAN
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah pemanfaatan
sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya
tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi
pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal
mungkin. Konsep pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi(profit), keberlanjutan
kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).
Ciri-ciri dari pertanian berkelanjutan yaitu :
1. Secara ekonomi menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan
(economically viable). Petani mampu menghasilkan keuntungan dalam
tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa
ditolerir/diterima.
2. Berwawasan ekologis (ecologically sound). Kualitas agroekosistem
dipelihara atau ditingkatkan, dengan menjaga keseimbangan ekologi serta
konservasi keanekaragaman hayati. Sistem pertanian yang berwawasan
ekologi adalah sistem yang sehat dan mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap tekanan dan gangguan (stress dan shock).
3. Berkeadilan sosial. Sistem pertanian yang menjamin terjadinya keadilan
dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, informasi, dan pasar, bagi
yang terlibat tanpa membedakan status sosial-ekonomi, gender, agama
atau kelompok etnis.
4. Manusiawi dan menghargai budaya lokal. Menghormati eksistensi dan
memperlakukan dengan bijak semua jenis mahluk yang ada. Dalam
pengembangan pertanian tidak melepaskan diri dari konteks budaya lokal
dan menghargai tatanan nilai, spirit dan pengetahuan lokal
5. Mampu berdaptasi (adaptable). Mampu menyesuaikan diri terhadap
kondisi yang selalu berubah, seperti pertumbuhan populasi, tantangan
kebijaksanaan yang baru dan perubahan konstalasi pasar.
Pada Praktikum Pertanian Berkelanjutan yang telah dilaksanakan di daerah
Tani Organik Merapi (TOM), Balangan, Pakem Sleman terdapat tiga aspek
yang diamati dalam identifikasi pertanian berkelanjutan yaitu aspek ekologi
(lingkungan), aspek ekonomi serta aspek sosial budaya. Hal ini mengacu pada
pernyataan Simatupang, 1995 bahwa pertanian berkelanjutan terdiri dari tiga
aspek yang saling berkaitan dan merupakan indikator kesuksesan pertanian
berkelanjuta yaitu aspek lingkung, ekonomi serta sosial budaya. Pengamatan
dilakukan pada dua responden yang merupakan petani mitra TOM yaitu
bapak... sebagai responden 1 dan bapak... sebagai responden 2.
Pada pengamatan aspek ekologi terdapat beberapa poin yang diamati yaitu
kondisi tanah dan air, kondisi tanaman dan iklim. Untuk kondisi tanah dan air
pada kedua responden memiliki jenis penguasaan lahan yang >50% merupakan
lahan sewa dengan ketinggian tempat <500m serta dilakukan olah tanah
minimum pada lahan. Selain itu juga kondisi lahan pada kedua responden
memiliki kedalaman solum >50 cm dan memiliki tekstur tanah yaitu geluh
pasir/eluh lempung pasiran serta jumlah bahan organik pada tanah yaitu sedang
(1,5%-3%) berdasarkan identifikasi kualitatif di lapangan. pH air irigasi pada
kedua responden yaitu berkisar 5,5-7,5 dan air irigasi tidak berbau serta jernih.
Kemiringan lahan pada responden 1 berkisar antara 0-3% dan responden 2
berkisar antara 3-5%. pH tanah pada responden satu yaitu berkisar antara 5,5-
7,5 dan pada responden 2 berkisar antara 4,5-5,5.
Kondisi tanaman yang termasuk dalam aspek ekologi pertanian
berkelanjutan pada kedua responden cenderung hampir sama karena kedua
responden merupakan mitra TOM yang diharuskan untuk memproduksi
tanaman tertentu pada waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan pemasaran.
Kedua responden selalu membeli benih/tidak pernah membuat benih sendiri
untuk usahatani baik di lahan sawah ataupun di lahan tegalan. Pupuk yang
digunakan oleh kedua responden yaitu 100% pupuk organik dan tidak ada
pengelolaan limbah. Jenis tanaman yang diusahakan pada responden 1 yaitu
ada 2 jenis tanaman sedangkan pada responden 2 ada 1 jenis tanaman.
Pengendalian OPT dilakukan dengan menggunakan pestisida hayati pada
responden 1 namun pada responden 2 tidak menggunakan pestisida baik hayati
maupun kimia.
Kondisi iklim pada kedua responden sama karena lokasi kedua responden
cenderung berdekatan sehingga tidak terdapat perbedaan kondisi iklim yang
terlalu menonjol. Curah hujan di daerah pengamatan yaitu >1500 mm, suhu
udara berkisar antara 24-29oC, kelembapan udara >40%. Sedangkan jumlah
bulan basah pada lokasi pengamatan berkisar 7-9 bulan/tahun dan jumlah bulan
kering berkisar antara 3-6 bulan/tahun.
Pada aspek ekonomi terdapat beberapa poin yang diamati, diantaranya
sumber pendapatan responden, sistem hasil, input saprodi dan tingkat
pendapatan. Pada pengamatan sumber pendapatan, didapatkan hasil yaitu jenis
pekerjaan pada responden 1 adalah petani penggarap sedangkan pada
responden 2 yaitu petani pemilik. Sedangkan jenis pendapatan responden 1
yaitu on + off/non farming dan pada responden 2 yaitu on + off + non farming.
Pada pengamatan sistem hasil didapatkan distribusi hasil pada kedua responden
secara harian.
Pada pengamatan input saprodi didapatkan hasil yaitu kedua responden
tidak pernah membuat benih sendiri atau selalu membeli benih, sedangkan
pestisida yang digunakan selau membuat sendiri. Pada responden 1
menggunakan pupuk yang 50%-nya dibuat sendiri sedangkan pada responden 2
selalu membuat pupuk sendiri. Tenaga kerja yang terlibat dala usahatani pada
responden 2 berasal dari tenaga kerja keluarga sedangkan pada responden 2
separoh tenaga kerjanya adalah tenaga kerja keluarga, kepemilikan lahan untuk
usahatani pada responden 1 yaitu merupakan lahan sewa sedangkan pada
responden 2 adalah lahan milik sendiri dan lahan bengkok/sewa, alat dan mesin
pertanian yang digunakan pada responden 1 yaitu milik sendiri dan sewa/beli
sedangkan pada responden 2 alat dan mesin pertanian yang digunakan adalah
milik sendiri, air irigasi yang digunakan untuk mengairi lahan usahatani pada
responden 1 dikenakan iuran sukarela sedankan pada responden 2 tidak
dikenakan iuran.
Pada pengamatan tingkat pendapatan petani, didapatkan hasil responden 1
memiliki tingkat pendapatan yang rendah (jarang kekurangan) sedangkan pada
responden 2 memiliki tingkat pendapatan yang tinggi (kadang bisa menabung)
Pada aspek sosial budaya diamati beberapa poin yaitu umur petani,
pendidikan petani, luas lahan usahatani dan tingkat keterbukaan petani. Pada
pengamatan umur petani, responden 1 memiliki umur yang berkisar antara 36-
45 tahun sedangkan responden 2 memiliki umur yang berkisar 46-55 tahun.
Pada pengamatan pendidikan petani, kedua responden telah menempuh
pendidikan formal hingga jenjang SMU/SMK, serta pada responden 1 tidak
pernah mengikuti pendidikan non formal yang lain sedangkan pada responden
2 mengikuti kegiatan pelatihan 1kali/musim.
Pada pengamatan luas lahan usahatani, kedua responden memililki lahan
yang luasnya <0,25 ha. Pada pengamatan tingkat keterbukaan petani terhadap
inovasi baru, responden 1 cenderung hati-hati dalam menerima inovasi baru
(menerima inovasi dengan syarat) sedangkan pada responden 2 sangat terbuka
akan adanya inovasi baru (menerima dan menyebarkan inovasi baru).
Kemampuan pendanaan akan inovasi yang ada pada responden 1 yaitu tinggi
(61-80%) dan pada responden 2 yaitu sangat tinggi >80%.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, dapat diketahui bahwa
kedua responden yang diamati sudah menerapkan pertanian organik yang
merupakan salah satu bagian dari pertanian berkelanjutan. Kedua responden
telah menyadari akan betapa pentingnya kelangsungan lingkungan atau
ekosistem dalam pertanian dengan tidak menggunakan bahan-bahan kimia
sebagai input saprodi. Pada aspek ekonomi, kedua responden juga telah
menyadari akan keberlangsunganya. Kedua responden dapat memperoleh
keuntungan dari hasil budidaya tanaman yang mereka lakukan, dan keuntungan
tersebut mereka gunakan untuk meningkatkan usahatani mereka dan untuk
kehidupan sehari-hari. Pada aspek sosial budaya, kedua responden cenderung
mudah menerima inovasi baru yang dapat meningkatkan produktivitas hasil
panen apabila hal tersebut mudah dan terjangkau untuk dilakukan oleh petani.
Kedua responden juga cenderung aktif akan perkembangan-perkembangan
pertanian yang ada yang dapat diaplikasikan pada lahan budidaya mereka
Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan
kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam
jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan
kualitas hidup masyarakat pedesaan adalah sebagai berikut:
1. Pengendalian Hama Terpadu
Pengendalian Hama Terpadu merupakan suatu pendekatan untuk
mengendalikan hama yang dikombinasikan dengan metode-metode
biologi, budaya, fisik dan kimia, dalam upaya untuk meminimalkan; biaya,
kesehatan dan resiko-resiko lingkungan.
2. Sistem Rotasi dan Budidaya Rumput
Sistem pengelolaan budidaya rumput intensif yang baru adalah dengan
memberikan tempat bagi binatang ternak di luar areal pertanian pokok
yang
ditanami rumput berkualitas tinggi, dan secara tidak langsung dapat
menurunkan biaya pemberian pakan. Selain itu, rotasi dimaksudkan pula
untuk memberikan waktu bagi pematangan pupuk organik. Areal
peternakan yang dipadukan dengan rumput atau kebun buah-buahan dapat
memiliki keuntungan ganda, antara lain ternak dapat menghasilkan pupuk
kandang yang merupakan pupuk untuk areal pertanian.
3. Konservasi Lahan
Beberapa metode konservasi lahan termasuk penanaman alur, mengurangi
atau tidak melakukan pembajakan lahan, dan pencegahan tanah hilang baik
oleh erosi angin maupun erosi air. Kegiatan konservasi lahan dapat
meliputi:
a. Menciptakan jalur-jalur konservasi.
b. Menggunakan dam penahan erosi.
c. Melakukan penterasan.
d. Menggunakan pohon-pohon dan semak untuk menstabilkan tanah.
4. Menjaga Kualitas Air/Lahan Basah
Konservasi dan perlindungan sumberdaya air telah menjadi bagian penting
dalam pertanian. Banyak diantara kegiatan-kegiatan pertanian yang telah
dilaksanakan tanpa memperhatikan kualitas air. Biasanya lahan basah
berperan penting dalam melakukan penyaringan nutrisi (pupuk
anoraganik) dan pestisida.
5. Tanaman Pelindung
Penanaman tanaman-tanaman seperti gandum dan semanggi pada akhir
musim panen tanaman sayuran atau sereal, dapat menyediakan beberapa
manfaat termasuk menekan pertumbuhan gulma (weed), pengendalian
erosi, dan meningkatkan nutrisi dan kualitas tanah.
6. Diversifikasi Lahan dan Tanaman
Bertanam dengan memiliki varietas yang cukup banyak di lahan pertanian
dapat mengurangi kondisi ekstrim dari cuaca, hama penggangu tanaman,
dan harga pasar. Peningkatan diversifikasi tanaman dan jenis tanaman lain
seperti pohon-pohon dan rumput-rumputan, juga dapat memberikan
kontribusi terhadap konservasi lahan, habitat binatang, dan meningkatkan
populasi serangga yang bermanfaat.
7. Pengelolaan Nutrisi Tanaman
Pengelolaan nutrisi tanaman dengan baik dapat meningkatkan kondisi
tanah dan melindungi lingkungan tanah. Peningkatan penggunaan
sumberdaya nutrisi di lahan pertanian, seperti pupuk kandang dan tanaman
kacang-kacangan (leguminosa) sebagai penutup tanah dapat mengurangi
biaya pupuk anorganik yang harus dikeluarkan.
8. Agroforestri (wana tani)
Agroforestri merupakan suatu sistem tata guna lahan yang permanen,
dimana tanaman semusim maupun tanaman tahunan ditanam bersama atau
dalam rotasi membentuk suatu tajuk yang berlapis, sehingga sangat efektif
untuk melindungi tanah dari hempasan air hujan. Sistem ini akan
memberikan keuntungan baik secara ekologi maupun ekonomi.

You might also like